quintana demam parit. Kutu ini dapat ditemukan pada semua umur, dari orang tua
sampai anak-anak yang tidak memperdulikan kebersihan Levine 1978.
2.3.3.2 Pthirus pubis
Kutu kelamin, Pthirus pubis, termasuk ke dalam famili Pthiridae dan ordo Pthiraptera subordo Anoplura. Nama lain dari kutu ini adalah kutu kelamin atau kutu kepiting.
Kutu ini memiliki ukuran yang kecil sekitar 0,8-1,2 mm, bentuknya seperti kura-kura, kepalanya agak segi empat, abdomennya pendek dengan batas ruas tidak jelas serta
mempunyai kuku yang besar dan kokoh Hadi dan Soviana 2000. Weems 2007 menyatakan Pthirus pubis memiliki kaki depan yang lembut, panjang dan cakar yang
ramping. Kaki belakang sangat kuat, pendek dan kokoh, mempunyai bentuk tibia seperti ibu jari. Abdomen pendek dan luas, tubuhnya bersegmen padat, yaitu 1-5 segmen.
Stigmanya terdiri dari 3-5 buah yang terlihat nyata di lateral procesus Weems 2007. Kutu ini menghisap darah dan menginfeksi rambut di daerah pubis serta daerah
perineal. Pthirus pubis bisa pindah sampai ke bagian ketiak, janggut dan kumis. Kutu ini biasanya tinggal di manusia dewasa dan tak ditemukan pada anak-anak di masa pubertas.
Infestasi kutu ini terjadi karena kontak saat koitus Levine 1978.
2.3.2 Tungau, Sarcoptes scabiei
Sarcoptes scabiei termasuk ke dalam famili Sarcoptidae dan ordo Acariformes
subordo Astigmata. Tungau ini berukuran kecil, bulat berukuran 330-600 mikron panjang dan lebarnya 250-400 mikron untuk betina, sedangkan jantan berukuran lebih
kecil, yaitu 200-240 mikron untuk panjang dan lebarnya 150-200 mikron, memiliki kaki yang pendek, pasangan kaki yang ketiga dan yang keempat tidak melebihi batas tubuh.
Beberapa pasang kaki dilengkapi dengan alat peghisap. Pada bidang dorsal terdapat lipatan-lipatan halus dan cekungan-cekungan memanjang secara transversal Hadi dan
Soviana 2000. Tungau ini dapat menyebabkan kudis pada manusia dan hewan. Menurut Arlian et
al. 1995 efek infestasi dari tungau pada anjing adalah setelah delapan minggu terserang,
gejala yang ditimbulkan adalah alopecia, hyperkeratosis, dermatitis dan kehilangan berat badan.
3 BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan tempat penelitian
Waktu penelitian dimulai pada bulan Juli 2007 hingga Januari 2008. Penelitian dilakukan di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga PPSC, Kebun Binatang Bandung,
Taman Margasatwa Ragunan, Taman Safari Indonesia dan Laboratorium Entomologi Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB.
Pengambilan spesimen dilakukan di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga PPSC, Kebun Binatang Bandung KBB, Taman Marga Satwa Ragunan TMR, dan Taman
Safari Indonesia TSI dan proses identifikasi dilakukan di Laboratorium Entomologi Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB.
3.2 Hewan yang diteliti
Hewan yang diteliti adalah Orangutan Kalimantan Pongo pygmaeus pygmaeus dan Orangutan Sumatra Pongo abelii yang jumlahnya masing-masing dua ekor di PPSC,
dua ekor di KBB, dua ekor TSI dan dua ekor di TMR.
3.3 Metodologi
3.3.1 Pengamatan kondisi umum pada habitat ex-situ
Pengamatan kondisi umum pada habitat ex-situ dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan animal keeper di setiap habitat
ex-situ .
3.3.2 Koleksi spesimen ektoparasit
Penelitian ini dilakukan dengan mengoleksi spesimen ektoparasit yang diperoleh. Dalam pengoleksian spesimen digunakan beberapa alat, yaitu :
3.3.2.1 Sweep net tangguk serangga
Sweep net atau tangguk serangga sangat berguna untuk menangkap serangga yang
kecil dan lembut. Alat ini juga digunakan untuk menangkap serangga yang hidup di air seperti larva nyamuk. Sweep net terdiri dari dua bagian, yaitu bagian jaring untuk