PENERAPAN PENDEKATAN BERMAIN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LOMPAT JANGKIT PADA SISWA KELAS XII IPA 3 SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 2011

(1)

commit to user

PENERAPAN PENDEKATAN BERMAIN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LOMPAT JANGKIT PADA SISWA KELAS

XII IPA 3 SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

SKRIPSI Oleh:

AGUS SRI MURDIYANTO K4606016

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

commit to user

ii

PENERAPAN PENDEKATAN BERMAIN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LOMPAT JANGKIT PADA SISWA KELAS

XII IPA 3 SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Oleh:

AGUS SRI MURDIYANTO K4606016

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi

Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(3)

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pembimbing I

Drs. H. Agus Margono, M.Kes NIP. 19580822 198403 1 002

Pembimbing II

Drs. Budhi Satyawan M.Pd NIP. 19650909 199403 1 003


(4)

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan.

Pada hari : Senin

Tanggal : 27 Desember 2010

Tim Penguji Skripsi :

(Nama Terang) (Tanda Tangan)

Ketua : Drs. H. Mulyono, M.M.

Sekretaris : Waluyo, S.Pd, M.Or

Anggota I : Drs. H. Agus Margono, M.Kes

Anggota II : Drs. Budhi Satyawan, M.Pd

Disahkan oleh :

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP 19600727 198702 1 001


(5)

commit to user

v ABSTRAK

Agus Sri Murdiyanto. PENERAPAN PENDEKATAN BERMAIN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LOMPAT JANGKIT PADA SISWA KELAS XII IPA 3 SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Desember 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk: mengetahui efektifitas penerapan pendekatan bermain untuk meningkatkan hasil belajar lompat jangkit pada siswa kelas XII IPA 3 SMA Negeri 4 Surakarta tahun pelajaran 2010 / 2011.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Intack Group dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII IPA 3 SMA Negeri 4 Surakarta tahun pelajaran 2010 /2011 yang berjumlah 36 siswa. Data hasil belajar lompat jangkit diperoleh melalui tes unjuk kerja, lembar observasi digunakan untuk mengumpulkan data kegiatan siswa di dalam mengikuti proses pembelajaran teknik dasar lompat jangkit melalui penerapan pendekatan bermain.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: bahwa hasil kemampuan siswa dalam melakukan rangkaian gerakan lompat jangkit meningkat dari 22 % pada kondisi awal menjadi 61 % pada akhir siklus I dan meningkat menjadi 94 % pada akhir siklus II. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa penerapan pendekatan bermain dapat meningkatkan hasil belajar lompat jangkit pada siswa kelas XII IPA 3 SMA Negeri 4 Surakarta tahun pelajaran 2010 / 2011.


(6)

commit to user

vi MOTTO

 Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling berguna bagi orang lain.

( HR. Al Qodla’iy )

 Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu

telah selesai (dari sesuatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.

(QS. Insyirah: 6-7)

 Yakinlah apapun yang terjadi padamu adalah jalan terbaik yang

dipilihkan Allah untukmu. Hidup tidak untuk mengeluh, tapi hidup harus dijalani dan disyukuri.


(7)

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada : Bapak, Ibu Tercinta dan sekeluarga Yang selalu mendukungku.

Teman kos dan Sahabat terkasih yang Selalu membantuku dalam

menyelesaikan sekripsi ini. Rekan-rekan angkatan ‘06 Almamater


(8)

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis panjatkan dengan kesungguhan hati kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan berkat dan karunia-Nya yang setiap waktu penulis terima dan rasakan, sehingga penyelesaian skripsi ini dapat tepat waktu. Disadari bahwa penulisan skripsi ini banyak mangalami hambatan, tetapi berkat bantuan dari beberapa pihak maka hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu dalam kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ketua Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Jurusan

Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Drs. H. Agus Margono, M. Kes sebagai pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam menyusun skripsi.

5. Drs. Budhi Satyawan, M.Pd sebagai pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam menyusun skripsi.

6. Kepala Sekolah dan Guru Penjas SMA Negeri 4 Surakarta yang telah memberikan

ijin penelitian.

7. Siswa kelas XII IPA 3 SMA Negeri 4 Surakarta yang telah bersedia menjadi sampel penelitian.

8. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

Semoga segala amal baik tersebut mendapatkan imbalan dari Tuhan yang Maha Esa. Akhirnya berharap semoga hasil penelitian yang sederhana ini dapat bermanfaat.


(9)

commit to user

ix DAFTAR ISI

JUDUL ... i

PENGAJUAN ... ii

PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Hasil Penelitian ... 5

BAB II. LANDASAN TEORI ... 7

A. Tinjauan Pustaka ... 7

1. Kurikulum ... 7


(10)

commit to user

x

3. Kurikulum Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan SMA

... 12

4. Lompat Jangkit ... 14

5. Pembelajaran ... 23

6. Pendekatan Pembelajaran ... 27

7. Pendekatan Pembelajaran Bermain ... 34

B. Kerangka berfikir ... 38

C. Perumusan Hipotesis ... 39

BAB III. METODE PENELITIAN ... 40

A. Setting Penelitian ... 40

1. TempatPenelitian ... 40

2. Waktu Penelitian ... 40

3. Siklus Penelitian ... 40

B. Persiapan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ... 41

C. Subjek Penelitian ... 41

D. Sumber Data ... 41

E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 41

F. Analisis data ... 42

G. Prosedur Penelitian... 42

1. Rancangan Siklus... 43

a. Tahap Perencanaan... 43

b. Tahap Pelaksanaan... 43

c. Pengamatan Tindakan... 44

d. Tahap Evaluasi (Refleksi)... 44

2. Rancangan Siklus II... 44

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN... 45

A. Deskripsi Kondisi Awal (Pra Sikklus)...…… 45


(11)

commit to user

xi

C. Siklus II... 58

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 70

A. Simpulan... 70

B. Saran... 70

DAFTAR PUSTAKA... 72

LAMPIRAN... 75


(12)

commit to user

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.Ilustrasi awalan lompat jangkit ... 17

Gambar 2.Ilustrasi jingkat lompat jangkit... 19

Gambar 3. Ilustarasi langkah lompat jangkit... 20

Gambar 4. Ilustrasi lompat dalam lompat jangkit... 21


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Rincian Kegiatan Waktu dan Jenis Kegiatan………... 40

Tabel 2. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ... 42

Tabel 3. Deskripsi Kondisi Awal ... 45

Tabel 4. Deskripsi Hasil Tes Belajar Pada Siklus I ... 57


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. RPP Siklus 1 pada pertemuan 1 ... 76

Lampiran 2. RPP Siklus 1 pada pertemuan 2 ... 82

Lampiran 3. RPP Siklus 1 pada pertemuan 3 ... 90

Lampiran 4. RPP Siklus 2 pada pertemuan 1 ... 95

Lampiran 5. RPP Siklus 2 pada pertemuan 2 ... 102

Lampiran 6. RPP Siklus 2 pada pertemuan 3 ... 109

Lampiran 7. Tabel. Kemampuan siswa dalam melakukan rangkaian gerakan lompat jangkit pada kondisi awal (pra siklus)... 114

Lampiran 8. Tabel. Kemampuan siswa dalam melakukan rangkaian gerakan lompat jangkit pada siklus I... 116

Lampiran 9. Tabel. Kemampuan siswa dalam melakukan rangkaian gerakan lompat jangkit pada siklus II... 118


(15)

commit to user


(16)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan jasmani merupakan suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan kemampuan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif dan kecerdasan emosi. Tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan jasmani mencakup pengembangan individu secara menyeluruh. Artinya, cakupan pendidikan jasmani tidak hanya pada aspek jasmani saja tetapi juga aspek mental, emosional, sosial dan sepiritual.

Pendidikan jasmani dan kesehatan yang diajarkan di sekolah memiliki peranan sangat penting yaitu, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan yang terpilih yang dilakukan secara sistematis. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang hayat.

Pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani didalamnya diajarkan beberapa cabang olahraga yang terangkum kurikulum pendidikan jasmani. Salah satu cabang olahraga yang diajarkan dalam pendidikan jasmani yaitu atletik. Atletik merupakan induk dari semua cabang olahraga yang diajarkan dari sekolah tingkat paling rendah (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bahkan Peguruan Tinggi (PT). Seperti dikemukakan

Yoyo Bahagia, Ucup Yusuf dan Adang Suherman (1999/2000: 1) bahwa, “atletik

merupakan salah satu mata pelajaran pendidikan jasmani kepada siswa dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP) dan Sekolah

Menengah Atas (SMA)”.

Berdasarkan jenisnya materi pendidikan jasmani dikelompokkan menjadi dua yaitu, materi pokok dan materi pilihan. Materi pokok merupakan materi yang


(17)

commit to user

wajib diberikan siswa. Cabang olahraga yang tercakup dalam materi pokok antara lain: atletik, senam, dan permainan. Sedangkan meteri pilihan sesuai dengan kemampuan dan situasi serta kondisi sekolah masing-masing.

Atletik adalah salah satu materi pokok yang diajarkan dalam pendidikan jasmani. Maksud dan tujuan diajarkan cabang olahraga atletik yaitu, untuk membantu perkembangan dan pertumbuhan siswa serta mengenalkan nomor-nomor atetik. Nomor-nomor-nomor atletik yang diajarkan meliputi jalan, lari, lompat, lempar. Dari tiap-tiap nomor tersebut didalamnya terdapat beberapa nomor yang dilombakan atau dipertandingkan. Untuk nomor lari terdiri dari: lari jarak pendek, jarak menengah jarak jauh atau marathon, lari gawang, lari sambung, dan lari lintas alam. Nomor lompat meliputi lompat jauh, lompat tinggi, lompat jangkit, lompat tinggi galah, nomor lempar meliputi lempar cakram, lempar lembing, tolak peluru dan lontar martil.

Lompat jangkit salah satu nomor lompat dalam cabang olahraga atletik yang diajarkan di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Lompat Jangkit merupakan suatu rangkaian lompatan yang terdiri dari awalan lari, kemudian jingkat (hop), melangkah (step), dan lompat

(jump) dan mendarat yang dilakukan secara berurutan dan terpadu untuk mencapai jarak lompatan yang sejauh-jauhnya.

Upaya membelajarkan lompat jangkit pada siswa sekolah perlu diterapkan cara mengajar yang baik dan tepat. Hal ini karena, para siswa pada umumnya belum menguasai teknik lompat jangkit, bahkan para siswa kurang senang dengan pembelajaran atletik. Untuk mengatasi hal tersebut, maka pembelajaran lompat jangkit hendaknya bisa diajarkan secara bervariasi dalam bentuk aktivitas yang menyenangkan. Upaya meningkatkan motivasi belajar siswa terhadap pelajaran atletik harus diterapkan melalui bentuk-bentuk pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Seorang guru harus mampu menerapakan pendekatan pembelajaran yang baik dan tepat. Dengan pendekatan pembelajaran yang tepat, siswa akan mudah menerima materi pelajaran dan hasilnya juga akan optimal.


(18)

commit to user

Pendekatan bermain merupakan salah satu cara belajar yang dalam pelaksanaannya dilakukan melalui bentuk permainan. Dalam pendekatan bermain siswa diberi kebebasan untuk mengekspresikan kemampuannya terhadap tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dengan cara bermain diharapkan siswa dapat memliki kreativitas dan inisiatif untuk memecahkan masalah yang muncul selama proses pembelajaran berlangsung. Melalui bermain dikembangkan juga unsur kompetitif, sehingga siswa saling berlomba menunjukkan kemampuannya.

Model pendekatan bermain, dimaksudkan untuk mengembangkan aspek-aspek kemampuan motorik melalui aktivitas bermain yang variatif, berjenjang tingkat kesulitannya. Permainan atletik merupakan kombinasi antara kegembiraan gerak dan tantangan tugas gerak yang dekat dengan pengalaman nyata. Dengan demikian guru dapat memanfaatkan pendekatan bermain ini untuk memotivasi siswa melakukan lompat jangkit dengan memberikan materi yang merangsang untuk bermain, yaitu menggunakan pemanasan dengan permainan agar siswa senang dalam mengikuti pembelajaran lebih lanjut.

Berdasarkan uraian pendekatan pembelajaran bermain yang telah diungkapkan di atas menggambarkan bahwa, pendekatan bermain merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan pencapaian hasil belajar lompat jangkit. Namun pencapaian hasil belajar tidak hanya dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran saja, masih ada faktor lain seperti kemampuan kondisi fisik siswa, motivasi, sarana dan prasarana dan lain-lain.

Upaya untuk mengatasi permasalahan dalam pencapaian hasil belajar lompat jangkit tersebut, maka perlu dikaji dan diteliti lebih mendalam baik secara teoritik maupun praktik melalui Penelitian Tindakan Kelas. Sebagai sampel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII IPA 3 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011.

Berdasarkan Program Pengalaman Lapangan (PPL) yang dilakukan, pembelajaran pendidikan jasmani yang telah dilaksanakan di SMA Negeri 4 Surakarta masih terdapat banyak kendala yang dihadapi, misalnya siswa kurang senang dengan pelajaran atletik, siswa tidak sungguh-sungguh dalam mengikuti


(19)

commit to user

pelajaran dan fasilitas yang dimiliki sekolah terbatas. Hal tersebut juga diperkuat dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti. Dari hasil tes lompat jangkit yang telah dilakukan hasil belajar siswa sangat rendah.

Selain observasi yang telah dilakukan hal ini juga terlihat dari pengalaman peneliti saat PPL, dalam pembelajaran atletik masih ada beberapa meteri atletik yang belum di ajarkan, misalnya materi lompat jangkit. Padahal dalam silabus dicantumkan bahwa kelas XII semester I terdapat materi lompat jangkit. Tetapi dalam kenyataannya pada saat peneliti memberikan materi lompat jangkit siswa tidak mengetahuinya. Hal ini disebabkan karena guru penjas orkes belum pernah memberikan materi lompat jangkit.

Berdasarkan permasalahan di atas dirasa perlu diadakan penelitian agar ditemukan solusi yang tepat guna menyelesaikan permasalahan pembelajaran dalam pendidikan jasmani, maka dikemukakanlah judul penelitian “Penerapan Pendekatan Bermain Untuk meningkatkan Hasil Belajar Lompat Jangkit Pada

Siswa Kelas XII IPA 3 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, masalah dalam penelitian dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Banyak kendala yang dihadapi dalam pembelajaran Lompat Jangkit di SMA

Negeri 4 Surakarta.

2. Siswa kelas XII IPA 3 SMA Negeri 4 Surakarta belum menguasai teknik dasar lompat jangkit dengan benar.

3. Pendekatan pembelajaran yang diterapkan di SMA Negeri 4 Surakarta belum menunjukkan hasil yang optimal, sehingga perlu pendekatan pembelajaran yang baik dan tepat.

4. Belum diketahui efektifitas pendekatan pembelajaran bermain terhadap hasil belajar lompat jangkit.


(20)

commit to user

C. Pembatasan Masalah

Banyaknya masalah yang muncul dalam penelitian maka perlu dibatasi agar tidak mennyimpang dari tujuan penelitian. Pembatasan masalah dalam penelitian sebagai berikut:

1. Pada siswa kelas XII IPA 3 SMA Negeri 4 Surakarta Penguasaan teknik dasar lompat jangkit dengan benar.

2. Efektifitas pendekatan bermain tehadap hasil belajar lompat jangkit.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah, masalah dalam penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut:

Apakah Penerapan Pendekatan Bermain Dapat Meningkatkan Hasil Belajar Lompat Jangkit Siswa Kelas XII IPA 3 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Pelajaran 2010 / 2011?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan diatas, tujuan penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui apakah model pendekatan bermain dapat meningkatkan hasil belajar lompat jangkit siswa kelas XII IPA 3 SMA Negeri 4 Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011?

F. Manfaat Penelitian

Setelah penelitian ini selesai, diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Bagi siswa, dapat meningkatkan kemampuan lompat jangkit serta


(21)

commit to user

2. Bagi guru pendidikan jasmani, dapat dijadikan pedoman untuk menentukan

dan memilih pendekatan pembelajaran lebih baik dan efektif untuk meningkatkan hasil belajar lompat jangkit untuk siswanya.

3. Bagi Lembaga Pendidikan ( Instansi ), sebagai bahan masukan, saran, dan informasi terhadap sekolah, instansi, lembaga pendidikan untuk mengembangkan strategi belajar mengajar yang tepat dalam rangka meningkatkan kualitas proses dan kuantitas hasil belajar siswa maupun lulusan.


(22)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka

1. Kurikulum

Kurikulum berasal dari kata latin “curricula” yang semula berarti suatu

jalan untuk mencapai tujuan pengajaran. Kemudian istilah tersebut berkembang menjadi sejumlah mata pelajaran (silabus) yang diberikan di suatu lembaga pendidikan untuk memperoleh sertifikat atau ijasah tertentu.

Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat (19) Kurikulum

memiliki pengertian “seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,

dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelengaraan

kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu” (Masnur

Muslich, 2007 : 01)

Selain itu penjelasan mengenai kurikulum dari beberapa ahli yang dikutip dalam Achasius Kaber (1988:3), diantaranya:

Harnack (1968) : Kurikulum meliputi semua pengalaman belajar dan mengajar yang terpimpin dan diarahkan oleh sekolah.

James Popham dan Eva Baker ( 1970) : Kurikulum sebagai hasil belajar yang direncanakan, dimana tanggung jawab dipegang oleh sekolah.

Ronald C. Doll (1978) : Kurikulum adalah bahan dan proses baik yang bersifat formal maupun informal yang mana anak memperoleh pengetahuan dan pengertian, mengembangankan ketrampilan, merubah sikap-sikap, apresiasi dan nilai-nilai dibawah tanggung jawab sekolah.

Doll memberi gambaran yang lebih lengkap mengenai kurikulum meliputi bahan, proses, dan hasil serta mementingkan unsure formal maupun informal (kurikulum yang tersembunyi).

Hass (1980) : semua pengalaman individu anak dari suatu program pendidikan yang tujuannya mencapai tujuan umum maupun tujuan yang spesifik yang direncanakan dalam kerangka teori, riset atau praktek professional masa lalu dan sekarang.

Dalam perumusan ini Hass mementingkan kurikulum yang berpusat pada anak, menegaskan pentingnya tujuan yang spesifik disamping tujuan umum, serta peranan riset, teori dan pengalaman praktek di sekolah.


(23)

commit to user

Saylor, Alexander dan Lewis (1981) : merumuskan kurikulum sebagai suatu rencana yang memberikan serangkaian kesempatan belajar bagi anak.

Olivia (1982) : kurikulum adalah suatu rencana atau program untuk semua pengalaman yang dihadapi anak dibawah pengarahan sekolah.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah semua kegiatan yang diberikan kepada siswa atau

“semua pengalaman anak yang menjadi tanggung jawab sekolah”.

Untuk menentukan apa yang akan diajarkan kepada anak-anak di kelas tertentu diperlukan kurikulum. Kurikulum yang sebenarnya adalah usaha yang nyata yang dilakukan oleh guru terutama di dalam kelas untuk mempengaruhi anak ke arah terwujudnya tujuan pendidikan. Kurikulum yang sesungguhnya adalah interaksi antara siswa dan guru serta lingkungannya di bawah bimbingan guru.

2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di susun dalam rangka memenuhi amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Masnur muslich :2007:01).

Pembelajaran berbasis KTSP dapat didefinisikan sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan KTSP dalam suatu aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik menguasai seperangkat kompetensi tertentu, sehingga hasil interaksi dengan lingkungan. Implementasi KTSP juga dapat diartikan sebagai aktualisasi kurikulum operasional dalam bentuk pembelajaran.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan bahwa pembelajaran dan penilian adalah operasional konsep KTSP yang masih bersifat potensial (tertulis) menjadi aktual dalam bentuk kegiatan pembelajaran. Dengan demikian pembelajaran berbasis KTSP adalah hasil terjemahan guru terhadap KTSP.

E. Mulyasa (2007:246) berpendapat bahwa pembelajaran berbasis KTSP sedikitnya dipengaruhi oleh tiga faktor berikut:


(24)

commit to user

1) Karakteristik KTSP, yang mencakup ruang lingkup KTSP dan

kejelasannya bagi pengguna dilapangan.

2) Strategi Pembelajaran, yaitu strategi yang digunakan dalam

pembelajaran, seperti diskusi, pengamatan dan tanya jawab, serta kegiatan lain yang dapat mendorong pembentukan kompetensi peserta didik.

