Perlindungan Hukum terhadap Perusahaan Pialang dalam Kepailitan (Studi Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst.)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Asikin, Zainal. 2000. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Budiman, Billy. 2010.Ijin-Ijin Berinvestasi Saham untuk Pemula. Jakarta: Trans Media.

Fuady, Munir. 2014. Hukum Pailit dalam Teori & Praktik. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Hartini, Rahayu. 2009. Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia: Dualisme Kewenangan Pengadilan Niaga & Lembaga Arbitrase. Jakarta: Kencana. Kartono. 1974. Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran (Failissement en

Surseance van Betaling). Jakarta: Pradnya Paramita.

Kansil, C.S.T. 2004. Pokok-Pokok Hukum Pasar Modal. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Mertokusumo, Sudikno. 1993. Bab-Bab tentang Penemuan Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Nating, Imran. 2004. Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Nurdin, Adriani. 2012. Kepailitan BUMN Persero Berdasarkan Asas Kepastian Hukum. Cetakan Kesatu. Bandung: PT. Alumni.

Nur, Aco. 2015. Hukum Kepailitan: Perbuatan Melawan Hukum oleh Debitor. Jakarta: PT. Pilar Yuris Ultima.

Rokhmatussa’dyah, Ana dan Suratman. 2009. Hukum Investasi dan Pasar Modal. Malang: Sinar Grafika.

Sitompul, Asril. 1999. Due Diligence dan Tanggung Jawab Lembaga-Lembaga Penunjang pada Proses Penawaran Umum. Cetakan Kesatu. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Saliman, Abdul R. dkk. 2005. Hukum Bisnis untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus. Jakarta: Prenada Media.


(2)

Shubhan, M. Hadi. 2008. Hukum Kepailitan. Jakarta: Kencana.

Syahdeini, Sutan Remy. 2008. Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti.

Sutedi, Adrian. 2009. Hukum Kepailitan. Bogor: Ghalia Indonesia.

---. 2009. Segi-Segi Hukum Pasar Modal. Cetakan Kesatu. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sunarmi. 2010. Hukum Kepailitan. Edisi 2. Jakarta: PT. Sofmedia.

Silondae, Arus Akbar dan Wirawan B. Ilyas. 2011. Pokok-Pokok Hukum Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.

Waluyo, Bernadette. 1999. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung: Mandar Maju.

Widoatmodjo, Sawidji. 2004. Cara Cepat Memulai Investasi Saham. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. 1999. Kepailitan. Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terjemahan R. Subekti dan R. Tjitrosudibio.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Peraturan Nomor VI.A.3 Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor KEP-48/PM/1997 tentang Rekening Efek pada Kustodian.

Peraturan Nomor V.E.1 Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor KEP-29/PM/1996 tentang Perilaku Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan sebagai Perantara Pedagang Efek.


(3)

Peraturan Nomor V.D.3 Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor KEP-28/PM/1996 tentang Pengendalian Intern dan Penyelenggaraan Pembukuan oleh Perusahaan Efek.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 28/POJK.05/2015 tentang Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 20/POJK.04/2016 tentang Perizinan Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek.

C. Putusan Pengadilan

Putusan Pailit Nomor 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst.

D. Skripsi dan Jurnal

Hakim, Resita Fauziah. 2014. Perlindungan Aset Nasabah oleh Penyelenggara Dana Perlindungan Pemodal (Investor Protection Fund) Akibat Pailitnya Perusahaan Efek. Malang: Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

Krisnawati, Eva. 2010. Skripsi: Tanggung Jawab dan wewenang Penjamin dalam Kepailitan Perseroan Terbatas. Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Suryadi, Asep. 2012. Tanggung Jawab Direksi dalam Kepailitan Perseroan Terbatas. Jurnal Wawasan Hukum. Volume 26. Nomor 1. Februari 2012. Samosir, Agnes W. 2013. Skripsi: Analisis Yuridis Putusan Pailit terhadap PT.

Telkomsel Tbk. Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Tarihoran, Abdul Reza Prima. 2015. Perlindungan Hukum bagi Kurator terhadap

Tuntutan Hukum Kreditor dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit. Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

E. Internet


(4)

diakses pada tanggal 10 Oktober 2016.

diakses pada tanggal 07 November 2016.

diakses pada tanggal 08 November 2016.


(5)

BAB III

AKIBAT HUKUM TERHADAP KEPAILITAN PERUSAHAAN PIALANG

A. Akibat-Akibat Kepailitan

Putusan pernyataan pailit oleh pengadilan menimbulkan akibat-akibat hukum. UUK dan PKPU telah mengatur akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya pernyataan pailit tersebut. Akibat-akibat hukum tersebut adalah:

1. Akibat terhadap kekayaan debitor pailit

Kekayaan debitor pailit yang masuk dalam harta pailit berada di bawah penyitaan umum. Artinya, penyitaan tersebut berlaku untuk siapa pun, bukan hanya berlaku bagi pihak tertentu seperti halnya sita jaminan yang diputuskan oleh hakim perdata berkenaan dengan permohonan penggugat dalam sengketa perdata.102

Dari ketentuan Pasal 21 UUK dan PKPU tersebut diketahui bahwa kepailitan merupakan sita umum. Dengan adanya sita umum tersebut hendak dihindari adanya sita perorangan. Pembentuk undang-undang memandang perlu untuk memungkinkan eksekusi massal dengan cara melakukan sitaan umum atas seluruh harta kekayaan debitor untuk kepentingan semua kreditor yang bersangkutan yang dijalankan dengan pengawasan seorang Hakim Pengawas. Sita

Ketentuan Pasal 21 UUK dan PKPU menentukan bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.


(6)

umum tersebut haruslah bersifat konservatoir yaitu bersifat penyimpanan bagi kepentingan semua kreditor yang bersangkutan.103

Demi pertimbangan kemanusiaan terhadap debitor (debitor perseorangan), ada barang-barang milik debitor pailit yang oleh UUK dan PKPU dikecualikan dari harta pailit. Artinya, ada sebagian barang milik debitor pailit yang tidak dimasukkan dalam harta pailit. Barang-barang tersebut sebagaimanan yang telah ditentukan dalam Pasal 22 UUK dan PKPU adalah:104

a. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan debitor sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu.

b. Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas.

c. Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang.

Menurut ketentuan Pasal 23 UUK dan PKPU, debitor pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 UUK dan PKPU, termasuk juga istri atau suami dari debitor pailit yang menikah dalam persatuan harta, yaitu suami-istri yang menikah tanpa membuat perjanjian nikah yang menyatakan bahwa terjadi pemisahan harta antara harta suami dan harta istri, baik yang telah ada


(7)

ataupunyang akan diperoleh oleh masing-masing dikemudian hari, sehingga dengan demikian harta suami dan harta istri bergabung dan menyatu. Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 UUK dan PKPU tersebut, maka harta kekayaan istri atau suami dari debitor pailit termasuk harta pailit.105

2. Akibat terhadap debitor pailit

Berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUK dan PKPU, debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit sejak hari putusan pailit diucapkan.

Meskipun debitor telah diputuskan menjadi debitor pailit, bukan berarti debitor kehilangan hak keperdataannya (volkomen handelingsbevoegdheid) untuk dapat melakukan semua perbuatan hukum di bidang keperdataan. Debitor pailit hanya kehilangan hak keperdataannya untuk mengurus dan menguasai harta kekayaannya. Sementara itu, debitor masih berwenang (masih memiliki kemampuan hukum) untuk melakukan perbuatan-perbuatan keperdataan lainnya, seperti melangsungkan pernikahan dirinya, sebagai wali dalam mengawinkan anaknya, membuat perjanjian nikah, menerima hibah sekalipun hibah tersebut demi hukum menjadi bagian harta pailit, mengurus harta kekayaan pihak lain, menjadi kuasa pihak lain untuk melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama pihak pemberi kuasa, atau perbuatan-perbuatan keperdataan lainnya.106

Dengan demikian, sejak putusan pernyataan pailit diucapkan, hanya harta kekayaan debitor pailit yang berada di bawah pengampuan (di bawah penguasaan dan pengurusan pihak lain), sedangkan debitor pailit sendiri tidak berada di bawah

105Ibid., hal. 194. 106Ibid., hal. 190.


(8)

pengampuan seperti yang terjadi terhadap anak di bawah umur atau orang yang sakit jiwa yang dinyatakan berada di bawah pengampuan.107

Khusus dalam hal debitor perseroan terbatas, menurut penjelasan Pasal 24 ayat (1) UUK dan PKPU, organ perseroan tersebut tetap berfungsi dengan ketentuan jika dalam pelaksanaannya menyebabkan berkurangnya harta pailit, maka pengeluaran uang yang merupakan bagian harta pailit, adalah wewenang kurator. Artinya, pengurus perseroan hanya dapat melakukan tindakan hukum sepanjang menyangkut penerimaan pendapatan bagi perseroan, tetapi dalam hal pengeluaran uang atas beban harta pailit, kuratorlah yang berwenang memberikan keputusan untuk menyetujui pengeluaran tersebut. Dapat diberi pandangan bahwa untuk pelaksanaan pengeluaran yang telah diputuskan oleh kurator tersebut, tetap dapat dilakukan oleh pengurus perseroan.108

3. Akibat terhadap transfer dana dan transfer efek

Mengenai transaksi-transaksi dana maupun efek, ketentuan Pasal 24 ayat (3) UUK dan PKPU menentukan bahwa apabila sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah dilaksanakan transfer dana melalui bank atau lembaga selain bank pada tanggal putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka transfer tersebut wajib diteruskan. Sementara itu, ketentuan Pasal 24 ayat (4) menentukan bahwa apabila sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah dilaksanakan transfer efek di bursa efek, maka transaksi tersebut wajib diselesaikan.


(9)

Penjelasan Pasal 24 ayat (3) mengemukakan bahwa transfer dana melalui bank perlu dikecualikan untuk menjamin kelancaran dan kepastian sistem transfer melalui bank. Sementara itu, penjelasan Pasal 24 ayat (4) mengemukakan bahwa transaksi efek di bursa efek perlu dikecualikan untuk menjamin kelancaran dan kepastian hukum atas transaksi efek di bursa efek. Adapun penyelesaian transaksi efek di bursa efek dapat dilaksanakan dengan cara penyelesaian pembukuan atau cara lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. 4. Akibat terhadap perikatan debitor

Ketentuan Pasal 25 UUK dan PKPU menentukan bahwa semua perikatan debitor yang terbit (timbul) sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan tidak lagi dapat dibayar (dipenuhi) dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit.

