Pengaruh Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Tata

6.2. Pengaruh Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Tata

Ruang Kota Bogor Dinamika dan tuntutan pembangunan sosial ekonomi pada wilayah perkotaan umumnya berdampak terhadap pemanfaatan ruang wilayah kota secara fisik. Peningkatan pembangunan pusat perbelanjaan modern yang termasuk ke dalam sektor perdagangan dan jasa mendorong peningkatan persentase penggunaan lahan untuk sektor perdagangan dan jasa dari 3,06 persen pada tahun 1999 menjadi 6,133 persen pada tahun 2003. Persentase luasan penggunaan lahan di Kota Bogor dapat di lihat pada Tabel 6.3. Tabel 6.3. Persentase Luasan Penggunaan Lahan di Kota Bogor Eksisiting Tahun 1999 1 Eksisting Tahun 2003 2 No. Jenis Penggunaan Luas Ha Persentase Luas Ha Persentase 1 Pemukiman 8.296,63 70,01 8.300,00 70,042 2 Kolam Oxidasi 1,50 0,01 1,50 0,013 3 Pertanian 1.288,66 10,87 854,67 7,212 4 Kebun Campuran 154,55 1,30 85,00 0,717 5 Industri 115,03 0,97 115,03 0,971 6 Perdagangan dan Jasa 362,60 3,06 726,80 6,133 7 PerkantoranPemerintahan 85,28 0,72 98,00 0,827 8 Hutan Kota 141,50 1,19 141,50 1,194 9 TamanLapangan Olah Raga 250,48 2,11 250,48 2,114 10 Kuburan 299,28 2,53 299,28 2,526 11 SungaiSituDanau 342,07 2,89 337,07 2,845 12 Jalan 529,62 4,47 629,37 5,311 13 Terminal dan Subterminal 1,51 0,01 2,70 0,023 14 Stasiun Kereta Api 5,60 0,05 5,60 0,047 15 Lain-lain 9,21 0,08 3,00 0,025 Jumlah 11.850,00 100 11.850,00 100 Sumber : 1RTRW Kota Bogor 1999-2009 2Dinas Pemukiman Tahun 2003 dalam Renstra Kota Bogor Pembangunan pusat perbelanjaan modern mendorong terjadinya peralihan fungsi penggunaan lahan. Peralihan fungsi penggunaan lahan merupakan gejala normal sesuai dengan proses perkembangan dan pengembangan kota. Peralihan fungsi penggunaan lahan yang terjadi akibat pembangunan pusat perbelanjaan modern di Kota Bogor termasuk kedalam tipe transformasi. Tipe transformasi merupakan perubahan secara terus-menerus pada bagian-bagian pemanfaatan lahan di perkotaan untuk meningkatkan nilai dan efisiensi bagi pengguna. Termasuk ke dalam tipe ini karena pusat perbelanjaan modern di Kota Bogor dibangun pada lahan yang sudah terbangun namun mengalami perubahan fungsi penggunaan. Dua pusat perbelanjaan dibangun pada lahan yang sejak awal penyusunan RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah Kota diperuntukkan bagi perdagangan, hanya saja terjadi perubahan dari konsep pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern. Dua pusat perbelanjaan lainnya dibangun pada lahan yang bukan diperuntukkan bagi perdagangan namun berada pada kawasan perdagangan sehingga hal tersebut diperbolehkan. Pembangunan pusat perbelanjaan modern meskipun dilaksanakan pada wilayah yang sesuai dengan zoning pada RTRW Kota Bogor, namun tetap harus memperhatikan aspek sosial lainnya. Salah satu dampak dari pembangunan pusat perbelanjaan modern yaitu dampak yang ditimbulkannya terhadap lingkungan kota. Adanya peralihan fungsi penggunaan lahan ini berdampak terhadap keseimbangan lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat. Peralihan fungsi penggunaan lahan dan perubahan kualitas lingkungan fisik sebagai akibat pembangunan pusat perbelanjaan modern disatu pihak telah meningkatkan kesejahteraan dan kemudahan bagi sebagian masyarakat kota, tetapi dipihak lain juga menimbulkan dampak negatif yakni, mengurangi keberadaan Ruang Terbuka Hijau RTH. Standar RTH yang harus disediakan oleh suatu kota menurut ketentuan Departemen Pekerjaan Umum adalah lima belas meter persegi per penduduk atau minimal sepuluh persen dari luas areal kota dalam berbagai