Penyerapan Tenaga Kerja Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan terhadap Penyerapan dan

6.3. Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan terhadap Penyerapan dan

Pengurangan Tenaga Kerja Pembangunan pusat perbelanjaan modern tidak hanya berdampak terhadap keberadaan pasar tradisional, dan tata ruang saja tetapi berdampak pula terhadap kondisi ketenagakerjaan di Kota Bogor. Pembangunan pusat perbelanjaan modern mempengaruhi kondisi ketenagakerjaan dari segi penyediaan lapangan pekerjaan.

6.3.1. Penyerapan Tenaga Kerja

Pusat perbelanjaan modern dalam pengoperasian usahanya membutuhkan tenaga kerja sehingga dengan adanya pembangunan pusat perbelanjaan modern tercipta lapangan kerja baru bagi penduduk Kota Bogor. Nafi dalam Hartati menyatakan bahwa ”bila dibangun satu pasar modern ada kesempatan kerja dan berusaha yang terbuka karena satu hypermarket saja yang dibangun telah mampu menampung sekitar 400 orang pekerja.” 26 Pusat perbelanjaan pertama yang dibangun di Kota Bogor telah mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 892 pekerja Lampiran 1. Dalam jangka waktu lima tahun tenaga kerja yang terserap mencapai 3807 pekerja dengan jumlah pusat perbelanjaan meningkat menjadi 4 unit. Pertumbuhan jumlah pusat perbelanjaan dan jumlah tenaga kerja tersaji pada Tabel 6.5. 26 Nafi Dalam Widi Hartati. 2006. Pergeseran Subsektor Perdagangan Eceran Dari Tradisional ke Modern [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi. Bogor : IPB. hal 27. Tabel 6.5. Pertumbuhan Jumlah Pusat Perbelanjaan dan Jumlah Tenaga Kerja Tahun Jumlah Pusat Perbelanjaan Jumlah Tenaga Kerja Perubahan Jumlah Tenaga Kerja 2003 1 892 - 2004 2 1.315 423 2005 3 2.362 1.047 2006 3 2.362 0 2007 4 3.807 1.445 Sumber : Data Primer Hasil Olahan Berdasarkan Tabel 6.5 dan hasil estimasi 1.2 diketahui nilai elastisitas tenaga kerja pada penambahan pembangunan pusat perbelanjaan modern pertama sebesar 0,47 yang berarti peningkatan pembangunan pusat perbelanjaan modern sebesar satu persen meningkatkan tenaga kerja yang terserap pada pusat perbelanjaan sebanyak 0.47 persen. Elastisitas tenaga kerja pada penambahan pembangunan pusat perbelanjaan modern kedua sebesar 1,59 yang berarti peningkatan pembangunan pusat perbelanjaan modern sebesar satu persen meningkatkan tenaga kerja yang terserap pada pusat perbelanjaan sebanyak 1,59 persen. Elastisitas pada penambahan pembangunan pusat perbelanjaan modern ketiga sebesar 1,83 yang berarti peningkatan pembangunan pusat perbelanjaan modern sebesar satu persen meningkatkan tenaga kerja yang terserap pada pusat perbelanjaan sebanyak 1,83 persen. Adanya perbedaan nilai elastisitas ini dipengaruhi oleh luas pusat perbelanjaan yang dibangun dan banyaknya kios pada pusat perbelanjaan tersebut yang terisi oleh penyewa. Elastisitas permintaan tenaga kerja secara rata-rata memiliki nilai sebesar 1,3. Nilai elastisitas tersebut menunjukkan bahwa setiap peningkatan pembangunan pusat perbelanjaan modern sebanyak satu persen meningkatkan tenaga kerja yang terserap pada pusat perbelanjaan modern sebanyak 1,3 persen dari jumlah tenaga kerja sebelumnya. Berdasarkan hasil estimasi 1.3 hubungan antar pertambahan pembangunan pusat perbelanjaan dengan penyerapan tenaga kerja diperoleh nilai estimasi sebesar satu dengan tanda positif Lampiran 3. Nilai estimasi menunjukkan bahwa hubungan yang terjadi bersifat searah dan kuat. Peningkatan jumlah tenaga kerja yang bekerja di pusat perbelanjaan modern ini terjadi karena besarnya kebutuhan tenaga kerja di pusat perbelanjaan modern terutama sebagai tenaga wiraniaga. Selain tenaga wiraniaga pusat perbelanjaan modern juga membutuhkan pekerja yang bekerja di bidang teknisi, staff administrasi, cleaning service, tenaga keamanan, serta penyedia jasa perparkiran. Peningkatan jumlah tenaga kerja juga terjadi karena adanya perubahan pola manajemen operasi usaha perdagangan. Jika pada pasar tradisional banyak tenaga kerja keluarga yang membantu untuk melayani pengunjung, maka pada pusat perbelanjaan modern sebagian besar pengoperasian usaha dilakukan oleh orang lain yakni, pekerja. Sebanyak 11 pekerja dari 3807 pekerja yang bekerja di pusat perbelanjaan modern merupakan tenaga kerja keluarga. Kecilnya tenaga kerja keluarga ini, umumnya dikarenakan pemilik kios atau pedagang tidak melayani pengunjung secara langsung melainkan dengan memperkerjakan orang lain sehingga penyerapan tenaga kerjanya besar. Tingkat Pendidikan 4 87 4 5 Dibaw ah SMU SMU Diploma Sarjana Lainnya Sumber : Data Primer Hasil Olahan Gambar 6.1. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor Terjadinya pergeseran dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern juga menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan tenaga kerja yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja di pasar tradisional. Pada pusat perbelanjaan modern tenaga kerja umumnya berpendidikan SMU atau sederajat, yakni mencapai 87 persen atau sebanyak 3321 pekerja. Pekerja dengan tingkat pendidikan SMU atau sederajat ini umumnya menempati posisi wiraniaga. Posisi kedua terbesar dari sisi tingkat pendidikan ditempati oleh pekerja yang berpendidikan sarjana sebanyak 182 pekerja atau sekitar lima persen, selain sarjana para pekerja juga banyak yang mengenyam pendidikan hingga level diploma yakni sebanyak 167 pekerja, bahkan ada juga satu orang yang mengenyam pendidikan hingga taraf master atau strata dua. Banyaknya pekerja yang mengenyam tingkat pendidikan yang tinggi terjadi karena pada pusat perbelanjaan modern sistem dan tata cara pengoperasian usaha perdagangan menggunakan sistem modern yang tertata dengan sistematis sehingga dibutuhkan tenaga kerja terlatih dan terdidik untuk mengikuti kemajuan teknologi yang digunakan. Hal ini yang membedakan pekerja pusat perbelanjaan modern dengan pekerja di pasar tradisional. Jika pada pasar tradisional masih banyak pekerja yang berpendidikan dibawah SMU maka pada pusat perbelanjaan modern hanya 136 pekerja yang memiliki pendidikan dibawah SMU. Pekerja dengan tingkat pendidikan dibawah SMU menempati posisi kerja pada tingkatan yang rendah yakni sebagai cleaning service. Asal Tenaga Kerja 87 13 Kota Bogor Luar Kota Bogor Sumber : Data Primer Hasil Olahan Gambar 6.2. Daerah Asal Tenaga Kerja Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor Tenaga kerja yang bekerja pada pusat perbelanjaan modern di Kota Bogor tidak seluruhnya merupakan penduduk Kota Bogor. Dari 3807 pekerja 13 persen diantaranya merupakan orang yang berasal dari luar Kota Bogor, yakni sebanyak 487 pekerja. Sebanyak 3320 pekerja atau 87 persen merupakan penduduk Kota Bogor. Besarnya persentase pekerja yang asli penduduk Kota Bogor yang bekerja di pusat perbelanjaan modern ini terjadi selain karena pusat perbelanjaan itu sendiri berlokasi di Kota Bogor juga terkait dengan kisaran besarnya upah atau gaji yang diperoleh dengan bekerja di pusat perbelanjaan modern. Seperti telah dikatakan sebelumnya bahwa aktivitas utama pusat perbelanjaan modern adalah kegiatan pedagangan sehingga tenaga kerja yang dipekerjakan umumnya adalah tenaga wiraniaga. Upah yang diterima oleh tenaga wiraniaga dan clening service umumnya berada dibawah Upah Minimum Kota UMK, meskipun untuk tenaga wiraniaga yang bekerja pada perusahaan perdagangan besar upah mereka diatas UMK. Upah yang relatif terbatas ini memungkinkan terpenuhinya kebutuhan tenaga kerja yang bertempat tinggal di dekat pusat perbelanjaan tersebut, namun tidak demikian dengan tenaga kerja yang berasal dari luar Kota Bogor karena biaya transportasi mereka menjadi lebih besar sehingga upah bersih yang mereka terima menjadi lebih sedikit. Tidak semua tenaga kerja pusat perbelanjaan merupakan tenaga kerja wiraniaga, ada juga yang bekerja sebagai staf administrasi, teknisi, dan sebagainya. Untuk tenaga kerja kelompok ini upah yang mereka terima lebih besar dari kelompok wiraniaga dan cleaning service meskipun demikian, berdasarkan hasil wawancara dengan Manajer Personalia PT. Sinar Kharisma Padjadjaran yang merupakan pengelola Bogor Trade Mall tenaga kerja yang menduduki posisi tersebut adalah tenaga kerja Kota Bogor yang sebelumnya bekerja pada pusat perbelanjaan di luar Kota Bogor yang ditawarkan untuk bekerja pusat perbelanjaan modern di Kota Bogor. Oleh karena itu, banyak tenaga kerja yang berasal dari Kota Bogor itu sendiri. Tenaga kerja pusat perbelanjaan modern yang didominasi tenaga kerja asal Kota Bogor dapat terjadi, meskipun tidak ada peraturan daerah Kota Bogor yang melatarbelakanginya, disebabkan pula oleh adanya kebijakan dari pihak pengelola pusat perbelanjaan yang terkait di dalamnya. Beberapa pengelola pusat perbelanjaan modern melakukan pendekatan dengan masyarakat di sekitarnya melalui adanya prioritas penerimaan pegawai yang bertempat tinggal di daerah tersebut. Meskipun demikian tidak berarti bahwa setiap pelamar yang bertempat tinggal di daerah tersebut diterima bekerja, tetap harus melalui prosedur seleksi yang telah ditetapkan, hanya saja apabila ada dua pelamar yang memiliki nilai yang sama maka akan lebih diutamakan yang bertempat tinggal di sekitar pusat perbelanjaan modern tersebut. Hal ini dimaksudkan agar pembangunan fasilitas kegiatan ekonomi di suatu daerah dapat secara langsung meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bertempat tinggal di lokasi yang bersangkutan. Jenis Kelamin Tenaga Kerja 51 49 Laki- Laki Perempuan Sumber : Data Primer Hasil Olahan Gambar 6.3. Jenis Kelamin Tenaga Kerja Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor Komposisi jenis kelamin tenaga kerja memiliki kecenderungan merata hanya terdapat sedikit perbedaan yakni perempuan sebanyak 1857 pekerja atau sebesar 49 persen sedangkan laki-laki sebanyak 1950 pekerja atau sebesar 51 persen. Perbedaan yang sangat kecil pada komposisi jenis kelamin ini dikarenakan pada pusat perbelanjaan modern tidak hanya memperkerjakan tenaga wiraniaga yang biasanya didominasi oleh kaum perempuan tetapi juga diperlukan tenaga teknisi, staf adminstrasi, jasa parkir dan cleaning service. Tenaga kerja laki-laki pada pusat perbelanjaan modern umumnya menempati posisi sebagai teknisi, staff administrasi serta jasa parkir. Meskipun perbedaan jumlah antar tenaga kerja laki- laki dan perempuan yang tidak terlalu besar, namun untuk posisi tertentu ada yang diutamakan untuk ditempati oleh perempuan, yakni posisi Tenant Relation TRL. Penempatan perempuan dalam posisi TRL terkait dengan sifat psikologis yang dimiliki oleh perempuan, yakni pengendalian emosi. Posisi TRL adalah posisi yang menjembatani pihak pengelola dengan para pemilik atau penyewa kios sehingga dibutuhkan penempatan emosi yang terkendali, karena jika terjadi suatu permasalahan pada kios atau perjanjian kerja maka penyelesaiannya melalui bagian TRL ini.

6.3.2. Pengurangan Tenaga Kerja