kelompok dan hubungan inter personal antar perorangan yang berorientasi pada hasil belajar kelompok. Unsur-unsur penting itu adalah: 1 adanya peserta dalam
kelompok; 2 adanya aturan kelompok; 3 adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; dan 4 adanya tujuan yang harus dicapai Sanjaya, 2006:239.
Adanya interaksi dan komunikasi banyak arah yang terjadi pada pembelajaran kooperatif memungkinkan terjadinya pertukaran informasi sehingga dapat
meningkatkan pemikiran siswa. Perubahan wawasan pemikiran siswa akan terjadi pada saat siswa lain memberikan pemikiran yang berbeda serta adanya kerja sama
antar perorangan akan memudahkan dalam menemukan dan merumuskan alternatif pemecahan terhadap materi yang sedang dipelajari.
D. Teori Belajar yang Mendasari Strategi Belajar Kooperatif
Teori belajar adalah teori yang mempelajari perkembangan intelektual mental siswa, yang meliputi dua hal, yaitu: a uraian tentang apa yang terjadi dan diharapkan
terjadi pada intelektual anak; dan b uraian tentang kegiatan intelektual anak mengenai hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia tertentu Nurdin, 2007.
Dua hal penting yang merupakan bagian dari tujuan pembelajaran matematika adalah pembentukan sifat dengan berfikir kritis dan kreatif. Untuk pembinaan hal
tersebut perlu diperhatikan daya imajinasi dan rasa ingin tahu dari anak didik kita yang harus dipupuk dan ditumbuh kembangkan. Siswa harus dibiasakan untuk diberi
kesempatan bertanya dan berpendapat sehingga diharapkan proses pembelajaran matematika lebih bermakna MKPBM, 2001:60. Dengan demikian, pembelajaran
matematika akan lebih sesuai jika didasarkan pada teori belajar kognitif, yang lebih memperhatikan tentang bagaimana pengetahuan itu diperoleh, diorganisir, disimpan
dalam memori, dan digunakan dalam berfikir. Berikut ini akan disampaikan beberapa teori belajar yang mendasari strategi belajar kooperatif, yaitu:
1. Teori Konstruktivisme Steffe dan Kieren dalam MKPBM, 2001:71 mengemukakan beberapa prinsip
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme diantaranya adalah bahwa observasi dan mendengar, aktivitas dan pembicaraan matematika siswa adalah sumber
yang kuat dan petunjuk untuk mengajar, untuk kurikulum, untuk cara-cara dimana pertumbuhan pengetahuan siswa dapat dievaluasi. Lebih jauh dikatakan bahwa dalam
konstruktivisme aktivitas matematika mungkin diwujudkan melalui tantangan masalah, kerja dalam kelompok kecil, dan diskusi kelas menggunakan apa yang
‘biasa’ muncul dalam materi kurikulum kelas ‘biasa’. Soedjadi dalam Widodo, 1999:24 mengemukakan bahwa faham konstruktivis memiliki ciri penting dalam
pembelajaran, yakni menekankan pada “ siswa menemukan sendiri ” konsep yang perlu diketahui.
Lingkungan belajar matematika dalam pandangan konstruktivisme meliputi: 1 menyediakan pengalaman belajar matematika yang dapat mengkaitkan pengetahuan
matematika yang sudah dimiliki siswa sehingga guru bukanlah satu-satunya sumber pengetahuan melainkan fasilitator; 2 menyediakan berbagai alternatif pengalaman
yang berbeda-beda; 3 menginterpretasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan relevan dengan melibatkan pengalam konkrit; 4 merancang
pembelajaran terjadi sehingga terjadi interaksi dan kerjasama seseorang dengan lingkungannya melalui diskusi, kerja kelompok kecil, diskusi kelompok, penemuan
dan Tanya jawab; 5 memanfaatkan berbagai media sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif; dan 6 melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga
matematika menjadi menarik dan siswa mau belajar Kahfi dalam Dewi, 2006.
2. Teori Peaget Sasaran pembelajaran matematika adalah peningkatan kualitas berfikir dan
ketajaman penalaran siswa, oleh karena itu belajar matematika pada dasarnya adalah pengubahan struktur kognitif dengan melalui asimilasi dan akomodasi Piaget dalam
Hudoyo, 1998:47. Asimilasi itu sendiri adalah merupakan penyerapan informasi baru kedalam pikiran, sedangkan akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran
karena adanya informasi baru, sehingga informasi itu punya tempat Ruseffendi, 1991:133.
Dengan demikian asimilasi dan akomodasi pada dasarnya adalah merupakan dua aktivitas mental yang melibatkan interaksi antara pikiran dan kenyataan yang akan
berlangsung terus menerus dalam rangka individu memperoleh pengetahuan. Suparno 1997 menyampaikan diskripsi singkat mengenai beberapa istilah yang digunakan
untuk menjelaskan proses seseorang dalam pembentukan pengetahuan sebagai berikut:
1 Skema struktur kognitif, merupakan struktur mental seseorang yang menggambarkan adanya keterhubungan konsep-konsep tertentu, yang terbentuk pada
waktu seseorang berinteraksi dengan lingkungannya. Skema berkembang seiring dengan perkembangan kognitif yang dipengaruhi oleh tiga proses dasar yaitu
asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi. 2 Assimilasi adalah merupakan pengintegrasian persepsi, konsep atau
pengalaman baru ke dalam skema atau struktur kognitif yang telah ada. Dengan asimilasi ini seseorang dapat mencocokkan rangsangan yang diterima dengan skema
yang telah ada dalam pikiran. Asimilasi itu sendiri tidak akan menyebabkan perubahan atau penggantian skema, melainkan mengembangkan skema yang telah
dimiliki.
3 Akomodasi adalah merupakan penyesuaian struktur kognitif terhadap situasi baru. Akomodasi merupakan proses mental yang meliputi pembentukan skema baru
yang cocok dengan rangsangan yang baru, atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan tersebut.
4 Ekuilibrasi adalah proses keseimbangan yang dikarenakan asimilasi dan akomodasi sehingga terjadi adaptasi. Apabila dalam proses asimilasi seseorang tidak
dapat mengadakan adaptasi maka akan terjadi ketidak- seimbangan disekuilibrium. Setelah terjadi ekuilibrasi maka seseorang akan berada pada tingkat intelektual yang
lebih tinggi dari sebelumnya serta akan mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Adapun bagaimana individu memperoleh pengetahuan, Peaget dalam Suparno,
1997:30 mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan adaptasi pikiran terhadap realitas, seperti organisme beradaptasi dengan lingkungannya. Dikemukakan pula
bahwa pengetahuan datang dari tindakan, dan sebagian besar perkembangan kognitif bergantung pada seberapa jauh seseorang aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi
dengan lingkungannya. Dengan demikian, dalam rangka memperoleh pengetahuan hendaknya siswa
selalu diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga
wawasan pemikiran siswa tersebut dapat berkembang. Siswa bebas membangun
pengetahuannya sendiri, sedangkan guru lebih memerankan diri sebagai fasilitator, narasumber dan berkenan memecahkan masalah bersama siswa dengan terlebih
dahulu menjelaskan proses pemecahan masalah yang dilakukan serta menjelaskan keterkaitan antara proses dan hasil yang diperoleh.
3. Teori Vygotsky Dalam teori belajarnya Vygotsky lebih menekankan pada pentingnya
masyarakat bahasa Matthews dalam Suparno, 1997:44, dalam hal ini bahasa
merupakan aspek sosial yang sejak awal akan digunakan sebagai alat dalam berfikir. Dalam pembelajaran itu sendiri Vygotsky lebih menekankan pada sosiokultural, yakni
interaksi sosial melalui dialog dan komunikasi verbal dengan orang dewasa dalam perkembangan pengertian anak. Vygotsky percaya bahwa pembelajaran terjadi pada
saat siswa bekerja dalam “zona perkembangan proksimal zone of proximal development”. Tugas dalam zona perkembangan proksimal itu adalah merupakan
tugas yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh anak, tetapi dapat dilakukan dengan bantuan guru atau temannya.
Selanjutnya Nur dalam Widodo, 1999:22 mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan “Zona perkembangan proksimal” adalah jarak antara tingkat
perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dengan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan
sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa melalui kerja sama dengan teman sejawat yang lebih mampu.
E. Student Teams Achievement Divisions STAD berbantuan CD Interaktif