3) Karakteristik pengguna kurikulum, yang meliputi pengetahuan,

ketrampilan, nilai, dan sikap guru terhadap KTSP, serta kemampunnya

untuk merealisasikan kurikulum (curriculum planning) dalam

pembelajaran.

E. Mulyasa (2007:247) berpendapat bahwa Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sedikitnya harus memperhatikan tujuh prinsip sebagai berikut :

1) Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan. 2) Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu:

(a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang efektif, aktif, kreatif, dan menyenangkan.

3) Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat

pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindivuduan, kesosialan, dan moral. 4) Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan

pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing nagarsa sung tuladan.

5) Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.

6) Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial, dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.

7) kurikulum yang menyangkut seluruh komponen kompetensi mata


(25)

commit to user

keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antar kelas dan jenis serta jenjang pendidikan.

Ketujuh prinsip diatas harus diperhatikan oleh para pelaksana kurikulum (guru), dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, baik menyangkut perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi.

Dalam penyusunannya, KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang standar kompetensi.

Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Peraturan Menteri pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, dan berpedoman pada panduan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

KTSP merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan / sekolah yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan (SKL), dan standar isi. SKL adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan ketrampilan.. Departemen pendidikan Nasional mengharapkan paling lambat tahun 2009/2010, semua sekolah telah melaksanakan KTSP.

Terkait dengan penyusunan KTSP, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah membuat panduan penyusunan KTSP. Panduan ini diharapkan menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTS/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.

Penyusunan KTSP yang dipercayakan pada setiap tingkat satuan pendidikan hampir senada dengan prinsip implementasi KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) yang disebut Pengelolaa Kurikulum Berbasis Sekolah (KBS). Prinsip ini diimplementasikan untuk memberdayakan daerah dan sekolah


(26)

commit to user

dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengelola serta menilai pembelajaran

sesuai dengan kondisi aspirasi mereka. Prinsip pengelolaan KBS mengacu pada “ kesatuan dalam kebijaksanaan dan keberagaman dalam pelaksanaan”. Yang

dimaksud dengan “kesatuan dalam kebijaksanaan” ditandai dengan sekolah

-sekolah menggunakan perangkat dokumen KBK yang sama dikeluarkan oleh

Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan “ keberagaman dalam pelaksanaan

“ ditandai dengan keberagaman silabus yang akan dikembangkan oleh sekolah

masing-masing sesuai dengan karakteristik sekolahnya.

Dengan adanya pengelolaan KBS, banyak pihak / instansi yang akan berperan dan bertanggung jawab dalam melaksanakannya, yaitu sekolah, kepala sekolah, guru dinas pendidikan kabupaten atau kota, dinas pendidikan provinsi dan depdiknas. Pada KTSP, kewenangan tingkat satuan pendidikan (sekolah) untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum lebih diperbesar.

Kurikulum yang semula dipandang sejumlah mata pelajaran kemudian beralih makna menjadi semua kegiatan dan semua pengalaman belajar yang diberikan kepada siswa dibawah tanggung jawab sekolah untuk tujuan pendidikan. Kurikulum sebagai salah satu substansi pendidikan perlu didesentralisasikan terutama dalam pengembangan silabus dan pelaksanaanya yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan siswa, keadaan sekolah, atau daerah. Dengan demikian, sekolah atau daerah memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan dan menentukan materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran. Untuk itu, banyak hal yang perlu dipersiapkan oleh daerah karena sebagian besar kebijakan yang berkaitan dengan implementasi Standar Nasional Pendidikan dilaksanakan oleh sekolah atau daerah. Sekolah harus menyususun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP )atau silabusnya dengan cara melakukan penjabaran dan penyesuaian Standar Isi dan Standar Kompentensi Lulusan yang diterapkan dengan Permendiknas No. 23 Tahun 2006.

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan :

1) Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekan kan pentingnya kemampuan dan kegemaran


(27)

commit to user

membaca dan menulis, kecakapan berhitung serta kemampuan berkomunikasi ( Pasal 6 Ayat 6 ).

2) Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat sayuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan di bawah supervise Sinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab terhadap pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, serta Departemen yang menangani urusan pemerintah di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK ( Pasal 17 Ayat 2 ).

3) Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana

pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar, (Pasal 20).

Berdasarkan ketentuan diatas, daerah atau sekolah memiliki ruang gerak yang seluas-luasnya untuk melakukan modifikasi dan mengembangkan variasi-variasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan keadaan, potensi, dan kebutuhan daerah, serta kondisi siswa. Untuk keperluan diatas, perlu adanya panduan pengembangan silabus untuk setiap mata pelajaran, agar daerah atau sekolah tidak mengalami kesulitan.

3. Kurikulum Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan SMA Sruktur kurikulum SMA/MA meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai kelas X sampai dengan kelas XII. Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran.

Pengorganisasian kelas-kelas pada SMA/MA dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelas X merupakan program umum yang diikuti oleh seluruh peserta didik, dan kelas XI dan XII merupakan program penjurusan yang terdiri atas empat program: (1) Program Ilmu Pengetahuan Alam, (2) Program Ilmu Pengetahuan Sosial, (3) Program Bahasa, (4) Program Keagamaan, Khusus untuk MA (E. Mulyasa, 2007:54).

Kurikulum pendidikan jasmani tersusun dari pemgalaman-pengalaman yang dengan sadar dipilih dan diorganisasi untuk tujuan mengembangkan pribadi anak dengan pemahaman-pemahaman perasaan terhadap nilai-nilai,


(28)

ketrampilan-commit to user

ketrampilan atau kemampuan-kemampuan baru, fungsinya adalah untuk merangsang pengalamanya agar dapat menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan jasmani, sosial, dan kejiwaan yang diinginkan.

Ciri-ciri utama dari suatu program pendidikan jasmani yang baik sama dengan setiap program pendidikan yang lain, karena pendidikan ekonomi, pendidikan sains, pendidikan bahasa dan sebagainya misalnya menarik prinsip dasarnya dari sumber-sumber yang sama seperti yang dilakukan oleh pendidikan jasmani. Prinsip-prinsip ini berasal dari suatu analisis mengenai sifat dan kebutuhan masyarakat, sifat individu, sifat proses belajar, dan prinsip-prinsip ini berasal dari suatu analisis mengenai sifat dan dan kebutuhan masyarakat, sifat individu, sifat proses belajar, dan prinsip-prinsip dasar dari pengembangan, organisasi dan administrasi kurikulum. Pendidikan jasmani merupakan integral dari proses pendidikan dan menarik prinsip-prinsipnya dari sumber-sumber yang sama seperti yang dilakukan oleh bidang-bidang pendidikan lainnya.

Program pendidikan jasmani pada sekolah lanjutan meliputi hal-hal sebagai berikut (Samsudin, 2008:8):

a. Mencintai olahraga tim atau beregu.

b. Kegembiraan dan minat dalam kepelatihan olahraga.

c. Pengelompokan ke dalam bagian-bagian tentang pokok bahasan (subject

matter)

d. Kelompok siswa yang berminat untuk bekerja atau beraktivitas.

e. Kepuasan yang diperoleh dalam melihat siswa mentransfer keterampilan

dari kelas pendidikan jasmani kegiatan di dalam sekolah (intramural) dan rekreasi setelah sekolah.

f. Tantangan yang membimbing siswa untuk melewati periode yang

canggung, transisional dari ketidaktenangan dan ketidaktentuan pada masa sekolah lanjutan pertama.

g. Inspirasi yang diperoleh dari bekerja dengan staf dan kolega profesional yang lain.

h. Mencintai makin banyak permainan dan aktivitas dengan organisasi tinggi (Bucher, 1979:350).

Garis-garis pedoman program pendidikan jasmani di sekolah lanjutan menggambarkan bahwa banyak garis pedoman yang diajukan di sekolah dasar juga tepat untuk sekolah lanjutan dan perguruan tinggi. Kesimpulannya adalah


(29)

commit to user

bahwa program untuk sekolah lanjutan yang lebih tepat disesuaikan dengan format sebagai berikut (Samsudin, 2008:9):

a. Program pembelajaran harus memenuhi perbedaan kebutuhan semua

siswa dan disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan tiap siswa. b. Pogram harus diseimbangkan antara olahraga tim dan perseorangan,

olahraga air, senam, aktivitas uji diri, dansa, dan aktivitas berirama.

c. Kemajuan harus berangkai yang berkaitan dengan keterampilan dan pola

gerak tertentu.

d. Kesempatan belajar efektif (pilihan) harus diberikan.

e. Pengetahuan tentang tubuh manusia dan prinsip-prinsip gerak manusia sangat penting.

f. Aktivitas kreativitas, pengarahan diri (seft-direction), aktivitas yang berat dan kuat, disamping prinsip-prinsip pengaman harus didorong.

g. Kebugaran jasmani dan keterampilan yang dapat dilakukan dalam

kegiatan intramural, antar sekolah (interscholastic), dan program rekreasi yang komprehensif untuk semua siswa harus ditekankan.

h. Pengembangan hubungan manusia dan pendorongan siswa yang

memiliki kesulitan yang disebabkan program-program fisik, sosial, dan emosi sangat penting untuk dijadikan program utama (Bucher, 1979:350).

4. Lompat Jangkit a. Pengertian Lompat Jangkit

Lompat Jangkit disebut juga dengan lompat jingkat atau lompat tiga

(triple jump). Istilah lompat tiga, bukan berarti gerakannya hanya terdiri tiga gerakan melompat saja yang dilakukan secara berturut-turut. Akan tetapi gerakan sebenarnya terdiri atas berjingkat (hop), melangkah (step), dan melompat (jump). Itulah sebabnya lompat jangkit atau lompat tiga disebut pula “hop-step-jump”.

Dalam hal ini, Aip Syarifuddin (1992: 128) menyatakan “lompat jangkit adalah

suatu bentuk gerakan lompat yang merupakan rangkaian urutan gerak yang dilakukan dengan berjingkat, melangkah dan melompat dalam usaha mencapai

jarak sejauh-jauhnya”. Sedangkan menurut Mochamad Djumidar A. Widya (2004:

79) berpendapat, “lompat jangkit adalah rangkaian suatu gerakan lari, lompat

dengan suatu gerakan yang cepat dari lompatan-lompatan atau tumpuan yang telah ditentukan yaitu dua kali jingkat yang sama dan satu kali kaki dengan


(30)

commit to user

Dengan demikian, berdasarkan pendapat yang diuraikan di atas menunjukkan bahwa lompat jangkit adalah suatu rangkaian lompat yang terdiri awalan lari, kemudian jingkat (hop), langkah (step), dan lompat (jump) dan mendarat yang dilakukan secara berurutan dan terpadu untuk mencapai jarak lompatan yang sejauh-jauhnya.

Untuk mencapai jarak lompatan yang sejauh-jauhnya, seorang atlit harus mampu mengimbangi usahanya pada ketiga gerakan tersebut. Lompat jangkit memiliki tuntutan yang besar pada kemampuan memantul yaitu kemampuan untuk melompat, mendarat dan melompat lagi. Sehingga seorang atlit lompat jangkit harus memiliki kekuatan otot, kelincahan melompat dan daya tahan dan daya lenting yang tinggi.

b. Teknik Lompat Jangkit

Teknik merupakan rangkuman metode yang dipergunakan dalam melakukan gerakan dalam suatu cabang olahraga. Teknik juga merupakan suatu proses gerakan dan pembuktian dalam suatu cabang olahraga, atau dengan kata lain teknik merupakan pelaksanaan suatu kegiatan secara efektif dan rasional yang memungkinkan suatu hasil yang optimal dalam latihan atau perlombaan.

Teknik lompat jangkit merupakan faktor yang sangat penting dan harus dikuasai seorang atlet pelompat. Teknik lompat jangkit terdiri dari beberapa bagian yang dalam pelaksanaannya harus dirangkaikan secara baik dan harmonis.

Menurut Gerry A. Carr. (2000: 161) bahwa ”Dalam lompat jangkit sangat dituntut

pada kemampuan memantul (yaitu, kemampuan untuk melompat, mendarat, dan

melompat lagi”. Sedangkan menurut Aip Syarifuddin (1992: 128) bahwa ”Lompat

jangkit dapat dibagi ke dalam berjingkat (hop), melangkah (step), melompat

(jump)”. Selain itu juga Eddy Purnomo. (2007: 94) menyatakan ”Faktor-faktor yang sangat menentukan untuk mencapai prestasi lompat jangkit adalah awalan, gerakan jingkat (hop), gerakan langkah (step), gerakan lompat (jump), dan

mendarat”.

Berdasarkan dua pendapat tersebut menunjukkan bahwa, teknik lompat jangkit terdiri lima tahapan yaitu awalan, jingkat (hop), langkah (step), melompat


(31)

commit to user

dilakukan dengan harmonis dan tidak terputus-putus agar dapat mencapai prestasi yang optimal.

Menurut Dr. Dikdik Zafar Sidik. M.Pd. (2010: 71) menyatakan bahwa lompat jangkit terbagi dalam beberapa fase:

1) Dalam fase awalan, pelompat melakukan lari percepatan sampai ke kecepatan yang terkontrol.

2) Dalam fese jingkat, pelompat melakukan gerakan cepat dan datar, menjangkau 35% jarak keseluruhan.

3) Dalam fase langkah, pelompat menjangkau kira-kira 30% jarak

keseluruhan. Langkah ini adalah bagian yang paling kritis dalam lompat jangkit. Lama waktunya harus sama dengan tahap jingkat.

4) Dalam fase lompat, pelompat bertolak dengan kaki berlawanan dan menjangkau kira-kira 35% jarak keseluruhan.

Tujuan lompat jangkit yaitu melompat sejauh mungkin dengan tiga lompatan yang sesuai dengan peraturan dalam lompat jangkit. Dalam lompat jangkit, faktor kesulitan yang terjadi adalah mempertahankan kecepatan horizontal yang tinggi untuk setiap lompatan. Untuk itu dalam lompat jangkit diperlukan suatu teknik yang baik dan benar. Untuk lebih jelasnya teknik-teknik lompat jangkit dapat diuraikan sebagai berikut:

Dadang Masnun (1999: 6.7-6.11) menyatakan bahwa teknik lompat jangkit dikatakan efektif apabila memiliki ciri-ciri:

1) Awalan

a) Awalan bagian pertama

b) Awalan bagian kedua

2) Jingkat (lompatan pertama)

3) Langkah (lompatan kedua)

4) Lompatan (lompatan ketiga)

Sedangkan pelaksanaan dari teknik lompat jangkit adalah sebagai berikut: 1) Awalan

“Tujuan dari awalan adalah untuk menghasilkan kecepatan horizontal setinggi mungkin dan mempersiapkan tolakan pertama pada papan tolak” (Dadang

Masnun, 1999: 6.8). sedangkan jarak awalan dari tiap atlet adalah berbeda-beda, biasanya antara 32 meter sampai dengan 36 meter.


(32)

commit to user

Seorang atlet pelompat jangkit memiliki cara sendiri-sendiri untuk dapat secepatnya mencapai kecepatan setingginya. Yang paling penting yaitu membuat kecepatan selalu sama pada setiap langkah pertama dari awalan, sehingga akan menghasilkan tolakan yang tepat pada papan.

b) Awalan Bagian Kedua

Untuk awalan pada bagian kedua ini sangat penting sekali khususnya untuk take off (tolakan pertama). Perpindahan dan percepatan pada percepatan irama perlangkah dan perpendekan langkah terjadi pada awalan bagian kedua ini, maka dengan sendirinya irama langkah akan berubah. Tolakan pertama lebih besar disbanding dengan tolakan pada lompat jauh. Untuk menghasilkan pola gerak tersebut, tungkai saat menyentuh papan harus dengan gerakan yang cepat dan bertenaga. Dengan demikian tempo kontak dengan papan dapat dipersingkat, akibatnya kecepatan horisontal tidak berkembang.

Berikut ini disajikan ilustrasi gerakan awalan sebelum melakukan tolakan sebagai berikut:

Gambar 1. Ilustrasi awalan lompat jangkit (Eddy Purnomo, 2007: 94) 2) Jingkat (Lompatan Pertama)

Untuk mencapai keberhasilan dalam melakukan jingkat ada beberapa hal yang dilakukan seorang pelompat. Dalam hal ini Dadang Masnunn (1999: 6.10) menyatakan bahwa:

Yang harus dilakukan pada jingkat atau lompat pertama yaitu:


(33)

commit to user

2) Lompat untuk mencapai hasil yang optimal dengan tetap mengontrol saat mendarat dan mulai tahap langkah.

3) Mempersiapkan posisi mendarat dan tolakan pada tahap langkah.

4) Mempertahankan keseimbangan.

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, ada empat hal yang harus diperhatikan pada jingkat atau lompat pertama yaitu berkurangnya kecepatan diusahakan sekecil mungkin, tetap mengontrol saat mendarat dan mulai tahap melangkah, mempersiapkan posisi mendarat dan tolakan pada tahap langkah serta mempersiapkan keseimbangan. Kesalahan yang dilakukan pada saat jingkat atau lompat pertama akan berakibat gerakan lompat keseluruhan tidak berhasil dengan baik. Hal terpenting dan harus diperhatikan pada saat jingkat yaitu jangan dilakukan terlalu tinggi, karena akan mengurangi kecepatan yang telah dicapai.

Seperti dikemukakan Tamsir Riyadi (1985: 107) bahwa, “saat berjingkat harus

rendah, karena dengan demikian kecepatan yang telah diperoleh pada saat melakukan awalan dapat tetap dipertahankan, sehingga akan membantu kelanjutan

gerakan berikutnya”.

Pada gerakan jingkat (hop) terdiri dari tahap menolak, melayang dan mendarat. Tolakan harus dilakukan dengan cepat dan mendorong tubuh kearah depan. Kaki kanan mendarat di papan tolakan pada bagian yang rata. CG (pusat berat) badan tidak direndahkan yang akan mengakibatkan lutut kaki tolak membengkok lebih dalam saat meredam benturan.

Tungkai atas kaki ayun, diayunkan mendarat (horizontal). Lutut ditekuk

(fleksi) membentuk sudut lancip. Posisi fleksi lutut yang demikian akan memperpendek jari-jari pendulum, sehingga memungkinkan diayun kedepan dengan cepat. Apabila lutut kaki diayun hanya sedikit ditekuk (dalam posisi sudut tunpul) maka jari-jari pendulum akan lebih panjang sehingga ayunannya lambat. Sikap badan bagian atas tegak, gerakan lengan yang berlawanan berguna untuk menjaga keseimbangan di saat tubuh melayang.

Saat melayang, pelompat melakukan gerakan pergantian posisi kaki (kaki tolak digerakkan ke depan menjadi kaki mendarat), dan mempersipkan untuk menolak pada tahap langkah (step). Tungkai atas kaki tolak di angkat setinggi mungkin, dari posisi ini pendaratan diawali dengan memulai gerakan


(34)

commit to user

membenturkan kaki ketanah dengan penuh tenaga kearah bawah dan belakang. Mendarat pada bagian telapak kaki yang datar 1 atau 1 ½ kaki di depan CG tubuh. Mendarat pada telapak kaki ini penting agar tekanan berat tubuh yang besar dapat dibagi pada bidang yang relatife luas.

Berikut ini disajikan ilustrasi gerakan jingkat dalam tenik dasar lompat jangkit sebagai berikut:

Gambar 2. Ilustrasi gerakan jingkat (hop) lompat jangkit (Eddy Purnomo, 2007: 95)

3) Langkah (Lompat Kedua)

Tahap langkah (step) pada dasarnya sama dengan jingkat. Langkah merupakan bagian terpendek dari ketiga lompatan dan dilaksanakan dalam kondisi yang sulit, sebab tungkai yang sama harus meredam berat badan dan memberi kecepatan kembali.

Saat meredam berat badan sangat singkat. Tolakan harus dilakukan dengan daya ledak, makin baik gerakannya perenggangan ayunan dikoordinasikan maka tolakannya akan lebih efektif. Tungkai ayun diayunkan lebih tinggi mendarat dan tungkai tolak dilipat pada lutut sehingga membentuk sudut lancip. Kepala dan badan tegak. Gerakan lengan sinkron dengan gerak tungkai yang berlawanan dengan tujuan memelihara keseimbangan.

Mendarat pada bagian telapak kaki yang datar didepan proyeksi CG tubuh pada bidang horisontal. Makin tinggi kecepatan horisontal yang dihasilkan akan makin jauh ke depan lontaran horisontalnya berarti makin panjang jarak titik tempat menolak dengan titik mendaratnya. Tubuh yang terlalu cepat melewati titik


(35)

commit to user

pendaratan akibatnya tidak menerima tenaga ekstensi tungkai secara penuh. Jika pendaratan dilaksanakan dengan sempurna maka efek benturannya akan kecil.

Berikut ini disajikan ilustrasi gerakan langkah dalam tenik dasar lompat jangkit sebagai berikut:

Gambar 3. Ilustrasi gerakan langkah (step) lompat jangkit (Eddy Purnomo, 2007: 96)

4) Lompatan (Lompatan Ketiga)

“Pada lompatan terakhir atlet harus konsentrasi pada hal-hal yaitu (1)

pertahankan sekecil mungkin meomentum horisontal yang hilang dengan melakukan gerakan aktif menolak (take off), (2) mempersiapkan untuk pendaratan

(Dadang Masnun, 1999:6.11)”.

Pada tahap melompat tubuh mengalami kehilangan kecepatan yang terbesar disebabkan tahap sebelumnya telah melaksanakan dua lompatan panjang. Dalam melakukan lompatan segala bentuk gerakan, seperti pada lompat jauh boleh dilakukan. Seperti dikemukakan Aip Syarifuddin 1992: 131) bahwa, “sikap atau garakan pada saat melayang diudara sama seperti pada lompat jauh. Yaitu tergantung dari teknik yang telah dikuasai oleh si pelompat apakah jongkok,

menggantung atau jalan di udara”.

Berikut ini disajikan ilustrasi gerakan lompat dalam tenik dasar lompat jangkit sebagai berikut:


(36)

commit to user

Gambar 4. Ilustrasi gerakan lompat (jump) pada lompat jangkit (Eddy Purnomo, 2007: 97)

5) Pendaratan

Sikap medarat pada lompat jangkit juga sama seperti pada lompat jauh, baik untuk gaya jongkok, gaya menggantung maupun gaya berjalan diudara. Pada waktu akan mendarat kedua kaki diangkat atau dibawa kedepan, kemudian mendarat pada kedua kaki mengeper dengan cara membengkokan kedua lutut, berat badan dibawah ke depan supaya jangan sampai jatuh ke belakang, kepala ditundukkan, kedua tangan kedepan.

Gambar 4. Ilustrasi Pendaratan Lompat Jangkit (Aip Syarifuddin, 1992:91)


(37)

commit to user

c. Kesalahan yang Sering Terjadi Pada Teknik Lompat Jangkit

Lompat jangkit merupakan salah satu nomor lompat yang memiliki keunikan gerakan tersendiri dan lebih sulit jika dibandingkan dengan teknik nomor lompat lainnya. Tingkat kesulitan pada lompat jangkit terletak pada jingkat

(hop), melangkah (step) dan melompat (jump). Seringkali pada gerakan ini dilakukan dengan lompatan tiga kali secara berturut-turut. Menurut Dadang Masnun (1999: 16-6.17) kesalahan-kesalahan yang sering terjadi pada teknik lompat jangki yaitu :

1) Kesalahan pada jingkat :

a) Kaki tolak (take off) mendarat terlalu jauh didepan badan, sebab melakukan jingkat terlalu tinggi.

b) Gerakan tungkai terlalu awal saat melayang, sebab tolakan terlalu lamban dan sangat singkat.

c) Kaki tolak (mendarat terlalu jauh didepan CG tubuh), sebab mendarat dengan pasif.

2) Kesalahan pada langkah :

a) Lompat terlalu datar, sebab otot-otot kurang kuat dan ayunan kaki mengayun terlalu lemah.

3) Kesalahan Lompat :

a) Kurva lompatan terlalu datar, sebab koordinasi tungkai dan lengan saat menolak jelek.

b) Menurunkan kaki terlalu cepat saat mendarat, sebab posisi tubuh bagian atas menolak tidak tepat.

Dan menurut Garry A. Carr (2000: 172-173) kesalahan umum dalam teknik pelaksanaan lompt jangkit sebagai berikut;

1. Atlet menggunakan langkah yang tersendat-sendat dalam run-up.

Run-up tidak teratur.

2. Pelompat terlalu memiringkan tubuh ke belakang saat takeoff.

3. Pantulan terlalu tinggi dan jauh. Pelompat “tenggelam” pada akhir

pantulan dan tidak memiliki daya gerak untuk melangkah dan melompat.

4. Kaki yang melompat dibiarkan menggantung atau menarik saat

memantul.

5. Atlet melakukan lompat jangkit dengan kaki yang kaku.

6. Atlet mendarat pada ujung jari kaki pada akhir pantulan atau langkah dan mengluhkan pendaratan yang menimbulkan rasa sakit.

7. Gerakan tangan atlet salah dan sembarangan dalam lompatan.

8. Langkah sangat pendek, dan tidak ada gerakan untuk menambah jarak.

9. Setelah memantul dan melangkah, lompatan menjadi lemah dan


(38)

commit to user

Kesalahan-kesalahan seperti di atas harus dihindari, agar memperoleh hasil lompatan sejauh-jauhnya. Kesalahan teknik merupakan sebuah kegagalan sehingga prestasi tidak diciptakan. Untuk mencapai prestasi yang maksimal, maka bagian-bagian teknik lompat jangkit dari awalan, gerakan jingkat (hop), langkah

(step) dan melompat (jump) harus dirangkaikan secara selaras dan harmonis dengan mengembangkan faktor-faktor yang mendukungnya.

5. Pembelajaran a. Konsep Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku dimanapun dan kapanpun.

Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan belajar, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran sehingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kongnitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta ketrampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik.

Peran guru bukan semata memberikan informasi melainkan juga mengarahkan dan memberi fasilitas belajar (directing and facilitating the learning) agar proses belajar lebih memadai dan mudah diterima oleh siswa. Pembelajaran mengandung arti bahwa setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan atau nilai yang baru. Proses pembelajaran merupakan seperangkat prinsip-prinsip yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk menyusun berbagai kondisi yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan pendidikan.


(39)

commit to user

b. Hakikat Pembelajaran

Untuk menjalankan proses pendidikan, kegiatan belajar dan

pembelajaran merupakan suatu usaha yang amat strategis untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pergaulan yang sifatnya mendidik itu terjadi melalui interaksi aktif antara siswa sebagai peserta didik dan guru sebagai pendidik. Kegiatan belajar dilakukan oleh siswa, dan melalui kegiatan itu akan ada perubahan perilakunya, sementara kegiatan pembelajaran dilakukan oleh guru untuk memfasilitasi proses belajar, kedua peranan itu tidak akan terlepas dari situasi saling mempengaruhi dalam pola hubungan antara dua subyek, meskipun disini guru lebih berperan sebagai pengelola.

Istilah pembelajaran sama dengan instruction atau pengajaran. Menurut Purwadarminta 1976 yang dikutip H.J.Gino Suwarni, Suripto, Maryanto dan Sutijan (1998: 30) bahwa “pengajaran mempunyai arti cara (perbuatan) mengajar atau mengajarkan”. Hal ini juga dikemukakan Wina Sanjaya (2006: 74) bahwa

”mengajar diartikan sebagai proses penyampaian informasi dari guru kepada siswa”.

Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Interaksi adalah saling mempengaruhi yang bermula adanya saling hubungan antar komponen yang satu dengan yang lainnya. Interaksi dalam pembelajaran adalah kegiatan timbal balik dan saling mempengaruhi antara guru dengan peserta didik.

Pembelajaran merupakan upaya sistematis untuk memfasilitasi dan meningkatkan proses belajar, maka kegiatan pembelajaran berkaitan erat dengan jenis belajar dan hasil belajar tersebut. Kegiatan belajar merupakan masalah yang sangat kompleks dan melibatkan keseluruhan aspek psiko-fisik, bukan saja aspek kejiwaan, tetapi juga aspek neuro-fisiologis. Pada tahap baru mengenal substansi yang dipelajari, baik yang menyangkut pembelajaran kognitif, afektif, maupun psikomotor bagi siswa materi pembelajaran itu menjadi sesuatu yang pada mulanya. Namun setelah guru berusaha untuk memusatkannya dan menangkap perhatian siswa pada peristiwa pembelajaran, maka sesuatu yang asing itu menjadi


(40)

commit to user

berangsur-angsur berkurang. Oleh karena itu, guru harus mengupayakan semaksimal mungkin penataan lingkungan belajar dan perencanaan materi agar terjadi proses pembelajaran di dalam maupun di luar kelas.

Dengan demikian proses belajar bisa terjadi di kelas, lingkungan sekolah, dan dalam kehidupan masyarakat, termasuk dalam bentuk interaksi sosial kultural melalui media masa. Dalam konteks pendidikan non formal justru sebaliknya proses pembelajaran sebagian besar terjadi dalam lingkungan masyarakat, termasuk dunia kerja, media massa dan lain sebagainya. Hanya sebagian kecil saja pembelajaran terjadi di kelas dan lingkungan.

Kegiatan mengajar selalu terkait langsung dengan tujuan yang jelas. Ini berarti, proses mengajar itu tidak begitu bermakna jika tujuannya tidak jelas. Jika tujuan tidak jelas maka isi pengajaran berikut metode mengajar juga tidak mengandung apa-apa. Oleh karena itu, seorang guru harus menyadari benar-benar keterkaitan antara tujuan, pengalaman belajar, metode, dan bahkan cara mengukur perubahan atau kemajuan yang dicapai. Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam proses belajar mengajar, maka seorang guru harus mampu menerapkan cara mengajar yang cocok untuk mencapai tujuan yang dimaksud.

Mengajar merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang yang memiliki pengetauhan dan ketrampilan yang lebih dari pada yang diajar, untuk memberikan suatu pengertian, kecakapan, ketangkasan, kegitan mengajar meliputi pengetahuan, menularkan sikap kecakapan atau ketrampilan yang diatur sesuai dengan lingkungan dan menghubungkannya dengan subyek yang sedang belajar. Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru ini sesuai dengan yang dikemukakan Nana Sudjana (2009: 57-58) yaitu:

Untuk keperluan analisis tugas guru sebagai pengajar, maka kemampuan guru atau kompetensi guru yang banyak hubungannya dengan usaha meningkatkan proses dan hasil belajar dapat diguguskan kedalam empat kemampuan yakni: 1) Merencanakan programbelajar mengajar, 2) Melaksanakan dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar, 3) Menilai kemajuan proses belajar mengajar, 4) menguasai bahan pelajaran dalam pengertian menguasai bidang studi atau mata pelajaran yang dipegangnya.


(41)

commit to user

Dalam kegiatan pembelajaran guru bertugas merencanakan program pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai kemajuan pembelajaran dan menguasai materi atau bahan yang diajarkannya. Jika seorang guru memiliki kemampuan yang baik sesuai dengan bidang studi yang diajarkan, maka akan diperoleh hasil belajar yang optimal. Hasil belajar dapat dicapai dengan baik, jika seorang guru mampu melaksanakan tugas diantaranya mengelola proses pengajaran berupa aktivitas merencanakan dan mengorganisasikan semua aspek kegiatan. Husdarta dan Yudha M. Saputra (2000: 4) bahwa:

Tugas utama guru adalah untuk menciptakan iklim atau atmosfir supaya proses belajar terjadi di kelas dan di lapangan, ciri utamanya terjadinya proses belajar adalah siswa dapat secara aktif ikut terlibat didalam proses pembelajaran. Para guru harus selalu berupaya agar para siswa dimotivasi untuk lebih berperan. Walau demikian guru tetap berfungsi sebagai pengelola proses belajar dan pembelajaran.

Untuk itu seorang guru harus memiliki beberapa kemampuan dalam menyampaikan tugas ajar agar tujuan pengajaran dapat tercapai. Hal yang terpenting dan harus diperhatikan dalam mengajar yaitu, guru harus mampu menerapkan metode mengajar yang tepat dan mampu membelajarkan siswa manjadi aktif melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru.

c .Prinsip Prinsip Pembelajaran.

Belajar suatu keterampilan adalah sangat kompleks. Belajar membawa suatu perubahan pada individu yang belajar. Menurut Nasution yang dikutip H.J.Gino dkk (1998: 51) bahwa “perubahan akibat belajar tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan, melainkan juga dalam kecakupan, kebiasaan, sikap, pengertian, penyesuaian diri, minat, penghargaan, pendeknya mengenai segala aspek organisme atau pribadi seseorang”.

Perubahan akibat dari belajar adalah menyeluruh pada diri siswa untuk mencapai perubahan atau peningkatan pada diri siswa, maka dalam proses pembelajaran harus diterapkan prinsip-prinsip pembelajaran yang tepat. Menurut Wina Sanjaya (2008: 30) bahwa sejumlah prinsip yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran diantaranya:


(42)

commit to user

1) Berpusat pada siswa

2) Belajar dengan melakukan

3) Mengembangkan kemampuan sosial

4) Mengembangkan keingintahuan,imajinasi dan fitrah

5) Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah

6) Mengembangkan kreatifitas siswa

7) Mengembangkan kemampuan ilmu dan teknologi

8) Menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik

9) Belajar sepanjang hayat

Prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sangat penting untuk diperhatikan oleh seorang guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang didasarkan pada prinsip-prinsip belajar yang benar, maka akan diperoleh hasil belajar yang optimal.

6. Pendekatan Pembelajaran

a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran

Menurut Depdikbud (1990: 180) pendekatan dapat diartikan,”sebagai proses, perbuatan, atau cara untuk mendekati sesuatu”. Suharno, Sukardi, Chodijah dan Suwalni (1998: 25) berpendapat,”pendekatan pembelajaran

diartikan model pembelajaran”. Sedangkan pembelajaran menurut H.J. Gino dkk.

(1998: 32) bahwa,”pembelajaran atau intruction merupakan usaha sadar dan

disengaja oleh guru untuk membuat siswa belajar dengan jalan mengaktifkan

faktor intern dan faktor ekstern dalam kegiatan belajar mengajar”. Sukintaka

(2004: 55) bahwa ,”pembelajaran mengandung pengertian, bagaimana para guru

mengajarkan sesuatu kepada peserta didik, tetapi di samping itu juga terjadi

peristiwa bagaimana peserta didik mempelajarinya”.

Berdasarkan pengertian pendekatan dan pembelajaran tersebut dapat disimpulkan bahwa, pendekatan pembelajaran merupakan cara kerja yang mempunyai sistem untuk memudahkan pelaksanaan proses pembelajaran dan membelajarkan siswa guna membantu dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahjoedi (1999: 121) bahwa

,”pendekatan pembelajaran adalah cara mengelola kegiatan belajar dan perilaku


(43)

commit to user

hasil belajar secara optimal”. Sedangkan Syaiful Sagala (2010: 68) berpendapat

bahwa ”pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru

dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional

tertentu”.

Berdasarkan pengertian pendekatan pembelajaran yang dikemukakan dua ahli tersebut menunjukkan bahwa, dalam suatu peristiwa pembelajaran terjadi dua kejadian secara bersama yaitu: (1) ada satu pihak yang memberi, dalam hal ini guru, (2) pihak lain yang menerima adalah peserta didik atau siswa. Kedua komponen tersebut tidak dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar.

b.Pentingnya Pendekatan pembelajaran

Dalam proses pembelajaran terdapat komponen siswa sebagai obyek yang sedang belajar dan guru sebagai pengajar untuk memberikan materi pelajaran guna terjadi perubahan pada diri siswa. Mengajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang yang memiliki pengetahuan atau keterampilan yang lebih dari pada yang diajar, untuk memberikan suatu pengertian, kecakapan

atau ketangkasan. Seperti dikemukakan oleh Slameto (2010: 97) bahwa,”kegiatan

mengajar meliputi penyampaian pengetahuan, menularkan sikap, kecakapan atau keterampilan yang diatur sesuai dengan lingkungan dan yang menghubungkannya

dengan subyek yang sedang diajar”.

Upaya untuk menyampaikan materi atau keterampilan kepada siswa, maka harus diterapkan pendekatan pembelajaran yang tepat. Pendekatan pembelajaran yang diterapkan hendaknya mengacu pada penemuan yang terarah dan pemecahan masalah. Penemuan dan pemecahan masalah tersebut merupakan pendekatan yang membantu tercapainya dengan mengacu pada pendekatan pembelajaran yang terkendali, dengan seksama menyusun seri-seri pembelajaran yang memberi urutan pembelajaran terhadap tujuan yang telah dirumuskan. Pendekatan pembelajaran merupakan salah satu bagian integral yang dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Berhasil dan tidaknya tujuan pembelajaran dapat dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang diterapkan oleh guru.


(44)

commit to user

Penerapan metode pembelajaran yang dilakukan seorang guru akan mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dengan metode pebelajaran yang tepat akan dapat membangkitkan motifasi belajar siswa, sehingga akan mendukung pencapaian hasil belajar lebih optimal.

c. Jenis Pendekatan Pembelajaran 1) Pendekatan Deduktif

Pendekatan Deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadan umum keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bemula dengan menyajikan aturan, prinsip umum diikuti dengan contoh-contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum itu kedalam keadaan khusus. Saiful Sagala (2010: 76).

Langkah – langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan deduktif dalam pembelajaran adalah :

a) memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan pendekatan deduktif;

b) menyajiakn aturan, prinsip yang bersifat umum lengkap dengan definisi dan buktinya;

c) disajikan contoh-contoh khusus agar siswa dapat menyusun hubungan antara keadaan khusus itu dengan aturan, prinsip umum;

d) disajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak kesimpulan bahwa keadaan khusus itu merupakan gambaran dari keadaan umum.

Sedangkan berfikir deduktif disebut juga berfikir dengan menggunakan silogisme terdiri dari tiga proposisi statement yang terdiri dari ”premise” yaitu dasar penarikan kesimpulan sebagai pernyataan akhir yang mengandung suatu kebenaran. Berfikir deduktif prosesnya berlangsung dari yang umum menuju ke yang khusus. Dalam berfikir deduktif ini orang bertolak dari suatu teori, prinsip, atau kesimpulan yang dianggapnya benar dan sudah bersifat umum. Dari situ diterapkan fenomena-fenomena yang khusus, dan mengambil kesimpulan khusus yang berlaku bagi fenomena tersebut.

2) Pendekatan Induktif

Dalam penarikan kesimpulan pendekatan induktif didasarkan atas fakta-fakta yang kongkrit sebanyak mungkin, sistem ini dipandang sebagai sistem berfikir yang paling baik pada abadpertengahan yaitu cara induktif disebut juga sebagai dogmatif yaitu bersifat mempercayai begitu saja tanpa diteliti secara


(45)

commit to user

rasional. Berfikir induktif ialah suatu proses dalam berpikir yang berlangsung dari khusus menuju ke yang umum. Orang mencari ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu dari brbagai fenomena, kemudian menarik kesimpulan ciri-ciri atau sifat-sifat itu terdapat pada semua jenis fenomena.

Langkah – langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan induktif adalah :

a) memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan dengan

pendekatan induktif.

b) menyajikan contoh-contoh khusus konsep, prinsip atau aturan itu yang memungkinkan siswa memperkirakan (hipotesis) sifat umum yang terkandung dalam contoh-contoh itu.

c) disajikan bukti-bukti yang berupa contoh tambahan untuk menunjang atau menyangkal pemikiran itu.

d) disusun pernyataan mengenai sifat umum yang telah terbukti

berdasarkan langkah-langkah yang terdahulu.

Pada tingkat ini menurut Syamsudin Makmun (2003: 228) yang dikutip dari Syaiful Sagala (2010: 77)

siswa belajar mengadakan kombinasi dari beberapa konsep atau pengertian dengan mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (induktif, deduktif, analisis, sintesis, asosiasi, diferensiasi, komparasi, dan kausalitas), sehingga siswa dapat membuat kesimpulan (kongklusi) tertentu yang mengkin selanjutnya dapat dipandang sebagai ”rule” (prinsip, dalil, aturan, hukum,kaidah, dan sebagainya).

3) Pendekatan Konsep

Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hokum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berfikir abstrak, kegunaan konsep untuk menjelaskan dan meramalkan. Menurut pendapat Syaiful Sagala (2010: 71) menyatakan bahwa

“pendekatan konsep adalah pendekatan pengajaran yang secara langsung

menyajikan konsep tanpa member kesempatan pada siswa untuk menghayati

bagaimana konsep itu diperoleh”.

Konsep menunjukkan satu hubungan antara konsep-konsep yang lebih sederhana sebbagai dasar perkiraan atau jawaban manusia terhadap pertanyaan-pertanyaan yang bersifat asasitentang mengapa suatu gejala itu bisa terjadi.


(46)

commit to user

Konsep merupakan pemikiran seseorang atau kelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga menjadi produk pengetahuan yang meliputi prinsip-prinsip, hokum, dan teori. Konsep didapat dari fakta, peristiwa, pengaklaman melalui generalisasi, dan berfikir abstrak. Konsep dapat mengalami perubahan disesuaikan dengan fakta atau pengetahuan baru, sedangkan kegunaan konsep adalah menjelaskan dan meramalkan.

4) Pendekatan Proses

Pembelajaran menekankan kepada belajar proses dilatarbelakangi oleh konsep-konsep belajar menurut teori “Naturalisme-Romantis” dan teori “Kognitif Gestalt”. Naturalism-Romantis menekankan pada aktivitan siswa, sedangkan Kognitif Gestalt menekankan pada pemahaman dan kesatupaduan yang menyeluruh. Pendekatan proses dalam pembelajaran dikenal pula sebagai ketrampilan proses, guru menciptakan bentuk kegiatan pengajaran yang bervariasi, agar siswa terlibat dalam berbagai pengalaman. Berdasarkan pendapat

Syaiful Sagala (2010: 74) menyatakan bahwa “pendekatan proses adalah suatu

pendekatan pengajaran member kesempatan kepada siswa ikut menghayati proses

penemuan atau penyusunan suatu konsep sebagai suatu ketrampilan proses”.

Siswa diminta untuk merencanakan, percobaan, pengamatan, pengukuran, perhitungan, dan membuat kesimpulan-kesimpulan sendiri.

Dalam pendekatan ini, siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari sesame temannya, dan dari manusia-manusia sumber diluar sekolah. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan proses Menurut Syaiful Sagala (2010: 74) sebagai berikut:

a) mengamati gejala yang timbul.

b) mengklasifikasikan sifat sifat yang sama, serupa. c) mengukur besaran-besaran yang bersangkutan. d) mencari hubungan antar konsep konsep yang ada. e) mengenal adanya suatu masalah, merumuskan masalah. f) memperkirakan penyebab suatu gejala, merumuskan hipotesa. g) meramalkan gejala yang mungkin akan terjadi.

h) berlatih menggunakan alat-alat ukur. i) melakukan percobaan.

j) mengumpulkan, menganalisis dan menafsirkan data. k) berkomunikasi.


(47)

commit to user

Keunggulan dan kelemahan pendekatan proses menurut Syauful Sagala (2010: 74-75) adalah sebagai berikut; 1) memberibekal cara memperoleh pengetahuan, hal yang sangat penting untuk pengembangan pengetahuan dan masa depan; dan 2) pendahuluan proses bersifat kreatif, siswa aktif, dapat meningkatkan ketrampilan berfikir dan cara memperoleh pengetahuan. Kelemahan pendekatan proses adalah; 3) memerlukan banyak waktu sehingga sulit untuk dapat menyelesaikan bahan pengajaran yang ditetapkan dalam kurikulum; 4) memerlukan fasilitas yang cukup baik dan lengkap sehingga tidak semua sekolah dapat menyediakannya; dan 5) merumuskan masalah, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancangkan suatu percobaan untuk memperoleh data yang relevan adalah pekerjaan yang sulit, tidan semua siswa dapat melaksanakannya.

Dalam pendekatan pembelajaran penjasorkes juga ada beberapa prose pendekakatan pembebelajaran. Yang dipandang dapat untuk memudahkan siswa memahami pembelajaran dan juga belajar yang menyenangkan. Pendekatan pembelajaran penjasorkes yang diterapkan oleh guru antara lain sebagai berikut:

1. Pendekatan Kompetisi

Makna kompetisi secara umum diartikan sebagai suatu proses dalam menentukan pemenang dan yang kalah, dengan mengidentifikasi siapa saja melakukan sesuatu yang lebih baik daripada yang lainya dalam sesuatu perlombaan atau pertandingan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:

584) “kompetisi adalah persaingan di antara para siswa harus diciptakan suasana

yang sehat dalam belajar”. Setiap oaring yang terlibat didalamnya akan selalu

berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi yang terbaik untuk dirinya maupun kelompoknya. Dalam pembelajaran atletik, iklim kompetisi dapat di wujudkan asal tidak keluar aturan pasti yang sudah ditetapkan guru, dan disepakati bersama-sama dengan siswa.

Pedekatan kompetisi dalam pembelajaran atletik mempunyai manfaat untuk membentuk karakter siswa, dan sekaligus mempersiapkan siswa dalam menghadapi kehidupan nyata di masyarakat di luar sekolah. Untuk itu, guru perlu menciptakan atmosfer pembelajaran yang memungkinkan terjadinya iklim


(48)

commit to user

kompetisi yang sehat antara siswa/kelompok siswa satu dengan siswa/kelompok siswa lain. Dalam pendekatan kompetisi ini juga dapat metupakan media untuk pembelajaran bagi para siswa/kelompok siswa untuk secara ikhlas menerima kekalahan dan mau mengkui bahwa siswa/kelompok siswa lain lebih baik dari diri/kelompoknya, dan sekaligus memotivasi siswa/kelompok siswa kalah untuk berusaha secara maksimal berupaya memperbaiki kemampuan gerak dan kerjasamanya. Sebaliknya, bagi siswa/kelompok siswa pemenangnya diajarkan untuk tetap rendah hati akan kemenangan yang diperolehnya, dan mau memberikan motivasi kepada siswa/kelompok siswa kalah untuk lebih keras dan serius dalam berlatih/belajar.

Bentuk konkrit dari pendekatan kompetisi dalam pembelajaran atletik ini yaitu dengan cara memperlombakan bentuk dan model pembelajaran yang telah diajarkan kepada semua siswa dalam atmosfer pembelajaran yang kondusif dan menarik Namun demikian harus dipertimbangkan tentang keseimbangan antara siswa/kelompok siswa yang berlomba, supaya iklim kompetisi teta sejuk tanpa timbul kekecewaan siswa.

2. Pendekatan Teknik

Pendekatan teknik dalam pembelajaran atletik merupakan cara pembelajaran teknik-teknik dasar atletik, baik teknik dasar jalan, lari, lempar, dan lompat secara berulang-ulang dalam bentuk tata urutan pelaksanaan yang tetap sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya. Pembelajaran atletik dengan pendekatan teknik ini menekankan pada penguasaan ketrampilan atau teknik dasar sebagai sub aspek bahasan dari atletik, sehingga pembelajaran dengan pendekatan ini mengarah pada tuntutan prestasi.

Pembelajaran dengan pendekatan teknik ini mempunyai manfaat mengenalkan kepada siswa tenik-tenik gerak atletik yang benar dan dapat mendukung penampilan siswa dalam gerak atletik. Dengan dikuasainya ketrampilan teknik atleti, maka penampilan gerak siswa menjadi lebih baik. Dalam pendekatan ini selalu terjadi pengulangan gerak yang sering, disertai dengan koreksi atas kesalahan teknik gerak atletik yang dilakukan siswa. Sehingga siswa akan cepat merasa bosan karena siswa diharuskan


(49)

mengulang-commit to user

ulang gerak yang sama dengan cara yang benar sesuai dengan tuntutan teknik gerak yang ditetapkan. Bagi siswa yang memang sudah memiliki bakat dan senang dalam atletik, biasanya tidak akan mengalami kesulitan dalam mempelajari teknik-teknik dasar gerak atlrtik ini, namun bagi siswa yang tidak berbakat dalam atletik biasanya kesulitan untuk melakukannya. Kondisi ini diperparah apabila siswa yang tidak memenuhi tuntutan penguasaan teknik atletik menjadi semakin tidak senang terhadap atletik, dan akhirnya menjadi apatis terhadap pembelajaran dengan matri atletik.

Pembelajaran atletik dengan pendekatan teknik ini kurang sesua dengan sifat dasar manusia yang gemar bermainan. Pendektan teknik ini seringkali membatasi hasrat gerak siswa, sehingga kebebasan untuk bergerak sangat kurang karena gerak siswa diatur dengan keinginan dan tingkat penguasaan kemampuan dan perbedaan individu siswa juga berkurang dan bahkan hilang sama sekali. Untuk mengetahui kebosanan dalam pembelajaran atletik dengan pendekatan teknik ini, dapat diupayakan dengan pengenalan dan pengayaan teknik-teknik dasar gerak melalui model pembelajaran yang menarik.

7. Pendekatan Pembelajaran Bermain

a. Pengertian Bermain

Bermain sangat di sukai oleh anak karena sifat dari bermain sendiri

menyenangkan. Menurut Yudha M. Saputra ( 2001:6) menyatakan ”bermain

adalah kgiatan yang menyenangkan”. Sedangkan Aip Syariffuddin (2004:17)

mengartikan “bermain adalah bentuk kegiatan yang bermanfaat/produktif untuk

menyenangkan diri”. Selanjutnya M Furqon (2008:4) menyatan bahwa

bermain adalah aktifitas yang menyenangkan serius dan sukarela, di mana anak berada dalam dunia yang tidak nyata atau sesungguhnya. Bermain

bersifat menyenangkan karena anak diikat oleh sesuatu yang

menyenangkan, dengan tidak banyak memerlukan pemikiran. Bermain bersifat serius karena bermain memberikan sifat kesempatan untuk meningkatkan perasaan anak untuk menguasai sesuatu dan untuk memunculkan rasa untuk menjadi manusia penting. Bermain bersifat tidak nyata karena anak berada di luar kenyataan, denganmemasuki suatu dunia imajiner. Bermain memberikan suatu arena di mana anak masuk dan terlibat


(50)

commit to user

untuk menghilangkan dirinya, namun secara berlawanan asas anak kadang-kadang menemukan dirinya dari bermain.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa aktifitas jasmani siswa yang dilakukan dengan rasa senang dan mempunyai tujuan pegembangan pertumbuhan dan perkembangan anak. Sehingga melalui bermain dapat memberikan pengalaman belajar yang sangat berharga untuk siswa.

Siswa dan bermain merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bermain bagi siswa merupakan kebutuhan hidup seperti halnya kebutuhan akan makan, minum, tidur, dan lain-lain. Melalui bermain anak dapat mengaktualisasikan diri dan mempersiapkan diri untuk menjadi dewasa. Seperti halnya atletik adalah nuansa permainan menyediakan pengalaman gerak yang kaya, yang membangkitkan motivasi pada siswa untuk berpartisipasi. Menurut Yudha M. Saputra (2001: 9-10) kegiatan atletik bernuansa permainan mengandung beberapa ciri sebagai berikut:

1. siswa terlibat dalam tugas gerak yang berfariasi dengan irama tertentu.

2. mengakibatkan kegemaran berlomba/bersaing secar sehat.

3. menyalurkan hasrat siswa untuk mencoba menggunakan alat-alat

berlatih

4. tugas gerak yang mengandung resiko yang sepasdan dengan

kemampuan siswa dan menjadi tantangan.

5. menguji ketangkasan untuk melaksanakan tugas-tugas gerak yang baru.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 698) bahwa ”bermain adalah

melakukan sesuatu untuk bersenang-senang”. Sedangkan menurut Agus

Mahendra (2004: 4) yaitu ”bermain adalah dunia anak, sambil bermain mereka

belajar, dalam belajar, anak-anak adalah ahlinya”.

Berdasarkan pengertian di atas di tarik kesimpulan yang di maksud bermain adalah dunia anak yang menjadi aktifitas jasmani dengan cara melakukan sesuatu untuk bersenang-senang.

b. Fungsi Bermain

Anak yang bermain akan melakukan aktifitas bermain dengan sukarela dan akan melakukan aktifitas bermain tersebut dengan kesungguhan, demi untuk memperoleh kesenangan dari aktifitas tersebut. Menurut Sukintaka (1992:7)


(1)

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

Achasius Kaber. 1988. Perkembangan Kurikulum. Jakarta : Depdikbud

Agus Mahendra. 2004. Azas dan Falsafah Pendidikan Jasmani. Jakarta: Depdiknas. Direktorat jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Tenaga Kependidikan. Bagian Proyek Pengendalian dan Peningkatan Mutu Guru Penjas Dikdasmen.

Aip Syarifuddin. 1992. Atletik. Jakarta: Depdikbud. Dirjendikti. Proyek Penilaian Tenaga Kerja

Chodijah dan Suwalni. 1998. Belajar dan Pembelajaran II. UNS Press.

Dadang Masnun. 1999. Atletik, Lari Gawang, Lompat Jangkit, Lompat Tinggi,

Lempar Lembing. Jakarta : Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan,

Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Dr. Dikdik Zafar Sidik, M.Pd. 2010. Mengajar dan Melatih Atletik. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Eddy Purnomo. 2007. Pedoman Mengajar Dasar Gerak Atletik. Yogyakarta : UNY

E. Mulyasa. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Gerry A. Carr. 2000. Atletik Untuk Sekolah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada H.J. Gino dkk. 1998. Belajar dan Pembelajaran II. Surakarta : UNS Press. Husdarta dan Yudha M. Saputra. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Depdiknas.

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III.

Iskandar. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Gaung (GP) Press Jess Jarver. 2005. Belajar dan Berlatih Atletik. Bandung: Pioner Jaya.

Jonath U., Haag E., & Krempel R. 1987. Atletik I. Alih Bahasa Suparno. Jakarta: PT. Rosda Jaya Putra.


(2)

commit to user

Masnur Muslich. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar

Pengembangan DanPemahaman. Jakarta : PT Bumi Aksara

Mochamad Djumidar A. Widya. 2004. Belajar Berlatih Gerak-Gerak Dasar

Atletik Dalam Bermain. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

M Furqon H.2008. Mendidik Anak dengan Bermain.Buku Pegangan Guru Penjas di Sekolah Dasar. Universitas Sebalas Maret

Nana Sudjana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Resdakarya

Rusli Lutan dan Adang Suherman. 2000. Perencanaan Pembelajaran Penjaskes.

Jakarta Depdikbud. Direktorat Jenderal pendidikan Dasar dan menengah. Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III.

Samsudin. 2008. Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga Dan Kesehatan. Jakarta : PT Fajar Inter Pratama

Soegito. 1992. Atletik I. Surakarta: UNS Press.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Suharno, Sukardi, Chodijah dan Suwalni. 1998. Belajar dan Pembelajaran II. UNS Press.

Sukintaka. 1992. Teori Bermain Untuk D2, PGSD Penjaskes. Jakarta: Depdikbud.Dirjendikti. Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.

. 2004. Teori Pendidikan Jasmani Filosofi Pembelajaran dan Masa

Depan. Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia.

Syaiful Sagala. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta. Pusat Bahasa Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai

Pustaka.

Tamsir Riyadi. 1985. Petunjuk Atletik. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. 1989. Jakarta : Depdikbud

Wahjoedi. 1999. Jurnal Iptek Olahraga. Jakarta : Pusat Pengkajian dan


(3)

commit to user

Wina Sanjaya. 2008. Setrategi Pembelajaran Beriorentasi Standartd Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana

Yudha M. Saputra. 2001. Dasar-Dasar Keterampilan Atletik Pendekatan Bermain

untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Jakarata: Depdiknas.

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar & Menengah. Bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Olahraga.

Yoyo Bahagia, Ucup Yusuf dan Adang Suherman. 1999/2000. Atletik.

Depdikbud. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SMP Setara DIII.


(4)

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

Achasius Kaber. 1988. Perkembangan Kurikulum. Jakarta : Depdikbud

Agus Mahendra. 2004. Azas dan Falsafah Pendidikan Jasmani. Jakarta: Depdiknas. Direktorat jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Tenaga Kependidikan. Bagian Proyek Pengendalian dan Peningkatan Mutu Guru Penjas Dikdasmen.

Aip Syarifuddin. 1992. Atletik. Jakarta: Depdikbud. Dirjendikti. Proyek Penilaian Tenaga Kerja

Chodijah dan Suwalni. 1998. Belajar dan Pembelajaran II. UNS Press.

Dadang Masnun. 1999. Atletik, Lari Gawang, Lompat Jangkit, Lompat Tinggi,

Lempar Lembing. Jakarta : Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan,

Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Dr. Dikdik Zafar Sidik, M.Pd. 2010. Mengajar dan Melatih Atletik. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Eddy Purnomo. 2007. Pedoman Mengajar Dasar Gerak Atletik. Yogyakarta : UNY E. Mulyasa. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya

Gerry A. Carr. 2000. Atletik Untuk Sekolah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada H.J. Gino dkk. 1998. Belajar dan Pembelajaran II. Surakarta : UNS Press. Husdarta dan Yudha M. Saputra. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Depdiknas.

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III.

Iskandar. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Gaung (GP) Press Jess Jarver. 2005. Belajar dan Berlatih Atletik. Bandung: Pioner Jaya.

Jonath U., Haag E., & Krempel R. 1987. Atletik I. Alih Bahasa Suparno. Jakarta: PT. Rosda Jaya Putra.


(5)

commit to user

Masnur Muslich. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dasar Pengembangan

DanPemahaman. Jakarta : PT Bumi Aksara

Mochamad Djumidar A. Widya. 2004. Belajar Berlatih Gerak-Gerak Dasar Atletik

Dalam Bermain. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

M Furqon H.2008. Mendidik Anak dengan Bermain.Buku Pegangan Guru Penjas di Sekolah Dasar. Universitas Sebalas Maret

Nana Sudjana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Resdakarya

Rusli Lutan dan Adang Suherman. 2000. Perencanaan Pembelajaran Penjaskes.

Jakarta Depdikbud. Direktorat Jenderal pendidikan Dasar dan menengah. Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III.

Samsudin. 2008. Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga Dan Kesehatan. Jakarta : PT Fajar Inter Pratama

Soegito. 1992. Atletik I. Surakarta: UNS Press.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Suharno, Sukardi, Chodijah dan Suwalni. 1998. Belajar dan Pembelajaran II. UNS Press.

Sukintaka. 1992. Teori Bermain Untuk D2, PGSD Penjaskes. Jakarta: Depdikbud.Dirjendikti. Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.

. 2004. Teori Pendidikan Jasmani Filosofi Pembelajaran dan Masa Depan. Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia.

Syaiful Sagala. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.

Pusat Bahasa Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Tamsir Riyadi. 1985. Petunjuk Atletik. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.


(6)

commit to user

Wahjoedi. 1999. Jurnal Iptek Olahraga. Jakarta : Pusat Pengkajian dan

Pengembangan IPTEK (PPPITOR). Kantor Menteri Negara dan Olahraga. Wina Sanjaya. 2008. Setrategi Pembelajaran Beriorentasi Standartd Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana

Yudha M. Saputra. 2001. Dasar-Dasar Keterampilan Atletik Pendekatan Bermain

untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Jakarata: Depdiknas.

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar & Menengah. Bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Olahraga.

Yoyo Bahagia, Ucup Yusuf dan Adang Suherman. 1999/2000. Atletik. Depdikbud. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru SMP Setara DIII.


Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL PEDEKATAN BERMAIN SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA KELAS X 7 SMA NEGERI 3 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009 2010

0 4 73

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LOMPAT JANGKIT MELALUI PENDEKATAN BERMAIN PADA SISWA KELAS X-7 SMA NEGERI 1 PEMATANGSIANTAR TAHUN AJARAN 2013/2014.

0 2 26

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LOMPAT JAUH MELALUI PENDEKATAN BERMAIN PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 SUMBEREJO TAHUN PELAJARAN 2013/2014.

0 0 15

Penerapan Pendekatan Bermain Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Tolak Peluru Gaya Menyamping Pada Siswa Kelas VIII D SMP Negeri 8 Surakarta Tahun Pelajaran 2016/2017.

1 1 20

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR LOMPAT JANGKIT MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN TEKNIK PADA SISWA KELAS XII IPA 3 SMA NEGERI 3 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN 2013/2014.

0 0 35

PENERAPAN PENDEKATAN BERMAIN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR LOMPAT JAUH SISWA KELAS V MI KRANDON LOR 01

0 0 155

PENERAPAN PENDEKATAN BERMAIN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR TOLAK PELURU GAYA MENYAMPING PADA SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI 8 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 20162017 SKRIPSI

0 0 16

PENERAPAN PENDEKATAN BERMAIN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KETERAMPILAN GERAK DASAR SEPAK BOLA PADA SISWA KELAS XI IPS 2 SMA NEGERI 4 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 20172018

0 0 20

PENERAPAN PENDEKATAN BERMAIN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR GERAK DASAR LOMPAT PADA SISWA KELAS IV SD N PAJANG IV TAHUN AJARAN 20162017

0 0 17

Penerapan Pendekatan Bermain Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Gerak Dasar Lompat Jauh Pada Siswa Kelas V SD Negeri Karangasem IV Surakarta Tahun Pelajaran 2016/2017 - UNS Institutional Repository

0 0 11