bentuk. Kebutuhan RTH bagi pusat perbelanjaan modern disesuaikan dengan Koefisien Dasar Bangunan KDB yang telah ditentukan. Ruang yang dibangun untuk fungsi perdagangan dan jasa berdasarkan ketentuan teknis pemanfaatan ruang memiliki Koefisien Dasar Hijau KDH sebesar 30 persen dari luas lahan. Ketentuan KDH menunjukkan RTH yang harus disediakan oleh pihak pengembang untuk menjaga keseimbangan ekosistem kota. Ketentuan KDH 30 persen dari luas lahan tidak sepenuhnya dipenuhi oleh para pengembang pusat perbelanjaan modern. Pusat perbelanjaan modern sekarang ini, dalam memenuhi ketentuan KDH masih sebatas pada ada tidaknya tanaman pada pusat perbelanjaan modern yang dibangun dengan jumlah berada dibawah ketentuan yang ditetapkan. Adanya penurunan RTH sebagai akibat dari peralihan fungsi penggunaan lahan dan ketentuan teknis yang tidak dipenuhi menyebabkan berkurangnya resapan air yang berpotensi menjadi banjir. Banjir besar yang terjadi di sebagian wilayah Jakarta dan beberapa daerah pinggiran sungai di Kota Bogor pada awal tahun 2007 merupakan salah satu akibat penurunan RTH. Curah hujan yang tinggi dan perubahan tata guna lahan perkotaan yang cepat dan tidak terkendali sangat berpengaruh terhadap banjir. Hal tersebut, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Radnawati pada tahun 2005 daerah dengan tata guna lahan perkotaan yang mempunyai banyak permukaan kedap akan menghasilkan aliran permukaan yang besar bahkan hampir 100 persen. Adanya perubahan dari kawasan hijau menjadi daerah beton juga meningkatkan curah hujan menjadi dua sampai tiga kali lipat dari sebelumnya. Keberadaan RTH selain menjaga kelangsungan fungsi ekologi untuk keberadaan kota juga memiliki manfaat sebagai pelembut kesan keras dari struktur fisik, mengatasi kebisingan, udara panas, polusi dan pembentuk ruang kesatuan kota. Penurunan RTH dalam jangka panjang tidak hanya dirasakan oleh penduduk Kota Bogor saja, akan tetapi dirasakan pula oleh penduduk di daerah lainnya seperti terjadinya banjir. Apabila kerusakan ekologi yang terjadi maka keuntungan yang diharapkan dari adanya pusat perbelanjaan modern akan tidak berarti dibandingkan dengan kerugian yang dirasakan masyarakat. Berdasarkan persyaratan lokasi kegiatan perdagangan dan jasa, pusat perbelanjaan modern dibangun pada lokasi yang sesuai dengan persyaratannya. Yakni mempunyai akses yang baik ke arah perumahan, berada pada jalan utama kota sehingga mudah dikenali dan dicapai, berdekatan dengan kegiatan lain misalnya pusat kegiatan rekreasi. Pusat perbelanjaan modern juga berdekatan dengan terminal atau setidaknya dilalui jalur pelayanan angkutan umum, terdapat hubungan jaringan pelayanan angkutan umum yang dapat menjangkau kawasan perumahan dari berbagai golongan dan memiliki ketersediaaan lahan parkir yang memadai. Terpenuhinya ketentuan persyaratan lokasi perdagangan oleh pusat perbelanjaan bukan berarti tidak menimbulkan masalah terhadap tata ruang Kota Bogor. Distribusi pusat perbelanjaan modern di Kota Bogor cenderung tidak merata dan berada dilokasi yang berdekatan. Sesuai dengan zoning yang tertuang dalam RTRW Kota Bogor lokasi pusat perbelanjaan modern terkonsentrasi di pusat kota pada wilayah Kecamatan Bogor Tengah, yakni sebanyak tiga dari empat unit pusat perbelanjaan modern yang ada atau 75 persen. Lokasi pusat perbelanjaan modern selain terkonsentrasi di pusat kota juga memiliki jarak antar pusat perbelanjaan yang satu dengan yang lainnya relatif berdekatan. Bahkan, pusat perbelanjaan ini pun berlokasi dekat dengan pertokoan dan pasar tradisional yang berjarak kurang dari 500 meter. Gambaran sebaran pusat perbelanjaan modern di Kota Bogor berdasarkan lokasinya tersaji pada Tabel 6.4. Tabel 6.4. Jumlah dan Sebaran Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor Mei 2007 Wilayah Unit Persen Kecamatan Bogor Barat Kecamatan Bogor Timur 1 25 Kecamatan Bogor Utara Kecamatan Bogor Tengah 3 75 Kecamatan Bogor Selatan Kecamatan Tanah Sareal Jumlah 4 100 Sumber : Disperindagkop, 2007 Hasil Olahan Jarak pusat perbelanjaan modern yang sangat dekat dengan pasar tradisional mengakibatkan penurunan omset penjualan pedagang di pasar tradisional dan tenaga kerja yang dipekerjakannya. Selain itu, jarak yang berdekatan antar pusat perbelanjaan modern yang satu dengan pusat perbelanjaan modern lainnya, mengakibatkan adanya persaingan usaha yang berpotensi saling mematikan diantara pusat perbelanjaan modern itu sendiri. Persaingan usaha itu terlihat pada pusat perbelanjaan modern pertama yang dibuka, pusat perbelanjaan modern ini kini menjadi sepi karena pengunjung umumnya lebih menyukai sesuatu yang baru. Sepinya pengunjung ke pusat perbelanjaan ini mengakibatkan banyaknya ruang kosong pada pusat perbelanjaan modern. Jarak yang terlalu dekat ini jika dibiarkan, maka lama-kelamaan dengan pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan modern yang tinggi akan mengakibatkan persaingan usaha yang sangat ketat. Sehingga pusat perbelanjaan modern hanya akan ramai pada saat masih baru beroperasi. Kondisi tersebut memungkinkan untuk terjadi, karena konsumen akan memilih lokasi belanja yang melakukan inovasi. Kondisi ini berbeda dengan yang terjadi di Negara-Negara Eropa dan Australia, seperti yang diungkapkan oleh Damanhuri berdasarkan pengalamannya menetap di Negara Eropa selama enam tahun : 25 “Pusat perbelanjaan modern di Negara Eropa umumnya berfungsi sebagai growth pole dan pendiriannya terintegrasi dengan tata ruang, biasanya dibangun pada daerah hinterland sehingga dapat memacu ekonomi wilayah di Kota tersebut, dan terjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru. Oleh karena itu, izin tata ruang pembangunannya sangat di patuhi. Seperti di Helsinki, Finlandia, di Kota ini ada jarak tertentu yang harus dipatuhi oleh pengembang sehingga tidak terjadi persaingan usaha dan tidak mematikan pusat perbelanjaan lain yang se-level maupun pusat perbelanjaaan semi modern serta pasar tradisional begitu pula di Negara Perancis, Belanda, dan Jerman.” 25 Didin S. Damanhuri. 2007. Jarak Pusat Perbelanjaan di Negara-Negara Eropa [wawancara]. Bogor. Kondisi demikian menjelaskan bahwa terdapat perbedaan konsep pembangunan pusat perbelanjaan modern yang terjadi di Kota Bogor dengan yang terjadi di Negara-Negara Eropa, di Kota Bogor pembangunan pusat perbelanjaan modern dibangun pada daerah yang merupakan pusat perekonomian kota dan telah memiliki aktivitas ekonomi yang cukup tinggi, sehingga jika di Negara-Negara Eropa pembangunannya dapat meningkatkan aktivitas ekonomi dan tidak mematikan pedagang eceran lainnya maka yang terjadi di Kota Bogor adalah adanya persaingan usaha diantara pusat perbelanjaan yang satu dengan pusat perbelanjaan modern lainnya serta dengan pasar tradisional. Di Negara Australia jarak antar pusat perbelanjaan modern terletak berjauhan, pusat perbelanjaan modern umumnya memiliki jarak sekitar lima sampai sepuluh kilometer dari pasar tradisional, dan pembangunan pusat perbelanjaan modern tidak ditujukkan sebagai konsep kutub pertumbuhan Growth Pole. Pembangunan pusat perbelanjaan yang bukan merupakan konsep kutub pertumbuhan, dikarenakan di negara Australia umumnya suatu kota dipersiapkan terlebih dahulu sarana dan prasarananya sebelum dihuni oleh penduduk, meskipun demikian pembangunan pusat perbelanjaan modern tetap tidak mengakibatkan persaingan antar pusat pembangunan modern dengan pasar tradisional karena jaraknya yang berjauhan. Lokasi pusat perbelanjaan modern yang tidak saling berdekatan juga terjadi di Norwegia. Kota-kota di Norwegia seperti Oslo, Asker dan Kristiansand umumnya hanya memiliki satu buah pusat perbelanjaan modern, masyarakat Norwegia juga lebih menyukai berbelanja pada pusat perbelanjaan yang berupa deretan toko-toko, sehingga persaingan usaha antar keduanya tidak terjadi. Jarak yang berdekatan untuk pusat perbelanjaan memang terjadi pada lokasi pusat perbelanjaan modern di negara lain, seperti Singapura dan Hong Kong. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari situs pariwisata Singapura, yakni www.visitsingapore.com dan artikel Shopping in Hong Kong, pusat perbelanjaan di kedua wilayah ini memang memiliki lokasi yang berdekatan, namun kedua wilayah ini mampu menarik pengunjung dari berbagi negara lain dan setiap pusat perbelanjaan modern di wilayah ini umumnya memiliki perbedaan yang mampu menarik minat para konsumen. Kemampuan menarik konsumen dari luar wilayah ini tidak dimiliki oleh pusat perbelanjaan di Kota Bogor, sehingga dengan jarak yang berdekatan akan terjadi perebutan konsumen. Keberadaan pusat perbelanjaan modern di jalan-jalan utama pusat kota meningkatkan volume lalulintas ke daerah tersebut. Adanya kenaikan volume lalu lintas dan kendaraan keluar masuk pusat perbelanjaan modern berpotensi menaikan tingkat kemacetan. Pusat perbelanjaan modern berada pada kawasan yang dilalui oleh lebih dari satu pelayanan angkutan umum dan berada di satu titik tempat naik turunnya penumpang, baik dekat terminal maupun tempat perhentian terakhir angkutan umum. Pada lokasi ini, umumnya terdapat banyak angkutan menghentikan kendaraannya untuk mencari penumpang yang menyebabkan kemacetan bagi pengguna jalan lainnya. Dengan adanya pusat perbelanjaan modern di lokasi tersebut pencarian penumpang oleh supir kendaraan umum, peningkatan volume transportasi ditambah arus keluar masuk pengunjung ke pusat perbelanjaan modern menyebabkan terjadinya arus tundaan dalam berkendara yang berpotensi meningkatkan kemacetan. Pembangunan pusat perbelanjaan dengan dampak positif dan negatif yang ditimbulkannya mempengaruhi RTRW Kota Bogor. Adanya peralihan fungsi penggunaan lahan akibat pembangunan pusat perbelanjaan menunjukkan terjadinya pemanfaatan tata ruang kota yang tidak sesuai dengan RTRW Kota Bogor periode 1999-2009. Kondisi ini, sesuai dengan penelitian Marisan pada tahun 2006 yang menyatakan bahwa pemanfaatan ruang wilayah Kota Bogor sekitar 5,76 persen tidak sesuai dengan RTRW Kota. Adanya pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan peruntukkannya sesuai dengan hipotesa penelitian ini. Perkembangan Pemanfaatan ruang fisik Kota Bogor harus sesuai dengan visi dan misi Kota Bogor yakni menjadi ”Kota Jasa Yang Aman dan Nyaman dengan Masyarakat Madani .” Pembangunan pusat perbelanjaan modern meskipun berada pada kawasan yang telah ditetapkan oleh RTRW Kota harus tetap memperhatikan aspek lingkungan hidup dan kelancaran lalulintas, sehingga pembangunan pusat perbelanjaan modern yang terlalu dekat tidak berpotensi untuk mematikan pusat perbelanjaan modern yang sudah ada sebelumnya dan pasar tradisional ataupun kios-kios di sekitarnya. Pembangunan pusat perbelanjaan modern juga tidak menimbulkan ketidaknyamanan dalam lalulintas, seperti kemacetan.

6.3. Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan terhadap Penyerapan dan