Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern Terhadap Penyerapan dan Pengurangan Tenaga Kerja Di Kota Bogor

(1)

KERJA DI KOTA BOGOR

OLEH

EKA SARI NINGSIH H14103096

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(2)

oleh DIDIN S. DAMANHURI).

Pembangunan pusat perbelanjaan menunjukkan peningkatan yang besar mulai tahun 2001. Dalam kurun waktu lima tahun, 2001-2005, luas pusat perbelanjaan meningkat lebih dari 80 persen dari 1,4 juta m2 menjadi 2,4 juta m2. Fenomena tingginya pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan ini terjadi hampir di seluruh kota di Pulau Jawa. Pada Desember 2004, total kumulatif pusat perbelanjaan untuk daerah Jakarta mencapai 1,89 juta m2 dan untuk Depok, Bogor, Tangerang, Bekasi (Debotabek) sebesar 567.000 m2.

Peningkatan pembangunan pusat perbelanjaan modern juga terjadi di Kota Bogor. Peningkatan pembangunan pusat perbelanjaan modern mengisyaratkan adanya peningkatan kebutuhan ruang untuk aktivitas perekonomian. Besarnya pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan modern juga berdampak pada pertumbuhan pasar tradisional. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh AC Nielsen diketahui bahwa pertumbuhan pasar tradisional mengalami penurunan baik dari jumlah pasar maupun pangsa pasar.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat terjadi tidaknya pergeseran preferensi tempat belanja penduduk dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern, melihat dampak pembangunan pusat perbelanjaan terhadap realisasi tata ruang Kota Bogor. Selain itu, pembangunan pusat perbelanjaan modern juga dilihat dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Bogor serta menganalisis dampaknya terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada sektor perdagangan eceran kecil di sekitar pusat perbelanjaan modern.

Pada penelitian ini, untuk mengkaji terjadinya pergeseran tempat belanja penduduk dilakukan analisis perhitungan laju pertumbuhan pusat perbelanjaan modern dan pasar tradisional serta analisis data penurunan omset pasar tradisional. Untuk mengetahui dampak pembangunan pusat perbelanjaan modern terhadap tata ruang kota dilakukan analisis kesesuaian lokasi pusat perbelanjaan modern dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor. Pada penelitian ini juga digunakan metode perhitungan elastisitas permintaan tenaga kerja dan koefisien korelasi Rank Spearman untuk mengetahui penyerapan dan pengurangan tenaga kerja yang terjadi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran tempat belanja penduduk dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern yang ditandai oleh tingginya laju pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan modern dan penurunan omset penjualan pedagang eceran pasar tradisional sebesar 20 persen dari sebelum adanya pusat perbelanjaan modern. Pembangunan pusat perbelanjaan modern menyebabkan terjadinya peningkatan simpul kemacetan, penurunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan peralihan fungsi penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW Kota Bogor. Dengan menggunakan Microsoft


(3)

mengakibatkan terjadinya PHK pada pedagang eceran lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian, telah terjadi pergeseran preferensi tempat belanja penduduk dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern. Oleh karena itu, untuk meningkatkan daya saing pasar tradisional Pemerintah Kota Bogor sebaiknya melaksanakan program yang mendukung keberadaan pasar tradisional di masa yang akan datang, seperti melakukan program pemugaran dan perbaikan sarana dan fasilitas yang tersedia di pasar tradisional, melalui peningkatan pelayanan kebersihan sehingga pasar tradisional yang terkesan kotor dan bau dapat menjadi lebih nyaman serta mampu menarik penduduk untuk tetap berbelanja di pasar tradisional.

Pembangunan pusat perbelanjaan modern telah menyebabkan terjadinya persaingan usaha dan menurunkan omset penjualan dan tenaga kerja pedagang di pasar tradisional. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Bogor sebaiknya membuat peraturan tentang penempatan pusat perbelanjaan dalam tata ruang kota seperti pembatasan jumlah dan perizinan bagi pembangunan pusat perbelanjaan modern baru terutama di pusat kota. Pemberian izin pembangunan pusat perbelanjaan modern sebaiknya diarahkan pada wilayah pinggiran kota dan dilakukan dengan mempertimbangkan lokasi pembangunannya seperti pertama, jarak bangunan dari persimpangan jalan dengan batas minimal sejauh 200 meter dari persimpangan jalan karena jika dibangun di persimpangan jalan berpotensi meningkatkan kemacetan. Kedua, jarak dengan sarana perdagangan eceran lainnya yang tidak saling berdekatan sehingga pembangunan pusat perbelanjaan tidak menganggu aktivitas perdagangan di lokasi yang berbeda.


(4)

Oleh

EKA SARI NINGSIH H14103096

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(5)

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Eka Sari Ningsih

Nomor Register Pokok : H14103096 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Penelitian : Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Penyerapan dan

Pengurangan Tenaga Kerja di Kota Bogor

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Prof. DR. H. Didin S. Damanhuri, SE. MS. DEA NIP. 131 404 217

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP. 131 846 872


(6)

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, September 2007

Eka Sari Ningsih H14103096


(7)

Skripsi ini Kupersembahkan Kepada

Orang tua Ku

Terima Kasih Atas

Kasih, Kepercayaan, Keikhlasan, Pendidikan dan

Semua Hal yang Kalian Berikan

Dibalik Terima Kasih Tersimpan Permohonan MaafKu

Bogor, September 2007


(8)

pertama dari empat bersaudara. Jenjang pendidikan yang dilalui penulis diawali dari bangku sekolah dasar dari tahun 1991 sampai dengan tahun 1997 di SD Negeri Empang 2 Bogor. Selanjutnya meneruskan ke pendidikan lanjutan tingkat pertama dari tahun 1997 sampai tahun 2000 di SLTP Negeri 3 Bogor. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama mengikuti pendidikan di bangku kuliah, penulis aktif dalam organisasi Hipotesa, kegiatan kepanitiaan dan pelatihan seperti Hipotex-R, Expo-Kewirausahaan FEM-IPB, serta Pelatihan Karya Tulis Ilmiah 2.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas curahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Penyerapan dan Pengurangan Tenaga Kerja di Kota Bogor”. Penulis sadar bahwa pencapaian ini bukan karya yang luar biasa, namun melalui karya ini penulis berharap agar dalam proses penyusunan hingga hasil yang dicapai dapat dijadikan pembelajaran bagi penulis sendiri maupun pembaca. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan yang sangat berarti.

2. Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si., selaku dosen penguji yang memberikan masukan.

3. Jaenal Effendi, M.A., selaku dosen komisi pendidikan yang memberikan masukan tata cara penulisan agar lebih baik.

4. Dr. Ir. Anny Ratnawati, M.S., selaku dosen pembimbing akademik atas bantuan dan bimbingannya.

5. Dosen-dosen Ilmu Ekonomi, serta petugas TU IE, dan TU FEM.

6. Orang tua (M. Nuh dan Samsiah), serta adik-adik (Panji, Intan, Fikri) tercinta yang dengan sabar, tabah, dan ikhlas mendidik dan menguatkan jiwa dan raga.

7. Keluarga Alm. Didi Suhaedi khususnya Mama Juriah yang selalu memberikan semangat dan doa.

8. Keluarga Tata Suwarta, Keluarga besar di Ciawi, Kp. Gudang dan Bojongneros yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

9. Sahabat terbaik (Aci, Ephee, Kikie, Lea, Maiva, Nadia, Pritta, Windy, Yanti).


(10)

10. Teman satu bimbingan (Anadia Rahmadini, Rizki Amelia, Halida Fatimah) serta teman-teman IE angkatan 40 khususnya Eva DP.

11. Yayasan Crescent Peduli yang telah memberikan bantuan dana penelitian pada proses penyelesaian skripsi ini.

Bogor, September 2007

Eka Sari Ningsih H14103096


(11)

KERJA DI KOTA BOGOR

OLEH

EKA SARI NINGSIH H14103096

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(12)

oleh DIDIN S. DAMANHURI).

Pembangunan pusat perbelanjaan menunjukkan peningkatan yang besar mulai tahun 2001. Dalam kurun waktu lima tahun, 2001-2005, luas pusat perbelanjaan meningkat lebih dari 80 persen dari 1,4 juta m2 menjadi 2,4 juta m2. Fenomena tingginya pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan ini terjadi hampir di seluruh kota di Pulau Jawa. Pada Desember 2004, total kumulatif pusat perbelanjaan untuk daerah Jakarta mencapai 1,89 juta m2 dan untuk Depok, Bogor, Tangerang, Bekasi (Debotabek) sebesar 567.000 m2.

Peningkatan pembangunan pusat perbelanjaan modern juga terjadi di Kota Bogor. Peningkatan pembangunan pusat perbelanjaan modern mengisyaratkan adanya peningkatan kebutuhan ruang untuk aktivitas perekonomian. Besarnya pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan modern juga berdampak pada pertumbuhan pasar tradisional. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh AC Nielsen diketahui bahwa pertumbuhan pasar tradisional mengalami penurunan baik dari jumlah pasar maupun pangsa pasar.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat terjadi tidaknya pergeseran preferensi tempat belanja penduduk dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern, melihat dampak pembangunan pusat perbelanjaan terhadap realisasi tata ruang Kota Bogor. Selain itu, pembangunan pusat perbelanjaan modern juga dilihat dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Bogor serta menganalisis dampaknya terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada sektor perdagangan eceran kecil di sekitar pusat perbelanjaan modern.

Pada penelitian ini, untuk mengkaji terjadinya pergeseran tempat belanja penduduk dilakukan analisis perhitungan laju pertumbuhan pusat perbelanjaan modern dan pasar tradisional serta analisis data penurunan omset pasar tradisional. Untuk mengetahui dampak pembangunan pusat perbelanjaan modern terhadap tata ruang kota dilakukan analisis kesesuaian lokasi pusat perbelanjaan modern dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor. Pada penelitian ini juga digunakan metode perhitungan elastisitas permintaan tenaga kerja dan koefisien korelasi Rank Spearman untuk mengetahui penyerapan dan pengurangan tenaga kerja yang terjadi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran tempat belanja penduduk dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern yang ditandai oleh tingginya laju pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan modern dan penurunan omset penjualan pedagang eceran pasar tradisional sebesar 20 persen dari sebelum adanya pusat perbelanjaan modern. Pembangunan pusat perbelanjaan modern menyebabkan terjadinya peningkatan simpul kemacetan, penurunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan peralihan fungsi penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan RTRW Kota Bogor. Dengan menggunakan Microsoft


(13)

mengakibatkan terjadinya PHK pada pedagang eceran lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian, telah terjadi pergeseran preferensi tempat belanja penduduk dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern. Oleh karena itu, untuk meningkatkan daya saing pasar tradisional Pemerintah Kota Bogor sebaiknya melaksanakan program yang mendukung keberadaan pasar tradisional di masa yang akan datang, seperti melakukan program pemugaran dan perbaikan sarana dan fasilitas yang tersedia di pasar tradisional, melalui peningkatan pelayanan kebersihan sehingga pasar tradisional yang terkesan kotor dan bau dapat menjadi lebih nyaman serta mampu menarik penduduk untuk tetap berbelanja di pasar tradisional.

Pembangunan pusat perbelanjaan modern telah menyebabkan terjadinya persaingan usaha dan menurunkan omset penjualan dan tenaga kerja pedagang di pasar tradisional. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Bogor sebaiknya membuat peraturan tentang penempatan pusat perbelanjaan dalam tata ruang kota seperti pembatasan jumlah dan perizinan bagi pembangunan pusat perbelanjaan modern baru terutama di pusat kota. Pemberian izin pembangunan pusat perbelanjaan modern sebaiknya diarahkan pada wilayah pinggiran kota dan dilakukan dengan mempertimbangkan lokasi pembangunannya seperti pertama, jarak bangunan dari persimpangan jalan dengan batas minimal sejauh 200 meter dari persimpangan jalan karena jika dibangun di persimpangan jalan berpotensi meningkatkan kemacetan. Kedua, jarak dengan sarana perdagangan eceran lainnya yang tidak saling berdekatan sehingga pembangunan pusat perbelanjaan tidak menganggu aktivitas perdagangan di lokasi yang berbeda.


(14)

Oleh

EKA SARI NINGSIH H14103096

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007


(15)

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Eka Sari Ningsih

Nomor Register Pokok : H14103096 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Penelitian : Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Penyerapan dan

Pengurangan Tenaga Kerja di Kota Bogor

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Prof. DR. H. Didin S. Damanhuri, SE. MS. DEA NIP. 131 404 217

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP. 131 846 872


(16)

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, September 2007

Eka Sari Ningsih H14103096


(17)

Skripsi ini Kupersembahkan Kepada

Orang tua Ku

Terima Kasih Atas

Kasih, Kepercayaan, Keikhlasan, Pendidikan dan

Semua Hal yang Kalian Berikan

Dibalik Terima Kasih Tersimpan Permohonan MaafKu

Bogor, September 2007


(18)

pertama dari empat bersaudara. Jenjang pendidikan yang dilalui penulis diawali dari bangku sekolah dasar dari tahun 1991 sampai dengan tahun 1997 di SD Negeri Empang 2 Bogor. Selanjutnya meneruskan ke pendidikan lanjutan tingkat pertama dari tahun 1997 sampai tahun 2000 di SLTP Negeri 3 Bogor. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama mengikuti pendidikan di bangku kuliah, penulis aktif dalam organisasi Hipotesa, kegiatan kepanitiaan dan pelatihan seperti Hipotex-R, Expo-Kewirausahaan FEM-IPB, serta Pelatihan Karya Tulis Ilmiah 2.


(19)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas curahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Penyerapan dan Pengurangan Tenaga Kerja di Kota Bogor”. Penulis sadar bahwa pencapaian ini bukan karya yang luar biasa, namun melalui karya ini penulis berharap agar dalam proses penyusunan hingga hasil yang dicapai dapat dijadikan pembelajaran bagi penulis sendiri maupun pembaca. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. H. Didin S. Damanhuri, S.E., M.S., D.E.A., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan yang sangat berarti.

2. Ir. Wiwiek Rindayanti, M.Si., selaku dosen penguji yang memberikan masukan.

3. Jaenal Effendi, M.A., selaku dosen komisi pendidikan yang memberikan masukan tata cara penulisan agar lebih baik.

4. Dr. Ir. Anny Ratnawati, M.S., selaku dosen pembimbing akademik atas bantuan dan bimbingannya.

5. Dosen-dosen Ilmu Ekonomi, serta petugas TU IE, dan TU FEM.

6. Orang tua (M. Nuh dan Samsiah), serta adik-adik (Panji, Intan, Fikri) tercinta yang dengan sabar, tabah, dan ikhlas mendidik dan menguatkan jiwa dan raga.

7. Keluarga Alm. Didi Suhaedi khususnya Mama Juriah yang selalu memberikan semangat dan doa.

8. Keluarga Tata Suwarta, Keluarga besar di Ciawi, Kp. Gudang dan Bojongneros yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

9. Sahabat terbaik (Aci, Ephee, Kikie, Lea, Maiva, Nadia, Pritta, Windy, Yanti).


(20)

10. Teman satu bimbingan (Anadia Rahmadini, Rizki Amelia, Halida Fatimah) serta teman-teman IE angkatan 40 khususnya Eva DP.

11. Yayasan Crescent Peduli yang telah memberikan bantuan dana penelitian pada proses penyelesaian skripsi ini.

Bogor, September 2007

Eka Sari Ningsih H14103096


(21)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Tinjauan Pustaka ... 9

2.1.1. Definisi dan Jenis Pasar ... 9

2.1.2. Definisi dan Jenis Pusat Perbelanjaan... 11

2.1.3. Definisi dan Konsep Perdagangan ... 12

2.1.4. Teori Tenaga Kerja ... 14

2.1.5. Konsep Kesempatan Kerja... 15

2.1.6. Elastisitas Tenaga Kerja... 16

2.1.7. Koefisien Korelasi Rank Spearman ... 17

2.1.8. Tata Ruang Wilayah Kota... 18

2.2. Hasil Penelitian Terdahulu... 20

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 23

3.1. Kerangka Pemikiran... 23

3.2. Hipotesa Penelitian ... 26

IV. METODOLOGI PENELITIAN... 27

4.1. Wilayah Penelitian ... 27

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 27


(22)

4.3.1. Pergeseran Pasar Tradisional ke Pusat Perbelanjaan Modern 30 4.3.2. Pengaruh Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Tata Ruang Wilayah Kota Bogor ... 30

4.3.3. Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Penyerapan dan Pengurangan Tenaga Kerja... 30

4.3.3.1. Penyerapan Tenaga Kerja ... 31 4.3.3.2. Pengurangan Tenaga Kerja ... 32 V. GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 33 5.1.Kondisi Umum ... 33 5.1.1. Geografi dan Pemerintahan... 33 5.1.2. Kependudukan ... 34 5.1.3. Ketenagakerjaan... 35 5.1.4. Sosial ... 36 5.1.5. Perdagangan ... 37 5.2.Perekonomian Kota Bogor... 38 5.2.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE)... 38 5.2.2. Struktur Ekonomi ... 39 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN... 41 6.1. Pergeseran Pasar Tradisional ke Pusat Perbelanjaan Modern.... 41 6.2. Pengaruh Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap

Tata Ruang Kota Bogor ... 51 6.3. Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap

Penyerapan dan Pengurangan Tenaga Kerja... 60 6.3.1. Penyerapan Tenaga Kerja ... 60 6.3.2. Pengurangan Tenaga Kerja ... 67 VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70 7.1. Kesimpulan ... 70 7.2. Saran... 71 DAFTAR PUSTAKA ... 73 LAMPIRAN... 75


(23)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Jumlah Rumah Tangga, Rumah Penduduk, Luas Wilayah, dan

Kepadatan Penduduk di Kota Bogor... 3 1.2. PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga

Konstan (Jutaan Rupiah) ... 4 5.1. Jumlah Murid dan Sekolah di Kota Bogor Tahun 2005 ... 37 5.2. Perkembangan Perdagangan, Tenaga Kerja, dan Investasi di Kota

Bogor Tahun 1999-2006 ... 38 5.3. Laju Pertumbuhan PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2001-2005 (Persen) ... 39 5.4. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2001-2005 ... 40 6.1. Jumlah Pasar Tradisional dan Pusat Perbelanjaan Modern di Kota

Bogor dalam Lima Tahun Terakhir... 42 6.2. Penurunan Omset Penjualan Pedagang di Pasar Tradisional Kota

Bogor (Persen) ... 47 6.3. Persentase Luasan Penggunaan Lahan di Kota Bogor ... 51 6.4 Jumlah dan Sebaran Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor Mei 2007... 55 6.5. Pertumbuhan Jumlah Pusat Perbelanjaan dan Jumlah Tenaga Kerja... 61 6.6. Penurunan Jumlah Tenaga Kerja Pada Pedagang di Pasar Tradisional (Pedagang)... 68


(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

3.1. Skema Kerangka Pemikiran Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Penyerapan dan Pengurangan Tenaga Kerja di

Kota Bogor ... 25 6.1. Tingkat Pendidikan Tenaga Kerja Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor... 63 6.2. Daerah Asal Tenaga Kerja Pusat Perbelanjaan Modern di Kota

Bogor... 64 6.3. Jenis Kelamin Tenaga Kerja Pusat Perbelanjaan Modern di Kota


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Data Tenaga Kerja Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor ... 75

2. Elastisitas Tenaga Kerja Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor... 75

3. Koefisien Korelasi Rank Spearman ... 76

4. Data Penurunan Omset dan Tenaga Kerja Pedagang di Pasar Tradisional 76


(26)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap Ibukota provinsi di Pulau Jawa pada awal tahun 1990-an sudah memiliki pusat perbelanjaan modern. Di luar Pulau Jawa, hanya kota-kota dengan penduduk lebih dari satu juta jiwa yang memiliki pusat perbelanjaan, seperti Medan, Palembang, Makassar, Manado dan Balikpapan. Pertumbuhan pusat perbelanjaan pada tahun 1997 mengalami stagnasi akibat adanya krisis moneter yang melanda Indonesia.1

Pembangunan pusat perbelanjaan kembali menunjukkan peningkatan yang besar mulai tahun 2001. Pertumbuhan pusat-pusat perbelanjaan meningkat seiring dengan terjadinya perbaikan dibidang ekonomi. Dalam kurun waktu lima tahun, 2001-2005, luas pusat perbelanjaan meningkat lebih dari 80 persen dari 1,4 juta meter persegi menjadi 2,4 juta meter persegi yang meliputi 78 pusat perbelanjaan.2

Pertumbuhan pusat perbelanjaan yang tinggi memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan bisnis perdagangan eceran di Indonesia. Pertumbuhan bisnis perdagangan eceran di Indonesia merupakan yang tertinggi di wilayah Asia Tenggara3. Pertumbuhan yang tinggi ini menarik perusahaan asing khususnya

1

Jar, Pusat Perbelanjaan di Era Otonomi Daerah. [Republika Online]. http//www.republika.co.id [18 Maret 2005].

2

Anonim, Jakarta Kota Mal Jaya Raya. http//www.newsonetara.blogspot.com/tempo edisi 36/XXXV/30 oktober [05 November 2006].

3


(27)

yang bergerak di sektor perdagangan eceran untuk mengembangkan usahanya di Indonesia.

Besarnya pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan dan banyaknya perusahaan perdagangan eceran asing yang mengembangkan usahanya di Indonesia berdampak pada pertumbuhan pasar tradisional. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh AC Nielsen diketahui bahwa pertumbuhan pasar tradisional mengalami penurunan baik dari jumlah pasar maupun pangsa pasar. Pangsa pasar modern pada tahun 2003 sebesar 26,3 persen dan diperkirakan pada tahun 2005 menjadi 30 persen. Peningkatan pangsa pasar modern ini menunjukkan telah terjadi penurunan pangsa pasar tradisional.

Dengan kondisi demikian, mengindikasikan terjadinya pergeseran preferensi penduduk dari pasar tradisional ke pasar modern. Pergeseran ini dikhawatirkan akan mematikan pasar tradisional dalam jangka panjang. Padahal, pasar tradisional merupakan salah satu tempat yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, karena melibatkan jutaan pedagang yang berarti menopang kehidupan jutaan penduduk Indonesia.

Fenomena tingginya pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan ini terjadi hampir diseluruh kota di Pulau Jawa. Pada tahun 2005, jumlah total kumulatif pusat perbelanjaan di wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jadebotabek) mencapai 3,47 juta m2. Total kumulatif yang melampaui angka 3 juta ini, mengindikasikan terjadinya peningkatan jumlah pusat perbelanjaan yang mencapai hampir seratus persen dari tahun 2004. Pada Desember 2004, total kumulatif pusat perbelanjaan untuk daerah Jakarta mencapai


(28)

1,89 juta m2 dan untuk Debotabek sebesar 567.000 m2.4 Peningkatan total kumulatif pusat perbelanjaan yang tinggi semakin menurunkan pangsa pasar tradisional di Jabodetabek pada tahun-tahun ke depan.

Pertumbuhan pusat perbelanjaan ini juga salah satunya diakibatkan oleh adanya peningkatan jumlah penduduk yang sangat besar, seperti yang terjadi di Kota Bogor. Kota Bogor merupakan daerah penyangga Ibukota negara, Jakarta. Sebagai daerah penyangga arus migrasi penduduk ke Kota Bogor setiap tahunnya cukup tinggi, yakni mencapai 6.570 orang pada tahun 2004. Arus migrasi yang tinggi dan angka kelahiran yang tinggi mendorong laju pertumbuhan dan kepadatan penduduk Kota Bogor.

Tabel 1.1. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kota Bogor

Tahun Rumah

Tangga Penduduk

Luas Wilayah (Km2)

Kepadatan Penduduk (per Km2 )

2001 179.663 760.329 118.85 6.416

2002 187.958 780.423 118.50 6.662

2003 188.533 820.707 118.00 6.926

2004 194.357 831.571 119 7.017

2005 194.357 855.085 118.50 7.216

Sumber : BPS, 2006

Tabel 1.1 menerangkan bahwa kepadatan penduduk di Kota Bogor setiap tahunnya mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah penduduk mengindikasikan pentingnya ketersediaan fasilitas penunjang kebutuhan hidup yang memadai, salah satunya fasilitas pusat perbelanjaan.

Fasilitas pusat perbelanjaan di Kota Bogor meningkat sangat cepat dalam beberapa tahun terakhir. Pusat perbelanjaan juga diyakini dapat memacu

4


(29)

pertumbuhan ekonomi daerah dan memacu perubahan budaya dari agraris menjadi budaya jasa yang sesuai dengan visi Kota Bogor yakni ”Menjadi Kota Jasa yang Aman dan Nyaman dengan Masyarakat Madani.” Adanya pusat-pusat perbelanjaan oleh pemerintah Kota Bogor diharapkan mampu meningkatkan Laju pertumbuhan Ekonomi (LPE) yang sudah mencapai angka 5,96 persen pada tahun 2003.5

Keyakinan tersebut didasarkan atas kontribusi sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang sangat besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bogor.

Tabel 1.2. PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan (Jutaan Rupiah)

Sektor 2001 2002 2003 2004 2005

Pertanian 10,755.40 11,094.84 11,642.98 12,193.68 12,716.02

Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan

779,846.18 827,318.66 881,718.49 940,062.95 1,002,371.58

Listrik, Gas dan Air Bersih

85,758.27 91,743.05 98,123.83 105,087.61 112,491.06

Bangunan 227,279.58 234,466.55 244,414.67 255,205.11 266,037.24

Perdagangan, Hotel, dan Restoran

908,410.21 949,697.09 988,571.26 1,029,072.26 1,071,266.44

Pengangkutan dan Komunikasi

264,303.07 281,187.90 301,110.33 322,575.82 344,684.12 Keuangan,

Persewaan & Jasa Perusahaan

325,512.18 358,608.64 398,668.99 441,570.29 489,525.24

Jasa-Jasa 221,565.32 232,720.65 243.925.99 255.671.20 268,139.21

PDRB 2,823,430.21 2,986,837.37 3,1686,185.54 3,361,438.93 3,567,230.91

Sumber : BPS, 2006

Adanya optimisme pemerintah Kota Bogor terhadap kemajuan pembangunan daerah dan peningkatan LPE Kota Bogor akibat pembangunan

5

Anonim, Kehadiran Pusat Perbelanjaan Mendongkrak LPE Kota Bogor. http://www.kotabogor.go.id/0406/12/berita.htm [12 Juni 2004].


(30)

pusat perbelanjaan modern serta besarnya kontribusi sektor perdagangan yang merupakan aktivitas ekonomi utama di pusat perbelanjaan terhadap PDRB Kota Bogor membuat pembangunan pusat perbelanjaan dipilih sebagai bahan penelitian.

1.2. Perumusan Masalah

Pembangunan pusat perbelanjaan memiliki pengaruh terhadap kemajuan perekonomian Kota. Dengan meningkatnya perekonomian kota terjadi pula peningkatan kebutuhan ruang untuk aktivitas ekonomi sehingga berdampak terhadap pengalokasian lahan di daerah perkotaan yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK).

Jumlah pusat perbelanjaan di Kota Bogor bertambah secara cepat, hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya jumlah pusat perbelanjaan di sekitar jalan-jalan utama di Kota Bogor. Maraknya pusat perbelanjaan modern di Kota Bogor juga memiliki pengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Pada tingkat nasional diketahui bahwa pertumbuhan pusat perbelanjaan yang pesat ini memberikan dampak terhadap perkembangan pasar tradisional baik dari segi jumlah pasar maupun dari segi pangsa pasar, yakni dengan kecenderungan menurunkan pertumbuhan pasar tradisional. Untuk itu perlu dianalisis apakah pembangunan pusat perbelanjaan di Kota Bogor juga menyebabkan terjadinya pergeseran dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern.

Banyaknya pusat perbelanjaan modern memudahkan masyarakat dalam mengakses barang dan jasa yang mereka inginkan. Pusat perbelanjaan modern


(31)

juga membuka kesempatan usaha bagi masyarakat Kota Bogor, baik sebagai wirausaha maupun pegawai pusat perbelanjaan. Sehingga pusat perbelanjaan diharapkan mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai bagi penduduk Kota Bogor.

Berdasarkan hal diatas, maka permasalahan yang menjadi perhatian dari penelitian ini adalah :

1. Pembangunan pusat perbelanjaan yang semakin banyak apakah telah

menyebabkan terjadinya pergeseran preferensi tempat belanja penduduk dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern seperti yang terjadi pada tingkat nasional?

2. Apakah pengaruh yang ditimbulkan oleh banyaknya pembangunan pusat

perbelanjaan modern terhadap tata ruang Kota Bogor?

3. Bagaimana dampak pembangunan pusat perbelanjaan di Kota Bogor terhadap penyerapan tenaga kerja di Kota Bogor dan pemutusan hubungan kerja pada sektor perdagangan eceran kecil yang berada disekitar pusat perbelanjaan tersebut ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dibuat, maka tujuan dari penelitian ini, yaitu :

1. Mengetahui terjadi tidaknya pergeseran preferensi tempat belanja penduduk


(32)

2. Mengetahui dampak pembangunan pusat perbelanjaan terhadap realisasi tata

ruang Kota Bogor.

3. Menganalisis pengaruh pembangunan pusat perbelanjaan terhadap penyerapan

tenaga kerja di Kota Bogor serta menganalisis pengaruhnya terhadap pemutusan hubungan kerja pada sektor perdagangan eceran kecil di sekitar pusat perbelanjaan.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan gambaran mengenai terjadi tidaknya pergeseran preferensi tempat belanja penduduk dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern. Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui dampak adanya pembangunan pusat perbelanjaan terhadap tata ruang Kota Bogor .

Penelitian ini berguna untuk mengetahui pengaruh pembangunan pusat perbelanjaan, apakah pusat perbelanjaan memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap penyerapan tenaga kerja atau tidak, dan apakah pembangunan pusat perbelanjaan memiliki pengaruh terhadap pemutusan hubungan kerja pada sektor perdagangan eceran kecil di sekitar pusat perbelanjaan atau tidak.

Penelitian juga berguna sebagai bahan rujukan pengambilan kebijakan di sektor perdagangan dan pembangunan daerah di wilayah Kota Bogor, seperti kebijakan izin usaha, izin membuat bangunan, serta kebijakan perdagangan baik skala besar maupun eceran.


(33)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada pengaruh pusat perbelanjaan modern yang berlokasi di Kota Bogor. Pengaruh yang dianalisis adalah pengaruhnya terhadap tenaga kerja yang diserap dan tenaga kerja di tempat pedagang eceran lain di sekitar pusat perbelanjaan serta pengaruhnya terhadap pasar tradisional yang ada di Kota Bogor.

Pembangunan pusat perbelanjaan juga dianalisis dampaknya terhadap tata ruang Kota Bogor. Pusat perbelanjaan yang dianalisis adalah pusat perbelanjaan modern kategori Pusat Perbelanjaan Terlengkap (Power Center)yang terdiri dari komposisi berbagai penyewa (Mix Tenant) dan dominasi perusahaan jangkar (Anchor Tenant), biasanya berupa departement store, shopping mall, dan sebagainya.


(34)

2.1.1. Definisi dan Jenis Pasar

Pasar diartikan dengan sederhana oleh Pontoh sebagai “Pertemuan antara penjual dan pembeli di satu tempat yang bernegosiasi sehingga mencapai kesepakatan dalam bentuk jual beli atau tukar menukar.”6 Ini yang disebut sebagai pasar langsung.

Berdasarkan definisi di atas, ada empat hal penting yang menandai terbentuknya pasar: pertama, ada penjual dan pembeli; kedua, mereka bertemu di sebuah tempat tertentu; ketiga, terjadi kesepakatan di antara penjual dan pembeli sehingga terjadi jual beli atau tukar menukar; dan keempat, antara penjual dan pembeli kedudukannya sederajat. Pasar seperti ini disebut sebagai pasar tradisional.

Ada juga pasar modern di mana pembeli dan penjual bertemu tetapi tidak terjadi transaksi yang didasarkan pada proses tawar menawar. Barang yang diperjualbelikan memiliki label harga yang tidak bisa ditawar, jika barang dan harga yang ditawarkan sesuai, maka pembeli bisa membelinya dan jika tidak pembeli boleh tidak melakukan transaksi jual beli.

Berkembangnya teknologi telah menyebabkan adanya pasar dimana pembeli dan penjual tidak harus bertemu di satu tempat, juga tidak harus terjadi tawar menawar. Misalnya pasar e-commerce (jual beli melalui internet). Para

6


(35)

ekonom menyebut pasar seperti ini sebagai pasar tidak langsung. Pasar tidak langsung seperti ini, juga terlihat pada perdagangan di bursa saham (disebut sebagai pasar bursa/pasar modal) atau bursa uang (disebut sebagai pasar uang).

Wikipedia mendefinisikan pasar secara umum ”sebagai sebuah tempat bertemunya penjual dan pembeli yang melayani transaksi jual-beli.”7 Dengan demikian, pasar terdiri dari beberapa jenis, yaitu:

1. Pasar tradisional

Pasar Tradisional biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai yang dibuka oleh penjual. Pasar jenis ini, kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang lainnya. Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia, dan umumnya terletak dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar.

2. Pasar Modern

Pasar modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar jenis ini berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) oleh pembeli. Barang-barang yang dijual, selain bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran, daging; sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama. Contoh dari pasar modern adalah pasar swalayan dan hypermarket.

7


(36)

Departemen Perindustrian dan Perdagangan mendefinisikan :

Pasar modern adalah pasar yang dibangun oleh Pemerintah, Swasta atau Koperasi yang dalam bentuknya berupa Mal, Supermarket, Departement Store, dan Shopping Centre dimana pengelolaannya dilaksanakan secara modern dan mengutamakan pelayanan kenyamanan berbelanja dengan manajemen berada disatu tangan, bermodal relatip kuat, dan dilengkapi label harga yang pasti.8

2.1.2. Definisi dan Jenis Pusat Perbelanjaan

Fanning dalam Dinas Tata Kota DKI Jakarta mendefinisikan pusat perbelanjaan (shopping center) sebagai :

Pengembangan tanah, dibawah kepemilikan individu ataupun bersama, yang dibangun diatasnya berupa kumpulan bangunan perdagangan (retail) secara terorganisir dan terdiri dari berbagai unit pertokoan yang menawarkan berbagai fasilitas ruang belanja dan parkir.9

Dinas Tata Kota DKI Jakarta menyatakan:

Mall, supermall atau plaza didefinisikan sebagai sarana atau tempat usaha untuk melakukan usaha, perdagangan, rekreasi, restoran, dan sebagainnya yang diperuntukan bagi kelompok, perorangan, perusahaan atau koperasi untuk melakukan penjualan barang-barang dan atau jasa, dan terletak dalam bangunan yang menyatu.10

Dari definisi tersebut di atas, inti dari pusat perbelanjaan adalah adanya ruang atau bangunan yang menyatu yang di dalamnya ada berbagai aktivitas usaha perdagangan dan rekreasi.

8

Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 1998. Keputusan Menteri Nomor

107/Mpp/Kep/2/1998 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern. Jakarta : Deperindag. Pasal 1 ayat 1

9

Fanning dalam Dinas Tata Kota DKI Jakarta. 2004. Kajian Kapasitas Ruang Pusat-Pusat Perbelanjaan. Jakarta : Dinas Tata Kota DKI Jakarta. hal 7.

10


(37)

Klasifikasikan pusat perbelanjaan menurut bentuk perdagangannya terbagi menjadi empat jenis11, yaitu :

1. Pusat Perbelanjaan Terlengkap (Power Centre), yang terdiri dari komposisi

beberapa penyewa (Mix Tenant) dan dominasi perusahaan jangkar (Anchor Tenant). Biasanya berupa departement store, shopping mall, dan sebagainya. 2. Pusat Perbelanjaan yang Menawarkan Potongan Harga (Discount Centre),

merupakan pusat perbelanjaan yang menawarkan diskon tertentu setiap hari, konsepnya berupa kios yang menjual barang dibawah harga pasar (Off Price Outlet).

3. Pusat Perbelanjaan yang Menawarkan Barang Tertentu (Convinience Centre),

berupa penyewa tunggal pada supermarket dalam skala kecil, biasanya menjual,produk tertentu atau spesialisasi perdagangan tertentu.

4. Pusat Perkulakan, sebagai bentuk usaha perdagangan grosir.

2.1.3. Definisi dan Konsep Perdagangan

Kegiatan perdagangan terjadi karena adanya keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu daerah. Konsep perdagangan ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Ricardo dalam Salvatore, yakni;

Meskipun sebuah negara kurang efisien dibandingkan negara lain dalam memproduksi dua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan antara kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian komparatif yang paling kecil dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar.12

11Ibid

, hal 8.

12

Ricardo dalam Salvatore. 1997. Ekonomi Internasional edisi kelima jilid 1. Jakarta : Erlangga. Bab 2 Hukum Keunggulan Komparatif hal 27.


(38)

Berdasarkan hukum komparatif yang dikembangkan Ricardo berarti bahwa setiap daerah akan memiliki keuntungan dari adanya perdagangan meskipun daerah tersebut sama sekali tidak memiliki keuntungan absolut dari semua barang yang diproduksinya.

Perdagangan berdasarkan pembagian sektor ekonomi yang dilakukan oleh BPS termasuk kedalam sektor tersier. Sektor tersier atau dikenal sebagai sektor jasa, adalah sektor yang tidak memproduksi dalam bentuk fisik melainkan dalam bentuk jasa, sektor yang tercakup adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa lainnya.

Kegiatan perdagangan menurut BPS terbagi kedalam dua kelompok, yaitu perdagangan besar dan perdagangan eceran.13

1. Perdagangan Besar mencakup kegiatan pengumpulan dan penjualan kembali barang baru atau bekas oleh pedagang dari produsen atau importir ke pedagang besar lainnya atau pedagang eceran.

2. Perdagangan Eceran mencakup kegiatan pedagang yang umumnya melayani

konsumen perorangan atau rumah tangga, tanpa merubah sifat, baik barang bekas atau baru.

Berdasarkan definisi di atas, maka aktivitas perdagangan yang dilakukan di pusat perbelanjaan termasuk ke dalam perdagangan eceran yang melayani langsung konsumen.

13


(39)

2.1.4. Teori Tenaga Kerja

Angkatan kerja (labour force) menurut Rusli :

Angkatan kerja merupakan konsep yang memperlihatkan economically active population, sedangkan bukan angkatan kerja adalah mereka yang tergolong non-economically active population. Konsep man power juga menunjuk padalabour force.14

Angkatan kerja ini berbeda dengan penduduk usia kerja, karena tidak semua penduduk usia kerja tergolong dalam angkatan kerja.

Konsep dan definisi ketenagakerjaan menurut Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Bogor adalah sebagai berikut:15

a. Penduduk Usia Kerja

Penduduk usia kerja adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas. b. Angkatan Kerja

Angkatan kerja mencakup penduduk usia kerja yang kegiatan utamanya bekerja atau mencari pekerjaan. Sedangkan bukan angkatan kerja mencakup penduduk usia kerja yang kegiatan utamanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan melakukan kegiatan lainnya.

c. Angkatan Kerja yang Bekerja

Angkatan kerja yang bekerja adalah angkatan kerja yang melakukan kegiatan ekonomi (dengan maksud untuk memperoleh uang atau pendapatan) atau membantu melakukan kegiatan ekonomi paling sedikit satu jam tidak terputus selama seminggu sebelum pencacahan (pengumpulan data).

14

Said Rusli. 1995. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta : LP3ES. Bab 9 Angkatan Kerja, Partisipasi Angkatan Kerja, Pengangguran dan Kesempatan Kerja hal 101.

15

Kantor Tenaga Kerja dan Sosial. 2003. Perencanaan Tenaga Kerja Daerah (PTKD) Kota Bogor. Bogor : Kantor Tenaga Kerja dan Sosial Kota Bogor. hal 7.


(40)

d. Pengangguran Terbuka

Penganggur terbuka adalah angkatan kerja yang tidak bekerja yang secara aktif sedang mencari pekerjaan.

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyatakan bahwa ”Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun orang lain.”16 Pekerja atau buruh adalah ”setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.”17

2.1.5. Konsep Kesempatan Kerja

Rusli dengan menggunakan data sensus penduduk, menyatakan bahwa : Jumlah penduduk yang bekerja biasanya dipandang mencerminkan jumlah kesempatan kerja yang ada. Dalam pengertian ini, ”kesempatan kerja” bukanlah ” lapangan pekerjaan yang masih terbuka,” walaupun komponen yang terakhir ini akan menambah kesempatan kerja yang ada diwaktu yang akan datang.18

BPS mengklasifikasikan lapangan pekerjaan (Industry) ke dalam beberapa sektor, yaitu :

1. Pertanian, Perburuan, Kehutanan dan Perikanan (Agriculture, Hunting, and

Fishing)

2. Pertambangan dan Penggalian (Mining and Quarriying) 3. Industri Pengolahan (Manufacturing)

16

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2003. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Jakarta : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pasal 1 ayat 2.

17Ibid.

Pasal 1 ayat 3.

18


(41)

4. Listrik, Gas, dan Air Bersih (Electricity) 5. Bangunan (Construction)

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran (Wholesale and Retail Trade, Restaurants

and Hotels)

7. Pengangkutan dan Transportasi (Transport and Communication)

8. Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan (Financing, Insurance, Real

Estate and Business Services)

9. Jasa-jasa (Community, Social and Personal Services/Public Service).

2.1.6. Elastisitas Tenaga Kerja

Perubahan pendapatan dalam suatu sektor perekonomian akan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Namun besarnya perubahan pendapatan secara sektoral tidak selalu diikuti oleh perubahan yang sama pada penyerapan tenaga kerja yang terjadi. Hubungan antara pertumbuhan pendapatan tersebut dengan penyerapan tenaga kerja dinyatakan dengan elastisitas permintaan tenaga kerja.

Elastisitas permintaan tenaga kerja oleh Simanjuntak didefinisikan sebagai ”persentase perubahan permintaan akan tenaga kerja sehubungan dengan perubahan satu persen pada tingkat upah”19. Dalam penelitian ini elastisitas tenaga kerja menunjukkan penyerapan tenaga kerja yang terjadi karena adanya perbedaan laju pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan modern dengan laju pertumbuhan tenaga kerja yang bekerja di pusat perbelanjaan modern.

19

Payaman J. Simanjuntak. 1998. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta : LPFEUI. Bab 5 Analisa Permintaan Akan Tenaga Kerja hal 76


(42)

Besar kecilnya elastisitas permintaan tenaga kerja tergantung dari kemungkinan substitusi tenaga kerja dengan faktor produksi lainnya, misalnya modal, elastisitas permintaan terhadap barang yang dijual di pusat perbelanjaan modern, proporsi biaya tenaga kerja terhadap seluruh biaya produksi, elastisitas persediaan dari faktor produksi lainnya.

2.1.7. Koefisien Korelasi Rank Spearman

Walpole menyatakan bahwa ”Koefisien korelasi Rank Spearman merupakan suatu ukuran non-parametrik bagi hubngan antara dua peubah.”20 Dengan demikian koefisien korelasi Rank Spearman adalah suatu alat analisis untuk mengetahui hubungan yang terjadi antara dua variabel ekonomi.

Hasil estimasi koefisien korelasi Rank Spearman dapat menunjukkan pengaruh dari suatu aktivitas ekonomi terhadap aktivitas ekonomi lainnya. Pada penelitian ini koefisien korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara pertumbuhan laju pembangunan pusat perbelanjaan dengan pertumbuhan laju penyerapan tenaga kerja yang terjadi.

20

Ronald E. Walpole. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-6. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Bab 13 Statistika Nonparametrik hal. 451


(43)

2.1.8. Tata Ruang Wilayah Kota

Tata ruang wilayah kota mencerminkan pengembangan sektoral dan pemanfaatan tata kota yang optimal dan diimplementasikan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota. RTRW Kota berisi :21

a. Pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya

b. Pengelolaan kawasan pedesaan, perkotaan, dan kawasan tertentu

c. Sistem kegiatan pembangunan, dan sistem pemukiman pedesaan dan

perkotaan

d. Sistem prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan

prasarana pengelolaan lingkungan

e. Penatagunaan sumber daya manusia dan sumber daya buatan.

RTRW Kota menjadi pedoman untuk :22

a. Perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang di wilayah kota

b. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan,dan keseimbangan perkembangan

antar wilayah kota serta keserasian antar sektor

c. Penetapan lokasi investasi, yang dilaksanakan Pemerintah dan atau

masyarakat di kota

d. Penyusunan rencana rinci tata ruang di kota

e. Pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan

pembangunan.

21

RTRW Kota Bogor dalam Marisan. 2006. Analisis Inkonsistensi Tata Ruang Dilihat Dari Aspek Fisik Wilayah: Kasus kabupaten dan Kota Bogor. Tesis Program Pascasarjana. Bogor : IPB. hal 10

22


(44)

Pengembangan ruang suatu kota dipengaruhi oleh RTRW regional, yaitu RTRW Propinsi Jawa Barat. Pada RTRW Propinsi Jawa Barat terdapat kebijakan yang terkait dengan Kota Bogor, yaitu23 :

1. Kota Bogor diarahkan sebagai Kota Hierarki II A dengan kegiatan utamanya

adalah pemukiman dan perdagangan regional yang merupakan pusat pelayanan bagi wilayah sekitarnya

2. Kota Bogor termasuk kota yang dilalui oleh pengembangan tol

Bogor-Sukabumi-Padalarang

3. Pengaktifan kembali jalur kereta api Bandung-Sukabumi-Bogor-Jakarta.

Kondisi lingkungan kawasan Propinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta dipengaruhi oleh kawasan yang berada diatasnya, yakni Kota Bogor itu sendiri, Puncak, dan Cianjur. Adanya keterkaitan antar wilayah menjadikan Pemerintah menyusun suatu peraturan mengenai pengembangan wilayah Kota Bogor, Puncak, dan Cianjur secara khusus, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997.

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 menyatakan bahwa Kota Bogor Merupakan salah satu kota yang termasuk dalam Kawasan Bopuncur, dengan pemanfaatan ruang terbatas, sesuai fungsinya yaitu sebagai kawasan konservasi air dan tanah serta memiliki nilai strategis sebagai kawasan yang dapat memberikan perlindungan terhadap kawasan Propinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta.24

23

Chaerawati. 2004. Analisis Permintaan Angkutan Umum Di Kota Bogor dan Pengaruhnya Terhadap Tata Ruang. Skripsi Fakultas Ekonomi Dan Manajemen. Bogor : IPB. hal 15

24

Radnawati. 2005. Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kota Depok Sebagai Kawasan Konservasi Air Menggunakan Data Satelit Multi Temporal. Tesis Program Pascasarjana. Bogor : IPB. hal 3


(45)

2.2. Hasil Penelitian Terdahulu

Mislan pada tahun 2003 melakukan analisis mengenai dampak pembangunan pusat perdagangan Jodoh di Kota Batam terhadap kondisi sosial ekonomi pedagang. Penelitian ini membahas dampak sosial bagi pedagang setelah dilakukan relokasi tempat usaha dari pasar ilegal yaitu Pasar Pagi Jodoh ke Pusat Perdagangan Jodoh. Penelitian ini menitikberatkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan berkembangnya usaha pedagang dipasar tradisional dan perbedaan dampak ekonomi dan sosial pada pedagang. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa dampak ekonomi relokasi Pasar Pagi ke Pusat Perdagangan Jodoh adalah positif, diketahui dari peningkatan Rentabilitas Modal Sendiri (RMS) yang diperoleh pedagang secara rata-rata dimana nilai RMS di pasar Jodoh lebih tinggi 0,9 % dibanding nilai RMS di pasar Pagi. Dampak relokasi bagi pedagang adalah meningkatnya martabat sebagai pedagang karena berusaha di tempat yang legal dan adanya ketenangan berusaha.

Pada tahun 2006 Hartati melakukan analisis mengenai pergeseran subsektor pedagang eceran dari tradisional ke modern di Indonesia. Penelitian ini mengkaji pergeseran sarana perdagangan eceran dari tradisional ke modern dengan indikator jumlah pasar dan omset penjualan serta mengkaji kebijakan yang diterapkan pemerintah dalam perdagangan eceran tradisional dan modern. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran perdagangan eceran pada tingkat nasional dan propinsi. Pergeseran tersebut diketahui dari jumlah pasar tradisional yang menurun dan jumlah pasar modern yang meningkat. Laju pertumbuhan pasar tradisional juga cenderung bernilai negatif sedangkan laju


(46)

pertumbuhan pasar modern bernilai positif. Analisis peningkatan omset penjualan, kedua pasar baik modern maupun tradisional memiliki omset penjualan yang terus meningkat.

Marisan pada tahun 2006 melakukan penelitian yang berjudul Analisis Inkonsistensi Tata Ruang dilihat dari Aspek Fisik Wilayah : Kasus Kabupaten dan Kota Bogor. Penelitian ini menunjukkan bahwa konsistensi pemanfaatan lahan di Kota Bogor yang sesuai dengan RTRWK tahun 1999-2009 mencapai 94,24 persen dan terjadi inkonsistensi sebesar 5,76 persen. Inkonsistensi terbesar terjadi karena adanya penutupan Tanaman Pertanian Lahan Kering (TPLK) dan penutupan Tanaman Pertanian Lahan Basah (TPLB). Dengan pusat perubahan berada dikawasan Bogor Barat, Bogor Tengah, dan Bogor Timur. Inkonsistensi pemanfaatan lahan terbesar di Kabupaten Bogor sebagian besar disebabkan oleh penutupan TPLK. Kawasan sebelah utara Kabupaten Bogor merupakan pusat perubahan penutupan lahan dari pertanian ke non pertanian sesuai dengan tingginya aktivitas ekonomi di wilayah tersebut.

Penelitian Fazrian tahun 2005 yang diberi judul Peran Agroindustri Dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Kota Bogor, menunjukkan bahwa agroindustri di Kota Bogor mempengaruhi penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan per kapita. Pada setiap peningkatan tenaga kerja sektor agroindustri akan meningkatkan pendapatan per kapita.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada fokus penelitian yang menitikberatkan pada dampak pembangunan pusat perbelanjaan modern terhadap penyerapan tenaga kerja dan pengurangan penggunaan tenaga


(47)

kerja pada sektor perdagangan eceran kecil informal yang berada disekitar pusat perbelanjaan tersebut. Penelitian ini meneliti pusat perbelanjaan serta dampak yang ditimbulkan yang terdapat di Kota Bogor.


(48)

4.1. Wilayah Penelitian

Penelitian ini bersifat studi kasus di wilayah Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Juli 2007. Pemilihan lokasi Kota Bogor dilakukan secara sengaja untuk melihat keterkaitan pembangunan pusat perbelanjaan modern terhadap penyerapan dan pengurangan kesempatan kerja dengan pertimbangan:

a. Sektor perdagangan merupakan penyumbang pertama terbesar terhadap PDRB Kota Bogor.

b. Pembangunan pusat perbelanjaan di Kota Bogor mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sehingga diperlukan penelitian untuk melihat dampaknya terhadap penyerapan dan pengurangan tenaga kerja pada sektor perdagangan eceran, tata kota dan pasar tradisional.

c. Aspek finansial berupa biaya untuk pencarian data dan pengolahannya yang relatif tidak mahal.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui metode wawancara dengan pengelola dan pemilik kios pusat perbelanjaan modern. Pusat perbelanjaan modern yang dianalisis adalah pusat perbelanjaan modern, yakni setiap barang yang diperjualbelikan dilengkapi label harga yang pasti, menggabungkan unsur


(49)

rekreasi, mengutamakan pelayanan kenyamanan dalam berbelanja, dan berada pada satu manajemen, serta merupakan pusat perbelanjaan yang termasuk ke dalam klasifikasi Power Center, yakni terdiri dari komposisi beberapa penyewa (Mix Tenant) dan dominasi perusahaan jangkar (Anchor Tenant).

Berdasarkan data Dinas Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kota Bogor jumlah pasar modern di Kota bogor terdapat 12 unit. Dari 12 unit pasar modern berdasarkan definisi pusat perbelanjaan modern dan power center hanya empat unit yang termasuk ke dalam penelitian ini, yakni Ekalokasari Plaza, Pangrango Plaza, Bogor Trade Mall (BTM), dan Botani Square seperti yang tersaji pada Tabel 4.1. Metode wawancara terstruktur dilakukan pada setiap kios yang beroperasi di pusat perbelanjaan tersebut.

Tabel 4.1. Pasar Modern di Kota Bogor

Pusat Perbelanjaan Modern Power Center

No. Pasar Modern

Label Harga

Pasti Rekreasi

Satu manajemen Mix Tenant Anchor Tenant

1 Pangrango Plaza V V V V V

2 Ekalokasari Plaza V V V V V

3 Bogor Trade Mall V V V V V

4 Botani Square V V V V V

5 Pusat Grosir Bogor X V X V X

6 ADA Swalayan V V V X X

7 Plaza Jambu 2 V V X V V

8 Plaza Jembatan Merah

V V X V V

9 Shangrilla Plaza X X X V X

10 Dewi Sartika X X X V X

11 Plaza Bogor X V X V V

12 Plaza Bogor Indah V V X V V

Sumber : Disperindagkop, 2007(Hasil Olahan)


(50)

Metode wawancara juga dilakukan untuk memperoleh data primer dari pedagang di pasar tradisional. Pedagang yang menjadi responden adalah pedagang yang beroperasi di Pasar Bogor dan Pasar Kebon Kembang.

Data sekunder yang digunakan diperoleh dari BPS, BAPEDA, Disperindagkop, Dinas Tenaga Kerja dan Sosial, Dinas Tata Ruang Kota Bogor, Pengelola Pusat Perbelanjaan di Kota Bogor. Data yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu data jumlah orang yang bekerja di pusat perbelanjaan, data jumlah pusat perbelanjaan, data jumlah pasar tradisional, dan data PDRB Kota Bogor atas dasar harga konstan 2000.

4.3. Metode Analisis

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menyajikan data yang berhubungan dengan kondisi perekonomian dan kependudukan Kota Bogor. Pembangunan pusat perbelanjaan diduga menyebabkan terjadinya pergeseran dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern, hal tersebut dianalisis melalui perhitungan laju pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan modern dan pasar tradisional.

Dampak pembangunan pusat perbelanjaan terhadap tata ruang kota dilihat dari penurunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan kesesuaian antara lokasi pembangunan pusat perbelanjaan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor. Dampak pembangunan pusat perbelanjaan modern terhadap ketenagakerjaan di Kota Bogor diukur melalui elastisitas tenaga kerja dan perhitunganRank Spearman.


(51)

4.3.1. Pergeseran Pasar Tradisional ke Pusat Perbelanjaan Modern

Pembangunan pusat perbelanjaan modern memungkinkan terjadinya pergeseran dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern. Untuk itu, dilakukan penyajian data-data yang berkaitan dengan sektor perdagangan khususnya perdagangan eceran baik tradisional maupun modern yang mampu menunjukkan kecenderungan pergeseran tersebut. Salah satunya melalui perhitungan metode laju pertumbuhan sebagai berikut :

Laju pertumbuhan = Y

Y -Y'

X 100 % (1.1)

Dengan ;

Y’= Jumlah Pusat Perbelanjaan Modern/Pasar Tradisional Tahun 2007 Y = Jumlah Pusat Perbelanjaan Modern/Pasar Tradisional Tahun 2003

4.3.2. Pengaruh Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Tata Ruang Kota

Pembangunan pusat perbelanjaan modern juga memiliki pengaruh terhadap tata ruang kota. Pembangunan pusat perbelanjaan modern menyebabkan terjadinya peralihan fungsi penggunaan lahan sehingga perlu dianalisis dampaknya. Untuk itu, dilakukan analisis dengan melihat kesesuaian lokasi pembangunan pusat perbelanjaan modern dengan RTRW Kota Bogor.

4.3.3. Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Penyerapan dan Pengurangan Tenaga Kerja

Pembangunan pusat perbelanjaan seharusnya mampu menyerap tenaga kerja di Kota Bogor. Namun pembangunan pusat perbelanjaan juga dapat


(52)

Kerja Tenaga Perubahan Persentase an Perbelanja Pusat Perubahan Persentase

menimbulkan pengurangan tenaga kerja pada usaha perdagangan eceran disekitar pusat perbelanjaan tersebut.

4.3.3.1.Penyerapan Tenaga Kerja

Pengukuran besarnya tingkat penyerapan tenaga kerja sebagai akibat adanya pembangunan pusat perbelanjaan dilakukan dengan menghitung elastisitas tenaga kerja. Adapun pengukuran elastisitas tenaga kerja yang digunakan sebagai berikut:

Elastisitas = (1.2)

Nilai elastisitas yang diperoleh menunjukkan hubungan antara pembangunan pusat perbelanjaan dan penyerapan tenaga kerja. Apabila nilai elastisitas lebih besar dari satu, berarti laju penyerapan tenaga kerja lebih besar dari laju pertumbuhan pembangunan pusat perbelanjaan.

Untuk memperkuat analisis hubungan antara pembangunan pusat perbelanjaan dan penyerapan tenaga kerja, dilakukan perhitungan Rank Spearman. Perhitungan Rank Spearman dilakukan untuk melihat kuat tidaknya hubungan antara pembangunan pusat perbelanjaan dan penyerapan tenaga kerja.

Adapun perhitungan korelasi Rank Spearman sebagai berikut :

rs = 1 -

) 1 ( 6 2 1 2 −

= n n d n i i (1.3)


(53)

dengan :

di = selisih antara peringkat pertumbuhan pusat perbelanjaan (xi )dan pertumbuhan tenaga kerja di pusat perbelanjaan (yi)

n = banyaknya pasangan data

Nilai rs antara -1 sampai +1, nilai 1 berarti terjadi korelasi sempurna antara pembangunan pusat perbelanjaan modern dengan penyerapan tenaga kerja. Tanda positif menunjukkan bahwa pertumbuhan pusat perbelanjaan modern juga meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Kota Bogor. Sedangkan tanda negatif menunjukkan bahwa pertumbuhan pusat perbelanjaan modern tidak diikuti dengan peningkatkan penyerapan tenaga kerja di Kota Bogor.

4.3.3.2.Pengurangan Tenaga Kerja

Analisis pengurangan tenaga kerja dilakukan untuk melihat apakah dengan pembangunan pusat perbelanjaan yang semakin banyak telah menyebabkan terjadinya pengurangan tenaga kerja pada pedagang eceran di sekitar pusat perbelanjaan tersebut. Untuk mengetahui terjadi tidaknya pengurangan tenaga kerja ini dilakukan pengamatan langsung di lapangan dan wawancara kepada pedagang. Pengambilan sampel pedagang dilakukan dengan teknik pengambilan sample non-probabilitas, setiap pedagang tidak memiliki peluang yang sama untuk terpilih. Jumlah pedagang yang diamati sesuai dengan asumsi kenormalan lebih dari sama dengan 30 pedagang, yakni sebanyak 32 pedagang. Pedagang yang menjadi sample adalah pedagang yang beroperasi di Pasar Bogor dan Pasar Kebon Kembang.


(54)

3.1. Kerangka Pemikiran

Alur pemikiran konseptual dari penelitian ini, dimulai dengan Kota Bogor sebagai daerah penyangga Ibukota negara, sehingga banyak penduduk yang tinggal di kota ini dan jumlah penduduk mengalami peningkatan pesat setiap tahunnya, baik karena kelahiran penduduk maupun karena adanya migrasi penduduk antar daerah. Jumlah penduduk yang meningkat pesat ini, meningkatkan kebutuhan akan ruang untuk aktivitas perekonomian dan penunjang kehidupan lainnya baik dari segi penyediaan barang publik maupun barang privat. Salah satunya, fasilitas pusat perbelanjaan untuk memenuhi kebutuhan penduduk dalam memenuhi barang-barang atau jasa yang diperlukan dalam kehidupannya sehari-hari.

Peningkatan pusat perbelanjaan di Kota Bogor memberikan dampak terhadap kehidupan masyarakat Kota Bogor itu sendiri. Berkembangnya pusat-pusat perbelanjaan modern memiliki dampak terhadap tata ruang Kota Bogor, dan perkembangan pasar tradisional di Kota Bogor. Untuk mengetahui hal tersebut, dilakukan pengamatan lapang dan analisis data untuk menggambarkan kesesuaian kondisi lingkungan tata ruang kota yang terjadi akibat pembangunan pusat perbelanjaan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Bogor serta penyajian data jumlah pusat perbelanjaan modern dan jumlah pasar tradisional.


(55)

Pembangunan pusat perbelanjaan juga berdampak pada penyerapan tenaga kerja di Kota Bogor. Salah satu cara untuk mengetahui adanya hubungan penyerapan tenaga kerja yang nyata dengan pembangunan pusat perbelanjaan digunakan perhitungan elastisitas tenaga kerja dan koefisien korelasi Rank Spearman. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui dan mencari ada tidaknya hubungan antara pembangunan pusat perbelanjaan dengan penyerapan tenaga kerja. Analisis ini juga digunakan untuk melihat seberapa kuat hubungan antara pembangunan pusat perbelanjaan dan penyerapan tenaga kerja yang terjadi.

Adanya pembangunan pusat perbelanjaan modern mempengaruhi perkembangan pasar tradisional. Oleh karena itu, penelitian ini juga menganalisis ada tidaknya pengaruh pembangunan pusat perbelanjaan modern terhadap pengurangan tenaga kerja pada pedagang di pasar tradisional sekitar pusat perbelanjaan modern.

Dalam penelitian ini ada beberapa faktor yang digunakan untuk mengetahui penyerapan tenaga kerja di pusat perbelanjaan. Faktor tersebut diantaranya jumlah pusat perbelanjaan, jumlah tenaga kerja di pusat perbelanjaan dan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) nominal sektor perdagangan eceran.


(56)

Keterangan:

= Ruang lingkup penelitian = Alat analisis

Gambar 3.1. Skema Kerangka Pemikiran Dampak Pembangunan Pusat Perbelanjaan Modern terhadap Penyerapan dan Pengurangan Tenaga Kerja di Kota Bogor

Kota Bogor Sebagai Penyangga Ibukota

Peningkatan Jumlah Penduduk

Peningkatan Aktivitas Ekonomi

Peningkatan Fasilitas Penunjang Kehidupan :

Pusat Perbelanjaan Modern

Dampak Ekonomi Dampak

Tata Ruang Kota

Pasar Tradisional Tenaga Kerja Elastisitas Tenaga Kerja Dampak Sosial

RTRWK Penyebaran

Pusat perbelanjaan Laju


(57)

3.2. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran serta permasalahan yang ingin dipecahkan, maka dirumuskan hipotesis di bawah ini :

1. Pembangunan pusat perbelanjaan diduga telah menyebabkan pergeseran

preferensi tempat belanja penduduk dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern.

2. Pembangunan pusat perbelanjaan modern yang jumlahnya semakin

meningkat dari tahun ke tahun diduga menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, dan telah menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan di perkotaan, sehingga menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian pemanfaatan lahan dengan RTRW Kota yang telah ditetapkan.

3. Pembangunan pusat perbelanjaan modern yang pesat dalam beberapa tahun terakhir diduga memberikan dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja. Dugaan tersebut didasarkan atas pemikiran bahwa adanya pusat perbelanjaan membutuhkan sumberdaya manusia untuk mengoperasikannya, sebagai teknisi listrik dan elektronik, pegawai administrasi, petugas keamanan, petugas kebersihan maupun sebagai pegawai toko atau sejenis Sales Promotion Girl (SPG). Pembangunan pusat perbelanjaan juga diduga menyebabkan terjadinya pengurangan tenaga kerja pada pedagang eceran di sekitar pusat perbelanjaan sebagai akibat penurunan pangsa pasar tradisional.


(58)

6.1. Pergeseran Pasar Tradisional Ke Pusat Perbelanjaan Modern

Peningkatan kontribusi sektor perdagangan, hotel, restoran terhadap PDRB diikuti pula oleh peningkatan sarana perdagangan terutama pusat perbelanjaan modern. Pusat perbelanjaan modern di Kota Bogor mulai berkembang pada tahun 2003.

Pusat perbelanjaan modern sesuai dengan fungsinya menyediakan berbagai macam barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Adanya pusat perbelanjaan modern dan pasar tradisional memberikan keuntungan bagi konsumen, yakni memberikan pilihan dalam berbelanja serta kemudahan dalam mengakses barang. Akan tetapi, keberadaan pusat perbelanjaan modern juga memberikan pengaruh terhadap keberadaan pasar tradisional.

Pasar tradisional merupakan tempat para pedagang yang umumnya memiliki modal kecil melakukan transaksi usaha. Berbeda dengan pasar tradisional, pedagang di pusat perbelanjaan modern umumnya memiliki modal yang lebih besar dan kuat. Pedagang di pusat perbelanjaan modern juga didominasi oleh perusahaan jangkar. Perusahaan jangkar memiliki modal yang kuat dan akses terhadap barang yang lebih baik sehingga mampu memberikan kualitas pelayanan yang baik pula.

Adanya pilihan dalam berbelanja menjadikan konsumen tidak hanya mendatangi tempat yang menyediakan barang yang dibutuhkannya saja, tetapi juga membuat konsumen memilih tempat yang memberikan pelayanan dan


(59)

kualitas yang lebih baik. Di Kota Bogor fasilitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tersedia mulai dari warung, toko, pasar tradisional, dan pasar modern.

Jumlah pasar modern setiap tahunnya mengalami peningkatan. Saat ini, jumlah pusat perbelanjaan modern yang termasuk dalam penelitian ini hingga bulan Mei 2007 terdapat empat unit. Terjadinya peningkatan jumlah pusat perbelanjaan modern menunjukkan laju pertumbuhannya yang bernilai positif. Tabel 6.1 menyajikan data mengenai jumlah pasar tradisional dan pusat perbelanjaan modern di Kota Bogor.

Tabel 6.1. Jumlah Pasar Tradisional dan Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor dalam Lima Tahun Terakhir.

Tahun Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan Modern

Perubahan Pasar Tradisional

(unit)

Perubahan Pusat Perbelanjaan

(unit)

2003 7 1 0 - 2004 7 2 0 1 2005 7 3 0 1 2006 7 3 0 0 2007 7 4 0 1 Sumber : Disperindagkop, 2007 (Hasil Olahan)

Berdasarkan hasil estimasi (1.1) diketahui laju pertumbuhan pusat perbelanjaan selama periode 2003 sampai 2007 sebesar 300 persen. Untuk pasar tradisional pada periode yang sama tidak terjadi pertambahan jumlah unit pasar, yang berarti laju pertumbuhan dari segi jumlah bernilai nol. Sesuai dengan hipotesa penelitian, perbedaan dalam laju pertumbuhan antar pusat perbelanjaan modern dan pasar tradisional dengan kecenderungan lebih besar pusat perbelanjaan modern menunjukkan adanya pergeseran dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern.


(60)

Terjadinya pergeseran pasar tradisional ke pusat perbelanjaan yang terjadi di Kota Bogor sama dengan terjadinya pergeseran pada tingkat nasional, namun terdapat perbedaan pada nilai laju pertumbuhannya. Berdasarkan hasil penelitian Hartati yang dilakukan pada tahun 2006, laju petumbuhan pasar tradisional pada tingkat nasional bernilai negatif. Jumlah pasar tradisional pada skala nasional mengalami penurunan, sedangkan di Kota Bogor tidak terjadi penurunan jumlah pasar tradisional. Pada Kota Bogor yang terjadi adalah belum terlaksananya rencana Pemerintah Kota Bogor khususnya Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Koperasi (Disperindagkop) mengenai pembangunan pasar di lokasi yang telah direncanakan.

Dinas Perindagkop Kota Bogor merencanakan pembangunan pasar di tiga lokasi, yakni berlokasi di daerah Bubulak, Pamoyanan, serta Tanah Baru. Rencana pengembangan pasar tersebut belum terlaksana karena belum adanya pihak pengembang swasta yang bersedia bekerjasama membangunnya. Kondisi ini terjadi karena pihak pengembang swasta lebih tertarik untuk membangun pusat perbelanjaan modern.

Ketertarikan pengembang swasta yang tinggi terhadap pembangunan pusat perbelanjaan modern dipengaruhi oleh besarnya keuntungan yang diperoleh pihak pengembang dari pembangunannya. Panagian Simanungkalit seorang pakar properti mengatakan bahwa sebuah pusat perbelanjaan modern memberikan keuntungan yang sangat besar dari sisi pendapatan pengembang, apabila suatu pusat perbelanjaan telah terisi 40 persen maka modal yang ditanamkan sudah dapat kembali. Besarnya pendapatan yang diperoleh oleh pengembang menarik


(61)

para penanam modal sektor properti untuk menanamkan modalnya pada pembangunan pusat perbelanjaan modern.

Pergeseran dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern juga dipengaruhi oleh banyaknya masyarakat yang mulai melihat pusat perbelanjaan modern sebagai pilihan yang tepat untuk berbelanja dibandingkan pasar tradisional, terutama kelompok menengah keatas. Kondisi ini, terjadi karena pasar tradisional kurang mampu mempertahankan keunggulan yang dimilikinya.

Pasar tradisional pada awalnya dikenal oleh masyarakat memiliki harga barang yang murah, namun saat ini barang yang dijual di pusat perbelanjaan modern memiliki harga yang mampu bersaing dengan pasar tradisional. Untuk komoditas tertentu yang identik pusat perbelanjaan modern dengan skala ekonomis dan akses langsung terhadap produsen yang dimilikinya mampu menawarkan harga yang lebih rendah.

Skala ekonomis kurang dimiliki oleh pedagang di pasar tradisional karena umumnya pedagang memiliki modal yang lebih kecil dibanding pedagang di pusat perbelanjaan modern sehingga posisi tawar pedagang pasar tradisional lebih rendah. Pedagang pasar tradisional juga umumnya membeli barang yang dijualnya tidak langsung ke produsen melainkan melalui agen distribusi, sehingga harga jual menjadi lebih tinggi karena adanya margin perdagangan.

Tidak semua barang yang dijual di pusat perbelanjaan memiliki harga lebih murah dibandingkan dengan yang dijual di pasar tradisional, meskipun demikian konsumen golongan tertentu, golongan menengah keatas, tetap memilih pusat perbelanjaan modern sebagai tempat berbelanja. Pusat perbelanjaan modern


(62)

memiliki tata bangunan yang lebih baik dengan kebersihan yang terjaga sehingga meskipun harga yang ditawarkan lebih tinggi, dianggap sepadan dengan kenyamanan dan keamanan ketika berbelanja.

Kenyamanan dan keamanan dalam berbelanja saat ini relatif sulit didapatkan di pasar tradisional. Jika pada pusat perbelanjaan modern ruang antar kios tempat pengunjung berlalu-lalang terjaga dengan baik karena adanya peraturan dan pengawasan yang mengikat para pemilik kios, yaitu larangan untuk menempatkan barang keluar dari kios sehingga pengunjung lebih leluasa dalam beraktivitas. Hal ini, tidak didapatkan pengunjung di pasar tradisional. Ruang tempat berlalu-lalang di pasar tradisional terbatas karena banyak pedagang yang menempatkan barang secara tidak teratur, sehingga ruang gerak pengunjung menjadi sempit dan terkadang pengunjung berdesak-desakan. Bagi golongan tertentu kondisi yang demikian sangat menganggu.

Pergeseran dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern juga terjadi karena adanya perubahan gaya hidup masyarakat. Pusat perbelanjaan modern di Kota Bogor umumnya terdiri atas kios-kios yang menawarkan produk yang mengarah pada ekploitasi gaya hidup masyarakat, seperti restoran, salon, produk fashion bermerk, peralatan rumah tangga berteknologi terbaru, serta arena bermain atau hiburan. Keberadaan kios atau counter seperti itu, membuat berkunjung ke pusat perbelanjaan tidak hanya sekadar berbelanja saja tetapi juga sebagai sarana rekreasi. Banyak masyarakat terutama pada hari-hari libur membawa anggota keluarga untuk berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan sehingga


(63)

konsep penjualan yang ditawarkan oleh pengelola pusat perbelanjaan adalah konsep windows shopping.

Dengan konsep seperti ini, pengelola mengemas barang yang diperjualbelikan dengan menarik sehingga pengunjung mendapat gambaran mengenai barang-barang yang sedang trend dan produk terbaru yang menarik keinginan pengunjung untuk memilikinya. Selain itu, dengan konsep yang lebih menjual gaya hidup saat ini pusat perbelanjaan modern tidak hanya sekedar tempat untuk membeli barang kebutuhan hidup tetapi juga sebagai tempat untuk bersilahturahmi dengan kerabat, tempat bertemu dan berbincang-bincang. Kondisi tersebut yang tidak mampu ditawarkan oleh pasar tradisional sehingga masyarakat memilih pusat perbelanjaan modern.

Dengan konsep tempat berbelanja sekaligus tempat rekreasi maka semakin banyak masyarakat yang memilih pusat perbelanjaan modern sebagai pilihan tempat berbelanja. Selain itu, pertumbuhan pusat perbelanjaan modern juga dipengaruhi oleh semakin banyaknya wanita yang tidak hanya menjadi ibu rumah tangga tetapi juga sebagai wanita pekerja. Wanita yang bekerja memiliki waktu yang lebih sedikit untuk berbelanja dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja, sehingga pusat perbelanjaan modern yang waktu operasi umumnya dimulai pukul 10.00 WIB sampai pukul 21.30 WIB menjadi pilihan lokasi berbelanja. Umumnya wanita yang bekerja berbelanja pada waktu pulang kerja yakni di atas waktu kerja, pada waktu-waktu tersebut tempat berbelanja yang dapat dikunjungi adalah pusat perbelanjaan modern sehingga pusat perbelanjaan modern dapat menjadi salah satu tempat pilihan berbelanja.


(64)

Saat ini, pusat perbelanjaan modern yang awalnya mengarah pada segmen pasar golongan menengah ke atas sudah memperluas jangkauannya ke golongan menengah bahkan menengah ke bawah. Perluasan segmen pasar terjadi karena pusat perbelanjaan modern yang berada di Kota Bogor melakukan diferensiasi pangsa pasar, yakni ada yang fokus pada golongan menengah ke atas, menengah dan ada pula yang mengarah pada golongan menengah ke bawah. Adanya pemfokusan pusat perbelanjaan modern pada golongan menengah dan menengah ke bawah semakin menurunkan pangsa pasar tradisional yang umumnya lebih banyak dikunjungi oleh golongan ini.

Semakin meluasnya pangsa pasar pusat perbelanjaan modern semakin menurunkan pangsa pasar tradisional. Penurunan pangsa pasar tradisional menurunkan omset penjualan pasar tradisional. Menurut Kepala Bagian Perdagangan Dinas Perindagkop Kota Bogor penurunan mencapai sekitar 20 persen dari omset penjualan pasar tradisional sebelum pusat perbelanjaan modern beroperasi.

Tabel 6.2. Penurunan Omset Penjualan Pedagang di Pasar Tradisional Kota Bogor (Persen)

No. Jenis Barang yang Diperdagangkan Penurunan Omset Penjualan

1 Pakaian 23,2

2 Sepatu 23,3

3 Mainan 20

4 Alat Jahit 30

5 Produk Kecantikan 30

6 Elektronik dan Peralatan Listrik 10

7 Tekstil 10

8 Makanan Siap Saji 0

9 Salon 0

Sumber : Data Primer (Hasil Olahan)

Tabel 6.2 memberikan gambaran mengenai penurunan omset penjualan pedagang yang terjadi di Kota Bogor. Penurunan omset penjualan pada setiap


(65)

pedagang berbeda-beda tergantung pada lokasi usaha dan jenis barang yang diperjualbelikan. Pedagang yang menjual alat-alat menjahit mengalami penurunan omset yang besar yakni sekitar 30 persen. Penurunan ini terjadi karena dengan adanya pusat perbelanjaan modern berarti semakin banyak produk pakaian jadi yang dijual dengan harga yang ditawarkan lebih kompetitif dan model yang bervariasi sehingga minat pada pakaian yang dibuat sendiri menjadi turun karena harganya lebih mahal. Kondisi yang serupa juga terjadi pada pedagang yang menjual barang atau produk tekstil.

Nilai penurunan omset penjualan yang sama juga dialami oleh pedagang yang menjual produk-produk kecantikan. Maraknya pemalsuan produk kecantikan menjadi salah satu penyebab turunnya omset penjualan produk kecantikan di pasar tradisional, sehingga konsumen mulai berhati-hati memilih produk yang ditawarkan. Penurunan ini diperbesar oleh adanya pusat perbelanjaan modern yang juga menjual produk kecantikan. Konsumen yang memiliki kekhawatiran mengenai produk yang akan digunakannya memilih tempat yang dianggap lebih aman dari peredaran produk palsu.

Jika pada pedagang barang lainnya kecenderungan penurunan omset penjualan dipengaruhi oleh lokasi berjualan, maka penurunan omset pada pedagang pakaian memiliki kisaran yang sama pada setiap pedagang. Hal ini, dikarenakan pakaian adalah produk yang dijual berdasarkan model dan trend yang diminati pembeli pada pakaian tertentu tidak terpengaruh oleh siapa dan dimana pakaian tersebut dijual. Pakaian juga merupakan barang yang mendominasi barang dagangan yang dijual di pusat perbelanjaan modern. Kondisi serupa juga


(66)

terjadi pada pedagang sepatu. Hal ini berbeda dengan jasa potong rambut atau salon yang tidak terpengaruh oleh keberadaan pusat perbelanjaan karena bersifat sesuai atau tidak dengan si pengguna jasa dan yang mengerjakan jasa tersebut.

Pedagang yang berjualan makanan siap saji di pasar tradisional relatif tidak terpengaruh oleh keberadaan pusat perbelanjaan modern. Relatif tidak adanya pengaruh terhadap pedagang makanan siap saji salah satunya disebabkan oleh segmen pasar yang dikelola yaitu para pekerja dan pedagang di pasar tradisional. Untuk barang elektronik dan listrik para pedagang di pasar tradisional mengalami penurunan sebesar 10 persen. Penurunan sebesar 10 persen ini disebabkan adanya pergeseran preferensi belanja konsumen golongan menengah ke atas.

Peningkatan jumlah pusat perbelanjaan pada tahun-tahun ke depan akan semakin memperbesar penurunan omset penjualan pasar tradisional yang dapat berdampak pada banyaknya pedagang yang menghentikan usahanya. Saat ini, beberapa pedagang di Pasar Kebon Kembang atau lebih dikenal dengan nama Pasar Anyar, untuk tetap menjalankan usahanya banyak yang mengelar usahanya di pelataran jalan raya akibat sepinya pembeli yang datang ke kios mereka sehingga biaya untuk menyewa kios tidak tertutupi. Meskipun terjadi pergeseran dalam berbelanja dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern dan penurunan pangsa pasar tradisional yang menurunkan omset penjualan pasar tradisional, namun demikian pasar tradisional di Kota Bogor masih memiliki keunggulan dalam produk segar. Pasar tradisional yang menjual produk segar atau biasa disebut sebagai wet market masih diminati masyarakat, karena pasar


(1)

72

peningkatan pelayanan kebersihan sehingga pasar tradisional yang terkesan kotor dan bau dapat menjadi lebih nyaman serta mampu menarik penduduk untuk tetap berbelanja di pasar tradisional.

2. Pembangunan pusat perbelanjaan modern telah menyebabkan terjadinya persaingan usaha dan menurunkan omset penjualan dan tenaga kerja pedagang di pasar tradisional. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Bogor sebaiknya membuat peraturan yang mengikat tentang penempatan pusat perbelanjaan dalam tata ruang kota seperti pembatasan jumlah dan perizinan bagi pembangunan pusat perbelanjaan modern baru terutama di pusat kota. Pemberian izin pembangunan pusat perbelanjaan modern sebaiknya diarahkan pada wilayah pinggiran kota dan dilakukan dengan mempertimbangkan lokasi pembangunannya seperti pertama, jarak bangunan dari persimpangan jalan dengan batas minimal sejauh 200 meter dari persimpangan jalan karena jika dibangun di persimpangan jalan berpotensi meningkatkan kemacetan. Kedua, jarak dengan sarana perdagangan eceran lainnya yang tidak saling berdekatan sehingga pembangunan pusat perbelanjaan tidak menganggu aktivitas perdagangan di lokasi yang berbeda.

3. Untuk penelitian pergeseran preferensi tempat belanja penduduk dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern selanjutnya diharapkan dapat menggunakan data omset penjualan dari berbagai klasifikasi barang yang diperjualbelikan oleh pedagang eceran.


(2)

Anonim. 2004. ”Kehadiran Pusat Perbelanjaan Mendongkrak LPE Kota Bogor”. [Kota Bogor Online]. http://www.kotabogor.go.id/0406/12/berita.htm [12 Juni 2004].

. 2006. ”Jakarta Kota Mal Jaya Raya”. [Newsonetara Online]. http://www.newsonetara.blogspot.com/tempoedisi36/xxxv/30oktober [05 November 2006].

Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA). 2003. Rencana Strategis (Renstra) Kota Bogor. Badan Perencanaan Daerah, Bogor.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2004. PDRB. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

. 2006. Bogor Dalam Angka 2006. Badan Pusat Statistik, Bogor.

Damanhuri, Didin S. 2007. Jarak Pusat Perbelanjaan di Negara-Negara Eropa [wawancara]. Bogor.

Dinas Tata Kota DKI Jakarta. 2004. Kajian Kapasitas Ruang Pusat-Pusat Perbelanjaan. Dinas Tata Kota, Jakarta.

Dinas Tenaga Kerja dan Sosial. 2003. Perencanaan Tenaga Kerja Daerah (PTKD) Kota Bogor. Dinas Tenaga Kerja dan Sosial, Bogor.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 1998. Keputusan Menteri Nomor 107/Mpp/Kep/2/1998 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern. Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta.

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 2003. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jakarta.

Fazrian, Faisal. 2005. Peran Agroindustri Dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Kota Bogor [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor

Hartati,Widi. 2006. Pergeseran Subsektor Perdagangan Eceran Dari Tradisional ke Modern di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor.


(3)

74

Jar. 2005. ”Pusat Perbelanjaan Di Era Otonomi Daerah”. [Republika Online]. http//www.republika.co.id [18 Maret 2005].

Marisan, Marthen. 2006. Analisis Inkonsistensi Tata Ruang dilihat dari Aspek Fisik Wilayah : Kasus Kabupaten Dan Kota Bogor [tesis]. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Mislan. 2003. Dampak Pembangunan Pusat Perdagangan Jodoh di Kota Batam Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Pedagang [tesis]. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Pontoh. 2006. “Pasar”. http//coen_husain_pontoh.blogspot.com/ pasar [03 November 2006].

Radnawati, Daisy. 2005. Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kota Depok Sebagai Kawasan Konservasi Air Menggunakan Data Satelit Multi Temporal [tesis]. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Rusli, Said. 1995. Pengantar Ilmu Kependudukan. LP3ES, Jakarta.

Salvatore. 1998. Ekonomi Internasional. Haris Munandar [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.

Santoso, Suwito. 2005. ”Pusat Perbelanjaan Di Era Otonomi Daerah”. [Kompas Online]. http//www.kompas.co.id. [9 Juni 2005].

Simanjuntak, Payaman J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. LPFEUI, Jakarta.

Walpole, Ronald E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke 6. Bambang Sumantri [penerjemah]. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wikipedia. 2006. ”Pasar”. [Wikipedia Online]. http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar. [05 November 2006].


(4)

Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin

No Pusat Perbelanjaan Jumlah

Total TK

JumlahTK Luar Bogor

Jumlah TK Keluarga

<SMU SMU Diploma Sarjana lainnya L P

1 Ekalokasari Plaza 892 61 1 13 794 39 46 0 375 517

2 Pangrango Plaza 423 39 0 8 394 15 6 0 167 256

3 BTM 1047 89 10 85 855 67 39 1 531 516

4 Botani Square 1445 298 0 30 1278 46 91 0 877 568

Jumlah 3807 487 11 136 3321 167 182 1 1950 1857

Sumber : Data Primer (Hasil Olahan)

Lampiran 2. Elastisitas Tenaga Kerja Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor

No. Jumlah Pusat Perbelanjaan Jumlah Tenaga

Kerja

Persentase Perubahan Jumlah Pusat Perbelanjaan

Persentase Perubahan Tenaga Kerja

Elastisitas

1 1 892

2 2 1315 100 47.42152 0.474215

3 3 2362 50 79.61977 1.592395

4 4 3807 33.33333 61.17697 1.835309


(5)

76 Lampiran 3. Koefisien Korelasi Rank Spearman

No. Jumlah Pusat Perbelanjaan (X) Jumlah TK (Y) Perubahan X Perubahan Y x y di di2 rs

1 1 892

2 2 1315 1 0.474215 1 1 0 0 0.8

3 3 2362 0.5 0.796198 2 3 -1 1 1

4 4 3807 0.333333 0.61177 3 2 1 1 1

2

Sumber : Data Primer (Hasil Olahan)

Lampiran 4. Data Penurunan Omset dan Tenaga Kerja Pedagang di Pasar Tradisional

Lama Usaha Penurunan Omset Penurunan TK

No

Nama Toko

≤ 5 Tahun

5-10 Tahun

>10

Tahun Ya Tidak

Nilai

(persen) Ya Tidak

TK (orang)

1 Wisma Collection V V 30 V

2 Agam Indah V V 40 V 1

3 3 Dara V V 40 V 2

4 Permata Hati V V 0 V

5 Lily Collection V V 35 V 1

6 Imanda Decorasi V V 0 V

7 Nelly Collection V V 0 V

8 RM Sederhana V V 0 V

9 Panhegar V V 20 V 1

10 PKL V V 5 V


(6)

77 Sumber : Data Primer (Hasil Olahan)

Lama Usaha Penurunan Omset Penurunan TK

No

Nama Toko

≤ 5 Tahun

5-10 Tahun

>10

Tahun Ya Tidak

Nilai

(persen) Ya Tidak

TK (orang)

12 Mulya V V 20 V

13 Putri V V 0 V

14 NN V V 0 V

15 Dedina V V 20 V 1

16 Uni Semi Counter V V 10 V

17 Agan Textile V V 10 V

18 Blok A No 140 V V 20 V 1

19 Tari V V 0 V

20 Indah Collection V V 30 V

21 Murah Meriah V V 5 V

22 Mas V V 0 V

23 Riski Fajar V V 20 V

24 Riski Fajar V V 40 V 1

25 Fajar Baru V V 30 V

26 Riska Fashion V V 20 V

27 BIMA V V 0 V

28 Winda Fashion V V 40 V

29 Hajar Aswad V V 5 V

30 Hasan V V 0 V

31 Mira Salon V V 0 V

32 Sehat V V 10 V