43
3.2 Perkembangan Pelabuhan dan Pelayaran di Asahan
Jatuhnya Asahan ke tangan Belanda, maka secara otomatis kedaulatan Kesultanan Asahan berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Segala urusan
yang berhubungan dengan politik, ekonomi, perdagangan dan urusan-urusan yang lainnya dikendalikan oleh Pemerintah Hindia Belanda, sedangkan sultan hanya dapat
mengurusi masalah adat saja. Secara otomatis pengelolaan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan dipegang oleh Pemerintah Hindia Belanda yang sebelumnya dikepalai oleh
Syahbandar yang ditunjuk oleh sultan. Sejalan dengan semakin intensifnya liberalisasi perekonomian kolonial dan
semakin ramainya aktivitas pelayaran dan perdagangan di Hindia Belanda maka pembukaan pelabuhan umum untuk ekspor dan impor serta rute-rute pelayaran
menjadi suatu kebutuhan. Apalagi pihak swasta sudah mulai intensif melakukan ekspansi modal. Perkembangan pengangkutan berkesempatan membuka rute-rute
baru. Pada tahun 1872 Menteri Jajahan Fransen van de Putte mendesak pemerintah untuk mengucurkan dana sebesar f 24.632 untuk membuka layanan rute yang baru,
yakni rute NISM di Riau, Sumatera Timur. Tujuannya adalah untuk mendapatkan akses langsung, tidak lagi melalui Penang. Rute yang akan dibuka adalah Riau –
Bengkalis – Panai – Asahan – Batubara – Deli – Langkat – Tamiang.
49
Awalnya usulan Fransen van de Putte ditolak oleh Pemerintah Hindia Belanda karena alasan bahwa Pemerintah Hindia Belanda harus mematuhi Tractaat
49
J.N.F.M. a Campo, De Konninklijk Paketvaart Maatschappij: Stoomvaart en Staatsvorming in de Indonesische Archipel 1888-1914, Hilversum: Verloren, 1992, hlm. 153.
Universitas Sumatera Utara
44
Sumatrapada tahun 1871 dengan Inggris. Atas desakan yang terus dilakukan oleh Fransen dan adanya pemberontakan di Deli Batak Oorlog serta pertimbangan
ekonomis, maka Pemerintah Hindia Belanda menyetujui usulan Fransen.
50
Kebijakan ini menunjuk NISM sebagai perusahaan pelayaran utama pada tahun 1872 di Hindia Belanda dengan subsidi f 24.632 setiap tahunnya jika membuka
rute-rute yang telah ditentukan. Kesempatan membuka rute-rute ini bertepatan dengan pemberontakan di
Deli Perang Sunggal pada tahun 1872 sehingga pengiriman bala bantuan untuk meredam pemberontakan ini harus melalui Penang dan Singapura. Tentu saja ini
memakan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, Menteri Jajahan bersikeras untuk membuka rute Riau – Bengkalis – Panai – Asahan – Batubara – Deli – Langkat –
Tamiang. Menteri juga meyakinkan bahwa kondisi pelabuhan di Labuhan bilik, Asahan, Labuhan Deli, Batubara, dan Tamiang cukup baik sehingga memungkinkan
untuk dilakukannya bongkar muat barang.
51
50
Ibid., hlm. 160.
51
Koloniaal Verslag tahun 1872 hlm. 108.
Dengan kebijakan-kebijakan tersebut maka Pelabuhan Tanjung Balai Asahan dapat mengembangkan rute tidak hanya dengan
Penang, Malaka, dan Singapura saja tetapi berbagai daerah di Hindia Belanda. Selain itu, Pelabuhan Tanjung Balai dapat mengembangkan sarana dan prasarananya sebagai
alat penunjang aktivitas pelabuhan dan pelayaran.
Universitas Sumatera Utara
45
3.3 Sarana dan Prasarana Pelabuhan Tanjung Balai Asahan 3.3.1 Dermaga