Dukungan Sarana Transportasi EKSISTENSI PELABUHAN TANJUNG BALAI ASAHAN 1865-1942

113 Perebutan akhirnya dimenangkan oleh pemerintah Kolonial Belanda, dengan demikian Pelabuhan Tanjung Balai Asahan berada di bawah kekuasaan pemerintahan Kolonial Belanda. Selama kekuasaan Kolonial Belanda di Sumatera Timur umumnya dan khususnya Asahan, pemerintah banyak membuka peluang kepada investor- investor asing untuk membuka perkebunan-perkebunan. Ini merupakan dampak dari politik pintu terbuka yang dijalankan oleh pemerintah Kolonial Belanda. Di Sumatera Timur, wilayah yang paling banyak terdapat perkebunan adalah di wilayah Asahan. 110 110 Mengenai banyaknya perkebunan yang berada di Afdeeling Asahan lihat Statistiek van Aanplant Produceerend en Aanplant en Produktie van De Groote Cultures van Sumatra’s Oostkust, Atjeh en Tapanoeli Per 31 December 1926, Medan: Uitgegeven Door DeHandelsvereéniging te Medan en De A.V.R.O.S, 1927. Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang terletak di Afdeeling Asahan yang merupakan wilayah dengan onderneming terbanyak di Keresidenan Sumatera Timur sangat diuntungkan karena kegiatan ekspor dan impor yang dilakukan pihak onderneming sedikit banyak volumenya pasti melalui Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Keadaan ini sangat menguntungkan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan karena aktivitasnya terus berjalan dengan mengekspor hasil-hasil perkebunan dan mengimpor kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan pihak perkebunan baik kebutuhan hidup maupun kebutuhan operasional perkebunan.

5.2 Dukungan Sarana Transportasi

Universitas Sumatera Utara 114 Transportasi utama sebelum adanya jalan raya dan rel kereta api adalah melalui jalur sungai. Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang dilalui Sungai Silau dan Asahan menjadi ramai karena aktivitas perdagangan yang datang dari hulu. Hulu Sungai Asahan adalah daerah dataran tinggi yang dihuni sebagian besar beretnis Batak. Ini dapat ditandai dengan kondisi geografis Sungai Asahan yang berawal dari Danau Toba di Tapanuli mengalir melintasi Tanjung Balai sebagai pusat Afdeling Asahan serta bermuara ke Teluk Nibung pelabuhan penting di Asahan. 111 Pembangunan jalan raya khususnya di cultuurgebied dipelopori oleh pihak onderneming yang dimaksudkan untuk kepentingan sendiri. Jalan-jalan ini membelah di tengah-tengah suatu perkebunan untuk memudahkan penanaman dan pengangkutan hasil panen. Salah satu pihak onderneming yang membangun jalan raya sendiri adalah Deli Maatschappij, pada tahun 1880-an telah membangun jalan Dari sungai hasil-hasil perkebunan yang terletak di pedalaman Asahan diangkut menggunakan sampan atau kapal berukuran sedang untuk dibawa ke Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Pengangkutan dengan moda sampan sesungguhnya sangat menghambat pihak perkebunan karena muatan yang diangkut jumlahnya sedikit serta memakan waktu yang cukup lama dan biaya yang besar. Hal ini tentu saja tidak efisien bagi pihak perkebunan, sehingga pada akhir abad ke-19 pihak onderneming untuk membangun jalan raya. 111 Edi Sumarno, “Pertanian Karet Rakyat Sumatera Timur 1863-1942”,Tesis S-2 belum diterbitkan, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 1998, hlm. 54. Universitas Sumatera Utara 115 antara Medan dan Sunggal sepanjang 10 km dan dari Lubuk Pakam ke Bangun Purba sepanjang 20 km. Pembangunan jalan raya kemudian diteruskan oleh pemerintah, sampai tahun 1918, pemerintah sudah membangun jalan utama sepanjang lebih dari 500 km yang menghubungkan kota-kota penting di cultuurgebied. Jalur-jalur yang dibuka adalah Medan ke Pangkalan Berandan melewati Binjai dan Tanjung Pura dibangun jalan sepanjang 107 km, Medan ke Tebing Tinggi sepanjang 81 km, kemudian dilanjutkan dari Tebing Tinggi ke Tanjung Balai dan terus ke perbatasan Kualuh di Asahan sepanjang 115 km, Medan ke Belawan 22 km, Medan ke Kabanjahe sepanjang 79 km, Lubuk Pakam di Serdang ke Seribu Dolok di Simalungun dibangun jalan sepanjang 92 km, Tebing Tinggi ke Pematang Siantar 53 km, Pematang Siantar ke Parapat 46, 5 km, serta Kabanjahe melewati Seribu Dolok di Simalungun ke Danau Toba. Selain itu jalan penghubung cultuurgebied dengan daerah lain juga dibangun, seperti dari Kabanjahe ke Kotacane, serta dari Parapat ke Tapanuli. 