120
biasanya lebih banyak dikelola perusahaan kereta api, karena harus dipandang sebagai organisme ekonomi yang hidup menurut tata urutan ekonomi.
117
Adanya pembangunan jalur rel kereta api di wilayah Asahan, telah mampu mengangkut semua hasil panen yang kemudian dibawa ke Pelabuhan Tanjung Balai
Asahan. Selanjutnya, pihak pelabuhan dapat bekerja sama secara vertikal dengan perusahaan kereta api dengan menyediakan gudang dan sarana rel hingga ke areal
pelabuhan. Secara hukum, perusahaan kereta api telah mendapat konsesi di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan untuk memudahkan pengangkutan hasil panen yang
kemudian diangkut oleh kapal untuk diekspor. Dari keterangan-keterangan di atas, dapat diketahui bahwa dengan adanya
pembangunan sarana transportasi, Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang sebelumnya banyak mengandalkan sarana sungai tidak mengalami kemunduran justru mengalami
kemajuan karena pembangunan sarana transportasi darat lebih memudahkan mengangkut hasil-hasil panen perkebunan-perkebunan yang berada di daerah
pedalaman.
118
Pemerintah dalam menjalankan tugasnya, selalu membuat kebijakan- kebijakan yang kemudian bertujuan untuk memperlancar segala urusan yang
menyangkut tentang pemerintahan. Termasuk pemerintah Kolonial Belanda yang
5.3 Peran Pemerintah
117
Ibid., hlm. 69-70.
118
Verslag van de kleine havens in de Nederlandsch-Indie over het jaar 1923, hlm. 11.
Universitas Sumatera Utara
121
selalu membuat keputusan-keputusan untuk memperlancar urusan di negeri jajahan. Aspek-aspek yang turut diperhatikan oleh pemerintah Kolonial Belanda adalah
aspek-aspek yang menyangkut mengenai perdagangan dan pelayaran. Aspek ini mengurusi masalah-masalah perekonomian termasuk masalah pelabuhan sebagai
sarana utama untuk memperlancar pelayaran. Pemerintah Kolonial Belanda membuat regulasi-regulasi atau peraturan-peraturan yang menyangkut kepelabuhan.
Pada tahun 1924, pemerintah kolonial membagi pelabuhan-pelabuhan kecil menjadi dua kategori, yaitu pelabuhan kecil yang dikelola sebagai perusahaan kleine
bedriftshaven dan pelabuhan kecil yang tidak dikelola sebagai perusahaan kleine niet bedriftshaven. Sebelum adanya pembagian kategori pelabuhan pada tahun 1924,
pelabuhan dibagi menjadi tiga yakni, pelabuhan besar grootere havens, pelabuhan menengah midden havens dan pelabuhan kecil kleinere havens. Pelabuhan besar
meliputi tujuh pelabuhan yakni Tanjung Priok, Surabaya, Semarang, Cilacap, Belawan, Emmahaven Padang, dan Makasar. Pelabuhan yang termasuk dalam
kategori menengah berjumlah 12 buah, yakni Pelabuhan Cirebon, Tegal, Pekalongan, Pasuruan, Probolinggo, Banyuwangi, Banjarmasin, Pontianak, Bengkulu, Palembang,
Amboina Ambon, dan Menado. Sedangkan yang termasuk pelabuhan kecil berjumlah 500 buah pelabuhan yang tersebar di seluruh wilayah Hindia Belanda.
119
119
Nederlandsch-Indische Havens, Deel I, Departement Der Burgerlijke Openbare Werken, Mededeelingen en Rapporten Batavia, 1920, hlm. 11-12. Lihat juga dalam Sutejo K. Widodo, Ikan
Layang Terbang Menjulang: Perkembangan Pelabuhan Pekalongan Menjadi Pelabuhan Perikanan 1900-1990, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro dan Toyota Foundation, 2005, hlm. 45.
Universitas Sumatera Utara
122
Setelah tahun 1924, sebagian besar pelabuhan yang sebelumnya sebagai pelabuhan menengah dimasukkan ke dalam kategori pelabuhan kecil. Adapun
pelabuhan kecil yang dikelola sebagai perusahaan mencakup Pelabuhan Cirebon, Tegal, Pekalongan, Banyueangi, Pasuruan, Panarukan, Probolinggo, Amboina,
Asahan, Banjarmasin, Bengkulu, Benoa, Menado, Palembang dan Sibolga. Sementara itu, yang termasuk dalam pelabuhan kecil yang tidak dikelola sebagai perusahaan
adalah pelabuhan-pelabuhan kecil selain yang tercakup dalam kleine bedriftshavenyang terdapat di Residensi Banten, Batavia, Preanger Regentschappen,
Madiun, Semarang, Rembang, Surabaya, Besuki, Madura, Pantai Barat Sumatera, Tapanuli, Bengkulu, Lampung, Palembang, Jambi, Aceh, Riau, Bangka, Kalimantan
Barat, Kalimantan Selatan dan Timur, Menado, Amboina, Timor, Bali dan Lombok, Asisten Residen Belitung, Pemerintahan Pantai Timur Sumatera, Pemerintahan
Celebes en Onderhorinheden.
120
120
op. cit., hlm. 9-20.
Berdasarkan keterangan di atas, peran pemerintah telah membantu eksistensi keberadaan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang mulanya dikategorikan sebagai
pelabuhan kecil yang dikelola bukan sebagai perusahaan pada tahun 1924 dikategorikan menjadi pelabuhan kecil yang dikelola sebagai perusahaan. Artinya
peran pemerintah sangat mendukung keberlangsungan aktivitas kepelabuhan di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan.
Universitas Sumatera Utara
123
Keberlangsungan kepelabuhan di Tanjung Balai juga didukung dengan kebijakan pemerintah Kolonial Belanda yang menetapkan Tanjung Balai sebagai
daerah yang dapat berdiri sendiri dengan menjadi gemeenteatau kotapraja pada tahun 1916.
121
Hal lain yang menyangkut keberlangsungan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan masih menyangkut peran pemerintah adalah penempatan struktural
pengelolaan pelabuhan yang ditempatkan ke dalam satuan kerja Departemen Pekerjaan Umum BOW. Sebelum ditempatkan pelabuhan di bawah naungan
Departemen Pekerjaan Umum, pelabuhan yang terdapat di Tanjung Balai di bawah naungan Departemen Der Marine. Hal ini dapat dibuktikan dengan pengiriman
Pembentukan Tanjung Balai sebagai kotapraja menguatkan kedudukan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan dapat tetap bertahan karena segala aktivitas di
Tanjung Balai semakin ramai dan segala kebutuhan operasional pemerintahan dewan kota dikirim melalui Pelabuhan Tanjung Balai Asahan.
Secara tidak langsung kebijakan pemerintah yang menetapkan Tanjung Balai sebagai daerah yang otonom dengan ditetapkannya sebagai gemeente membuat
aktivitas kepelabuhan di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan tetap berlangsung dan bertahan. Artinya keberadaan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang berada di
wilayah pemerintahan telah menjadi tempat penunjang bagi pemerintahan begitu juga sebaliknya pelabuhan juga membutuhkan pemerintahan dalam kegiatan
operasionalnya.
121
Proses pembentukan Tanjung Balai menjadi gemeente ditulis dalam Mohamad Arsjad, Thabal Mahkota Negeri Asahan, Tanjung Balai: Tanpa Penerbit, 1933 hlm. 33. Lihat juga Begroting
Gemeente Tandjoeng Balai jaar 1917, hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
124
kepala-kepala pelabuhan yang direkrut dengan keputusan dari Departemen Der Marine pada tahun 1863.
122
Mengingat latak Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang terletak di pertemuan antara dua sungai dan semua sungai yang terdapat di Sumatera Timur
terutama di bagian hilirnya proses endapan dan beting lumpur dengan cepat terjadi karena adanya penebangan hutan untuk lahan perkebunan dan erosi arus sungai dari
hulu ke hilir ini. Hal ini membuat pemerintah melalui Departemen Pekerjaan Umum selalu melakukan pengerukan lumpur secara teratur setiap tahunnya jika kegiatan
kepelabuhan mau tetap berlangsung. Pada tahun 1913, kebijakan pemerintah berubah dengan penempatan satuan
kerja pelabuhan di bawah naungan Departemen Pekerjaan Umum, tugas-tugas Departemen Pekerjaan Umum adalah menjaga, mengelola dan melindungi pelabuhan.
Pengelolaan yang dilakukan Departemen Pekerjaan Umum meliputi urusan-urusan yang menyangkut teknis pelabuhan, perusahaan dan pemeliharaan pelabuhan.
Urusan-urusan teknis pelabuhan adalah Departemen Pekerjaan Umum menyediakan kran derek untuk menarik kapal serta menyediakan kapal-kapal keruk untuk
mengeruk lumpur.
123
Adanya pengerukan secara rutin yang dilakukan setiap tahunnya merupakan bukti bahwa Pelabuhan Tanjung Balai Asahan merupakan pelabuhan yang penting
122
F.C. Backer Dirk, De Gouvernements Marine in Het Voormalige Nederlands-Indie in Haar Verschillende Tijdsperioden Geschetst 1861-1949, Deel I, Weesp: De Boer Maritiem, 1985, hlm.
95.
123
Karl J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria, terj. J. Rumbo, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1985, hlm. 34.
