Peran Pemerintah EKSISTENSI PELABUHAN TANJUNG BALAI ASAHAN 1865-1942

120 biasanya lebih banyak dikelola perusahaan kereta api, karena harus dipandang sebagai organisme ekonomi yang hidup menurut tata urutan ekonomi. 117 Adanya pembangunan jalur rel kereta api di wilayah Asahan, telah mampu mengangkut semua hasil panen yang kemudian dibawa ke Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Selanjutnya, pihak pelabuhan dapat bekerja sama secara vertikal dengan perusahaan kereta api dengan menyediakan gudang dan sarana rel hingga ke areal pelabuhan. Secara hukum, perusahaan kereta api telah mendapat konsesi di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan untuk memudahkan pengangkutan hasil panen yang kemudian diangkut oleh kapal untuk diekspor. Dari keterangan-keterangan di atas, dapat diketahui bahwa dengan adanya pembangunan sarana transportasi, Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang sebelumnya banyak mengandalkan sarana sungai tidak mengalami kemunduran justru mengalami kemajuan karena pembangunan sarana transportasi darat lebih memudahkan mengangkut hasil-hasil panen perkebunan-perkebunan yang berada di daerah pedalaman. 118 Pemerintah dalam menjalankan tugasnya, selalu membuat kebijakan- kebijakan yang kemudian bertujuan untuk memperlancar segala urusan yang menyangkut tentang pemerintahan. Termasuk pemerintah Kolonial Belanda yang

5.3 Peran Pemerintah

117 Ibid., hlm. 69-70. 118 Verslag van de kleine havens in de Nederlandsch-Indie over het jaar 1923, hlm. 11. Universitas Sumatera Utara 121 selalu membuat keputusan-keputusan untuk memperlancar urusan di negeri jajahan. Aspek-aspek yang turut diperhatikan oleh pemerintah Kolonial Belanda adalah aspek-aspek yang menyangkut mengenai perdagangan dan pelayaran. Aspek ini mengurusi masalah-masalah perekonomian termasuk masalah pelabuhan sebagai sarana utama untuk memperlancar pelayaran. Pemerintah Kolonial Belanda membuat regulasi-regulasi atau peraturan-peraturan yang menyangkut kepelabuhan. Pada tahun 1924, pemerintah kolonial membagi pelabuhan-pelabuhan kecil menjadi dua kategori, yaitu pelabuhan kecil yang dikelola sebagai perusahaan kleine bedriftshaven dan pelabuhan kecil yang tidak dikelola sebagai perusahaan kleine niet bedriftshaven. Sebelum adanya pembagian kategori pelabuhan pada tahun 1924, pelabuhan dibagi menjadi tiga yakni, pelabuhan besar grootere havens, pelabuhan menengah midden havens dan pelabuhan kecil kleinere havens. Pelabuhan besar meliputi tujuh pelabuhan yakni Tanjung Priok, Surabaya, Semarang, Cilacap, Belawan, Emmahaven Padang, dan Makasar. Pelabuhan yang termasuk dalam kategori menengah berjumlah 12 buah, yakni Pelabuhan Cirebon, Tegal, Pekalongan, Pasuruan, Probolinggo, Banyuwangi, Banjarmasin, Pontianak, Bengkulu, Palembang, Amboina Ambon, dan Menado. Sedangkan yang termasuk pelabuhan kecil berjumlah 500 buah pelabuhan yang tersebar di seluruh wilayah Hindia Belanda. 119 119 Nederlandsch-Indische Havens, Deel I, Departement Der Burgerlijke Openbare Werken, Mededeelingen en Rapporten Batavia, 1920, hlm. 11-12. Lihat juga dalam Sutejo K. Widodo, Ikan Layang Terbang Menjulang: Perkembangan Pelabuhan Pekalongan Menjadi Pelabuhan Perikanan 1900-1990, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro dan Toyota Foundation, 2005, hlm. 45. Universitas Sumatera Utara 122 Setelah tahun 1924, sebagian besar pelabuhan yang sebelumnya sebagai pelabuhan menengah dimasukkan ke dalam kategori pelabuhan kecil. Adapun pelabuhan kecil yang dikelola sebagai perusahaan mencakup Pelabuhan Cirebon, Tegal, Pekalongan, Banyueangi, Pasuruan, Panarukan, Probolinggo, Amboina, Asahan, Banjarmasin, Bengkulu, Benoa, Menado, Palembang dan Sibolga. Sementara itu, yang termasuk dalam pelabuhan kecil yang tidak dikelola sebagai perusahaan adalah pelabuhan-pelabuhan kecil selain yang tercakup dalam kleine bedriftshavenyang terdapat di Residensi Banten, Batavia, Preanger Regentschappen, Madiun, Semarang, Rembang, Surabaya, Besuki, Madura, Pantai Barat Sumatera, Tapanuli, Bengkulu, Lampung, Palembang, Jambi, Aceh, Riau, Bangka, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Timur, Menado, Amboina, Timor, Bali dan Lombok, Asisten Residen Belitung, Pemerintahan Pantai Timur Sumatera, Pemerintahan Celebes en Onderhorinheden. 