112 Pembangunan jalan raya ini tentu saja meningkatkan arus barang menjadi lancar, khususnya perkebunan-perkebunan yang terdapat di Asahan tidak lagi mengalami kendala untuk mengangkut hasil-hasil perkebunan yang kemudian diekspor melalui Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Adanya pembangunan ini semakin meningkatkan aktivitas kepelabuhan di Tanjung Balai karena arus barang yang diangkut semakin besar dan meningkat. Ini menandakan bahwa dengan 112 R. Broersma, Oostkust van Sumatra: De Ontwikkeling van het Gewest, Deel II, The Hague: Charles Dixon Deventer, 1922, hlm. 263. Universitas Sumatera Utara 116 pembangunan jalan raya yang menghubungkan antar darat tidak menghambat aktivitas pelabuhan karena umumnya pada saat pemerintah Kolonial Belanda membangun jalan raya kota-kota pelabuhan sungai mengalami kemunduran tetapi hal berbeda ditunjukkan oleh Pelabuhan Tanjung Balai Asahan walaupun letaknya di tepi sungai. Kemajuan dan perkembangan transportasi membuat orang terus menerus berusaha mencari cara bagaimana menyelenggarakan transportasi yang cepat dan lancar. Pemerintah akhirnya mengembangkan transportasi rel yang mampu meringankan beban dalam daya dorongannya sehingga mampu mengangkut hasil- hasil perkebunan yang lebih banyak. Adanya kebijakan ini sehingga perusahaan kereta api segera melibatkan dirinya dalam membangun sarana transportasi di wilayah perkebunan. 113 Kebijakan ini merupakan jawaban atas kebutuhan pihak perkebunan terhadap transportasi. Jaringan kereta api yang dibangun pada akhir abad ke 19 Wilayah Sumatera Timur terkenal setelah pemerintah menetapkan wilayah ini sebagai kantung-kantung perkebunan yang kemudian diekspor ke Eropah maupun ke Amerika. Kereta api berperan dalam transportasi baik dari daerah pedalaman perkebunan hingga barang-barang dapat ditempatkan di pelabuhan-pelabuhan untuk segera diangkut melalui kapal laut. 113 Indera, “Pertumbuhan dan Perkembangan Deli Spoorweg Maatschappij, 1883-1940” Tesis S-2, belum diterbitkan, Depok: Universitas Indonesia, 1996, hlm. 52. Universitas Sumatera Utara 117 bertujuan untuk melayani ekonomi ekspor dan impor kolonial yang tumbuh pesat. 114 Realisasi pembangunan jaringan rel kereta api di Sumatera Timur, pada awalnya difokuskan di tiga daerah yang meliputi daerah Deli, Serdang dan Selesei. Daerah- daerah ini sangat memungkinkan untuk dibangun jaringan rel kereta api karena kondisi tanah yang datar dan dekat dengan Kota Medan. 115 Selama 37 tahun yakni mulai dari tahun 1886 hingga 1937, Deli Spoorweg MaatschappijDSM telah membangun jaringan rel kereta api sepanjang 553,254 km. Daerah-daerah yang dibangun meliputi Medan ke Labuhan sepanjang 16,743 km yang dibangun pada tahun 1886, Medan ke Binjai Sepanjang 20,888 km yang dibangun pada tahun 1887, Medan ke Deli Tua sepanjang 11,249 km yang dibangun pada tahun 1887, Labuhan ke Belawan sepanjang 6,162 km yang dibangun pada tahun 1888, Medan ke Serdang sepanjang 20,122 km yang dibangun pada tahun 1889, Serdang ke Perbaungan sepanjang 17,668 km yang dibangun pada tahun 1890, Binjai ke Selesei sepanjang 10,576 yang dibangun pada tahun 1890, Stabat ke Binjai sepanjang 22,428 km, Stabat ke Tanjung Pura sepanjang 14,036 km, Tanjung Pura ke Pangkalan Berandan sepanjang 19,505 km yang ketiga jalur ini dibangun pada tahun 1900, Selesei ke Kuala sepanjang 9,943 km yang dibangun pada tahun 1902, Bamban ke Perbaungan sepanjang 30,350 km yang dibangun pada tahun 1902, Bamban ke Rantau Laban sepanjang 10,680 km yang dibangun pada tahun 1903, Lubuk Pakam ke Bangun Purba sepanjang 27,936 km yang dibangun pada tahun 1904, Kampung 114 Ibid., hlm. 53. 115 Ibid., hlm. 90. Universitas Sumatera Utara 118 Baru ke Arnhemia Pancur Batu sepanjang 14,872 km yang dibangun pada tahun 1907, Deli Tua ke Batu sepanjang 3,035 km yang dibangun pada tahun 1915, Rantau Laban ke Tanjung Balai sepanjang 95,062 km yang dibangun pada tahun 1915, Tebing Tinggi ke Pematang Siantar sepanjang 48,464 km yang dibangun pada tahun 1916, Tanjung Balai ke Teluk Nibung sepanjang 5,132 km yang dibangun pada tahun 1918, Pangkalan Berandan ke Besitang sepanjang 14,990 km yang dibangun pada tahun 1919, Besitang ke Pangkalan Susu sepanjang 9,510 km yang dibangun pada tahun 1921, Kisaran ke Membang Muda sepanjang 57,111 km yang dibangun pada tahun 1926 dan Milano ke Rantau Prapat sepanjang 12,562 km yang dibangun pada tahun 1937. 116 Pembangunan jalur rel kereta api dari Rantau Laban ke Tanjung Balai yang kemudian dilanjutkan ke Teluk Nibung telah dapat mengangkut hasil-hasil Pembangunan jalur rel kereta api ini memberi dampak yang positif bagi perkembangan ekonomi di perkebunan. Dampak positif ini dapat dilihat dengan volume daya angkut yang banyak sehingga tidak berkali-kali mengangkut hasil panen perkebunan yang banyak menghabiskan biaya operasional. Selain bagi perkebunan, pembangunan rel kereta api juga memberi dampak positif bagi Pelabuhan Tanjung Balai Asahan dimana perkebunan-perkebunan yang berada di wilayah Asahan dengan mudah mengirim hasil panen ke pelabuhan yang kemudian di ekspor. Akibat yang diperoleh dengan keuntungan besar karena perusahaan ini memiliki hak monopoli angkutan perkebunan. 116 Ibid., hlm. 90-110. Universitas Sumatera Utara 119 perkebunan yang berada di sekitar kawasan tersebut yang kemudian diangkut ke Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Pada umumnya perkebunan yang terdapat di daerah Asahan merupakan perkebunan karet dan kelapa sawit. Perusahaan kereta api mendapat keuntungan besar karena tidak ada perusahaan lain yang memiliki hak angkut hasil-hasil panen serta tangki-tangki minyak kelapa sawit yang kemudian diangkut ke kapal-kapal yang singgah di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Hak monopoli diberikan karena perusahaan kereta api ini mampu mengangkut kebutuhan sesuai dengan tempat, waktu dan keamanan barang hingga sampai di pelabuhan- pelabuhan termasuk Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang kemudian diekspor. Angkutan kapal laut melalui pelabuhan-pelabuhan yang ada di Sumatera Timur dilakukan KPM merupakan milik perusahaan Belanda. Pelayaran di Hindia Belanda umumnya dikuasai oleh KPM. Jaringan transportasi darat dikuasai oleh DSM, transportasi laut dikuasai oleh KPM. Artinya pelaksanaan ini merupakan monopoli yang tentu terkait dengan hak dan konsesi yang diberikan. Sarana transportasi terutama menyangkut mengenai kepelabuhan, tentu berhubungan dengan kapal, muatan dan jasa pelabuhan. KPM sebagai alat transportasi laut memerlukan tempat bersandar di dermaga dan berbagai pelayanan selama berada di pelabuhan-pelabuhan yang ada di Sumatera Timur dan segera dibawa untuk melanjutkan pelayarannya. Dalam hal ini Pelabuhan Tanujung Balai Asahan harus menyediakan gudang dan sarana kereta api. Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sebagai salah satu unsur penunjang infrastruktur transportasi dapat berperan dalam merangsang pertumbuhan kegiatan industri, pengolahan dan pemasaran, Universitas Sumatera Utara 120 biasanya lebih banyak dikelola perusahaan kereta api, karena harus dipandang sebagai organisme ekonomi yang hidup menurut tata urutan ekonomi. 117 Adanya pembangunan jalur rel kereta api di wilayah Asahan, telah mampu mengangkut semua hasil panen yang kemudian dibawa ke Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Selanjutnya, pihak pelabuhan dapat bekerja sama secara vertikal dengan perusahaan kereta api dengan menyediakan gudang dan sarana rel hingga ke areal pelabuhan. Secara hukum, perusahaan kereta api telah mendapat konsesi di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan untuk memudahkan pengangkutan hasil panen yang kemudian diangkut oleh kapal untuk diekspor. Dari keterangan-keterangan di atas, dapat diketahui bahwa dengan adanya pembangunan sarana transportasi, Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang sebelumnya banyak mengandalkan sarana sungai tidak mengalami kemunduran justru mengalami kemajuan karena pembangunan sarana transportasi darat lebih memudahkan mengangkut hasil-hasil panen perkebunan-perkebunan yang berada di daerah pedalaman. 118 Pemerintah dalam menjalankan tugasnya, selalu membuat kebijakan- kebijakan yang kemudian bertujuan untuk memperlancar segala urusan yang menyangkut tentang pemerintahan. Termasuk pemerintah Kolonial Belanda yang

5.3 Peran Pemerintah