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, konsekuensi hukum dari ketentuan Pasal 25 UUK dan PKPU tersebut adalah apabila setelah putusan pernyataan pailit debitor masih juga tetap melakukan perbuatan hukum yang menyangkut harta kekayaannya yang telah dimasukkan ke dalam harta pailit, maka perbuatan hukum tersebut tidak mengikat kecuali apabila perikatan-perikatan yang dibuatnya tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit tersebut.109

5. Akibat terhadap tuntutan hukum oleh pihak lain terhadap debitor

Akibat putusan pernyataan pailit terhadap tuntutan hukum oleh pihak lain terhadap debitor telah diatur dalam ketentuan Pasal 29 UUK dan PKPU yang menentukan bahwa suatu tuntutan hukum di pengadilan yang diajukan terhadap


(10)

debitor sejauh bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkannya putusan pernyataan pailit terhadap debitor.

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, ketentuan Pasal 29 tersebut merupakan konsekuensi berlakunya asas bahwa dengan kepailitan debitor maka harta debitor berada di bawah sita umum dan harta debitor harus dibagi kepada semua kreditornya. Berkenaan dengan gugatan tersebut, dengan debitor dinayatakan pailit, maka penggugat harus mengajukan tagihannya untuk dicocokkan dalam rapat pencocokan piutang bersama-sama dengan para kreditor yang lain.110

6. Akibat terhadap penetapan pelaksanaan pengadilan

Sesuai dengan ketentuan Pasal 31 ayat (1) UUK dan PKPU, putusan pernyataan pailit berakibat bahwa segala penetapan yang berkenaan dengan pelaksanaan putusan pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yang telah dimulai sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera debitor. Akan tetapi, ketentuan tersebut tidak berlaku bagi kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaaan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan ketentuan Pasal 31 ayat (1) UUK dan PKPU. Dengan kata lain, kreditor-kreditor tersebut tetap dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.

7. Akibat terhadap penyitaan


(11)

Berdasarkan ketentuan Pasal 31 ayat (2) UUK dan PKPU, putusan pernyataan pailit mengakibatkan semua penyitaan yang telah dilakukan menjadi hapus dan jika diperlukan Hakim Pengawas harus memerintahkan pencoretannya. Dalam penjelasan ketentuan tersebut, bahwa yang dimaksud dengan “jika diperlukan Hakim Pengawas harus memerintahkan pencoretannya” antara lain pencoretan terhadap penyitaan tanah atau kapal yang terdaftar.

8. Akibat terhadap penahanan debitor

Ketentuan Pasal 31 ayat (3) UUK dan PKPU menentukan bahwa dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 93, debitor yang sedang dalam penahanan harus dilepaskan seketika setelah putusan pernyataan pailit diucapkan. Penahanan yang dimaksud dalam ketentuan tersebut menurut penjelasan Pasal 31 ayat (3) UUK dan PKPU adalah gijzeling.111 9. Akibat terhadap kewajiban pembayaran uang paksa

Selama berlangsungnya kepailitan, menurut ketentuan Pasal 32 UUK dan PKPU, debitor tidak dikenakan uang paksa. Uang paksa dalam ketentuan tersebut mencakup uang paksa yang dikenakan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, maksud ketentuan Pasal 32 UUK dan PKPU tersebut adalah apabila sebelumnya debitor dikenakan uang paksa sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan harus dibayar oleh debitor, maka dengan

111 Penahanan (Gijzeling) adalah tindakan penahanan terhadap debitor agar mau

melunasi utangnya. Pemikirannya adalah apabila debitor ditahan, kemungkinan sanak keluarganya akan berusaha untuk mengeluarkan dari penyanderan dengan mengumpulkan uang untuk membayar utang debitor tersebut. Penahanan dimaksud tidak merupakan suatu penyanderaan, tetapi untuk mencegah kemungkinan debitor melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kreditornya. Dalam Asep Suryadi, Tanggung Jawab Direksi dalam Kepailitan Perseroan Terbatas, Jurnal Wawasan Hukum, Volume 26, Nomor 1, Februari 2012, hal. 479-480.


(12)

adanya putusan pernyataan pailit tersebut, debitor tidak perlu lagi membayar uang paksa tersebut.112

10. Akibat terhadap penjualan benda milik debitor

Ketentuan Pasal 33 UUK dan PKPU menentukan bahwa sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, penjualan benda milik debitor, baik bergerak maupun tidak bergerak dalam rangka eksekusi sudah sedemikian jauhnya hingga hari penjualan benda itu sudah ditetapkan, maka dengan izin Hakim Pengawas, kurator dapat meneruskan penjualan benda tersebut atas tanggungan harta pailit. Penjelasan Pasal 33 UUK dan PKPU tersebut menentukan bahwa hasil dari penjualan benda milik debitor tersebut masuk dalam harta pailit dan tidak diberikan kepada pemohon eksekusi.

11. Akibat terhadap perjanjian pemindahtanganan

Akibat putusan pernyataan pailit terhadap perjanjian pemindahtanganan diatur dalam ketentuan Pasal 34 UUK dan PKPU yang menentukan bahwa perjanjian yang bermaksud memindahtangankan hak atas tanah, balik nama kapal, pembebanan hak tanggungan, hipotek, atau jaminan fidusia yang telah diperjanjikan terlebih dahulu, tidak dapat dilaksanakan setelah putusan pernyataan pailit diucapkan, kecuali ditentukan lain dalam UUK dan PKPU.

12. Akibat terhadap perjanjian-perjanjian tertentu

UUK dan PKPU telah mengatur akibat kepailitan terhadap perjanjian-perjanjian tertentu. Perjanjian-perjanjian-perjanjian yang dimaksud dengan akibat putusan pernyataan pailit terhadap perjanjian-perjanjian tersebut adalah:


(13)

a. Terhadap perjanjian timbal balik

Akibat putusan pernyataan pailit terhadap perjanjian timbal balik telah diatur dalam ketentuan Pasal 36 ayat (1) UUK dan PKPU yang menentukan bahwa apabila pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan, terdapat perjanjian timbal balik yang belum atau baru sebagian dipenuhi, maka pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitor dapat meminta kepada kurator untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh kurator dan pihak tersebut.

Lebih lanjut ketentuan Pasal 36 ayat (2), (3), (4), dan (5)menentukan bahwa apabila kesepakatan mengenai jangka waktu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, maka Hakim Pengawas menetapkan jangka waktu tersebut. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) kurator tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut, maka perjanjian berakhir dan pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menuntut ganti rugi dan akan diperlakukan sebagai kreditor konkuren. Apabila kurator menyatakan kesanggupannya, maka kurator wajib memberi jaminan atas kesanggupan untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud di atas tidak berlaku terhadap perjanjian yang mewajibkan debitor melakukan sendiri perbuatan yang diperjanjikan.

Sementara itu, Pasal 37 ayat (1) UUK dan PKPU menentukan bahwa apabila dalam perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 tersebut telah diperjanjikan penyerahan benda dagangan yang biasa diperdagangkan dengan


(14)

suatu jangka waktu, dan pihak yang harus menyerahkan benda tersebut sebelum penyerahan dilaksanakan dinyatakan pailit, maka perjanjian tersebut menjadi hapus dengan diucapkannya putusan pernyataan pailit, dan dalam hal pihak lawan dirugikan karena penghapusan perjanjian tersebut, maka yang bersangkutan dapat mengajukan diri sebagai kreditor konkuren untuk mendapatkan ganti rugi. Apabila harta pailit dirugikan karena penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka berdasarkan ketentuan Pasal 37 ayat (2), pihak lawan wajib membayar ganti kerugian tersebut.

b. Terhadap perjanjian sewa menyewa

Akibat putusan pernyataan pailit terhadap perjanjian sewa menyewa telah diatur dalam ketentuan Pasal 38 ayat (1) UUK dan PKPU yang menentukan bahwa apabila debitor telah menyewa suatu benda, maka baik kurator maupun pihak yang menyewakan benda, dapat menghentikan perjanjian sewa tersebut dengan syarat pemberitahuan penghentikan dilakukan sebelum berakhirnya perjanjian sesuai dengan adat kebiasaan setempat. Pasal 38 ayat (2) mensyaratkan bahwa dalam hal melakukan penghentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diindahkan jangka waktu pemberitahuan penghentian menurut perjanjian. Apabila dalam perjanjian sewa menyewa tersebut tidak ditentukan jangka waktunya, maka Pasal 38 ayat (2) tersebut menentukan paling singkat adalah 90 (sembilan puluh) hari karena jangka waktu tersebut menurut kelaziman merupakan jangka waktu yang dianggap patut.

Sementara itu, Pasal 38 ayat (3) menentukan bahwa apabila uang sewa telah dibayar di muka, maka perjanjian sewa tersebut tidak dapat dihentikan lebih


(15)

awal sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah dibayar uang sewa tersebut. Dengan kata lain, hanya perjanjian sewa menyewa yang uang sewanya belum dibayar di muka yang dapat dihentikan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 38 ayat (1) di atas. Menurut Pasal 38 ayat (4), sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, uang sewa menjadi utang harta pailit.

c. Terhadap perjanjian kerja

Akibat putusan pernyataan pailit terhadap perjanjian kerja telah diatur dalam ketentuan Pasal 39 ayat (1) UUK dan PKPU yang menentukan bahwa pekerja yang bekerja pada debitor pailit dapat memutuskan hubungan kerjanya, dan sebaliknya kurator dapat memberhentikan pekerja tersebut, namun kurator harus mengindahkan jangka waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam persetujuan (perjanjian kerja) atau sebagaimana ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila dalam perjanjian kerja tersebut tidak ditentukan jangka waktu minimal untuk memberitahukan maksud dari salah satu pihak untuk mengakhiri perjanjian kerja tersebut, maka baik pekerja maupun kurator hanya dapat memutuskan/mengakhiri hubungan kerja tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan paling singkat 45 (empat puluh lima) hari sebelumnya. Sesuai dengan penjelasan Pasal 39 ayat (1), berkenaan dengan pelaksanaan pemutusan hubungan kerja sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 39 ayat (1), kurator tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Lebih lanjut ketentuan Pasal 39 ayat (2) menentukan bahwa sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, upah yang terutang sebelum maupun sesudah


(16)

putusan pernyataan pailit diucapkan merupakan utang harta pailit. Sesuai dengan penjelasan ketentuan Pasal 39 ayat (2), bahwa yang dimaksud dengan “upah” adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Upah tersebut adalah yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk di dalamnya adalah tunjangan bagi pekerja dan keluarganya.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, UUK dan PKPU telah memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja yang bekerja pada debitor. UUK dan PKPU telah menjamin hak-hak pekerja untuk mendapatkan upah meskipun debitor telah dinyatakan pailit. Meskipun demikian, permasalahan yang selalu muncul berkaitan dengan hak-hak pekerja bila perusahaan dinyatakan pailit adalah kesulitan perusahaan dalam membayar hak-hak normative pekerja, meskipun UUK dan PKPU secara tegas telah mengatur bahwa upah yang terutang sebelum maupun sesudah pernyataan pailit diucapkan merupakan utang harta pailit.113 d. Terhadap warisan

Akibat putusan pernyataan pailit terhadap warisan telah diatur dalam ketentuan Pasal 40 ayat (1) UUK dan PKPU yang menentukan bahwa apabila warisan yang selama kepailitan jatuh kepada debitor pailit, oleh kurator tidak boleh diterima, kecuali apabila warisan tersebut menguntungkan harta pailit.