Universitas Sumatera Utara
125
keberadaannya karena terus dipertahankan. Peran pemerintah telah banyak membantu keberlangsungan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan, ini dibuktikan dengan
adanya kebijakan-kebijakan mulai dari kebijakan atau regulasi mengenai pengkategorian pelabuhan, penetapan Tanjung Balai sebagai gemeente serta
perawatan-perawatan teknis Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang menjadi bukti bahwa Pelabuhan Tanjung Balai Asahan masih diperhitungkan sebagai pelabuhan
yang menguntungkan bagi pemerintah Kolonial Belanda. Kebijakan pemerintah yang paling penting bagi Pelabuhan Tanjung Balai
Asahan adalah penetapan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sebagai pelabuhan binaan dari Pelabuhan Belawan. Hal ini dilakukan karena selama abad ke-19, Pemerintah
Kolonial Belanda telah dapat mengontrol hampir semua pelabuhan di Hindia Belanda, namun pada kenyataannya belum mampu mengelola pelabuhan-pelabuhan
secara modern. Selama itu pengelolaan pelabuhan hanya didasarkan atas kepentingan untuk melayani eksploitasi kolonial sehingga target perkembangan pelabuhan sebatas
asal dapat melakukan eksploitasi saja. Sudah barang tentu pengelolaan semacam ini menimbulkan keluhan-keluhan dari kapal-kapal dan para pedagang yang datang, dan
juga menjadi penghalang sturktural bagi setiap upaya untuk mengadakan pengembangan pelabuhan karena tidak adanya koordinasi antar kepentingan secara
simultan.
124
124
Nederlandsch-Indische Havens, Deel I, Departement Der Burgerlijke Openbare Werken, Mededeelingen en Rapporten Batavia, 1921, hlm. 137.
Universitas Sumatera Utara
126
Karena tidak dapat mengontrol hampir semua pelabuhan di Hindia Belanda, pemerintah akhirnya membuat kebijakan dengan pengkategorian-pengkategorian
setiap pelabuhan. Mulai dari pelabuhan besar, sedang, kecil kemudian membuat kebijakan baru dengan mengkategorikan dua pelabuhan yakni pelabuhan kecil yang
dikelola sebagai perusahaan kleine bedriftshaven dan yang tidak dikelola sebagai perusahaan kleine niet bedriftshaven.
Mengingat kenyataan bahwa jumlah kleine bedriftshavens yang memiliki masa depan cukup banyak dan tersebar di berbagai wilayah di Hindia Belanda di satu
pihak, dan terbatasnya ahli-ahli pelabuhan yang dimiliki oleh pemerintah Kolonial Belanda di lain pihak, maka dibentuk resort daerah pembinaan pelabuhan.
125
125
Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1924 No. 378.
Pembagian resort pembinaan, dibagi menjadi enam resort ini disesuaikan dengan jumlah pelabuhan besar yang ditunjuk menjadi pelabuhan induk yang bertugas
membina baik teknis maupun administrasi terhadap kleine bedriftshavens yang ada di sekitarnya. Adapun pembagian resort tersebut adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
127
Tabel 24 Pembagian Resort Pelabuhan
No Pelabuhan Induk
Pelabuhan Binaan 1
Pelabuhan Batavia a.
Palembang b.
Banjarmasin
2
Pelabuhan Surabaya a.
Banyuwangi b.
Benoa c.
Panarukan d.
Pasuruan e.
probolinggo
3 Pelabuhan Semarang
a. Cirebon
b. Pekalongan
c. Tegal
4 Pelabuhan Makasar
a. Amboina
b. Menado
5 Pelabuhan Belawan
a. Asahan
6 Pelabuhan Emmahaven
Padang a.
Bengkulu b.
Sibolga Sumber: Staatsblad van Nederlandsch-Indie, 1924 No. 378, dan lihat Verslag van de
Kleine Havens in Nederlandsch-Indie overhet jaar 1923, hlm. 2.
Universitas Sumatera Utara
128
Pembagian resort pelabuhan di atas, menunjukkan bahwa posisi Pelabuhan Tanjung Balai Asahan berada di bawah binaan Pelabuhan Belawan. Pelabuhan
Belawan sebagai pelabuhan induk berhak dan berkewajiban untuk mengontrol segala urusan kepelabuhan baik urusan teknis, administrasi, maupun perusahaan pelabuhan.
Begitu juga sebaliknya, Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sebagai pelabuhan binaan Pelabuhan Belawan harus dapat bekerjasama dengan baik yang bertujuan untuk
memudahkan pengawasan dan urusan-urusan lainnya. Kebijakan yang menjadikan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan menjadi
pelabuhan binaan dari Pelabuhan Belawan menjadikan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan dapat bertahan. Kebijakan ini dapat mendorong dan meningkatkan aktivitas-
aktivitas kepelabuhan di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Dijadikannya pelabuhan binaan, tentu saja menjadikan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan menjadi pelabuhan
terpenting dan salah satu pelabuhan terbesar di Sumatera Timur. Dengan demikian, alasan-alasan di atas merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi mengapa Pelabuhan Tanjung Balai Asahan dapat bertahan meskipun monopoli pelayaran dan pengangkutan hasil-hasil komoditas ekspor ditetapkan
melalui Pelabuhan Belawan. Hal ini didukung dengan kehadiran perusahaan kereta api yang mengangkut hasil-hasil panen perkebunan dari daerah pedalaman yang
kemudian diangkut ke Pelabuhan Belawan, tentu saja hal ini dapat mengakibatkan kemunduran aktivitas kepelabuhan di Sumatera Timur, tetapi hal berbeda di
tunjukkan oleh Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang dapat tetap bertahan meskipun kebijakan tersebut dijalankan oleh pemerintah Kolonial Belanda.
Universitas Sumatera Utara
129
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN