Pengaruh Karakteristik dan Gaya Hidup Kelompok Dewasa Madya terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbanga Hasundutan

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK DAN GAYA HIDUP KELOMPOK DEWASA MADYA TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MATITI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

TESIS

Oleh

JANNER P. SIMAMORA 097032163/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK DAN GAYA HIDUP KELOMPOK DEWASA MADYA TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MATITI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

JANNER P. SIMAMORA 097032163/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK DAN GAYA HIDUP KELOMPOK DEWASA MADYA TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MATITI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN Nama Mahasiswa : Janner P. Simamora

Nomor Induk Mahasiswa : 097032163

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H) (

Ketua Anggota Dra. Syarifah, M.S)

Dekan


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 31 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H Anggota : Dra. Syarifah, M.S

: drh. Rasmaliah, M.Kes : drh. Hiswani, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK DAN GAYA HIDUP KELOMPOK DEWASA MADYA TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MATITI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012

JANNER P. SIMAMORA 097032163


(6)

ABSTRAK

Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan penyakit tidak menular terbanyak dan salah satu kelompok penderitanya adalah dewasa madya. Jumlah prevalensi hipertensi sebanyak 2631 dan prevalensi pada kelompok dewasa madya sebanyak 36%. Ini terkait dengan karakteristik (pendidikan dan pekerjaan) dan gaya hidup (pola makan, kebiasaan istirahat, aktifitas fisik, dan riwayat merokok) kelompok dewasa madya.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan, pekerjaan, aktifitas fisik, pola makan, istirahat dan riwayat merokok kelompok dewasa madya terhadap kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan. Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat analitik dengan pendekatan matched case control. Populasi dalam penelitian ini adalah semua golongan umur kelompok dewasa madya berjumlah 2856 orang. Sampelnya adalah 131 kasus dan 131 kontrol, diambil dengan teknik cluster sampling dan pemilihan anggota sampel secara convinience sampling dan dianalisis dengan regresi logistic ganda pada α = 5%.

Hasil penelitian secara statistik menunjukkan pekerjaan (p value 0,001 dengan OR 5,549), pola makan (p value 0,000 dengan OR 5,699), istirahat (p value 0,026 dengan OR 1,932) dan riwayat merokok (p value 0,000 dengan OR 4,923) berpengaruh terhadap kejadian hipertensi sedangkan pendidikan dan aktifitas fisik tidak berpengaruh terhadap kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan.

Disarankan bagi petugas yang ada di wilayah kerja Puskesmas Matiti agar dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui penyuluhan tentang hipertensi dengan pendekatan personal dan memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menderita hipertensi, bagi masyarakat terkhusus kelompok dewasa madya diharapkan mencegah faktor resiko dengan memperbaiki pola makan untuk mencegah kejadian hipertensi dan pada laki-laki agar dapat mengurangi kebiasaan-kebiasaan yang dapat meningkatkan kejadian hipertensi seperti kebiasaan merokok, kebiasaan istirahat kurang serta kurang berolah raga.


(7)

ABSTRACT

Hypertension in the working area of the District Health Center Matiti Humbang Hasundutan disease is not contagious and one of the most sufferers are middle adulthood. Total prevalence of hypertension, and the prevalence in 2631 as a group of middle adulthood as much as 36%. This is related to the characteristics (education and occupation) and lifestyle (diet, rest habits, physical activity, and smoking history) middle adult groups.

This study aimed to analyze the influence of education, occupation, physical activity, diet, rest and smoking history middle adult groups on the prevalence of hypertension in the working area of the District Health Center Matiti Humbang Hasundutan. This research is an analytic survey with matched case-control approach. The population in this study were all middle class adult age group numbered 2856 people. The samples were 131 cases and 131 controls, taken with cluster sampling techniques and sample a selection of the sampling convinience and analyzed by multiple logistic regression at α = 5%.

The results showed statistically job (p value 0.001 with OR 5.549), diet (p value 0.000 with OR 5.699), rest (p value 0.026 with OR 1.932) and a history of smoking (p value 0.000 with OR 4.923) effect on the prevalence of hypertension while education and physical activity had no effect on the prevalence of hypertension in the working area of the District Health Center Matiti Humbang Hasundutan.

Suggested for officers working in the area of health center Matiti to increase knowledge about hypertension community through counseling and personal approach to providing services to people who suffer from hypertension, for the people especially my middle adult groups are expected to prevent the risk factors by improving the diet to prevent the prevalence of hypertension and in men in order to reduce habits that can increase the incidence of hypertension such as smoking, lack of resting habits and lack of exercise


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji dan syukur yang tiada henti dan tak terhingga kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Karakteristik dan Gaya Hidup Kelompok Dewasa Madya terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbanga Hasundutan.

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Jurusan Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan baik moral maupun material dari banyak pihak. Untuk itu izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(9)

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M. Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H sebagai ketua komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Dra. Syarifah, M.S selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. 7. drh. Rasmaliah, M.Kes dan drh. Hiswani, M.Kes sebagai komisi penguji atau

pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

8. Kepala Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan dan jajarannya yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk memberikan izin sampai selesai penelitian ini.

9. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

10. Rasa hormat kepada orang tua dan abang saya yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan do’a dan selalu memotivasi dan memberikan dukungan agar bisa menyelesaikan pendidikan ini.

11. Teristimewa buat istri tercinta yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan do’a serta cinta yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini.

12. Rekan-rekan mahasiswa S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi tahun 2009 yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan pendidikan di Program Magister IKM FKM-USU.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2012 Penulis

Janner P. Simamora 097032163/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Janner P. Simamora, lahir pada tanggal 08 Januari 1986 di Doloksanggul anak paling bungsu dari empat belas bersaudara dari pasangan ayahanda (alm) D. Simamora dan ibunda L. br. Simanullang.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di sekolah Dasar Negeri 4 Doloksanggul, selesai Tahun 1998, Sekolah Menengah Pertama di SMP N 1 Doloksanggul, selesai tahun 2001, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Doloksanggul, selesai Tahun 2004, Akademi Keperawatan Teladan Bahagia Medan, selesai Tahun 2007, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Prima Indonesia, selesai Tahun 2009.

Penulis mulai bekerja sebagai staf pengajar di Akademi Kebidanan dan Keperawatan Kesehatan Baru Doloksanggul tahun 2009 sampai sekarang.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2009 dan menyelesaikan studi tahun 2012.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABASTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Hipertensi ... 11

2.1.1. Definisi Hipertensi ... 10

2.1.2. Patofisiologi ... 15

2.1.3. Manifestasi Klinis ... 16

2.1.4. Komplikasi ... 17

2.1.5. Penatalaksanaan ... 19

2.1.6. Epidemiologi Hipertensi ... 21

2.1.7. Faktor Resiko Hipertensi ... 22

2.1.8. Pencegahan Hipertensi ... 29

2.2. Gaya Hidup ... 30

2.2.1. Pengertian Gaya Hidup ... 30

2.2.2. Pola Makan ... 31

2.2.3. Aktifitas Fisik ... 35

2.2.4. Kebiasaan Istirahat ... 38

2.2.5. Kebiasaan Merokok ... 39

2.3. Masa Dewasa Madya ... 43

2.3.1. Pengertian Masa Dewasa Madya ... 43

2.3.2. Tahap-tahap Perkembangan Dewasa Madya ... 46

2.4. Landasan Teori ... 47


(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 51

3.1. Jenis Penelitian ... 51

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 52

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 52

3.2.2. Waktu Penelitian ... 52

3.3. Populasi dan Sampel ... 52

3.3.1. Populasi ... 52

3.3.2. Sampel ... 53

3.3.3. Tekhnik Pengambilan Sampel ... 54

3.3.4. Kriteria Sampel ... 56

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 56

3.4.1. Jenis Data ... 56

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 57

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 60

3.5.1. Variabel Bebas ... 60

3.5.2. Variabel Terikat . ... 62

3.6. Metode Pengukuran ... 63

3.7. Metode Analisis Data ... 64

3.7.1. Analisis Univariat ... 64

3.7.2. Analisis Bivariat ... 64

3.7.3. Analisis Multivariat ... 65

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 66

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... ` 66

4.2. Analisa Univariat ... 66

4.2.1. Karakteristik Kelompok Dewasa Madya ... 66

4.3. Analisa Bivariat ... 69

4.4. Analisa Multivariat ... 73

4.5. Population Attribute Risk (PAR) ... 76

BAB 5. PEMBAHASAN ... 78

5.1. Pengaruh karakteristik Dewasa Madya terhadap Kejadian Hipertensi ... 78

5.1.1. Pengaruh Pendidikan terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan ... 78

5.1.2. Pengaruh Pekerjaan terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan ... 80

5.2. Pengaruh Gaya Hidup Dewasa Madya terhadap Kejadian Hipertensi ... 81


(14)

5.2.1. Pengaruh Aktifitas Fisik terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti

Kabupaten Humbang Hasundutan ... 81

5.2.2. Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan ... 83

5.2.3. Pengaruh Kebiasaan Istirahat terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan ... 85

5.2.4. Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Kejadian Hipertensi di wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan ... 86

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

6.1. Kesimpulan ... 89

6.2. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4.

Klasifikasi Hipertensi ……..……….. Besar Sampel Berdasarkan Beberapa Variabel dari

Penelitian Terdahulu………... Pembagian Sampel Berdasarkan Wilayah Penelitian………. Hasil Uji Validitas Variabel Gaya Hidup (Aktifitas Fisik, Pola Makan, Kebiasaan Istirahat) ……….. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Gaya Hidup (Aktifitas Fisik, Pola Makan, Kebiasaan Istirahat)………... Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur………. Kelompok Matching dalam Penelitian………. Distribusi Karakteristik (Pendidikan, Pekerjaan) dan Gaya Hidup Kelompok Dewasa Madya (Aktifitas Fisik, Pola Makan, Kebiasaan Istirahat, Kebiasaan Merokok) di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan ………... Hubungan Karakteristik dan Gaya Hidup Kelompok Dewasa Madya dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan……… Pengaruh Karakteristik (Pekerjaan) dan Gaya Hidup (Pola Makan, Istirahat dan Kebiasaan Merokok) terhadap Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan………..

11 54 55 58 59 63 67 68 72 75


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesehatan Manusia …… 49 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ……..……… 50 3.1. Desain Case Control………... 51


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian………... 94

1 Master Data Penelitian ………... 97

2 Hasil Uji Statistik ………. 103

3. Master Validitas dan Reliabilitas Data………. 117

4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Data………….. 118

5 Distribusi Frekwensi Berdasarkan Kuesioner……... 121

6 Master Data Kuesioner, Pola Makan, Istirahat, Aktifitas Fisik……… 127


(18)

ABSTRAK

Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan penyakit tidak menular terbanyak dan salah satu kelompok penderitanya adalah dewasa madya. Jumlah prevalensi hipertensi sebanyak 2631 dan prevalensi pada kelompok dewasa madya sebanyak 36%. Ini terkait dengan karakteristik (pendidikan dan pekerjaan) dan gaya hidup (pola makan, kebiasaan istirahat, aktifitas fisik, dan riwayat merokok) kelompok dewasa madya.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pendidikan, pekerjaan, aktifitas fisik, pola makan, istirahat dan riwayat merokok kelompok dewasa madya terhadap kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan. Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat analitik dengan pendekatan matched case control. Populasi dalam penelitian ini adalah semua golongan umur kelompok dewasa madya berjumlah 2856 orang. Sampelnya adalah 131 kasus dan 131 kontrol, diambil dengan teknik cluster sampling dan pemilihan anggota sampel secara convinience sampling dan dianalisis dengan regresi logistic ganda pada α = 5%.

Hasil penelitian secara statistik menunjukkan pekerjaan (p value 0,001 dengan OR 5,549), pola makan (p value 0,000 dengan OR 5,699), istirahat (p value 0,026 dengan OR 1,932) dan riwayat merokok (p value 0,000 dengan OR 4,923) berpengaruh terhadap kejadian hipertensi sedangkan pendidikan dan aktifitas fisik tidak berpengaruh terhadap kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan.

Disarankan bagi petugas yang ada di wilayah kerja Puskesmas Matiti agar dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui penyuluhan tentang hipertensi dengan pendekatan personal dan memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menderita hipertensi, bagi masyarakat terkhusus kelompok dewasa madya diharapkan mencegah faktor resiko dengan memperbaiki pola makan untuk mencegah kejadian hipertensi dan pada laki-laki agar dapat mengurangi kebiasaan-kebiasaan yang dapat meningkatkan kejadian hipertensi seperti kebiasaan merokok, kebiasaan istirahat kurang serta kurang berolah raga.


(19)

ABSTRACT

Hypertension in the working area of the District Health Center Matiti Humbang Hasundutan disease is not contagious and one of the most sufferers are middle adulthood. Total prevalence of hypertension, and the prevalence in 2631 as a group of middle adulthood as much as 36%. This is related to the characteristics (education and occupation) and lifestyle (diet, rest habits, physical activity, and smoking history) middle adult groups.

This study aimed to analyze the influence of education, occupation, physical activity, diet, rest and smoking history middle adult groups on the prevalence of hypertension in the working area of the District Health Center Matiti Humbang Hasundutan. This research is an analytic survey with matched case-control approach. The population in this study were all middle class adult age group numbered 2856 people. The samples were 131 cases and 131 controls, taken with cluster sampling techniques and sample a selection of the sampling convinience and analyzed by multiple logistic regression at α = 5%.

The results showed statistically job (p value 0.001 with OR 5.549), diet (p value 0.000 with OR 5.699), rest (p value 0.026 with OR 1.932) and a history of smoking (p value 0.000 with OR 4.923) effect on the prevalence of hypertension while education and physical activity had no effect on the prevalence of hypertension in the working area of the District Health Center Matiti Humbang Hasundutan.

Suggested for officers working in the area of health center Matiti to increase knowledge about hypertension community through counseling and personal approach to providing services to people who suffer from hypertension, for the people especially my middle adult groups are expected to prevent the risk factors by improving the diet to prevent the prevalence of hypertension and in men in order to reduce habits that can increase the incidence of hypertension such as smoking, lack of resting habits and lack of exercise


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan Indonesia diarahkan guna mencapai pemecahan masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, dari data yang disimpulkan bahwa masalah kesehatan akan dipengaruhi pola hidup, pola makan, faktor lingkungan kerja, olahraga dan stress. Perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar menyebabkan meningkatnya prevalensi penyakit degeneratif, salah satunya hipertensi (Gunawan, 2005).

Seiring berubahnya gaya hidup diperkotaan mengikuti era globalisasi, kasus hipertensi terus meningkat, gaya hidup yang gemar makan makanan fast food yang kaya lemak, malas berolahraga, stress, alkohol atau garam yang lebih dalam makanan bisa memicu terjadinya hipertensi. Stress cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stress telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal (M. Shadine, 2010).

Hipertensi dikenal sebagai silent killer, terbukti sering muncul tanpa gejala, berarti gejala bukan merupakan tanda untuk diagnostik dini. Hipertensi ringan justru sebagian besar jumlahnya dibandingkan stadium berat, dan harus diwaspadai karena ternyata sebagian besar menyebabkan kematian dibandingkan kanker. Meski terapi ringan akan banyak mengurangi risiko komplikasi kardiovaskuler, termasuk kematian dini (Armilawaty, 2007).


(21)

Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu hipertensi primer atau esensial (90% kasus hipertensi) yang penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi sekunder (10%) yang disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung, gangguan ginjal. Menurut JNC VII Report 2003, diagnosis hipertensi ditegakkan apabila didapatkan tekanan darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik (TDD) ≥ 90 mmHg pada dua kali pengukuran dalam waktu yang berbeda (Indrayani, 2009).

Menurut data WHO (2000), hipertensi merupakan salah satu penyebab utama kematian. Proporsi kematian akibat penyakit tidak menular meningkat dari 25,41% (tahun 1980) menjadi 48,53% (tahun 2001). Hipertensi sebagai salah satu pencetus terjadinya penyakit jantung dan stroke, ikut andil dalam peningkatan proporsi kematian penyakit tidak menular tertentu seperti proporsi kematian karena penyakit kardiovaskular meningkat dari 9,1% (tahun 1986) menjadi 26,3% (tahun 2001), jantung iskemik dari 2,5% (tahun 1980) menjadi 14,9% (tahun 2001), dan stroke dari 5,5% (tahun 1986) menjadi 11,5% (tahun 2001).

Hipertensi merupakan masalah yang sering ditemukan dan termasuk masalah kesehatan masyarakat yang perlu segera ditangani sebelum komplikasi dan akibat buruk lainnya. Di negara berkembang, sekitar 80% penduduk mengidap hipertensi. Hipertensi dapat terjadi oleh karena beberapa faktor risiko, faktor risiko tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu faktor keturunan, ciri perorangan dan life style (gaya hidup). Faktor keturunan di dapat dari keturunan orang tuanya


(22)

yang mempunyai riwayat penyakit hipertensi atau dengan kata lain seseorang akan mengalami kemungkinan lebih besar untuk menderita penyakit hipertensi apabila orang tuanya penderita hipertensi. Ciri perorangan yang memengaruhi timbulnya penyakit hipertensi yaitu umur, jenis kelamin, dan ras (Depkes RI, 2003).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2000 hipertensi telah di derita 26,4% populasi dunia dengan perbandingan 26,6% pada pria dan 26,1% pada wanita. Berdasarkan laporan The Thirt National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) tahun 1999-2000 insidensi hipertensi orang dewasa mencapai 29-31% atau 58-65 juta orang di Amerika. Sementara menurut WHO (2006) prevalensi hipertensi di negara berkembang seperti Vietnam (2004) sebesar 43,5%, Singapura (2004) sebesar 24,9% dan prevalensi di Indonesia terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%.

Menurut Suyono (2001), Satu dari 11 orang di dunia mengidap darah tinggi dan umumnya setengah pasien hipertensi tidak sadar akan kondisi, 20% populasi dewasa mengalami hipertensi dan lebih dari 90% diantaranya menderita hipertensi esensial (primer) yang tidak diketahui penyebabnya.

Meski ancamannya menakutkan, masih banyak anggota masyarakat yang mengabaikan hipertensi. Pengabaian ini dikarenakan sifat dari hipertensi itu sendiri. Ketika belum merusak organ tubuh penyakit hipertensi tidak menunjukkan gejala spesifik. Akibatnya pada tahap ini, orang masih merasa nyaman dengan kondisi tubuhnya dan tidak merasa perlu untuk memeriksa dirinya. Penanganan menjadi lebih


(23)

sulit dan mahal karena penderita darah tinggi baru mengeluh dan memeriksa dirinya ketika sudah komplikasi dengan sakit ginjal, jantung, pembuluh darah diotak, buta dan menyebabkan kematian. Kematian akibat hipertensi paling besar pada usia 50-60 tahun (Bustan, 2007).

Menurut laporan Kemenkes (2010), bahwa hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, dimana proporsi kematiannya mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia.

Melalui gaya hidup yang tidak baik dapat menimbulkan berbagai penyakit. Perubahan gaya hidup seperti komsumsi makanan cepat saji, pola makan yang tidak baik, kebiasaan merokok dan kurangnya aktifitas fisik. Aktifitas fisik yang serba praktis merupakan salah satu pemicu untuk timbulnya penyakit berbahaya seperti diabetes mellitus, tekanan darah tinggi (hipertensi), penyakit jantung dan stroke. Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai kelebihan berat badan lebih dari 20% dan hiperkolesterol mempunyai risiko yang lebih besar terkena hipertensi (Arief, 2007).

Menurut WHO (2010), gaya hidup kurang sehat dapat merupakan 1 dari 10 penyebab kematian dan kecacatan di dunia. Lebih dari dua juta kematian setiap tahunnya disebabkan oleh kurangnya bergerak atau kurangnya aktifitas fisik, hal ini karena kalori yang masuk tidak sebanding dengan kalori yang keluar sehingga makin lama makin banyak kalori yang menumpuk sehingga menjadi beban bagi tubuh dan tubuh menjadi terganggu yang kemudian menyebabkan kemunduran fisik yang pada


(24)

akhirnya dapat menimbulkan berbagai penyakit, misalnya diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan stroke (Dennysantoso, 2011).

Pengobatan hipertensi ikut berperan dalam kematian ribuan orang lain karena penyakit komplikasinya yang lebih berbahaya, seperti stroke, serangan jantung, gagal ginjal terminal. Negara maju seperti Amerika, penderita hipertensi yang diobati sebanyak 59% dan yang terkontrol sebanyak 34%. Di berbagai negara Eropa, penderita yang diobati hanya sebesar 27% dan dari jumlah tersebut, 70% tidak terkontrol

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes RI bahkan menunjukkan prevalensi hipertensi nasional sebesar 31,7%. Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke, sedangkan sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Prevalensi hipertensi di Indonesia terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15% tetapi angka prevalensi yang rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah sebesar 1,8% dan Lembah Baliem Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar 0,6% sedangkan angka prevalensi tertinggi di Talang Sumatera Barat 17,8% (Riskesdas, 2007). Penyebab terjadinya hipertensi belum diketahui secara pasti. Faktor predisposisi yang berkaitan dengan peningkatan tekanan darah adalah merokok, kelebihan berat badan, konsumsi garam dan lemak, alkohol, tingkat stres, rendahnya aktivitas fisik. Faktor predisposisi yang sulit terkontrol adalah keturunan, ras, usia, dan jenis kelamin. Predisposisi genetik, misalnya, kalau kedua orang tua hipertensi, kemungkinan hipertensi terjadi adalah 45%. Insiden hipertensi meningkat sesuai dengan usia, pria mempunyai


(25)

kemungkinan lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada wanita (Armilawaty dkk, 2007).

Satu dari lima pria berusia antara 35-44 tahun memiliki tekanan darah yang tinggi. Angka prevalensi tersebut menjadi dua kali lipat pada usia antara 45-54 tahun. Separuh dari mereka yang berusia 55-64 tahun mengidap penyakit ini. Pada usia 65-74 tahun, prevalensi menjadi lebih tinggi lagi, sekitar 60% menderita hipertensi. Sampai usia 55 tahun pria beresiko lebih tinggi dibandingkan wanita. Tetapi diatas usia tersebut, justru wanita (setelah mengalami menopouse) yang berpeluang lebih besar. Para pakar menduga perubahan hormonal berperan besar dalam terjadinya hipertensi dikalangan wanita usia lanjut (Lumbantobing, 2008).

Dari 10 penyakit terbanyak di RSUD DR. Soedarso Tahun 2005 hipertensi menduduki peringkat pertama dengan jumlah pasien 6.441 (0,058%) dari 110.995 kunjungan.

Pada tahun 2005 Menurut data Medikal Record di RSUD Labuang Baji Makassar, 10 penyakit terbanyak yang rawat inap, hipertensi menduduki peringkat kesembilan dengan jumlah pasien 294 (1,75%) dari jumlah pasien selama setahun yaitu 12.691 orang. Dan pada tahun 2006 jumlah pasien hipertensi yang rawat jalan mengalami peningkatan dari 2797 orang ( pada tahun 2005) menjadi 5701 orang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ekowaty Rahajeng dan Sulistyowati Tuminah Tahun 2009 dengan judul penelitian Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia dikatakan bahwa melakukan aktivitas secara teratur


(26)

(aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari) diketahui sangat efektif dalam mengurangi risiko relatif hipertensi hingga mencapai 19% hingga 30%.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Aris Sugiarto (2007) di Kabupaten Karanganya dikatakan bahwa kebiasaan sering mengkonsumsi lemak jenuh merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi dengan nilai p = 0,022; OR = 2,01 dan 95% CI = 1,10 – 3,66.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Yeni Laela (2008) di Puskesmas Gamping II Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman, Yogyakarta dimana hasil penelitiannya menunjukan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok terhadap kejadian hipertensi dengan hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,003 dan disarankan kepada petugas kesehatan agar melakukan penanggulangan yang lebih serius terhadap penyaki-penyakit tidak menular (PTM).

Data diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Medan, penderita Hipertensi (Penyakit Darah Tinggi) pada tahun 2010 mencapai 75.895 jiwa, bahkan pada tahun 2011 penyakit tersebut menempati urutan ketiga dalam daftar 10 penyakit paling menonjol di kota Medan (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2011).

Hubungan antara gaya hidup dengan mekanisme timbulnya hipertensi khususnya belum diketahui secara pasti. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Obesitas atau kegemukan yang berkaitan dengan kebiasaan mengomsumsi lemak tinggi khususnya lemak jenuh juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Orang yang kurang


(27)

berolahraga mempunyai resiko 20-50% lebih besar untuk terkena hipertensi jika dibandingkan dengan orang yang lebih aktif dan bugar. Oleh karena penyakit hipertensi timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor sehingga dari seluruh faktor yang telah disebutkan di atas, faktor mana yang lebih berperan terhadap timbulnya hipertensi tidak dapat diketahui dengan pasti. Oleh karena itulah maka pencegahan penyakit hipertensi yang antara lain dapat dilakukan dengan menjalankan gaya hidup sehat menjadi sangat penting (Arief, 2007).

Data di atas memberikan gambaran bahwa masalah hipertensi perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang baik, mengingat prevalensinya yang tinggi dan komplikasi yang cukup berat. Agar mendapatkan gambaran yang lebih tepat maka diperlukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana faktor gaya hidup dapat menimbulkan penyakit hipertensi dan faktor mana dari gaya hidup tersebut yang paling berpengaruh terhadap kejadian hipertensi

Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Matiti didapatkan bahwa dari 10 Puskesmas yang ada di Kabupaten Humbang Hasundutan, Puskesmas Matiti merupakan Puskesmas yang paling banyak menerima pasien dengan hipertensi yaitu sebanyak 2631 penderita dan jumlah penderita hipertensi pada kelompok dewasa madya sebanyak 937 penderita (36%). Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Gaya Hidup (aktifitas fisik, pola makan, istirahat dan riwayat merokok) terhadap kejadian


(28)

Hipertensi pada kelompok Dewasa Madya di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Tahun 2011.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah tingginya prevalensi hipertensi pada kelompok dewasa madya di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan) dan gaya hidup (aktifitas fisik, pola makan, istirahat riwayat merokok) kelompok dewasa madya terhadap kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Tahun 2012.

1.4. Hipotesis

Karakteristik (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan) dan gaya hidup (aktifitas fisik, pola makan, istirahat dan riwayat merokok) kelompok dewasa madya memengaruhi kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Tahun 2012.


(29)

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Sebagai masukan dan informasi bagi Puskesmas Matiti dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya penyakit hipertensi dan dapat memberikan pendidikan kesehatan tentang gaya hidup yang baik sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya hipertensi pada kelompok dewasa madya. 1.5.2. Sebagai informasi bagi masyarakat khususnya kelompok dewasa madya agar

membiasakan gaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari untuk mencegah terjadinya penyakit hipertensi.

1.5.3. Bagi pengembangan ilmu kesehatan masyarakat, khusunya yang terkait dengan penyakit hipertensi.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hipertensi

2.1.1. Definisi Hipertensi

WHO (World Health Organization), (2003) memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin (Depkes RI, 2003).

Tabel 2.1. Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah dari International Society of Hypertension (ISH) For Recently Updated WHO tahun 2003

Klasifikasi Hipertensi TDS* (mmHg) TDD**(mmHg)

Normal <120 <80

Pre-hipertensi 120-139 80-89

Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99

Hipertensi tingkat 2 ≥160 100

*TDS, Tekanan Darah Sistolik **TDD, Tekanan darah Diastolik

Tekanan darah di ukur setelah seseorang duduk atau berbaring selama 5 menit. Angka 140/90 mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi, tetapi diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan satu kali pengukuran. Jika pada pengukuran pertama memberikan hasil yang tinggi, maka tekanan darah diukur kembali dan kemudian diukur sebanyak dua kali pada dua hari berikutnya untuk meyakinkan adanya hipertensi (Muhammadun, 2010).

Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran, namun hanya ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang


(31)

berbeda kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis. Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar, setelah beristirahat selama 5 menit dengan ukuran pembungkus lengan yang sesuai (menutup 80% lengan) dengan tensimeter dengan sfignomanometer (Lumbantobing, 2008).

Hasil pengukuran bukan hanya menentukan adanya tekanan darah tinggi, akan tetapi juga digunakan untuk menggolongkan beratnya hipertensi. Setelah diagnosis ditegakkan, dilakukan pemeriksaan terhadap organ utama, terutama pembuluh darah, jantung, otak, dan ginjal (Muhammadun, 2010).

Dikatakan tekanan darah tinggi atau hipertensi jika pada saat duduk tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih, atau keduanya. Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah, tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun sampai drastis (Muhammadun, 2010).

Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. Hipertensi tak ubahnya bom waktu. Dia tidak mengirimkan sinyal-sinyal bahaya terlebih dahulu. Vonis sebagai


(32)

pengidap tekanan darah tinggi datang begitu saja. Karena tidak mengirimkan alarm bahaya, orang kerap mengabaikannya. Hipertensi kini ditengarai sebagai penyebab utama stroke dan jantung. Orang juga sering tidak sadar dengan karakter penyakit ini yang timbul tenggelam. Ketika si penderita hipertensi dinyatakan bisa berhenti minum obat karena tekanan darahnya sudah normal, dia sering mengganggap kesembuhannya permanen. Padahal, sekali kita divonis hipertensi, penyakit itu tidak akan bisa kita sembuhkan. Yang bisa anda lakukan mengontrolnya dengan mengkonsumsi obat penurun hipertensi dan menjalankan pola hidup sehat (Marliani dkk, 2007).

Ilmu pengobatan mendefinisikan hipertensi sebagai suatu peningkatan kronis (yaitu peningkatan secara perlahan-lahan, bersifat menetap) dalam tekanan darah arteri sistolik dan diastolik yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor (Wolff, 2005).

Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah keadaan yang ditandai dengan terjadinya tekanan darah di dalam arteri. Hipertensi merupakan penyakit yang umumnya tidak menunjukkan gejala, atau bila ada, gejalanya tidak jelas, sehingga tekanan yang tinggi di dalam arteri sering tidak di rasakan oleh penderita. Ukuran tekanan darah (tensi) dinyatakan dengan dua angka; angka yang di atas diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang di bawah diperoleh ketika jantung berileksi diastolik (Arief, 2007).

Penyebab hipertensi yang sering kali menjadi penyebab diantaranya adalah atherosclerosis (penebalan dinding arteri yang menyebabkan hilangnya elastisitas


(33)

pembuluh darah), keturunan, bertambahnya jumlah darah yang dipompa ke jantung, penyakit ginjal, kelenjar adrenalin, dan sistem saraf simpatis. Pada ibu hamil kelebihan berat badan, tekanan psikologis, stress, alkohol atau garam dalam makanan, bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang yang memiliki kepekaan yang diturunkan. Stress cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stress telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal (Muhammadun, 2011).

Hipertensi dipengaruhi oleh suatu zat yang dihasilkan oleh ginjal, yakni renin. Zat ini akan berubah menjadi angiotensin (zat penyebab arteri kecil menyempit). Penyebab inilah yang mengakibatkan hipertensi. Karena itu, hipertensi sangat erat kaitannya dengan penyakit ginjal. Penyebab lainnya adalah produksi adrenalin atau noradrenalin yang berlebihan. Keadaan ini terjadi pada orang mengalami kelainan kelenjar adrenalin dan sistem saraf otonom (Yundini, 2006).

Menurut penyebabnya, hipertensi terbagi dua, yaitu :

a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer, yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan ada kemungkinan karena faktor keturunan atau genetik (90%). b. Hipertensi sekunder, yaitu hipertensi yang merupakan akibat dari adanya penyakit

lain dari kelainan pembuluh ginjal dan gangguan kelenjar tiroid (10%). Faktor ini biasanya juga erat hubungannya dengan gaya hidup dan pola makan yang kurang baik seperti kelebihan lemak (obesitas), konsumsi garam dapur yang tinggi, merokok, dan minum beralkohol (Indrayani, 2009).


(34)

2.1.2. Patofisiologi

Pengaturan tekanan arteri meliputi sistem persarafan yang kompleks dan hormonal yang saling berhubungan satu sama lain dalam memengaruhi curah jantung dan tahanan vaskular perifer. Curah jantung ditentukan frekuensi jantung. Tahanan perifer ditentukan oleh diameter arteriol. Bila diameternya menurun (vasokontriksi), tahanan perifer meningkat, bila diameternya meningkat (vasodilatasi), tahanan perifer akan menurun. Pengaturan primer tekanan arteri dipengaruhi oleh baroresptor pada sinus karotikus dan arkus aorta yang akan menyampaikan impuls ke pusat saraf simpatis di medula. Impuls tersebut akan menghambat stimulasi sistem saraf simpatis. Bila tekanan arteri meningkat, maka ujung-ujung baroreseptor akan teregang. Sehingga bangkit menghambat pusat simpatis (Muttaqin, 2009).

Tekanan arteri sistemik adalah hasil perkalian cardiac output (curah jantung) dengan total tahanan perifer.Cardiac output (curah jantung) diperoleh dari perkalian antara stroke volume dengan denyut jantung. Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan autoregulasi vaskular. Baroreseptor arteri terutama ditemukan di sinus carotid, diuresis tapi juga dalam aorta dan dinding ventrikel kiri. Baroreseptor ini memonitor derajat tekanan arteri. Sistem baroreseptor meniadakan peningkatan tekanan arteri melalui mekanisme perlambatan jantung oleh respon vagal (stimulus parasimpatis) dan


(35)

vasodilatasi dengan penurunan tonus simpatis. Perubahan volume cairan memengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila tubuh mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui mekanisme fisiologi kompleks yang mengubah aliran balik vena ke jantung dan mengakibatkan penurunan tekanan darah. Kondisi patologis yang mengubah ambang tekanan pada ginjal dalam mengekskresikan garam dan air akan meningkatkan tekanan arteri sistemik (Udjianti, 2010).

2.1.3. Manifestasi Klinis

Berbagai tingkatan tekanan darah dan gejala-gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan, yang bisa saja baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal (Muhammadun, 2010).

Gejala-gejala tersebut mulai bisa dirasakan oleh para penderita hipertensi dengan tekanan darah lebih besar dari 140/90 mmHg. Gejala-gejala yang dirasakan penderita hipertensi adalah pusing, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak nafas, rasa berat ditengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan, muka pucat, suhu tubuh rendah (M. Shadine, 2010).

Biasanya tanpa gejala atau tanda-tanda peringatan untuk hipertensi dan sering disebut (silent killer). Pada kasus hipertensi berat, gejala yang dialami klien antara lain : sakit kepala (rasa berat ditengkuk), palpitasi, kelelahan, nausea, vomiting, ansietas, keringat berlebihan, tremor otot, nyeri dada, epistaksis, pandangan kabur atau ganda, tinnitus (telinga berdenging), serta kesulitan tidur (Udjianti, 2010).


(36)

2.1.4. Komplikasi

Komplikasi hipertensi terjadi karena kerusakan organ yang diakibatkan peningkatan tekanan darah sangat tinggi dalam waktu lama. Organ-organ yang paling sering rusak, antara lain otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri, serta ginjal. Organ-organ ini disebut target organ hipertensi.

a. Otak. Hipertensi akan menimbulkan komplikasi cukup mematikan. Berdasarkan penelitian, sebagian besar kasus stroke disebabkan hipertensi. Apabila hipertensinya dapat dikendalikan resikonya pun menjadi menurun. Selain stroke, komplikasi pada organ otak akibat hipertensi ini adalah demensia atau pikun. Ini adalah penyakit kehilangan daya ingat dan kemampuan mental yang lain. Resiko demensia dapat diturunkan dengan pengobatan hipertensi.

b. Mata. Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan pembuluh darah halus mata. Hipertensi dapat menyebabkan pembuluh-pembuluh darah halus pada retina (bagian belakang mata) robek. Darah merembes kejaringan sekitar sehingga dapat menimbulkan kebutaan. Kejadian ini dapat dihindari dengan pengendalian hipertensi secara benar.

c. Jantung :

a. Hipertrofi bilik kiri jantung. Bilik kiri jantung atau serambi kiri jantung adalah ruang pompa utama jantung. Akibat otot yang bekerja terlalu berat ketika memompakan darah ke aorta karena hipertensi, akhirnya terjadi hipertropi atau penebalan otot serambi kiri tersebut sehingga mengakibatkan semakin


(37)

besar ruang serambi kiri jantung. Semakin besarnya serambi menyebabkan semakin bertambahnya pasokan darah. Di lain pihak penyempitan pembuluh darah karena hipertensi menyebabkan tidak tercukupinya kebutuhan darah tersbut sehingga jantung akan rusak dan akan bekerja lebih kuat lagi dalam memompa darah.

b. Gagal jantung. Suatu keadaan ketika jantung tidak kuat memompa darah keseluruh tubuh sehingga banyak organ lain rusak karena kekurangan darah dan tidak kuatnya otot jantung dalam memompa darah kembali ke jantung. d. Pembuluh darah arteri

a. Arterisklerosis atau pengerasan pembuluh darah arteri. Pengerasan pada dinding arteri ini terjadi karena terlalu besarnya tekanan. Karena hipertensi, lama kelamaan dinding arteri menjadi tebal dan kaku.

b. Aterosklerosis atau penumpukan lemak pada lapisan dinding pembuluh darah arteri. Penumpukan lemak dalam jumlah besar disebut plak. Pembentukkan plak dalam pembuluh darah sangat berbahaya karena dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah sehingga organ-organ tubuh akan kekurangan pasokan darah. Aterosklerosis paling terjadi pada arteri yang melewati jantung, otak, dan ginjal, juga pada pembuluh darah besar yang disebut aorta abdominalis di dalam perut dan tungkai.

e. Ginjal. Komplikasi hipertensi timbul karna pembuluh darah dalam ginjal mengalami aterosklerosis karena tekanan darah terlalu tinggi sehingga aliran


(38)

darah ke ginjal akan menurun dan ginjal tidak dapat melaksanakan fungsinya (Marliani dkk, 2007).