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, ketentuan Pasal 40 ayat (1) tersebut dapat dimengerti, karena tidak mustahil debitor pailit bukan menerima warisan berupa


(17)

piutang, tetapi menerima warisan berupa utang. Apabila debitor pailit menerima warisan berupa piutang (tagihan), maka warisan tersebut akan menguntungkan harta pailit. Akan tetapi, apabila debitor pailit menerima warisan berupa utang, maka warisan tersebut akan membebani harta pailit. Tentunya hal tersebut bukan saja akan merugikan debitor pailit, tetapi juga para kreditornya.114

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, ketentuan Pasal 40 ayat (2) terkesan kontradiktif dengan ketentuan Pasal 40 ayat (1). Di satu pihak, Pasal 40 ayat (1) menentukan bahwa kurator tidak boleh menerima warisan yang jatuh kepada debitor pailit selama debitor berada dalam kepailitan, kecuali warisan tersebut menguntungkan harta pailit. Namun di pihak lain, Pasal 40 ayat (2) menentukan bahwa untuk tidak menerima suatu warisan, kurator memerlukan izin dari Hakim Pengawas. Apabila tujuan ketentuan Pasal 40 ayat (2) tersebut adalah untuk memastikan tindakan kurator tidak merugikan harta pailit, sebaiknya bukan saja dalam hal kurator tidak menerima warisan, tetapi juga apabila kurator menerima suatu warisan yang jatuh kepada debitor pailit. Dengan demikian, baik penolakan maupun penerimaan warisan yang dilakukan oleh kurator tersebut tidak sampai Sementara itu, ketentuan Pasal 40 ayat (2) menentukan bahwa untuk tidak menerima suatu warisan, kurator memerlukan izin dari Hakim Pengawas. Dengan kata lain, bahwa apabila debitor pailit mendapatkan suatu warisan, baik berupa utang maupun piutang, maka untuk menolak warisan tersebut, kurator harus memperoleh izin dari Hakim Pengawas.


(18)

merugikan harta pailit karena kekeliruan pertimbangan kurator atau karena kurator beritikad tidak baik.115

e. Terhadap hibah

Akibat putusan pernyataan pailit terhadap hibah telah diatur dalam ketentuan Pasal 43 UUK dan PKPU yang menentukan bahwa hibah yang dilakukan debitor dapat dimintakan pembatalan kepada pengadilan, apabila kurator dapat membuktikan bahwa pada saat hibah tersebut dilakukan, debitor mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor. Berdasarkan penjelasan Pasal 43 tersebut, kurator tidak perlu membuktikan bahwa penerima hibah tersebut mengetahu atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor. 13. Akibat terhadap kreditor pemegang hak jaminan

Akibat putusan pernyataan pailit terhadap kreditor pemegang hak jaminan telah diatur dalam ketentuan Pasal 55 ayat (1) UUK dan PKPU yang menentukan bahwa dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Akan tetapi, ketentuan Pasal 56 UUK dan PKPU menentukan bahwa hak eksekusi kreditor pemegang hak jaminan tersebut ditangguhkan (tidak dapat seketika dilaksanakan) untuk jangka waktu paling lama 90 (Sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.


(19)

14. Akibat terhadap hak retensi kreditor

Akibat putusan pernyataan pailit terhadap hak retensi kreditor telah diatur dalam ketentuan Pasal 61 UUK dan PKPU yang menentukan bahwa kreditor yang mempunyai hak untuk menahan benda milik debitor (hak retensi)116

B. Akibat Hukum terhadap Kepailitan Perusahaan Pialang

, tidak kehilangan haknya karena ada putusan pernyataan pailit. Hak untuk menahan benda milik debitor tersebut, menurut penjelasan Pasal 61 berlangsung sampai utangnya dilunasi.

Perusahaan pialang yang dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga tentu akan menimbulkan akibat-akibat hukum, baik akibat hukum terhadap perusahaan pilang itu sendiri, maupun terhadap para nasabah dari perusahaan pialang tersebut. Salah satu penyebab terjadinya pailit pada perusahaan efek yang bergerak sebagai perantara pedagang efek (perusahaan pialang) adalah terjadinya transaksi diatas limit. Hal tersebut disebabkan oleh lemahnya proses kredit manajemen dan lemahnya prosedur manajemen jaminan, selanjutnya akan berdampak pada ketidakstabilan keuangan dan kebangkrutan perusahaan. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengawasan transaksi nasabah yang melebihi trading limit dan atau manajemen resiko yang kurang memadai.117

116

Menurut Munir Fuady, hak retensi adalah hak dari kreditor untuk menahan barang-barang kepunyaan debitor yang karena sebab-sebab tertentu barang-barang tersebut berada dalam kekuasaan kreditor. Barang-barang tersebut ditahan (tetap dikuasai oleh kreditor) sampai utangnya dibayar oleh debitor. Dalam Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori & Praktik, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2014), hal. 74.

117Resita Fauziah Hakim, Perlindungan Aset Nasabah oleh Penyelenggara Dana

Perlindungan Pemodal (Investor Protection Fund) Akibat Pailitnya Perusahan Efek, (Malang: Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2014), hal. 12.

Penyebab lain yang dapat menyebabkan pailitnya perusahaan pialang adalah tidak terpenuhinya kewajiban


(20)

dari perusahaan tersebut kepada para nasabahnya. Penyebab kepailitan tersebut sebagaimana yang telah dialami oleh perusahaan efek yang bergerak sebagai perantara pedagang efek dan penjamin emisi efek yakni PT. Andalan Artha Advisindo Sekuritas (PT. AAA Sekuritas).

Dalam hal debitor pailit adalah perusahaan efek, baik yang bergerak sebagai perantara pedagang efek, penjamin emisi efek, maupun manajer investasi, meurut ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUK dan PKPU, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh OJK. Sementara tugas untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit dilakukan oleh kurator yang telah diangkat dalam putusan pernyataan pailit. Pemberesan harta pailit mengandung pengertian untuk menguangkan aset atau pasiva harta pailit. Dalam menjalankan tugasnya, kurator diawasi oleh Hakim Pengawas yang juga ditunjuk dalam putusan pernyataan pailit.118

Pada saat putusan pernyataan pailit diputuskan, sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUK dan PKPU, maka debitor pailit demi hukum kehilangan haknya untuk berbuat bebas terhadap harta kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, begitu pula haknya untuk mengurus harta kekayaannya sejak tanggal putusan pailit diucapkan.119

118Arus Akbar Silondae dan Wirawan B. Ilyas, Pokok-Pokok Hukum Bisnis, (Jakarta:

Penjelasan Pasal 24 ayat (1) tersebut menjelaskan bahwa apabila debitor adalah suatu Perseroan Terbatas (PT), maka organ perseroan tersebut tetap berfungsi dengan ketentuan jika dalam pelaksanaan fungsi tersebut menyebabkan berkurangnya harta pailit, maka pengeluaran uang yang merupakan bagian harta pailit, adalah wewenang kurator.


(21)

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dengan adanya putusan pernyataan pailit terhadap perusahaan pialang, organ perusahaan pialang tetap dapat berfungsi dengan ketentuan dalam pelaksanaan fungsi tersebut tidak menyebabkan berkurangnya harta kekayaan perusahaan yang termasuk dalam harta pailit.

Apabila sebelum putusan pailit diucapkan telah dilaksanakan transaksi efek di buras efek sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 24 ayat (4) UUK dan PKPU, maka transaksi tersebut wajib diselesaikan. Menurut penjelasan ketentuan Pasal 24 ayat (4) tersebut, Transaksi efek di bursa efek perlu dikecualikan, hal tersebut untuk menjamin kelancaran dan kepastian hukum atas transaksi efek di bursa efek. Adapun penyelesaian transaksi efek di bursa efek dapat dilaksanakan dengan cara penyelesaian pembukuan atau cara lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, perusahaan pialang telah melakukan transaksi efek di bursa efek, baik pembelian maupun penjualan efek, baik untuk kepentingan sendiri ataupun kepentingan pihak lain (investor), maka transaksi tersebut wajib diselesaikan dengan cara penyelesaian pembukuan atau cara lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Selain akibat-akibat putusan pernyataan pailit terhadap perusahaan pialang tersebut di atas, putusan pernyataan pailit terhadap perusahaan pialang juga memungkinkan terjadinya dua akibat hukum. Akibat hukum Pertama adalah perusahaan pialang yang dinyatakan pailit dapat tetap beroperasi.Perusahaan pialang yang dinyatakan pailit dapat tetap beroperasi apabila telah memenuhi


(22)

persyaratan sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan Pasal 104 ayat (1) UUK dan PKPU yang menentukan bahwa berdasarkan persetujuan panitia kreditor sementara, kurator dapat melanjutkan usaha debitor yang dinyatakan pailit walaupun terhadap putusan pernyataan pailit tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Pasal 104 ayat (2) menentukan bahwa apabila dalam kepailitan tidak diangkat panitia kreditor, kurator memerlukan izin Hakim Pengawas untuk melanjutkan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut.

Diteruskannya kelanjutan usaha dari debitor (perusahaan pialang) yang dinyatakan pailit, maka dimungkinkan adanya keuntungan yang akan diperoleh diantaranya yaitu:120

a. Dapat menambah harta si pailit dengan keuntungan-keuntungan yang mungkin diperoleh dari perusahaan.

b. Ada kemungkinan lambat laun si pailit akan dapat membayar utangnya secara penuh.

c. Kemungkinan tercapainya suatu perdamaian.

Akibat hukum kedua adalah perusahaan pialang yang dinyatakan pailit dapat dibubarkan. Pembubaran perusahaan pialang dapat terjadi karena dua hal sebagaimana yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, selanjutnya disebut UUPT. Kedua sebab pembubaran tersebut yaitu:


(23)

1. Pembubarandengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan.

Sebab pembubaran perusahaan pialang tersebut telah ditentukan dalam ketentuan Pasal 142 ayat (1) huruf d UUPT yang menentukan bahwa pembubaran suatu perseroan dapat terjadi dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan.

Perusahaan pialang yang dibubarkan dengan dicabutnya kepailitan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 142 ayat (1) huruf d tersebut, maka berdasarkan ketentuan Pasal 142 ayat (4) UUPT, pengadilan niaga sekaligus memutuskan pemberhentian kurator dengan memperhatikan ketentuan dalam UUK dan PKPU. Pada putusan pengadilan niaga tersebut juga ditetapkan jumlah biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator berdasarkan ketentuan Pasal 75 UUK dan PKPU. Berdasarkan putusan tersebut, maka dilakukan pembubaran perusahaan pialang yang diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 142 ayat (2) huruf a UUPT. 2. Pembubaran karena harta pailit perseroan yang telah dinyatakan pailit berada

dalam keadaan insolvensi.

Sebab pembubaran perusahaan pialang tersebut telah ditentukan dalam ketentuan Pasal 142 ayat (1) huruf e UUPT yang menentukan bahwa pembubaran perseroan terjadi karena harta pailit perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam UUK dan PKPU.


(24)

Setelah harta pailit berada dalam keadaan insolvensi, maka menurut ketentuan Pasal 187 ayat (1) UUK dan PKPU, Hakim Pengawas dapat mengadakan suatu rapat kreditor pada hari, jam, dan tempat yang ditentukan untuk mendengar mereka seperlunya mengenai cara pemberesan harta pailit dan jika perlu mengadakan pencocokan piutang, yang dimasukkan setelah berakhirnya tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1), dan belum juga dicocokkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133.

Dengan demikian, apabila ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 187 ayat (1) tersebut dihubungkan dengan ketentuan Pasal 142 ayat (1) huruf e UUPT, maka terhitung sejak harta pailit perusahaan pialang yang dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi, berarti pula sejak saat itu terjadi pembubaran perusahaan pialang yang diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh kurator sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan ketentuan Pasal 142 ayat (2) huruf a UUPT yang menjelaskan bahwa likuidasi yang dilakukan oleh kurator adalah likuidasi yang khusus dilakukan dalam hal perseroan bubar berdasarkan ketentuan pada ayat (1) huruf e (pembubaran perseroan karena harta pailit perseroan yang dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi).

Apabila suatu perusahaan pialang bubar sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 142 ayat (1) UUPT, maka berdasarkan Peraturan OJK Nomor 20/POJK.04/2016 tentang Perizinan Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek, izin usaha perusahaan pialang tersebut dapat dicabut oleh OJK. Pencabutan izin usaha oleh


(25)

OJK tersebut telah diatur dalam ketentuan Pasal 61 huruf d yang menentukan bahwa izin usaha perusahaan efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek atau perantara pedagang efek dapat dicabut oleh OJK apabila perusahaan tersebut bubar.

Sementara itu, akibat hukum kepailitan perusahaan pialang terhadap para nasabahnya adalah bahwa aset milik nasabah perusahaan pialang tetap menjadi hak para nasabah tersebut meskipun perusahaan pialang telah dinyatakan pailit, karena telah terjadi pemisahan antara harta kekayaan perusahaan pialang dengan harta kekayaan para nasabahnya. Ketentuan pemisahan harta kekayaan tersebut telah diatur dalam ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang mewajibkan perusahaan pialang yang menerima efek dari nasabahnya untuk menyimpan efek tersebut dalam rekening yang terpisah dari rekening perusahaan pialang, dan menyelenggarakan pembukuan secara terpisah untuk setiap nasabah dan menyediakan tempat penyimpanan yang aman atas harta nasabahnya, sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh OJK.

Penjelasan ketentuan Pasal 37 tersebut menjelaskan bahwa efek nasabah yang dikelola oleh perusahaan pialang merupakan titipan nasabah, bukan merupakan bagian kekayaan dari perusahaan pialang. Oleh karena itu, efek nasabah tersebut harus disimpan dalam rekening yang terpisah dari rekening perusahaan pialang. Karena efek nasabah tersebut bukan merupakan bagian dari kekayaan perusahaan pialang, dalam hal perusahaan pialang yang bersangkutan pailit atau likuidasi, efek nasabah tersebut bukan merupakan bagian dari harta kepailitan ataupun harta yang dilikuidasi. Dengan demikian, semua kreditor atau


(26)

pihak lain yang mempunyai hak tagih terhadap perusahaan pialang tidak mempunyai hak untuk menuntut efek nasabah yang dikelola oleh perusahaan pialang.

Lebih lanjut penjelasan Pasal 37 tersebut menjelaskan bahwa di samping kewajiban untuk memisahkan efek nasabah dari kekayaan perusahaan pialang, perusahaan pialang juga wajib menyelenggarakan pembukuan secara terpisah untuk setiap nasabahnya agar tidak terjadi percampuran efek di antara nasabahnya. Selain itu, perusahaan pialang juga menyediakan tempat penyimpanan yang aman atas harta nasabah agar terhindar dari kemungkinan hilang, rusak ataupun resiko kecurian. Dengan pembukuan secara terpisah tersebut, setiap nasabah perusahaan pialang dapat secara mudah mengetahui jumlah efeknya dan menggunakannya untuk kepentingan pembuktian.

Berdasarkan ketentuan Pasal 37 tersebut, maka pihak-pihak yang bersengketa dengan perusahaan pialang (para kreditor), khususnya dalam hal perusahaan pialang yang dinyatakan pailit tidak dapat mengklaim harta kekayaan nasabah perusahaan pialang sebagai bagian dari harta perusahaan pialang. Dengan demikian, meskipun perusahaan pialang dinyatakan pailit, hal tersebut tidak menimbulkan akibat hukum terhadap harta kekayaan nasabah perusahaan pialang yang dapat digolongkan sebagai harta pailit perusahaan pialang. Dengan kata lain, bahwa harta kekayaan nasabah perusahaan pialang tidak dapat digolongkan kedalam harta pailit perusahaan pialang, karena telah terjadi pemisahan antara harta kekayaan perusahaan pialang dengan harta kekayaan nasabah perusahaan pialang.


(27)

Berkaitan dengan pemisahan harta kekayaan perusahaan pialang dengan harta kekayaan nasabah perusahaan pialang, OJK telah memiliki beberapa peraturan mengenai pemisahan harta kekayaan tersebut guna mencegah terhadap terjadinya resiko kehilangan aset nasabah. Peraturan-peraturan tersebut yaitu:121 a) Pasal 37 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,

mengatur tentang pemisahan rekening efek milik nasabah dengan perusahaan pialang, didukung oleh peraturan Bapepam Nomor VI.A.3 tentang Rekening Efek pada Kustodian.

b) Peraturan BAPEPAM Nomor V.E.1 tentang Perilaku Perusahaan Efek yang Melakukan Kegiatan sebagai Perantara Pedagang Efek. Mengatur bahwa perantara pedagang efek dilarang menggunakan efek dan atau uang yang diterima dari nasabah untuk melakukan transaksi atas nama nasabah tanpa atau tidak sesuai dengan perintah nasabah.

c) Peraturan BAPEPAM Nomor V.D.3 tentang Pengendalian Intern dan Penyelenggaraan Pembukuan oleh Perusahaan Efek. Mengatur bahwa dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari perusahaan efek harus sekurang-kurangnya memiliki 4 (empat) bagian pengendalian internal, yaitu bagian pemasaran, bagian pesanan dan perdagangan, bagian pembukuan, dan bagian custodian, memiliki fungsi masing-masing yang terpisah antara satu dengan yang lain.


(28)

C. Perlindungan Hukum terhadap Perusahaan Pialang dalam Kepailitan Dalam pengajuan permohonan pernyataan pailit, baik kreditor maupun debitor dapat langsung mengajukan permohonan pernyataan pailit tersebut kepada pengadilan niaga yang berwenang. Kreditor dapat mengajukan permohonan tersebut kepada debitornya, sementara debitor dapat mengajukan permohonan tersebut atas dirinya sendiri. Akan tetapi, dalam UUK dan PKPU telah diatur bahwa tidak semua debitor dapat diajukan langsung oleh kreditornya kepada pengadilan niaga untuk dinyatakan pailit. Dengan kata lain, bahwa terdapat pengecualian (ketentuan tersendiri) terhadap beberapa debitor dalam permohonan pernyataan pailit, termasuk dalam hal debitor merupakan perusahaan pialang (perusahaan yang bergerak di bidang pasar modal).

Dalam hal debitor merupakan perusahaan pialang, kreditor tidak berwenang mengajukan secara langsung permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan pialang kepada pengadilan niaga. Melainkan permohonan tersebut hanya dapat diajukan oleh otoritas yang berwenang. Hal tersebut merupakan bentuk perlindungan hukum terhadap perusahaan pialang dalam kepailitan yang diatur secara tegas dalam UUK dan PKPU.

Dalam hal debitor merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pasar modal, UUK dan PKPU telah mengatur mengenai otoritas yang berwenang mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan yang bergerak di bidang pasar modal tersebut. Pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor yang bergerak di bidang pasar modal telah diatur dalam ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUK dan PKPU yang menyatakan bahwa:


(29)

“Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (4) tersebut yang menentukan bahwa permohonan pernyataan pailit terhadap debitor yang bergerak di bidang pasar modal, pengajuan permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh BAPEPAM. Ketentuan pasal tersebut secara tegas menutup kemungkinan kepada pihak lain dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada debitor yang bergerak di bidang pasar modal. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan tersebut, pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan pialang hanya dapat diajukan oleh BAPEPAM. Ketentuan pasal tersebut juga sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap perusahaan pialang yang hendak dimohonkan pernyataan pailit kepada pengadilan niaga oleh kreditor. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka kreditor perusahaan pialang tidak berwenang mengajukan permohonan pernyataan pailit secara langsung kepada pengadilan niaga. Melainkan permohonan tersebut harus diajukan melalui BAPEPAM.

Penjelasan ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUK dan PKPU tersebut menyatakan bahwa:

“Permohonan pailit sebagaimana dimaksud dalam ayat ini hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal, karena lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek di bawah pengawasan Badan Pengawasan Pasar Modal. Badan Pengawas Pasar Modal juga mempunyai kewenangan penuh dalam hal pengajuan permohonan pernyataan pailit untuk instansi-instansi yang berada di bawah pengawasannya, seperti halnya kewenangan Bank Indonesia terhadap bank”.


(30)

Berdasarkan penjelasan ketentuan Pasal 2 ayat (4) tersebut, dapat diketahui bahwa kewenangan pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor yang bergerak di bidang pasar modal termasuk perusahaan pialang hanya dapat diajukan oleh BAPEPAM. Hal tersebut karena BAPEPAM merupakan lembaga yang diberi amanat oleh undang-undang untuk mengawasi seluruh kegiatan di bidang pasar modal, dan UUK dan PKPU sendiri memberikan kewenangan penuh hanya kepada BAPEPAM untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap instansi-instansi yang berada dibawah pengawasannya, seperti halnya kewenangan Bank Indonesia terhadap bank.

Setelah BAPEPAM secara kelembagaan dibubarkan dan digantikan oleh OJK berdasarkan UUOJK, maka hal tersebut berdampak juga pada dialihkannya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang pasar modal dari BAPEPAM kepada OJK sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan Pasal 55 ayat (1) UUOJK yang menyatakan bahwa:

“Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK”

Berdasarkan ketentuan Pasal 55 ayat (1) UUOJK tersebut, pengalihan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor pasar modal dari BAPEPAM kepada OJK berdampak pula pada wewenang dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor yang bergerak di bidang pasar modal. Wewenang dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor yang bergerak di bidang pasar modal yang sebelumnya dimiliki oleh


(31)

BAPEPAM telah beralih kepada OJK. Dengan kata lain, bahwa hanya OJK yang berwenang dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor yang bergerak di bidang pasar modal. Dengan demikian, permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan pialang hanya dapat diajukan oleh OJK.

Berdasarkan penjelasan ketentuan pasal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa UUK dan PKPU telah mengatur secara tegas terkait dengan pihak yang berwenang dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan pialang. Hal tersebut sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUK dan PKPU yang menentukan bahwa hanya OJK yang berwenang mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan pialang. Ketentuan Pasal 2 ayat (4) tersebut merupakan bentuk perlindungan hukum yang telah diberikan oleh UUK dan PKPU terhadap kepailitan perusahaan pialang guna mencegah kemungkinan kreditor mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan pialang secara langsung kepada pengadilan niaga. Mengigat perusahaan pialang merupakan perusahaan yang melakukan kegiatan usaha yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek. Oleh karena itu, kreditor tidak dapat serta-merta secara langsung mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan pialang. Melainkan harus OJK yang mengajukan permohonan tersebut, karena OJK sebagai lembaga yang mengawasi seluruh kegiatan di bidang pasar modal termasuk kegiatan usaha perusahaan pialang.

Meskipun UUK dan PKPU telah mengatur secara tegas mengenai kewenangan OJK dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap


(32)

perusahaan pialang. Akan tetapi, samapai saat ini OJK belum mengeluarkan suatu aturan yang jelas mengenai mekanisme pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan pialang sebagaimana aturan yang telah dikeluarkan OJK mengenai mekanisme pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah. Dampak dari belum adanya peraturan yang dikeluarkan oleh OJK tersebut, akan menyulitkan kreditor dalam pemenuhan hak piutangnya dalam hal debitornya adalah perusahaan pialang, karena jelas kreditor tersebut tidak memiliki kewewenang untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan pialang. Akan tetapi, hal tersebut juga dapat dimanfaatkan oleh kreditor untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit secara langsung terhadap perusahaan pialang tanpa melalui OJK, dengan alasan bahwaOJK tidak memiliki aturan mengenai mekanisme pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan pialang.

Dengan demikian, perlindungan hukum terhadap perusahaan pialang dalam kepailitan sebagaimana yang telah ditentukan dalam ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUK dan PKPU harus disertai dengan peraturan OJK terkait dengan mekanisme pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan pialang, sehingga selain aturan yang mengharuskan OJK dalam pengajuan permohonan pernyataan pailit, juga terdapat aturan mengenai mekanisme pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan pialang, sehingga terhadap kreditor yang hendak menuntut pemenuhan piutangnya kepada perusahaan


(33)

pialang melalui upaya kepailitan, harus memenuhi mekanisme dalam peraturan OJK tersebut.


(34)

BAB IV

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN PAILIT NOMOR 08/PDT.SUS.PAILIT/2015/PN.NIAGA.JKT.PST.

A. Duduk Perkara

Pada bulan Juli 2015 yang lalu terdapat kasus kepailitan pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang cukup menyita perhatian publik, karena dalam kasus tersebut, permohonan pernyataan pailit diajukan oleh kreditor yang merupakan nasabah suatu perusahaan yang bergerak di sektor pasar modal terhadap PT. AAA Sekuritas (perusahaan efek yang bergerak sebagai perantara pedagang efek/pialang dan penjamin emisi efek). Permasalahan dalam kasus kepailitan tersebut sehingga menyita perhatian adalah bahwa menurut ketentuan hukum kepailitan yang berlaku seharusnya yang berhak mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap PT. AAA Sekuritas adalah OJK.

Adapun duduk perkara pernyataan pailit terhadap PT. AAA Sekuritas tersebut sebagaimana yang telah diuraikan dalam Putusan Pailit Nomor 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. adalah:

Pihak pemohon pailit dalam perkara kepailitan tersebut adalah:

1. Pemohon I: Ghozi Muhammad, wiraswasta, beralamat/berkantor di Jalan Buncit Raya No. 139 Gedung Graha Mobisel Jakarta Selatan, dalam hal ini diwakili oleh kuasanya, yakni Darmi Marasabessy, S.H., advokat dari kantor hukum Darmi Marasabessy, S.H., & Rekan, berkantor di Jalan Margonda Raya No. 1 B, Depok, 16431, Jawa Barat, berdasarkan surat kuasa khusus Nomor 06/SK/KH-DAM/III/2015, tanggal 23 Maret 2015.


(35)

2. Pemohon II: Azmi Ghozi Harharah, wiraswasta, beralamat/berkantor di Jalan Buncit Raya No. 139 Gedung Graha Mobisel Jakarta Selatan, dalam hal ini diwakili oleh kuasanya Darmi Marasabessy, S.H., advokat dari kantor Darmi Marasabessy, S.H., & Rekan, berkantor di Jalan Margonda Raya No. 1 B, Depok, 16431, Jawa Barat, berdasarkan surat kuasa khusus Nomor 06/SK/KH-DAM/III/2015, tanggal 23 Maret 2015.

Pihak termohon pailit dalam perkara tersebut adalah:

PT. Andalan Artha Advisindo Sekuritas (PT. AAA Sekuritas), dahulu beralamat/berkantor di Jalan Mega Kuningan Barat Kav.E.4.3 No. 1, Kawasan Mega Kuningan, 12950, Jakarta, kini beralamat/berkantor di Jalan Prof. Soepomo, Ruko Crown Palace Blok A No. 15 C, Tebet, Jakarta Selatan.

Dalam perkara tersebut, para pemohon pailit dengan surat permohonannya tanggal 28 April 2015 yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 29 April 2015, dalam Nomor 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst, telah mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

1. Dasar Pengajuan Permohonan Pernyataan Pailit

a) Bahwa dasar hukum pengajuan permohonan pernyataan pailit adalah UUK dan PKPU;

b) Bahwa ketentuan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (4) UUK dan PKPU yang mengatur tentang syarat-syarat pailit sebagai berikut:

Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa “debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah


(36)

jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”.

Pasal 8 ayat (4) menyatakan bahwa “permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi”.

2. Adanya Utang yang Telah Jatuh Waktu dan Dapat Ditagih

a. Bahwa para pemohon pailit adalah perseorangan yang menekuni bisnis berupa pembelian/transaksi Repo (Repurchasement Agreement) terhadap perusahaan yang bergerak di bidang sekuritas;

b. Bahwa para pemohon pailit adalah perseorangan yang mempunyai hubungan hukum (bisnis) dengan termohon pailit selaku Presiden Direktur PT. AAA Sekuritas yang dibuktikan dengan instrument berupa lembar Repo Confirmation yang dikeluarkan oleh PT. AAA Sekuritas; c. Bahwa termohon pailit adalah perusahaan sekuritas nasional yang

bergerak di bidang perantara pedagang efek dan penjamin emisi efek; d. Bahwa berdasarkan perjanjian sebagaimana yang telah disepakati oleh

para pemohon dan termohon untuk melakukan transaksi Repo (Repurchasement Agreement), maka apa yang menjadi kewajiban para pemohon dalam transaksi Repo tersebut telah dipenuhi dengan memberi dan atau menyetorkan kepada termohon dana-dana sejumlah Rp.24.000.000.000,00 (dua puluh empat milyar rupiah) untuk membeli


(37)

saham-saham sebagaimana yang tertuang dalam Repo Confirmation masing-masing terdiri dari:

a) Repo Confirmation Ref. No. 004/RC/FI/Nov/14, tanggal 24 November 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok (principal) ditambah bunga (interest) total sebesar Rp.5.050.416.667,00 (lima milyar lima puluh juta empat ratus enam belas ribu eman ratus enam puluh tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan (ending settlement date), 29 Desember 2014 atas nama Ghozi Muhammad;

b) Repo Confirmation Ref. No. 002/RC/FI/Nov/14, tanggal 12 November 2014 untuk saham FRN GARUDA dengan nilai pokok (principal) ditambah bunga (interest) total sebesar Rp.6.060.500.000,00 (enam milyar enam puluh juta lima ratus ribu rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan (ending settlement date), 15 Desember 2014 atas nama Azmi Ghozi Harharah;

c) Repo Confirmation Ref. No. 003/RC/FI/Nov/14, tanggal 24 November 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok (principal) ditambah bunga (interest) total sebesar Rp.5.050.416.667,00 (lima milyar lima puluh juta empat ratus enam belas ribu enam ratus enam puluh tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan (ending settlement date), 29 Desember 2014 atas nama Azmi Ghozi Harharah;


(38)

d) Repo Confirmation Ref. No. 001/RC/FI/Des/14, tanggal 02 Desember 2014 untuk saham FRN GARUDA dengan nilai pokok (principal) ditambah bunga (interest) total sebesar Rp.8.080.666.667,00 (delapan milyar delapan puluh juta enam ratus enam puluh enam ribu enam ratus enam puluh tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan (ending settlement date), 05 Januari 2015 atas nama Azmi Ghozi Harharah;

e. Bahwa hingga tanggal jatuh waktu pengembalian/pembelian kembali, termohon belum melaksanakan kewajibannya untuk menyelesaikan dan atau mengembalikan dana-dana para pemohon untuk membeli kembali saham-saham tersebut dalam Repo Confirmation sebagaimana tersebut pada bagian huruf d di atas;

f. Bahwa pada tanggal 29 Desember 2014, para pemohon dan termohon melakukan pertemuan yang bertempat di kantor para pemohon, pada pertemuan tersebut menghasilkan suatu kesepakatan yang pada intinya termohon berjanji/bersedia dan sanggup untuk menyelesaikan dan atau mengembalikan/membeli kembali saham-saham a quo paling lambat 2 (dua) minggu terhitung sejak tanggal pertemuan;

g. Bahwa ternyata setelah 2 (dua) minggu dari tanggal pertemuan a quo (29 Desember 2014) bahkan hingga saat permohonan ini diajukan, termohon tidak mempunyai itikad baik untuk mengembalikan dana-dana yang telah disepakati yakni untuk membeli kembali saham-saham tersebut dalam


(39)

Repo Confirmation sebagaimana mestinya, baik pokok utang (principal) maupun bunga utang (interest);

h. Bahwa sebelum permohonan pernyataan pailit ini diajukan oleh para pemohon terhadap termohon, para pemohon telah beberapa kali menyampaikan teguran/peringatan-peringatan serta memberitahukan, baik melalui pesan media elektronik (email) dan atau mengirim surat somasi yang merupakan kelanjutan dari peringatan-peringatan yang menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam hal penyampaian teguran/peringatan-peringatan yang telah beberapa kali pemohon sampaikan sebelumnya yang masing-masing terdiri dari:

a) Pesan media elektronik (email) pada tanggal 29 Desember s.d. 30 Desember 2014;

b) Surat No. 10/Somasi/KH-DAM/FFI/2015 pada tanggal 10 Maret 2015 perihal somasi;

i. Bahwa meskipun para pemohon sudah beberapa kali menyampaikan teguran/peringatan-peringatan kepada termohon sebagaimana yang telah dijelaskan pada huruf j di atas, bahwa tanggal pengembalian/penyelesaian dana-dana transaksi Repo telah melewati tanggal jatuh tempo dan agar termohon untuk segera menyelesaikan kewajiban-kewajibannya dengan mengembalikan seluruh dana yang telah disetor oleh para pemohon, baik pokok (principal) maupun bunga (interest) untuk membeli kembali saham-saham a quo sebagaimana yang telah dijelaskan dalam huruf d di atas, namun hingga batas waktu yang telah ditentukan dalam


(40)

teguran/peringatan-peringatan yang disampaikan oleh para pemohon tersebut ternyata termohon tidak juga mengindakan permintaan/teguran dari para pemohon untuk menyelesaikan kewajiban-kewajibannya terhadap para pemohon;

j. Bahwa berdasarkan uraian di atas, terbukti dengan jelas dan secara hukum adanya ‘unsur utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih” sebagaiman yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU;

k. Bahwa dengan demikian, berdasarkan fakta-fakta hukum yang telah diuraikan di atas, para pemohon yang sudah menyampaikan pesan/surat, baik melalui pesan media elektronik (email) maupun surat somasi yang pada dasarnya bertujuan untuk melakukan penagihan-penagihan yang disertai dengan teguran/peringatan-peringatan akan kewajiban termohon untuk segera melakukan pengembalian/penyelesaian dana-dana yang telah disetorkan oleh para pemohon untuk mengingat seluruh tagihan-tagihan tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih, namun termohon tidak pula melaksanakan kewajibannya atas hak para pemohon sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya;

l. Bahwa sesuai dengan fakta hukum sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka permohonan para pemohon telah memenuhi persyaratan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (4) UUK dan PKPU, bahwa termohon mempunyai utang kepada para pemohon yang telah terbukti secara sederhana, telah jatuh waktu dan dapat ditagih dan terbukti pula


(41)

termohon mempunyai kreditor lebih dari satu yakni para pemohon (dua orang/kreditor), sehingga permohonan ini telah memenuhi persyaratan untuk dikabulkan, dan oleh karenanya para pemohon dengan ini memohon dengan hormat kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar termohon dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya;

m. Bahwa guna melindungi kepentingan para kreditor selaku pemohon pailit, serta sesuai dengan ketentuan Pasal 15 ayat (1) UUK dan PKPU, pemohon pailit memohon kepada Ketua Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atau Majelis Hakim yang memeriksa permohonan pailit a quo, untuk menetapkan Hakim Pengawas guna mengawasi pengurusan dan pemberesan harta termohon pailit, serta berkenan menunjuk dan mengangkat sudara Darwin Marpaung, S.H., M.H., dengan nomor pendaftaran di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. No. C.AHU.04.03.25 tanggal 22 Februari 2011 pada MAAS Law Offices, beerkantor di Jalan Baru Raya No. 27 Gandaria Utara, Kebayoran Baru, 12140, Jakarta Selatan, Indonesia, selaku kurator dalam kepailitan termohon pailit yang telah menyatakan kesediaan dan tidak mempunyai benturan kepentingan dengan termohon pailit, serta tidak sedang menangani 3 (tiga) perkara kepailitan guna melakukan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit termohon pailit.

3. Permohonan Para Pemohon kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat


(42)

1) Menerima dan mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya;

2) Menyatakan bahwa termohon mempunyai utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih;

3) Menyatakan termohon berada dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya;

4) Mengangkat Hakim Pengawas dari lingkungan hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai Hakim Pengawas dalam kepailitan ini;

5) Mengangkat saudara Darwin Marpaung, S.H., M.H. pada MAAS Law Offices, berkantor di Jalan Hidup Baru Raya No. 27, Gandaria Utara, Kebayoran Baru, 12140, Jakarta, Indonesia, selaku kurator dalam kepailitan ini;

6) Menetapkan besarnya imbalan jasa kurator sesuai ketentuan yang berlaku dan akan ditetapkan kemudian setelah menjalankan tugasnya;

Bahwa atas permohonan para pemohon tersebut di atas, termohon pada persidangan tanggal 03 Juni 2015, melalui kuasanya secara lisan menyatakan tidak mengajukan jawabah.

B. Pertimbangan Hakim

Adapun pertimbangan hakim dalam putusan pernyataan pailit terhadap PT. AAA Sekuritas sebagaimana yang telah diuraikan dalam Putusan Pailit Nomor 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. adalah sebagai berikut:


(43)

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan para pemohon adalah sebagaimana tersebut di atas;

Menimbang, bahwa pada pokoknya para pemohon memohon agar termohon dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya;

Menimbang, bahwa alasan-alasan dari permohonan para pemohon pada pokoknya adalah sebagai berikut:

1. Bahwa para pemohon dan termohon telah melakukan transaksi Repo (Repurchasement Agreement) dan apa yang menjadi kewajiban para pemohon memberi atau menyetorkan kepada termohon dana-dana sebesar Rp.24.000.000.000,00 (dua puluh empat milyar rupiah) untuk membeli saham-saham yang tertuang dalam:

1) Repo Confirmation Ref. No. 004/RC/FI/Nov/14, tanggal 24 November 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok (principal) ditambah bunga (interest) total sebesar Rp.5.050.416.667,00 (lima milyar lima puluh juta empat ratus enam belas ribu eman ratus enam puluh tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan (ending settlement date), 29 Desember 2014 atas nama Ghozi Muhammad;

2) Repo Confirmation Ref. No. 002/RC/FI/Nov/14, tanggal 12 November 2014 untuk saham FRN GARUDA dengan nilai pokok (principal) ditambah bunga (interest) total sebesar Rp.6.060.500.000,00 (enam milyar enam puluh juta lima ratus ribu rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan (ending settlement date), 15 Desember 2014 atas nama Azmi Ghozi Harharah;


(44)

3) Repo Confirmation Ref. No. 003/RC/FI/Nov/14, tanggal 24 November 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok (principal) ditambah bunga (interest) total sebesar Rp.5.050.416.667,00 (lima milyar lima puluh juta empat ratus enam belas ribu enam ratus enam puluh tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan (ending settlement date), 29 Desember 2014 atas nama Azmi Ghozi Harharah;

4) Repo Confirmation Ref. No. 001/RC/FI/Des/14, tanggal 02 Desember 2014 untuk saham FRN GARUDA dengan nilai pokok (principal) ditambah bunga (interest) total sebesar Rp.8.080.666.667,00 (delapan milyar delapan puluh juta enam ratus enam puluh enam ribu enam ratus enam puluh tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan (ending settlement date), 05 Januari 2015 atas nama Azmi Ghozi Harharah;

2. Bahwa pada tanggal 29 Desember 2014 telah disepakati antara termohon dan pemohon bahwa termohon sanggup untuk menyelesaikan dan atau mengembalikan/membeli kembali saham-saham a quo paling lambat 2 (dua) minggu sejak tanggal 29 Desember 2014;

3. Bahwa para pemohon telah melakukan teguran/peringatan-peringatan yaitu: a. Pesan media elektronik (email) pada tanggal 29 Desember s.d. 30

Desember 2014;

b. Surat No. 10/Somasi/KH-DAM/III/2015 pada tanggal 10 Maret 2015; 4. Bahwa hingga permohonan pailit a quo diajukan, PT. AAA Sekuritas tidak


(45)

5. Bahwa dengan demikian, para pemohon telah dapat membuktikan secara sederhana bahwa termohon memiliki utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih serta mempunyai kreditor lebih dari satu yaitu para pemohon (dua orang/kreditor);

Menimbang, bahwa para pemohon untuk membuktikan dalil-dalil permohonannya mengajukan surat bukti yang diberi tanda P-1 sampai dengan P-7 bermaterai cukup;

Menimbang, bahwa para pemohon dalam perkara a quo tidak mengajukan kreditor lain;

Menimbang, bahwa atas dalil-dalil permohonan para pemohon, termohon tidak mengajukan jawaban serta bukti dan tidak menggunakan haknya untuk mempertahankan haknya di muka persidangan;

Menimbang, bahwa untuk menyatakan termohon pailit harus dipenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU yang pada pokoknya menyatakan “debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan yang tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”.

Menimbang, bahwa dalam permohonan pailit, unsur-unsur Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU yang harus dibuktikan adalah:

a. Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor; b. Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang; c. Yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih;


(46)

d. Dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya;

Pemohon pailit:

Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan apakah benar secara hukum para pemohon adalah sebagai pihak kreditor yang berhak mengajukan pailit, dan termohon adalah debitor yang mempunyai hubungan hukum dengan pemohon sehingga dapat dimintakan pailit;

Menimbang, bahwa pengertian kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan (Pasal 1 ayat (2) UUK dan PKPU). Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan (Pasal 1 ayat (3) UUK dan PKPU). Dengan mengacu pada ketentuan tersebut, permohonan pailit dapat dimintakan baik oleh debitor sendiri maupun kreditor. Permohonan pailit harus diajukan oleh seorang advokat (Pasal 7 ayat (1) UUK dan PKPU);

Menimbang, bahwa para pemohon ada hubungan hukum dengan termohon, yaitu termohon telah melakukan transaksi Repo (Repurchasement Agreement) dan apa yang menjadi kewajiban para pemohon memberi atau menyetorkan kepada termohon dana-dana sebesar Rp.24.000.000.000,00 (dua puluh empat milyar rupiah) untuk membeli saham-saham pada BRI INDO dan FRN GARUDA, dan ada tagihan yang belum dibayar oleh termohon, maka dengan demikian para pemohon adalah sebagai pihak kreditor dan termohon adalah sebagai pihak debitor sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2)


(47)

dan (3) UUK dan PKPU, dan tidak terhalang oleh ketentuan Pasal 2 ayat (2), (3), dan (4) UUK dan PKPU, serta permohonan pailit dalam perkara ini juga diajukan oleh seorang advokat, maka dengan fakta tersebut di atas, syarat formil dalam permohonan pernyataan pailit dalam perkara ini tentang kreditor dan debitor adalah sah dan diajukan secara benar sesuai UUK dan PKPU;

Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor:

Menimbang, bahwa para pemohon yang masih mempunyai tagihan kepada termohon (bukti P-1 sampai dengan P-6) sebesar Rp.24.000.000.000,00 (dua puluh empat milyar rupiah), maka berdasarkan bukti tersebut, adanya dua atau lebih kreditor telah terpenuhi;

Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang:

Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan apakah benar secara hukum bahwa debitor mempunyai utang kepada kreditor dan utang tersebut belum/tidak dibayar lunas oleh debitor;

Menimbang, bahwa dalam UUK dan PKPU tidak dijelaskan berapa jumlah utang minimal yang harus ada sehingga dapat diajukan permohonan pernyataan pailit. Dalam UUK dan PKPU hanya dijelaskan utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontijen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor (Pasal 1 ayat (6) UUK dan PKPU);


(48)

Menimbang, bahwa para pemohon telah melakukan transaksi Repo (Repurchasement Agreement), dan apa yang menjadi kewajiban para pemohon memberi/menyetorkan kepada termohon dana-dana sebesar Rp.24.000.000.000,00 (dua puluh empat milyar rupiah) untuk membeli saham-saham pada BRI INDO dan FRN GARUDA dengan jumlah tagihan yang belum dibayar sebesar Rp.24.000.000.000,00 (dua puluh empat milyar rupiah);

Menimbang, bahwa tagihan dari para pemohon tersebut secara hukum adalah utang atau kewajiban termohon yang harus dibayar, dan terbukti utang tersebut tidak dibayar oleh termohon;

Telah jatuh waktu dan dapat ditagih:

Menimbang, bahwa para pemohon telah menagih utang tersebut kepada termohon dengan mengirimkan pesan media elektronik (email) pada tanggal 29 Desember 2014 s.d. 30 Desember 2014 dan surat No. 10/Somasi/KH-DAM/III/2015 pada tanggal 10 Maret 2015, telah menagih utang tersebut kepada termohon berkali-kali dengan cara musyawarah, akan tetapi utang termohon kepada para pemohon tetap belum dibayar sampai dengan sekarang;

Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka semua unsur dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU telah terpenuhi;

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (4) UUK dan PKPU, permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU telah terpenuhi;


(49)

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan para pemohon beralasan sehingga harus dikabulkan dan karenanya termohon harus dinyatakan dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya;

Menimbang, bahwa oleh karena termohon dinyatakan pailit, maka harus ditunjuk Hakim Pengawas dari Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan kurator yang namanya akan ditentukan dalam amar putusan ini;

Menimbang, bahwa para pemohon dalam permohonannya telah memohon untuk kepentingan pemberesan harta pailit diperlukan kurator dan mengusulkan agar saudara Darwin Marpaung, S.H., M.H., berkantor/beralamat pada MAAS Law Offices, di Jalan Hidup Baru Raya No. 27 Gandaria Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No. C.AHU.AH.04.03.25 tanggal 22 Februari 2011, untuk diangkat sebagai kurator dalam perkara a quo;

Menimbang, bahwa Majelis Hakim berpendapat oleh karena permohonan pailit dari para pemohon dikabulkan, maka untuk pemberesan harta pailit wajib ditunjuk seorang kurator, dan untuk Majelis Hakim akan menunjuk saudara Darwin Marpaung, S.H., M.H., berkantor/beralamat pada MAAS Law Offices, di Jalan Hidup Baru Raya No. 27 Gandaria Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No. C.AHU.AH.04.03.25 tanggal 22 Februari 2011 sebagai kurator untuk melakukan pemberesan harta pailit dalam a quo, dan sepanjang persidangan Majelis Hakim tidak menemukan adanya benturan kepentingan, baik dengan pihak pemohon maupun termohon;


(50)

Menimbang, bahwa mengenai imbalan jasa bagi kurator dan biaya kepailitan akan ditetapkan kemudian setelah kurator menyelesaikan/menjalankan tugas-tugasnya dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No. 01 tahun 2013 tentang Pedoman Imbalan bagi Kurator dan Pengurus, setelah kurator yang bersangkutan menjalankan tugasnya selaku kurator dalam perkara permohonan pernyataan pailit ini;

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan para pemohon telah dikabulkan, maka menurut hukum biaya yang timbul dalam permohonan ini wajib dibebankan kepada termohon yang besarnya tersebut dalam amar putusan ini;

Mengingat, Pasal 2 ayat (1), Pasal 8 ayat (4) UUK dan PKPU, serta pasal-pasal dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan perkara ini;

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangandalam Putusan Pailit Nomor 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst tersebut di atas, maka Majelis Hakim memutuskan dalam amar putusannya yaitu:

1. Mengabulkan permohonan pernyataan pailit para pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan termohon PT. Andalan Artha Advisindo Sekuritas (PT. AAA

Sekuritas), beralamat di Jalan Mega Kuningan Barat Kav.F.4.3 No. 1, Kawasan Mega Kuningan, 12950, Jakarta, kini beralamat di Jalan Prof. Soepomo, Ruko Crown Palace Blok. AA No. 15C, Tebet, Jakarta Selatan, berada dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya;

3. Menunjuk dan mengangkat Saudara Syaiful Arif, S.H., M.H., Hakim Niaga pada Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat sebagai Hakim Pengawas;


(51)

4. Mengangkat saudara Darwin Marpaung, S.H., M.H., beralamat di MAAS Law Offices, Jalan Hidup Baru Raya No. 27, Gandaria Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sebagai kurator dalam perkara kepailitan ini;

5. Menetapkan imbalan jasa kurator akan ditetapkan kemudian setelah kurator menjalankan tugasnya;

6. Menghukum termohon untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini yang hingga kini diperhitungkan sebesar Rp.626.000,00 (enam ratus dua puluh enam ribu rupiah).

C. Analisis Putusan

Sebagaimana yang telah diatur dalam UUK dan PKPU, bahwa permohonan pernyataan pailit dapat diajukan baik oleh debitor sendiri maupun oleh satu atau lebih kreditor. Debitor dan kreditor dalam hal ini dapat merupakan orang perseorangan ataupun suatu badan hukum/perusahaan. PT. AAA Sekuritas (termohon pailit) yang merupakan perusahaan yang berbadan hukum dapat dinyatakan pailit apabila telah memenuhi persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU yang menyatakan bahwa:

“Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”.


(52)

Untuk mengetahui apakah termohon pailit telah memenuhi persyaratan untuk dinyatakan pailit, baik secara materil maupun formil, maka dapat diuraikan persyaratan tersebut sebagai berikut:

1. Syarat debitor harus mempunyai dua atau lebih kreditor.

Adapun pihak kreditor (pemohon pailit) dari termohon pailit adalah orang perseorangan yang merupakan nasabah dari termohon pailit, yaitu:

1) Ghozi Muhammad, wiraswasta, beralamat/berkantor di Jalan Buncit Raya No. 139 Gedung Graha Mobisel Jakarta Selatan, dalam hal ini diwakili oleh kuasanya, yakni Darmi Marasabessy, S.H., advokat dari kantor hukum Darmi Marasabessy, S.H., & Rekan, berkantor di Jalan Margonda Raya No. 1 B, Depok, 16431, Jawa Barat, berdasarkan surat kuasa khusus Nomor 06/SK/KH-DAM/III/2015, tanggal 23 Maret 2015.

2) Azmi Ghozi Harharah, wiraswasta, beralamat/berkantor di Jalan Buncit Raya No. 139 Gedung Graha Mobisel Jakarta Selatan, dalam hal ini diwakili oleh kuasanya Darmi Marasabessy, S.H., advokat dari kantor Darmi Marasabessy, S.H., & Rekan, berkantor di Jalan Margonda Raya No. 1 B, Depok, 16431, Jawa Barat, berdasarkan surat kuasa khusus Nomor 06/SK/KH-DAM/III/2015, tanggal 23 Maret 2015.

Berdasarkan uraian tersebut, maka syarat “debitor harus mempunyai dua atau lebih kreditor” telah terpenuhi. Dengan kata lain, bahwa termohon pailit memiliki dua orang kreditor yang merupakan nasabahnya sendiri, sekaligus merupakan para pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit (pemohon pailit)


(53)

2. Syarat debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Bahwa untuk dapat dinyatakan pailit, termohon pailit harus tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Ketentuan Pasal 1 ayat (6) UUK dan PKPU menyatakan bahwa:

“Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapatkan pemenuhannya”.

Bahwa utang termohon pailit berasal dari transaksi Repo (Repurchasement Agreement) yang telah disepakati antara termohon pailit dengan para pemohon pailit. Dalam transaksi tersebut, para pemohon pailit telah memenuhi kewajibannya yakni melakukan transaksi Repo, yaitu memberi/menyetorkan dana sebesar Rp.24.000.000.000,00 (dua puluh empat milyar rupiah) untuk membeli saham-saham pada BRI INDO dan FRN GARUDA. Dana tersebut telah tertuang dalam Repo Confirmation yang masing-masing terdiri dari:

1) Repo Confirmation Ref. No. 004/RC/FI/Nov/14, tanggal 24 November 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok (principal) ditambah bunga (interest) total sebesar Rp.5.050.416.667,00 (lima milyar lima puluh juta empat ratus enam belas ribu eman ratus enam puluh tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan (ending settlement date), 29 Desember 2014 atas nama Ghozi Muhammad.

2) Repo Confirmation Ref. No. 002/RC/FI/Nov/14, tanggal 12 November 2014 untuk saham FRN GARUDA dengan nilai pokok (principal)


(54)

ditambah bunga (interest) total sebesar Rp.6.060.500.000,00 (enam milyar enam puluh juta lima ratus ribu rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan (ending settlement date), 15 Desember 2014 atas nama Azmi Ghozi Harharah.

3) Repo Confirmation Ref. No. 003/RC/FI/Nov/14, tanggal 24 November 2014 untuk saham BRI INDO dengan nilai pokok (principal) ditambah bunga (interest) total sebesar Rp.5.050.416.667,00 (lima milyar lima puluh juta empat ratus enam belas ribu enam ratus enam puluh tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan (ending settlement date), 29 Desember 2014 atas nama Azmi Ghozi Harharah.

4) Repo Confirmation Ref. No. 001/RC/FI/Des/14, tanggal 02 Desember 2014 untuk saham FRN GARUDA dengan nilai pokok (principal) ditambah bunga (interest) total sebesar Rp.8.080.666.667,00 (delapan milyar delapan puluh juta enam ratus enam puluh enam ribu enam ratus enam puluh tujuh rupiah), tanggal penyelesaian/pengambilan (ending settlement date), 05 Januari 2015 atas nama Azmi Ghozi Harharah.

Dana tersebut telah menjadi tagihan para pemohon pailit kepada termohon pailit. Sampai pada tanggal jatuh waktu pengembalian/pembelian kembali bahkan sampai putusan pernyataan pailit terhadap termohon pailit dibacakan, termohon pailit belummemenuhi kewajibannya untuk membeli kembali saham-saham tersebut. Dana tagihan sebesar Rp.24.000.000.000,00 (dua puluh empat milyar tersebut) merupakan utang termohon pailit kepada para pemohon pailit. Dengan demikian syarat “debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah


(55)

jatuh waktu dan dapat ditagih” telah terpenuhi. Dengan kata lain bahwa, termohon pailit memiliki utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagihkepada para pemohon pailit sebesar Rp.24.000.000.000,00 (dua puluh empat milyar rupiah). 3. Syarat atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih

kreditor.

Bahwa dalam syarat ini, permohonan pernyataan pailit dapat diajukan oleh debitor sendiri maupun oleh satu atau lebih kreditor. Dalam perkara kepailitan ini, permohonan pernyataan pailit terhadap termohon pailit diajukan oleh dua orang kreditor dari termohon pailit, yaitu:

1) Pemohon I: Ghozi Muhammad, wiraswasta, beralamat/berkantor di Jalan Buncit Raya No. 139 Gedung Graha Mobisel Jakarta Selatan, dalam hal ini diwakili oleh kuasanya, yakni Darmi Marasabessy, S.H., advokat dari kantor hukum Darmi Marasabessy, S.H., & Rekan, berkantor di Jalan Margonda Raya No. 1 B, Depok, 16431, Jawa Barat, berdasarkan surat kuasa khusus Nomor 06/SK/KH-DAM/III/2015, tanggal 23 Maret 2015.

2) Pemohon II: Azmi Ghozi Harharah, wiraswasta, beralamat/berkantor di Jalan Buncit Raya No. 139 Gedung Graha Mobisel Jakarta Selatan, dalam hal ini diwakili oleh kuasanya Darmi Marasabessy, S.H., advokat dari kantor Darmi Marasabessy, S.H., & Rekan, berkantor di Jalan Margonda Raya No. 1 B, Depok, 16431, Jawa Barat, berdasarkan surat kuasa khusus Nomor 06/SK/KH-DAM/III/2015, tanggal 23 Maret 2015.

Berdasarkan uraian tersebut, maka syarat “atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditor” telah terpenuhi. Dengan kata


(56)

lain, bahwa permohonan pernyataan pailit terhadap termohon pailit diajukan oleh dua kreditor dari termohon pailit yang juga merupakan nasabah dari termohon pailit.

Selain daripada ketentuan persyaratan dalam Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU tersebut di atas, ketentuan Pasal 8 ayat (4) UUK dan PKPU juga harus dipenuhi. Ketentuan Pasal 8 ayat (4) tersebut menyatakan bahwa:

“Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah terpenuhi”.

Bahwa berdasarkan uraian persyaratan permohonan pernyataan pailit sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (4) UUK dan PKPU tersebut di atas, maka secara sederhana persyaratan permohonan pernyataan pailit sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU telah terpenuhi, yaitu termohon pailit terbukti mempunyai dua orang kreditor yang juga merupakan nasabah termohon pailit, termohon pailit mempunyai tagihan/utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih kepada para pemohon pailit sebesar Rp.24.000.000.000,00 (dua puluh empat milyar rupiah), serta permohonan pernyataan pailit terhadap termohon pailit tersebut telah diajukan oleh dua kreditor termohon pailit.

Berdasarkan uraian persyaratan permohonan pernyataan pailit tersebut di atas sebagaimana yang telah di atur dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (4) UUK dan PKPU, maka termohon pailit (PT. AAA Sekuritas) secara


(57)

materil telah memenuhi persyaratan untuk dapat dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya. Dengan kata lain, syarat materil untuk dapat dinyatakan pailit telah terpenuhi. Akan tetapi, syarat formil untuk dinyatakan pailit tidak terpenuhi.

Termohon pailit (PT. AAA Sekuritas) adalah perusahaan efek yang bergerak sebagai perantara pedagang efek (pialang) dan penjamin emisi efek yang. Dengan kata lain, bahwa termohon pailit merupakan perusahaan berbadan hukum yang bergerak di sektor pasar modal. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUK dan PKPU, permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan yang bergerak di sektor pasar modal, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh OJK. Ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUK dan PKPU menyatakan bahwa:

“Dalam hal debitor adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (4) tersebut, maka seharusnya pihak yang berwenang mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap termohon pailit adalah OJK. Dengan kata lain, bahwa para pemohon pailit (nasabah termohon pailit) meskipun berkedudukan sebagai kreditor termohon pailit, tidak memiliki kewenangan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap termohon pailit tersebut. Dengan demikian, secara formil/syarat formil, permohonan pernyataan pailit terhadap termohon pailit harus diajukan oleh OJK sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (4) UUK dan PKPU. Para pemohon pailit


(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN PIALANG DALAM KEPAILITAN (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NIAGA JAKARTA PUSAT

NOMOR 08/PDT.SUS.PAILIT/2015/PN.NIAGA.JKT.PST.)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dalam Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

BOBTIAN SIJABAT 130200396

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

NIP. 197501122005012002 Windha, S.H., M.Hum.

Dosen Pembimbing I Desen pembimbing II

Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum.

NIP. 196302151989032002 NIP. 198612122014042001 Tri Murti Lubis, S.H., M.H.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan karunia-Nya sehingga penulis diberi kesehatan dan kekuatan untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulisan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum terhadap Perusahaan Pialang dalam Kepailitan (Studi Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 08/Pdt.Sus.Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst.)” adalah guna memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari masih terdapat banyak keterbatasan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini, semoga kedepannya penulis dapat lebih memperbaiki karya ilmiah penulis selanjutnya, baik dari segi substansi maupun metodologi penulisan.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak, antara lain:

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Dr. OK. Saidin, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Ibu Puspa Melati, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;


(3)

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Ibu Windha, S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I penulis yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pemikirannya dalam memberikan bimbingan selama proses penulisan skripsi ini;

7. Ibu Tri Murti Lubis, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II penulis yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pemikirannya dalam memberikan bimbingan selama proses penulisan skripsi ini;

8. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H. selaku Dosen Penasihat Akademik penulis yang telah memberikan waktu dan nasihatnya selama perkuliahan; 9. Seluruh Dosen Departemen Hukum Ekonomi yang telah memberikan banyak

Ilmu Pengetahuan Hukum dan mendidik kepribadian penulis;

10. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak Ilmu Pengetahuan Hukum dan mendidik kepribadian penulis;

11. Teristimewa kedua orang tua penulis, Bapak Saud Sijabat dan Ibu Lamria Hasibuan yang telah membesarkan, mendidik, dan memberikan nasihat kepada penulis.

12. Seluruh teman di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis selama perkuliahan khususnya saat penulisan skripsi ini.


(4)

Akhir kata, semoga penulisan skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan membuka cakrawala berpikir yang baru bagi kita semua yang membaca dan memahaminya.

Medan, Januari 2017

Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..i

DAFTAR ISI………...iv

ABSTRAK………..vi

BAB 1: PENDAHULUAN………1

A. Latar Belakang………...………...…….…………1

B. Perumusan Masalah...……..………...……….…13

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan…………..………..13

D. Keaslian Penulisan…...………...……….……15

E. Tinjauan Kepustakaan………...………..15

F. Metode Penulisan…...………...….….…….21

G. Sistematika Penulisan……...………..……..25

BAB II: PENGATURAN HUKUM TENTANG PIHAK-PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT DALAM UNDANG-UNDANG KEPAILITA………….27

A. Persyaratan Permohonan Pernyataan Pailit………..……27

B. Pihak-Pihak yang Dapat Mengajukan Permohonan Pernyataan Pailit…...32

C. Pihak-Pihak yang Dapat Dinyatakan Pailit…….…..………...58

BAB III: AKIBAT HUKUM TERHADAP KEPAILITAN PERUSAHAAN PIALANG………...67


(6)

B. Akibat Hukum terhadap Kepailitan Perusahaan

Pialang………..81

C. Perlindungan Hukum terhadap Perusahaan Pialang dalam Kepailitan……….90

BAB IV: PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN PAILIT NOMOR 08/PDT.SUS.PAILIT/2015/PN.NIAGA.JKT.PST…….96

A. Duduk Perkara………..96

B. Pertimbangan Hakim………..104

C. Analisis Putusan……….113

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN………....121

A. Kesimpulan………121

B. Saran………...124

DAFTAR PUSTAKA………...………...127 LAMPIRAN