120 120 op. cit., hlm. 9-20. Berdasarkan keterangan di atas, peran pemerintah telah membantu eksistensi keberadaan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang mulanya dikategorikan sebagai pelabuhan kecil yang dikelola bukan sebagai perusahaan pada tahun 1924 dikategorikan menjadi pelabuhan kecil yang dikelola sebagai perusahaan. Artinya peran pemerintah sangat mendukung keberlangsungan aktivitas kepelabuhan di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Universitas Sumatera Utara 123 Keberlangsungan kepelabuhan di Tanjung Balai juga didukung dengan kebijakan pemerintah Kolonial Belanda yang menetapkan Tanjung Balai sebagai daerah yang dapat berdiri sendiri dengan menjadi gemeenteatau kotapraja pada tahun 1916. 121 Hal lain yang menyangkut keberlangsungan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan masih menyangkut peran pemerintah adalah penempatan struktural pengelolaan pelabuhan yang ditempatkan ke dalam satuan kerja Departemen Pekerjaan Umum BOW. Sebelum ditempatkan pelabuhan di bawah naungan Departemen Pekerjaan Umum, pelabuhan yang terdapat di Tanjung Balai di bawah naungan Departemen Der Marine. Hal ini dapat dibuktikan dengan pengiriman Pembentukan Tanjung Balai sebagai kotapraja menguatkan kedudukan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan dapat tetap bertahan karena segala aktivitas di Tanjung Balai semakin ramai dan segala kebutuhan operasional pemerintahan dewan kota dikirim melalui Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Secara tidak langsung kebijakan pemerintah yang menetapkan Tanjung Balai sebagai daerah yang otonom dengan ditetapkannya sebagai gemeente membuat aktivitas kepelabuhan di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan tetap berlangsung dan bertahan. Artinya keberadaan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang berada di wilayah pemerintahan telah menjadi tempat penunjang bagi pemerintahan begitu juga sebaliknya pelabuhan juga membutuhkan pemerintahan dalam kegiatan operasionalnya. 121 Proses pembentukan Tanjung Balai menjadi gemeente ditulis dalam Mohamad Arsjad, Thabal Mahkota Negeri Asahan, Tanjung Balai: Tanpa Penerbit, 1933 hlm. 33. Lihat juga Begroting Gemeente Tandjoeng Balai jaar 1917, hlm. 1. Universitas Sumatera Utara 124 kepala-kepala pelabuhan yang direkrut dengan keputusan dari Departemen Der Marine pada tahun 1863. 122 Mengingat latak Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang terletak di pertemuan antara dua sungai dan semua sungai yang terdapat di Sumatera Timur terutama di bagian hilirnya proses endapan dan beting lumpur dengan cepat terjadi karena adanya penebangan hutan untuk lahan perkebunan dan erosi arus sungai dari hulu ke hilir ini. Hal ini membuat pemerintah melalui Departemen Pekerjaan Umum selalu melakukan pengerukan lumpur secara teratur setiap tahunnya jika kegiatan kepelabuhan mau tetap berlangsung. Pada tahun 1913, kebijakan pemerintah berubah dengan penempatan satuan kerja pelabuhan di bawah naungan Departemen Pekerjaan Umum, tugas-tugas Departemen Pekerjaan Umum adalah menjaga, mengelola dan melindungi pelabuhan. Pengelolaan yang dilakukan Departemen Pekerjaan Umum meliputi urusan-urusan yang menyangkut teknis pelabuhan, perusahaan dan pemeliharaan pelabuhan. Urusan-urusan teknis pelabuhan adalah Departemen Pekerjaan Umum menyediakan kran derek untuk menarik kapal serta menyediakan kapal-kapal keruk untuk mengeruk lumpur. 123 Adanya pengerukan secara rutin yang dilakukan setiap tahunnya merupakan bukti bahwa Pelabuhan Tanjung Balai Asahan merupakan pelabuhan yang penting 122 F.C. Backer Dirk, De Gouvernements Marine in Het Voormalige Nederlands-Indie in Haar Verschillende Tijdsperioden Geschetst 1861-1949, Deel I, Weesp: De Boer Maritiem, 1985, hlm. 95. 123 Karl J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria, terj. J. Rumbo, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1985, hlm. 34. Universitas Sumatera Utara 125 keberadaannya karena terus dipertahankan. Peran pemerintah telah banyak membantu keberlangsungan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan, ini dibuktikan dengan adanya kebijakan-kebijakan mulai dari kebijakan atau regulasi mengenai pengkategorian pelabuhan, penetapan Tanjung Balai sebagai gemeente serta perawatan-perawatan teknis Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang menjadi bukti bahwa Pelabuhan Tanjung Balai Asahan masih diperhitungkan sebagai pelabuhan yang menguntungkan bagi pemerintah Kolonial Belanda. Kebijakan pemerintah yang paling penting bagi Pelabuhan Tanjung Balai Asahan adalah penetapan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sebagai pelabuhan binaan dari Pelabuhan Belawan. Hal ini dilakukan karena selama abad ke-19, Pemerintah Kolonial Belanda telah dapat mengontrol hampir semua pelabuhan di Hindia Belanda, namun pada kenyataannya belum mampu mengelola pelabuhan-pelabuhan secara modern. Selama itu pengelolaan pelabuhan hanya didasarkan atas kepentingan untuk melayani eksploitasi kolonial sehingga target perkembangan pelabuhan sebatas asal dapat melakukan eksploitasi saja. Sudah barang tentu pengelolaan semacam ini menimbulkan keluhan-keluhan dari kapal-kapal dan para pedagang yang datang, dan juga menjadi penghalang sturktural bagi setiap upaya untuk mengadakan pengembangan pelabuhan karena tidak adanya koordinasi antar kepentingan secara simultan. 124 124 Nederlandsch-Indische Havens, Deel I, Departement Der Burgerlijke Openbare Werken, Mededeelingen en Rapporten Batavia, 1921, hlm. 137. Universitas Sumatera Utara 126 Karena tidak dapat mengontrol hampir semua pelabuhan di Hindia Belanda, pemerintah akhirnya membuat kebijakan dengan pengkategorian-pengkategorian setiap pelabuhan. Mulai dari pelabuhan besar, sedang, kecil kemudian membuat kebijakan baru dengan mengkategorikan dua pelabuhan yakni pelabuhan kecil yang dikelola sebagai perusahaan kleine bedriftshaven dan yang tidak dikelola sebagai perusahaan kleine niet bedriftshaven. Mengingat kenyataan bahwa jumlah kleine bedriftshavens yang memiliki masa depan cukup banyak dan tersebar di berbagai wilayah di Hindia Belanda di satu pihak, dan terbatasnya ahli-ahli pelabuhan yang dimiliki oleh pemerintah Kolonial Belanda di lain pihak, maka dibentuk resort daerah pembinaan pelabuhan. 125 125 Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1924 No. 378. Pembagian resort pembinaan, dibagi menjadi enam resort ini disesuaikan dengan jumlah pelabuhan besar yang ditunjuk menjadi pelabuhan induk yang bertugas membina baik teknis maupun administrasi terhadap kleine bedriftshavens yang ada di sekitarnya. Adapun pembagian resort tersebut adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 127 Tabel 24 Pembagian Resort Pelabuhan No Pelabuhan Induk Pelabuhan Binaan 1 Pelabuhan Batavia a. Palembang b. Banjarmasin 2 Pelabuhan Surabaya a. Banyuwangi b. Benoa c. Panarukan d. Pasuruan e. probolinggo 3 Pelabuhan Semarang a. Cirebon b. Pekalongan c. Tegal 4 Pelabuhan Makasar a. Amboina b. Menado 5 Pelabuhan Belawan a. Asahan 6 Pelabuhan Emmahaven Padang a. Bengkulu b. Sibolga Sumber: Staatsblad van Nederlandsch-Indie, 1924 No. 378, dan lihat Verslag van de Kleine Havens in Nederlandsch-Indie overhet jaar 1923, hlm. 2. Universitas Sumatera Utara 128 Pembagian resort pelabuhan di atas, menunjukkan bahwa posisi Pelabuhan Tanjung Balai Asahan berada di bawah binaan Pelabuhan Belawan. Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan induk berhak dan berkewajiban untuk mengontrol segala urusan kepelabuhan baik urusan teknis, administrasi, maupun perusahaan pelabuhan. Begitu juga sebaliknya, Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sebagai pelabuhan binaan Pelabuhan Belawan harus dapat bekerjasama dengan baik yang bertujuan untuk memudahkan pengawasan dan urusan-urusan lainnya. Kebijakan yang menjadikan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan menjadi pelabuhan binaan dari Pelabuhan Belawan menjadikan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan dapat bertahan. Kebijakan ini dapat mendorong dan meningkatkan aktivitas- aktivitas kepelabuhan di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Dijadikannya pelabuhan binaan, tentu saja menjadikan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan menjadi pelabuhan terpenting dan salah satu pelabuhan terbesar di Sumatera Timur. Dengan demikian, alasan-alasan di atas merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi mengapa Pelabuhan Tanjung Balai Asahan dapat bertahan meskipun monopoli pelayaran dan pengangkutan hasil-hasil komoditas ekspor ditetapkan melalui Pelabuhan Belawan. Hal ini didukung dengan kehadiran perusahaan kereta api yang mengangkut hasil-hasil panen perkebunan dari daerah pedalaman yang kemudian diangkut ke Pelabuhan Belawan, tentu saja hal ini dapat mengakibatkan kemunduran aktivitas kepelabuhan di Sumatera Timur, tetapi hal berbeda di tunjukkan oleh Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang dapat tetap bertahan meskipun kebijakan tersebut dijalankan oleh pemerintah Kolonial Belanda. Universitas Sumatera Utara 129

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN