Tujuan penelitian Waktu dan tempat penelitian Hewan yang diteliti Pengolahan sampel spesimen

beriklim tropis dan memiliki kelembaban yang cukup tinggi, sehingga dapat menunjang perkembangbiakan ektoparsit. Infestasi oleh ektoparasit dapat mempengaruhi keadaan fisiologis orangutan, misalnya penurunan bobot tubuh, penurunan tingkat reproduksi, berkurangnya aktivitas orangutan, stress, luka serta iritasi dan menjadi lebih agresif. Masalah ektoparsit di habitat ex-situ masih belum diteliti orang, padahal informasi jenis-jenis ektoparasit dan arti penting ektoparasit sangat diperlukan.

1.2 Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis ektoparasit yang terdapat pada orangutan pada habitat ex-situ, derajat infestasi dan arti penting ektoparasit. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Habitat ex-situ

Habitat ex-situ merupakan tempat tinggal satwa yang bukan alam aslinya atau habitat aslinya akan tetapi dibuat senyaman mungkin agar satwa merasa seperti di habitat aslinya di alam. Habitat ex-situ dibuat dengan tujuan untuk melindungi satwa yang hampir punah di alam, breeding, pendidikan. Habitat ex-situ yang dibuat oleh pemerintah adalah kebun binatang, pusat penyelamatan satwa dan penangkaran satwa. Adapun beberapa habitat ex- situ yang dibuat untuk melindungi satwa, yaitu:

2.1.1 Taman Margasatwa Ragunan

Taman Margasatwa Ragunan TMR terletak 20 km dari pusat kota jakarta yang bertempat di pasar minggu, Jakarta Selatan sejak 1966. Taman Margasatwa Ragunan dihuni oleh lebih dari 260 jenis satwa, termasuk satwa yang langka dan terancam punah dari Indonesia maupun dari sebagian dunia. Jumlah keseluruhannya adalah 3122 ekor satwa, termasuk burung-burung. TMR sendiri ikut berperan dalam program pelestarian satwa dan sukses dalam program penangkaran satwa liar seperti Harimau Putih, Harimau Sumatera, ular dan beberapa jenis burung kasuari, kakatua dan burung lainnya Anonimus 2008b.

2.1.2 Pusat Penyelamatan Cikananga

Pusat penyelamatan Cikananga PPSC berlokasi di kampung Cikananga, desa Cisitu, Kecamatan Nyalindung, Sukabumi, Jawa Barat. PPSC merupakan organisasi non pemerintah bersifat nirlaba yang bergerak dibidang pelestarian satwa liar indonesia. PPSC ini didirikan pada tanggal 27 agustus 2001. PPSC bertujuan membantu pemerintah dalam upaya pelestarian satwa liar Indonesia serta habitatnya, mendorong dan meningkatkan upaya terciptanya penegakan hukum terhadap pelestarian satwa liar serta habitatnya. PPSC menampung, merawat dan melatih satwa liar Indonesia hasil sitaan atau serahan sukarela dari masyarakat yang selanjutnya dilepas kembali ke habitat aslinya.

2.1.3 Kebun Binatang Bandung

Kebun Binatang Bandung KBB oleh pemerintah daerah Bandung ditetapkan sebagai salah satu obyek wisata, dan hingga saat ini ikut berperan dalam proses edukasi terhadap masyarakat mengenai satwa liar. KBB berlokasi di Taman Sari Jalan Kebun Binatang No.6 Bandung. Selain itu KBB sendiri berperan dalam proses pengelolaan serta penyelamatan satwa liar.

2.1.4 Taman Safari Indonesia

Taman Safari ditetapkan sebagai obyek wisata nasional oleh Soesilo Soedarman, Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi pada masa itu. Lebih jauh, taman ini juga telah diresmikan menjadi Pusat Penangkaran Satwa Langka di Indonesia oleh Hasyrul Harahap, Menteri Kehutanan pada masa itu, pada tanggal 16 Maret 1990. Taman Safari Indonesia I berlokasi di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Taman Safari ini dibangun pada tahun 1980 pada sebuah perkebunan teh yang sudah tidak produktif. Taman ini menjadi penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Taman ini terletak pada ketinggian 900-1800 m di atas permukaan laut, serta mempunyai suhu rata-rata 16 - 24 C. Sebagai Pusat penangkaran satwa langka, Taman Safari berperan dalam menangkarkan satwa endemik seperti Harimau Sumatera Panthera tigris sumatrae , Elang Jawa Spizaetus bartelsi, Macan Tutul Jawa Panthera pardus melas, Orangutan Pongo pygmaeus dan satwa lainnya Wikipedia 2008f. 2.2 Orangutan Pongo pygmaeus 2.2.1 Ciri Morfologi Orangutan Nama orangutan diambil dari bahasa Melayu, yang berarti manusia orang hutan. Menurut Meijaard dan Rijksen 1999 nama orangutan bersal dari bahasa Melayu, yang dapat diartikan sebagai ’orang hutan’. Orangutan adalah satu anggota suku Pongidae yang mencakup tiga kera besar, yaitu bonobo Afrika, simpanse dan gorila. Berdasarkan persamaan genetis dan biokimia, Pongonidae ini berkembang dari leluhur yang sama selama periode waktu kurang dari sepuluh juta tahun. Orangutan memiliki tubuh yang gemuk dan besar, berleher besar, lengan yang panjang dan kuat, kaki yang pendek, tertunduk dan tidak mempunyai ekor. Orangutan berukuran 1-1,4 m untuk jantan, yaitu kira-kira 23 kali ukuran seekor gorila. Tubuh orangutan diselimuti rambut merah kecoklatan. Mereka mempunyai kepala yang besar dengan posisi mulut yang tinggi. Orangutan jantan memiliki pelipis yang gemuk. Mereka mempunyai indera yang sama seperti manusia, yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecap, dan peraba. Telapak tangan mereka mempunyai empat jari-jari panjang ditambah satu ibu jari. Telapak kaki mereka juga memiliki susunan jari-jemari yang sangat mirip dengan manusia Wikipedia 2008a. Orangutan ditemukan di wilayah hutan hujan tropis Asia Tenggara, yaitu di pulau Kalimantan dan Sumatra di wilayah bagian negara Indonesia dan Malaysia. Mereka biasa tinggal di pepohonan lebat dan membuat sarangnya dari dedaunan. Orangutan juga tinggal di dataran rendah, rawa-rawa, sampai hutan perbukitan pada ketinggian 1500 meter diatas permukaan laut, umumnya mereka hidup pada hutan primer. Namun saat ini kerusakan habitat aslinya, mereka dapat ditemukan di pinggiran ladang, perkebunan atau dekat perkampungan Supriatna dan Wahono 2000. Orangutan merupakan hewan omnivora, yaitu pemakan segala, pakan orangutan sangat bervariasi. Buah merupakan sumber pakan utama, yaitu 60, sedangkan sisanya berupa bunga, daun muda, kulit kayu dan berbagai jenis serangga Supriatna dan Wahyono 2000.

2.2.2 Klasifikasi Orangutan

Orangutan merupakan satu-satunya spesies kera besar Asia yang masih hidup. Bukti fosil yang memberikan petunjuk bahwa pada masa Pleistosene orangutan tersebar relatif luas, terdapat di Jawa dan bagian-bagian Cina serta di daerah-daerah Pulau Kalimantan dan Sumatra Hooijer 1960. Menurut taksonomi sekarang, ada dua jenis orangutan yang hidup, yaitu orangutan Sumatra dan orangutan Kalimantan Meirjaard dan Rijksen 1999. Taksonomi orangutan dapat diklasifikasikan sebagai berikut Wikipedia 2007 : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Hominidae Famili : Ponginae Genus : Pongo Spesies : Pongo pygmaeus Subspesies : Pongo pygmaeus pygmaeus Pongo abelii Supriatna dan Wahyono 2000 Pongo pygmaeus wurumbii Supriatna dan Wahyono 2000 Pongo Pygmaeus morio Wikipedia 2008a Menurut taksonomi sekarang, ada dua jenis orangutan yang hidup, yaitu Orangutan Sumatra dan Orangutan Kalimantan Meirjaard dan Rijksen 1999. Orangutan Sumatra Pongo abelii memiliki nama lain Mawas, memiliki warna rambut coklat kekuningan jika dibandingkan dengan Orangutan Kalimantan. Orangutan Kalimantan Pongo pygmaeus memiliki tiga subspesies dan memiliki habitat yang berbeda, yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus di daerah Serawak dan Kalimantan Barat, Pongo pygmaeus wurumbii di daerah sungai Kapuas dan sungai Barito, Barat Laut, dan Pongo pygmaeus morio di daerah Timur Kalimantan Wikipedia 2008a. Sekarang hanya ada empat subspesies orangutan yang hanya ditemukan di Kalimantan dan Sumatra Schaller 1961.

2.2.3 Jenis Orangutan

2.2.3.1 Orangutan Sumatra Pongo abelii

Orangutan Sumatera Pongo abelii Gambar 1.1 merupakan salah satu hewan endemis yang hanya ada di Sumatera. Mawas memiliki morfologi sebagai berikut, yaitu warna rambut yang coklat kekuningan serta agak tebal dan panjang, jantan dewasa memiliki ukuran tubuh dua kali lebih besar dari ukuran tubuh betina, yaitu 125-150 mm, jantan dewasa di alam memiliki berat tubuh 50-90 kg dan 150 kg bila dipelihara oleh manusia, berat tubuh betina di alam adalah 30-50 kg dan dapat mencapai 70 kg. Pada jantan mempunyai kantong suara yang berfungsi mengeluarkan seruan yang panjang. Penyebaran Mawas itu terbatas, mereka hanya dapat dijumpai di Sumatra bagian utara sampai ke Aceh. Dari hasil survei terbaru, Mawas diperkiraan ada di Sumatra Barat dan Riau bagian utara dan sampai ke daerah hutan di Aceh Utara. Selain itu juga Mawas dapat ditemukan di salah satu populasi orangutan yang terdapat di daerah aliran sungai DAS Batang Toru, Sumatera Utara. Populasi orangutan di DAS Batang Toru sebanyak 380 ekor dengan kepadatan populasi sekitar 0,47 sampai 0,82 ekor per kilometer persegi. Populasi Orangutan Sumatera Pongo abelii kini diperkirakan 7.500 ekor. Sekitar tahun 1990 diperkirakan terdapat 200.000 ekor orangutan. Populasi mereka terdapat di 13 daerah terpisah secara geografis. Kondisi ini menyebabkan kelangsungan hidup mereka semakin terancam punah Wikipedia 2008a. Semenjak tahun 1931, orangutan sudah dilindungi oleh undang-undang, berdasarkan Peraturan Perlindungan Binatang Liar 1931 No. 233 dan kemudian terbit SK Menteri Kehutanan10 Juni 1991 No. 301Kpts-II1991 serta Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. IUCN memasukkan status orangutan sebagai Endangered Spesies atau ke dalam keadaan langka Supriatna dan Wahyono 2000. Gambar 1 Jenis-jenis orangutan. 1 Orangutan Sumatra, 2 Orangutan Kalimantan 1 2

2.2.3.2 Orangutan Kalimantan Pongo pygmaeus pygmaeus

Orangutan Kalimantan memiliki tiga subspesies, yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus, Pongo pygmaeus wurumbii dan Pongo pygmaeus morio. Orangutan kalimantan Gambar 1.2 memiliki warna rambut yang coklat tua sampai kehitaman, jantan dewasa memiliki ukuran tubuh dua kali lebih besar dari ukuran tubuh betina, yaitu 125-150 mm, jantan dewasa di alam memiliki berat tubuh 50-90 kg dan 150 kg bila dipelihara oleh manusia, berat tubuh betina di alam adalah 30-50 kg dan dapat mencapai 70 kg. Pada jantan mempunyai kantong suara yang berfungsi mengeluarkan seruan yang panjang. Daerah penyebaran Orangutan Kalimantan adalah Serawak, Kalimantan Barat, di daerah sungai Kapuas dan sungai Barito, Barat Laut, daerah Timur Kalimantan dan daerah Barat Daya Kalimantan. Orangutan Kalimantan merupakan satwa langka yang sudah masuk ke dalam status konservasi, dan untuk mempertahankan keberadaannya di alam, kera besar ini telah dilindungi sejak tahun 1931 melalui undang-undang berdasarkan Peraturan Perlindungan Binatang Liar 1931 No. 233 dan kemudian terbit SK Menteri Kehutanan 10 Juni 1991 No. 301Kpts-II1991 dan Undang-Undang No. 5 tahun 1990. IUCN memasukkan status konservasi orangutan masuk ke dalam Endangered Spesies atau ke dalam keadaan langka Supriatna dan Wahono 2000.

2.2.4 Habitat Orangutan

Pada habitat aslinya orangutan memakan buah-buahan sebagai makanan primernya, terkadang mereka juga memakan daun, pucuk daun, bunga, pohon menjalar, dan kulit kayu. Pada kehidupan aslinya orangutan memiliki kebiasaan grooming badannya. Kegiatan grooming ini memiliki fungsi sosial yang signifikan sebagai fungsi higienis kebersihan, pada saat istirahat mereka selalu melakukan grooming. Orangutan menggunakan bagian tubuh mereka untuk grooming tubuhnya seperti bibir, lidah, jari, jempol, punggung tangan, dan terkadang mereka menggunakan kaki serta jari kaki. Orangutan memiliki keistimewaan grooming, yaitu dengan menggunakan satu jarinya melewati rambut dengan satu arah, apabila orangutan menggrooming dirinya sendiri, mereka selalu menggunakan bibir untuk menjentik dan menggunakan lengan serta jari untuk menggaruk dengan satu arah Maple 1980. Di alam, orangutan hidup dalam kelompok-kelompok sosial, yang dipimpin oleh satu jantan dominan dan betina dominan. Mereka hidup di atas pohon agar dapat melindungi diri dari serangan-serangan predator atau pemburu-pemburu liar. Di habitat ex-situ perilaku orangutan pun tak berbeda jauh dari habitat aslinya atau di alam.

2.2.5 Penyebaran Orangutan

Orangutan pada saat ini hanya ada di Sumatra, Kalimantan, Sabah dan Serawak dan lebih dari 90 habitatnya berada di wilayah Republik Indonesia Gambar 2. Orangutan hidup di dataran rendah dengan kepadatan tertinggi pada ketinggian antara 200-400 meter di atas permukaan laut. Namun pada daerah Sumatra, orangutan ditemukan di lereng gunung pada ketinggian lebih dari 1500 meter. Di Kalimantan, batas ketinggian komunitas orangutan berada sekitar 500 meter di atas permukaan laut Meirjaard dan Rijksen 1999. Di dataran rendah orangutan tidak tersebar merata. Berdasarkan tinjauan pustaka yang tersedia dan dari survei orangutan dari berbagai lokasi di Sumatra dan Kalimantan, orangutan diketahui lebih umum terdapat di dekat sungai-sungai kecil atau besar dan di dekat rawa-rawa. Kepadatan tertinggi terdapat di petak-petak hutan aluvial kecil di lembah-lembah sungai dan hutan-hutan gambut pasang surut di dekat rawa-rawa atau di antara sungai-sungai. Kecil sekali kemungkinan seseorang dapat menjumpai orangutan pada jarak yang lebih jauh dari 10-15 km dari anak sungai atau rawa yang perairannya terbuka Meirjaard dan Rijksen 1999. Populasi orangutan saat ini diperkirakan di seluruh dunia berjumlah 100.000 ekor Wikipedia 2008a. Saat ini orangutan sudah masuk dalam Appendix I CITES, yaitu daftar yang memuat dan melindungi seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang terancam dari segala bentuk perdagangan internasional secara komersial Dephut 2008. Menurut Internasional Workshop on Population Habitat Viabily Analysis PHVA 2004, jumlah populasi orangutan adalah 65298 yang terdiri dari 57797 ekor orangutan Kalimantan dan 7501 ekor orangutan Sumatra Gambar 2. Distribusi Orangutan Shapiro 2008 Shapiro 2008. Orangutan dikatakan sebagai satwa liar yang hidup di habitat in-situ dan ex-situ, pada habitat ex-situ pengelolaan orangutan meliputi program perlindungan, pelestarian, dan pendidikan Anonim 2006.

2.3 Ektoparasit Pengganggu

Parasit pada hewan terbagi dua golongan yaitu ektoparasit dan endoparasit. Golongan parasit yang hidup di dalam tubuh seperti cacing, disebut endoparasit, sedangkan yang hidup di tubuh bagian luar seperti di kulit dan rambut disebut ektoparasit Hadi dan Soviana 2000. Ektoparasit itu sendiri berperan sebagai inang perantara dari endoparasit, yaitu Protozoa dan cacing yang menginfeksi tubuh inang. Arthropoda yang dapat berperan sebagai ektoprasit adalah kelas Insecta dan Arachnida. Kelas Insecta terdiri dari empat ordo, yaitu Phthiraptera kutu, Siphonoptera pinjal, Hemiptera kutu busuk, Diptera nyamuk dan lalat, dan kelas Arachnida itu sendiri terdiri dari ordo Acariformes tungau dan Parasitiformes caplak Hadi dan Soviana 2000. Menurut Klos dan Lang 1976 ektoparasit pada primata terdiri dari pinjal, nyamuk, tungau, kutu dan lalat. Sarcoptes scabies pernah ditemukan menginfeksi orangutan dengan gejala klinis, terdapat kerontokan, kulit berkerak, inflamasi, pruritus, emasiasi dan kematian.

2.3.1 Bebagai Jenis Lalat

2.3.1.2 Lalat Rumah Musca domestica

Lalat rumah, Musca domestica, termasuk ke dalam famili Muscidae dan ordo Diptera subordo Cyclorappha. Musca domestica merupakan lalat rumah yang penyebarannya di seluruh dunia dan merupakan serangga yang keberadaannya sangat dekat dengan manusia maupun hewan. Ciri morfologi dari lalat rumah adalah memiliki ukuran tubuh 5,8-6,5 mm untuk jantan dan 6,5-7,5 mm untuk betina, berwarna kelabu, toraks mempunyai empat garis hitam logitudinal di dorsal, mulutnya tumpul dengan bagian ujung labela melebar dan memiliki struktur seperti spons yang berfungsi untuk menyerap makanan. Antenanya pendek dengan arista yang berambut plumose baik pada ventral maupun dorsal, sayapnya jernih dengan vena sayap M1+2 sangat khas yang membentuk lengkungan sudut yang tajam dan sel R5 agak tertutup di distal Hadi dan Soviana 2000. Abdomen pada betina memiliki pola yang khas, yaitu motif abu-abu dan hitam yang bergatian di bagian dorsal midline dan kekuningan pada bagian pinggirannya Moon 2002. Pola makan dari Musca adalah dengan menghisap makanan. Lalat rumah memiliki kebiasaan makan dan tempat perindukannya pada daerah yang kotor maka Musca berperan dalam penyebaran berbagai macam penyakit secara mekanis. Lalat rumah dapat ditemukan dalam jumlah besar di daerah peternakan, perunggasan, industri hewan yang sederhana secara tidak langsung dapat memberikan dampak bagi kesehatan hewan dan manusia Moon 2002. Lalat ini merupakan vektor demam tifoid, disentri, patek, antraks dan beberapa bentuk konjungtivitis Borror et al. 1996.

2.3.1.3 Lalat Kandang Stomoxys calcitrans

Lalat kandang, Stomoxys calcitrans, termasuk ke dalam famili Muscidae, ordo Diptera subordo Cyclorappha. Lalat ini mempunyai kemiripan dengan lalat rumah, tetapi mempunyai mulut untuk menghisap dan minum darah, memiliki nama lain grayish flies Cheng 1986. Lalat kandang memiliki ciri morfologi sebagai berikut, yaitu memiliki empat garis hitam longitudinal pada thoraks dan bercak-bercak hitam pada abdomen. Probosisnya panjang dan mencuat ke depan kepala dan palpus maksilanya pendek, untuk menusuk dan menghisap darah. Arista berambut hanya pada sisi dorsalnya, sayapnya jernih dengan vena sayap M1+2 melengkung halus dan sel R5 terbuka di distal Hadi dan Soviana 2000. Lalat kandang merupakan vektor dari Trypanosoma evansi dan cacing lambung pada kuda, Habronema majus Levine 1978. Menurut Cheng 1986, gigitan dari Stomoxys dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan kehilangan darah yang signifikan serta menyebabkan kehilangan berat badan. Lalat ini dapat berperan sebagai agen miasis pada kulit dan intestinal.

2.3.1.4 Lalat Tabanus Tabanus sp

Lalat kuda, Tabanus sp, termasuk ke dalam famili Tabanidae, ordo Diptera subordo Brachycera. Lalat kuda merupakan ektoparasit pada sapi di Amerika. Ciri morfologi dari lalat kuda adalah memiliki ukuran tubuh yang besar di banding dengan lalat lainnya, menurut Hadi dan Soviana 2000 lalat kuda memiliki ukuran tubuh 6-25 mm, bentuk tubuh yang besar dan kokoh, kepalanya berbentuk setengah lingkaran, serta memiliki mata yang dominan. Lalat jantan dan betina dapat dibedakan dari matanya. Lalat jantan mempunyai mata yang holoptik artinya mata kiri dan kanan saling berimpitan, sedangkan yang betina dikoptik artinya mata kiri dan kanan terpisah oleh suatu celah. Antenanya pendek terdiri atas tiga ruas, dengan berbagai modifikasi pada ruas terakhirnya. Bagian mulut terdiri atas probosis yang pendek dengan maksila yang bekerja seperti pisau untuk merobek, serta labrum dan hipofarings sebagai penusuk dan penghisap. Lalat kuda mengalami metamorfosis sempurna, stadium larvanya berlangsung selama enam minggu sampai satu tahun tergantung jenis dan kondisi cuaca, stadium pupa berlangsung selama 1-3 minggu Hadi dan Soviana 2000. Lalat kuda termasuk ke dalam lalat penghisap darah dan hanya betina saja yang menghisap darah, lalat jantan hanya menghisap cairan yang ada pada tanaman. Lalat ini dapat menghisap darah sekitar 100-200 ml per harinya Cheng 1986. Tabanus dapat menjadi vektor nematoda Elaeophora schneideri di Amerika Serikat bagian barat, antraks, anaplasmosis, penyakit sura oleh Tripanosoma evansi, Tripanosoma theileri dan Tripanosoma equinum Levine 1978. Menurut Cheng 1986 lalat ini dapat menularkan tularemia oleh Francisella tularensis.

2.3.1.5 Lalat Hijau Chrysomya megacephala

Lalat hijau, Chrysomya megacephala, termasuk ke dalam famili Calliphoridae, ordo Diptera subordo Cyclorrapha. Ciri morfologi dari lalat hijau adalah ukuran tubuh yang kurang lebih 1,5 kali dari lalat rumah, umunya berwarna hijau metalik dengan banyak bulu-bulu pendek yang menutupi tubuh yang diselingi bulu kasar. Struktur mulutnya termasuk tipe mulut penjilat seperti lalat rumah. Lalat ini mengalami metamorfosis sempurna. Lalat ini dapat menyebabkan miasis fakultatif karena dalam perkembangan pra dewasanya lalat ini tidak membutuhkan jaringan hewan yang masih hidup. Lalat ini dapat menimbulkan masalah dalam kesehatan masyarakat seperti halnya lalat rumah Hadi dan Soviana 2000. Menurut Borror et al. 1996 kebanyakan lalat hijau adalah pemakan zat organik membusuk dan berkembangbiak pada bangkai, bersifat kosmopolit, lalat ini meletakan telurnya pada bangkai kemudian larva ini memakan jaringan yang telah membusuk. Lalat ini dapat menjadi agen miasis di permukaan kulit, selain itu lalat ini juga dapat menyebabkan disentri apabila populasi lalat ini sangat banyak. Lalat ini merupakan forensic entomology yang digunakan untuk identifikasi atau estimasi kematian dari mayat pada medicocriminal investigation Chen et al. 2004.

2.3.1.6 Lalat Buah Drosophila melanogaster

Lalat buah, Drosophila melanogaster, termasuk ke dalam famili Drosophilidae subfamili Drosophilinae dan ordo Diptera. Lalat ini biasa disebut dengan vinegar flies, morfologi dari Drosophila melanogaster, yaitu memiliki ukuran tubuh yang kecil sekitar 1-6 mm dan memiliki mata yang merah. Lalat dewasanya dapat di temukan pada buah yang sudah matang, tempat larva yang mengalami pembusukan, fungi dan getah tumbuhan. Larva dari lalat ini berbentuk seperti belatung dengan posterior spirakel berbentuk seperti batang atau tangkai. Lalat ini selalu berada di sekitar rumah dan buah- buahan yang telah matang Hall dan Gerhardt 2002. Drosophila melanogaster merupakan lalat yang biasa digunakan sebagai hewan laboratorium sebagai penelitian genetik. Beberapa spesies dari Drosophila berpotensi sebagai transmiter dari agen patogen apabila Drosophila berkembangbiak pada feses hewan Hall dan Gerhardt 2002. 2.3.2 Berbagai Jenis Nyamuk 2.3.2.1 Aedes Aedes , termasuk ke dalam famili Culicidae subfamili Culicinae, ordo Diptera subordo Nematocera. Terdapat 125 spesies Aedes di dunia dan dua spesies nyamuk yang terkenal dari genus ini, yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Nyamuk ini berwarna belang hitam dan putih dan tersebar di daerah tropis. Aedes dapat dibedakan dari jenis nyamuk lainnya, yaitu dengan melihat ujung abdomen yang meruncing dan mempunyai sersi yang menonjol. Bagian lateral dadanya terdapat rambut post-spiracular dan tidak mempunyai rambut spiracular. Corak putih pada toraks bagian dorsal atau punggung Aedes aegypti berbentuk seperti siku yang berhadapan lyre-shape dan pada Aedes albopictus berbentuk lurus di tengah-tengah punggung median stripe Hadi 2006. Nyamuk Aedes aegypti berkembangbiak dalam tempat penampungan air seperti bak mandi, tempayan, drum, vas bunga dan barang bekas lain yang dapat menampung air hujan di daerah urban dan suburban. Aedes albopictus juga demikian tetapi biasanya lebih banyak terdapat di bagian luar rumah. Nyamuk ini mengalami metamorfosis sempurna, yaitu telur-larva-pupa-dewasa. Larva nyamuk ini memiliki siphon yang bulat dan pendek, hal ini untuk dapat dibedakan dengan jenis nyamuk lainnya Hadi 2006. Nyamuk jantan tidak menghisap darah hanya menghisap cairan tumbuhan dan nyamuk betina menggit dan menghisap darah manusia. Aktivitas dari nyamuk ini adalah pagi, siang dan sore hari. Jarak terbang nyamuk ini sangat pendek, yaitu sekitar 50-100 meter kecuali jika nyamuk ini terbawa oleh angin. Apabila sudah menghisap darah, nyamuk ini akan istirahat di tempat-tempat yang gelap dan sejuk, sampai penerapan darah untuk perkembangan telur selesai. Nyamuk ini merupakan vektor dari penyakit yellow fever dan demam berdarah Sigit dan Hadi 2006.

2.3.2.2 Culex

Culex merupakan salah satu spesies dari famili Culicidae subfamili Culicinae dan ordo Diptera subordo Nematocera. Di dunia terdapat 82 spesies nyamuk ini. Morfologi dari nyamuk ini adalah betinanya memiliki maksilari palpi yang lebih pendek daripada separuh panjang probosisnya, warna tubuhnya lebih kekuningan, terdapat sisik pada sekitar sayapnya. Culex dewasa memiliki ukuran tubuh 4-10 mm. Larva memiliki siphon yang panjang dan langsing serta memiliki lebih dari satu hair tuft, berkembang pada genangan air di sekitar pemukiman. Culex mengalami metamorfosis sempurna, yaitu telur-larva-pupa-dewasa. Nyamuk dewasa jantan biasanya berumur sampai 6-7 hari dan nyamuk betinanya dapat bertahan sampai dua minggu di alam Hadi dan Soviana 2000. Menurut Sigit dan Hadi 2006 nyamuk ini memiliki aktivitas menggigit pada malam hari dan puncaknya pada pukul 22.00 sampai 02.00. C. quinquefasciatus merupakan nyamuk rumah atau nyamuk tong hujan, jenis ini merupakan satu kelompok yang terdiri dari subjenis yang mempunyai perbedaan kebutuhan ekologik dan karakteristik. Anggota kelompok ini terdapat di seluruh dunia dan bersifat kosmopolit serta tinggal dekat pemukiman Levine 1978. Nyamuk ini memiliki probosis yang gelap unbanded dan bersifat antrhophilic dan mengganggu manusia Baisas 1974. C. fuscocephalus berukuran kecil, biasa dikenal dengan nyamuk hitam, berkembangbiak di genangan air yang bersih, selokan dan sawah, kebanyakan bersifat zoophilic Baisas 1974. Culex merupakan satu nyamuk yang menjadi masalah yang serius bagi kesehatan, yaitu gigitannya yang dapat mengganggu dan merupakan vektor dari penyakit filariasis dan encephalitis Patterson et al. 1975.

2.3.2.3 Anopheles

Anopheles merupakan famili dari Culicidae subfamili Anophelinae dan ordo Diptera subordo Nematocera, yang anggotanya terdiri atas 41 genus dengan 3500 spesies. Tetapi tidak seluruhnya menjadi vektor malaria Anonimus 2004. Morfologi dari Anopheles dewasa, yaitu memiliki palpus maksila yang sama panjang dengan probosis, tetapi pada yang jantan ujung palpinya membesar. Skutelumnya membulat, tidak mempunyai lobus. Kaki-kakinya panjang dan langsing, serta abdomennya tidak bersisik. Hanya betina yang menghisap darah. Larvanya tidak mempunyai siphon, pada bagian kiri dan kanan segmen abdomen dan kadang pada thoraks terdapat palmate hair dan pada bagian dorsalnya terdapat keping tergal Hadi dan Soviana 2000. Menurut Borror et al. 1996 Anopheles merupakan nyamuk yang dapat terbang jauh, sekitar satu mil dari tempat mereka muncul. Seekor nyamuk Anopheles pada posisi istirahat mempunyai tubuh dan probosis dalam satu garis lurus dan pada satu sudut dimana serangga sedang beristirahat. Menurut Sumantri dan Iskandar 2005 Anopheles berhabitat di tempat yang paling banyak dikunjungi nyamuk malaria untuk berkembangbiak adalah tempat dengan air jernih yang tidak mengalir. Nyamuk betina umumnya bersifat zoophilic dan juga bersifat eksofilik, aktif menggigit mulai senja hingga menjelang tengah malam.

2.3.2.4 Mansonia

Mansonia merupakan famili dari Culicidae subfamili Culicinae dan ordo Diptera subordo Nematocera dan penyebarannya luas. Nyamuk ini merupakan vektor penyakit kaki gajah di beberapa wilayah Indonesia Hadi 2006. Nyamuk yang betina memiliki ukuran yang sedang dengan pola warna burik kecoklatan, probosis yang burik sampai pucat di sepertiga dan seperempat basal dan warna dominan hitam pada daerah apikalnya, skutum dengan sisik sempit yang keemasan tapi dengan garis di bagian tengahnya, terdapat pola stripe lateral yang luas bidang ke arah belakang, sayap yang pola burik dengan warna hitam dan pucat pada sisik di semua vena sayap Russell 1996.

2.3.2.5 Culicoides

Agas penggigit, Culicoides, merupakan famili dari Ceratopogonidae dan ordo Diptera subordo Nematocera. Agas penggigit memiliki ukuran yang kecil dan gigitannya membuat rasa tidak nyaman pada manusia atau pada hewan yang digigitnya Mullen 2002, Culicoides tersebar di daerah tropik dan daerah subtropik, bisa dikatakan serangga yang kosmopolit, kecuali Pentagonia dan Selandia Baru. Famili ini beranggotakan sekitar 78 genus dengan lebih dari 3900 spesies dan terdapat empat genus yang menyerang manusia serta hewan berdarah panas lainnya. Keempat genus tersebut di antaranya adalah Culicoides , Forcifomya, Austroconops dan Leptoconops Hadi dan Soviana 2000. Mullen 2002 menyatakan penyebaran dari Ceratopogonidae di seluruh dunia terdapat 78 genus dan lebih dari 4000 spesies. Di antara keempat genus tersebut yang paling mendapat perhatian utama dari para ahli adalah Culicoides. Di Indonesia tercatat sebanyak 100 spesies Culicoides tersebar di 19 daerah propinsi di Indonesia Hadi dan Soviana 2000. Culicoides dewasa mempunyai ukuran tubuh yang sangat kecil, panjang tubuhnya sekitar 1-2,5 mm, bagian mulutnya beradaptasi untuk mengigit dan menusuk jaringan sehingga berkembang menjadi spesies penghisap darah. Probosis betina relatif pendek. Culicoides memiliki pola khusus pada vena sayap yang dapat dibedakan dengan serangga yang lainnya. Terdapat area gelap dan area terang pada vena sayapnya, karena pada area gelap tidak ada pigmentasi tapi pola hitam ini terdapat di permukaan sayap Mullen 2002. Culicoides betina menggigit dan menyerang manusia dan mamalia lainnya pada waktu senja dan malam hari sedangkan jantan hanya menghisap cairan dari tumbuhan. Pada siang hari agas berkerumun di dekat kolam dan rawa-rawa, serta tanah yang lembab tempat berkembangbiak yang disukainya Hadi dan Soviana 2000. Peranan Culicoides di dalam dunia kesehatan adalah sebagai penghisap darah yang sangat mengganggu dan juga sebagai vektor penular berbagai macam penyakit terutama pada hewan, seperti leucocytozoonosis pada unggas, blue tongue pada domba, filariasis dan masonellosis pada manusia, onchocercosis pada kuda dan sapi dan encephalitis pada manusia dan kuda Hadi dan Soviana 2000.

2.3.2.6 Chironomus

Chironomus merupakan famili dari Chironomidae dan ordo Diptera subordo Nematocera biasanya diketahui sebagai serangga yang tidak menggigit, merupakan famili dari Nematocera yang tersebar luas secara global dan terdapat 5000 spesies dan 700 spesies diantaranya berada di Amerika bagian Utara Wikipedia 2008c. Nama lain dari Chironomus adalah blood worm karena bentuk larva Chironomus seperti cacing berwarna merah. Morfologi dari Chironomus dewasa memiliki ukuran tubuh 1-10 mm, dengan kaki yang ramping, terdapat sisik scales pada vena sayap dan pada jantan terdapat antena plumosa. Chironomus seringkali keliru dengan nyamuk, karena probosis yang tidak terlalu panjang dan tidak dapat digunakan untuk menghisap darah. Chironomus dewasa, mempunyai waktu hidup yang singkat, hidup hanya beberapa hari sampai beberapa minggu Hall dan Gerhardt 2002. Menurut Borror et al. 1996 penampilannya seperti nyamuk, kecil, lembut tetapi mereka tidak mempunyai sisik-sisik pada sayap-sayap dan tidak mempunyai satu probosis yang panjang karena mereka tidak menggigit. Tungkai-tungkai depan mereka biasanya terpanjang dan metanotumnya mempunyai satu jendolan atau lekuk, jantan biasanya mempunyai sungut plumosa. Ektoparasit ini beraktifitas pada sore hari dan terdapat dalam kelompok besar yang kemudian akan mengeluarkan dengungan yang dapat didengar dari jarak jauh. Chironomus merupakan agas pengganggu yang dapat menyerang manusia dengan cara menggit selain itu juga larva Chironomus sangat menguntungkan karena merupakan sumber pakan untuk satwa yang berada di air Anonim 2003.

2.3.2.7 Armigeres

Armigeres merupakan dari Culicidae subfamili Culicinae dan ordo Diptera subordo Nematocera, terdapat 58 spesies dengan dua subgenus, yaitu Armigeres 40 spesies dan Leicesteria 18 spesies. Nyamuk ini memiliki ukuran tubuh lebih besar dibandingkan dengan nyamuk lainnya. Yang khas dari nyamuk ini berwarna hitam, bagian perutnya terdapat bercak- bercak putih, mempunyai proosis yang panjang dan melengkung ke bawah. Gigitannya sangat menyakitkan, bisa menggigit tubuh yang tertutup oleh baju. Menjelang magrib nyamuk ini aktif sekali dan masuk rumah Hadi 2006 Habitat pradewasa Armigeres adalah bambu, kayu yang sudah lapuk, dedaunan, batok kelapa. Nyamuk ini bersifat zoophilic, aktif setiap hari dan dapat dijumpai di daerah hutan atau daerah yang rindang Harbach 2008.

2.3.2.8 Tripteroides

Tripteroides merupakan dari famili Culicidae subfamili Culicinae dan ordo Diptera subordo Nematocera. Nyamuk ini memiliki tiga lobus pada bagian tepi skutelum posteriornya, rambut-rambut terbagi dalam tiga kelompok, tidak ada sisik rambut pada bagian spiracle, pada bagian calypter atas terdapat jumbai. Stojanovich dan Scott 1965. Menurut Baisas 1974 nyamuk ini memiliki kepala yang lebar, scales bagian posteriornya gelap, palpus yang pendek, gelap, scutal integument yang pucat kekuningan, kaki berwarna gelap tetapi bagian femora pucat dan bersifat zoophilic. Habitat pradewasa nyamuk ini adalah pada lubang-lubang di kayu, bambu, batok kelapa, daun yang jatuh dan lembab serta rumah siput yang berair. Tripteroides dapat di jumpai di daerah pemukiman dan area hutan, nyamuk ini mempunyai aktivitas setiap waktu Anonimus 2008a. 2.3.3 Berbagai Jenis Kutu 2.3.3.1 Pediculus humanus humanus, Pediculus humanus capitis Kutu badan atau kutu orang, Pediculus humanus humanus, termasuk ke dalam famili Pediculidae dan ordo Pthiraptera subordo Anoplura. Kutu kepala, Pediculus humanus capitis , termasuk dalam famili Pediculidae dan ordo Pthiraptera subordo Anoplura. Morfologi dari kutu ini adalah berukuran sekitar 1-2 mm, bentuk kepala yang ovoid sedikit meruncing, abdomennya terdiri dari sembilan ruas, daerah kepalanya memliki sepasang mata sederhana di sebelah lateral, sepasang antena yang pendek dan probosis yang dapat memanjang. Tiap ruas toraks mempunyai sepasang kaki kuat, terdiri dari lima ruas dan mempunyai satu kuku untuk berpegangan erat pada rambut atau bulu. Ruas abdomen terakhir pada yang betina mempunyai lubang kelamin di tengah dan dua tonjolan genital di bagian lateralnya Hadi dan Soviana 2000. Kutu tidak hanya menghisap darah tapi juga berperan sebagai vektor dari Borrelia recurrentis demam kambuhan, Rickettsia prowazekii tifus endemik dan Rochalimaea quintana demam parit. Kutu ini dapat ditemukan pada semua umur, dari orang tua sampai anak-anak yang tidak memperdulikan kebersihan Levine 1978.

2.3.3.2 Pthirus pubis

Kutu kelamin, Pthirus pubis, termasuk ke dalam famili Pthiridae dan ordo Pthiraptera subordo Anoplura. Nama lain dari kutu ini adalah kutu kelamin atau kutu kepiting. Kutu ini memiliki ukuran yang kecil sekitar 0,8-1,2 mm, bentuknya seperti kura-kura, kepalanya agak segi empat, abdomennya pendek dengan batas ruas tidak jelas serta mempunyai kuku yang besar dan kokoh Hadi dan Soviana 2000. Weems 2007 menyatakan Pthirus pubis memiliki kaki depan yang lembut, panjang dan cakar yang ramping. Kaki belakang sangat kuat, pendek dan kokoh, mempunyai bentuk tibia seperti ibu jari. Abdomen pendek dan luas, tubuhnya bersegmen padat, yaitu 1-5 segmen. Stigmanya terdiri dari 3-5 buah yang terlihat nyata di lateral procesus Weems 2007. Kutu ini menghisap darah dan menginfeksi rambut di daerah pubis serta daerah perineal. Pthirus pubis bisa pindah sampai ke bagian ketiak, janggut dan kumis. Kutu ini biasanya tinggal di manusia dewasa dan tak ditemukan pada anak-anak di masa pubertas. Infestasi kutu ini terjadi karena kontak saat koitus Levine 1978.

2.3.2 Tungau, Sarcoptes scabiei

Sarcoptes scabiei termasuk ke dalam famili Sarcoptidae dan ordo Acariformes subordo Astigmata. Tungau ini berukuran kecil, bulat berukuran 330-600 mikron panjang dan lebarnya 250-400 mikron untuk betina, sedangkan jantan berukuran lebih kecil, yaitu 200-240 mikron untuk panjang dan lebarnya 150-200 mikron, memiliki kaki yang pendek, pasangan kaki yang ketiga dan yang keempat tidak melebihi batas tubuh. Beberapa pasang kaki dilengkapi dengan alat peghisap. Pada bidang dorsal terdapat lipatan-lipatan halus dan cekungan-cekungan memanjang secara transversal Hadi dan Soviana 2000. Tungau ini dapat menyebabkan kudis pada manusia dan hewan. Menurut Arlian et al. 1995 efek infestasi dari tungau pada anjing adalah setelah delapan minggu terserang, gejala yang ditimbulkan adalah alopecia, hyperkeratosis, dermatitis dan kehilangan berat badan. 3 BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan tempat penelitian

Waktu penelitian dimulai pada bulan Juli 2007 hingga Januari 2008. Penelitian dilakukan di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga PPSC, Kebun Binatang Bandung, Taman Margasatwa Ragunan, Taman Safari Indonesia dan Laboratorium Entomologi Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB. Pengambilan spesimen dilakukan di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga PPSC, Kebun Binatang Bandung KBB, Taman Marga Satwa Ragunan TMR, dan Taman Safari Indonesia TSI dan proses identifikasi dilakukan di Laboratorium Entomologi Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB.

3.2 Hewan yang diteliti

Hewan yang diteliti adalah Orangutan Kalimantan Pongo pygmaeus pygmaeus dan Orangutan Sumatra Pongo abelii yang jumlahnya masing-masing dua ekor di PPSC, dua ekor di KBB, dua ekor TSI dan dua ekor di TMR.

3.3 Metodologi

3.3.1 Pengamatan kondisi umum pada habitat ex-situ

Pengamatan kondisi umum pada habitat ex-situ dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan animal keeper di setiap habitat ex-situ .

3.3.2 Koleksi spesimen ektoparasit

Penelitian ini dilakukan dengan mengoleksi spesimen ektoparasit yang diperoleh. Dalam pengoleksian spesimen digunakan beberapa alat, yaitu :

3.3.2.1 Sweep net tangguk serangga

Sweep net atau tangguk serangga sangat berguna untuk menangkap serangga yang kecil dan lembut. Alat ini juga digunakan untuk menangkap serangga yang hidup di air seperti larva nyamuk. Sweep net terdiri dari dua bagian, yaitu bagian jaring untuk menangkap serangga yang terbuat dari kelambu atau kasa plastik dan bagian tongkat pemegang yang terbuat dari kayu atau aluminium yang kuat dan mempunyai panjang sekitar 30 cm sampai dengan 90 cm. Penggunaan sweep net itu tendiri dari dua cara yaitu, mengayunkan tangguk ke arah serangga yang di cari dan mengayunkan atau menyapukan tangguk ke depan dan belakang Hadi dan Soviana 2000.

3.3.2.2 Perangkap cahaya light trap

Light trap biasa digunakan pada serangga yang nocturnal atau aktif di malam hari, seperti agas dan nyamuk. Alat ini juga selain berguna untuk mengamati vektor dapat berguna pula sebagai telaah serangga terbang dan penyebarannya secara eksperimen Hadi dan Soviana 2000. Light trap yang digunakan dalam penelitian adalah bentuk new jersey light trap . Perangkap ini dilengkapi dengan kipas penyedot ke arah bawah sehingga apabila serangga mendekat pada sumber cahaya yang terdapat pada light trap maka akan tersedot dan tertahan pada alat penampung yang ada di bawahnya. Alat ini dipasang dengan cara di gantungkan pada ketinggian kira-kira 1,5 meter dari permukaan tanah di sekitar kandang orangutan, pemasangan dimulai dari pukul 18.00 sampai dengan pukul 06.00.

3.3.2.2 Cara manual dengan anastesi

Anastesi dilakukan pada orangutan agar koleksi ektoparasit dapat dengan mudah dilaksanakan. Anastesi orangutan dilakukan dengan metode tulup, yaitu metode pembiusan yang digunakan untuk menganastesi satwa liar dengan menggunakan spoit yang dimodifikasi dan menggunakan tongkat tulup. Setelah itu dilakukan pencarian ektoprasit pada beberapa regio, yaitu kepala, badan, tangan dan kaki. Waktu pencarian dibagi menjadi sepuluh menit per regio. Dalam metode ini orangutan yang dapat mengeluarkan sifat liarnya pada keadaan terancam dan takut dapat diatasi. Gambar 3 Anastesi orangutan dengan metode Tulup

3.4 Pengolahan sampel spesimen

Sampel spesimen diolah dengan cara pinning dan menggunakan alkohol 70. Pembuatan spesimen dengan metode pinning atau penusukan spesimen dengan jarum, dilakukan untuk spesimen lalat, nyamuk, dan serangga lainnya yang didapat dari sweep net dan light trap. Serangga yang diperoleh dari light trap dimasukkan pada alat pendingin yang berfungsi untuk mematikan serangga yang diperoleh, kemudian serangga-serangga itu dipinning. Serangga yang di peroleh dari sweep net dimatikan dengan cara memasukkannya ke dalam killing jar, setelah serangga teranastesi kemudian serangga tersebut dipinning. Killing jar merupakan tabung pembunuh serangga yang terdiri dari gips, serbuk gergaji, cyanida dan botol selai bekas. Penusukkan jarum digunakan pada serangga yang berukuran besar seperti lalat, sedangkan pada serangga yang memiliki tubuh kecil seperti nyamuk dengan menggunakan kertas karton yang dipotong berbentuk segitiga kecil. Kemudian bagian abdomen nyamuk ditempelkan pada ujung kertas karton tersebut dengan menggunakan kutek sebagai perekat bagian tubuh nyamuk dengan kertas karton. Setelah semua spesimen selesai dipinning, spesimen dimasukkan ke dalam kotak yang berisi gabus yang sudah terdapat kamper. Kotak yang digunakan harus mempunyai penutup yang rapat, agar terjaga dari gangguan semut yang dapat merusak sampel. Kemudian kotak yang terdapat serangga yang telah dipinning dikeringkan di bawah lampu atau sinar matahari. Pengawetan spesimen dengan menggunakan alkohol 70, digunakan untuk pengawetan serangga yang kecil ukuran tubuhnya dan tidak dapat dipinning, seperti kutu, caplak, pinjal, Culicoides dan Drosophila. Spesimen tersebut dimsukkan ke dalam botol plastik bertutup yang telah diberi alkohol 70, kemudian botol diberi label serta diberi keterangan yang jelas dan detail dengan menggunakan pensil HB.

3.5 Identifikasi spesimen