2.1.5. Penatalaksanaan

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.

Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi : a. Terapi tanpa Obat

Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Sedangkan terapi tanpa obat meliputi

a. Diet

Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :

a.1. Kurangi konsumsi garam secara moderat dari 10 gram perhari menjadi 5 gram perhari

a.2. Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh a.3. Penurunan berat badan

b. Menghentikan merokok

c. Mengurangi minuman beralkohol dan kafein d. Menghindari stres


(39)

f. Makanan dengan jumlah kalori yang tidak berlebihan b. Terapi dengan Obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang diajukan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi (Joint National Committee On Detection, Evaluation and Treatment Of High Blood Pressure, USA, 1998) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita (JNC, 2003).

Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan (perawat, dokter) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan adalah sebagai berikut :

a. Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan darahnya

b. Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan darahnya

c. Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bisa dikendalikan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas


(40)

d. Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya tekanan darah atas dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui dengan menggunakan alat tensimeter

e. Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu f. Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup penderita g. Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi

h. Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau keluarga dapat mengukur tekanan darahnya di rumah

i. Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi, efek samping dan masalah-masalah yang mungkin terjadi

j. Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau mengganti obat untuk mencapai efek samping minimal dan efektifitas maksimal

k. Usahakan biaya terapi seminimal mungkin

l. Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering

m. Hubungi segera penderita bila tidak datang pada waktu yang ditentukan (Marliani dkk, 2007).

2.1.6. Epidemiologi Hipertensi

Stroke, hipertensi dan penyakit jantung meliputi lebih dari sepertiga penyebab kematian, dimana stroke menjadi penyebab kematian terbanyak yaitu 15,4%, kedua hipertensi 6,8%, penyakit jantung iskemik 5,1%, dan penyakit jantung 4,6% (Riskesdas, 2007). Data Riskesdas 2007 juga disebutkan prevalensi hipertensi di


(41)

Indonesia berkisar 30% dengan insiden komplikasi penyakit kardiovaskuler lebih banyak pada perempuan (52%) dibandingkan laki-laki (48%).

Surveilans rutin penyakit tidak menular pada puskesmas sentinel di Sulawesi Selatan pada tahun 2008, ditemukan sebanyak 99.862 kasus penyakit tidak menular, yang terdiri dari perempuan (50.862) kasus dan laki-laki (48.449) kasus. Jumlah kematian karena PTM sebanyak 666 orang (0,7%)

Lima penyakit urutan terbesar ditemukan pada puskesmas sentinel antara lain hipertensi (57,48%), kecelakaan lalu lintas (16,77%), asma (13,23%), diabetes mellitus (7,95%), dan osteoporosis (1,20%). Tetapi 5 urutan penyebab kematian karena PTM yang ditemukan pada puskesmas sentinel antara lain hipertensi (63,66%), kecelakaan lalu lintas (14,86%), asma (9,91%), diabetes mellitus (9,76%),dan tumor genital (1,50%).

Secara hipertensi prevalensi hipertensi tahun 2004 berkisar antara 15-20%. Survei di pedesaan Bali (2004) menemukan prevalensi pria sebesar 46,2% dan 53,9% pada wanita sedangkan pada Amerika Serikat prevalensi tahun 2005 adalah 21,7%. 2.1.7. Faktor Risiko Hipertensi

a. Faktor yang tidak dapat Diubah/Dikontrol a.1. Umur

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga


(42)

prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar 50% diatas umur 60 tahun. Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih.

a.2. Jenis Kelamin

Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka yang cukup bervariasi. Dari penelitian yang dilakukan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita. Menurut MN. Bustan bahwa wanita lebih banyak yang menderita hipertensi dibanding pria, hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita.

a.3. Riwayat Keluarga

Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut 60%.


(43)

b. Faktor yang dapat Diubah/Dikontrol b.1. Kebiasaan Merokok

Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok. Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.

b.2. Konsumsi Garam

Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam pathogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi


(44)

meningkat menjadi 15-20%. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.

b.3. Konsumsi Lemak Jenuh

Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.

b.4. Penggunaan Jelantah

Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak. Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi kendungannya sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak tidak jenuh (ALTJ). Dianjurkan oleh Ali Komsan, bagi mereka yang tidak menginginkan menderita hiperkolesterolemi dianjurkan untuk membatasi penggunaan minyak goreng terutama jelantah karena akan meningkatkan pembentukan kolesterol yang berlebihan yang dapat menyebabkan aterosklerosis dan hal ini dapat memicu terjadinya penyakit tertentu, seperti penyakit jantung, darah tinggi dan lain-lain.


(45)

b.5. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol

Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui secara pasti. Orang-orang yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum atau minum sedikit. Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai karena survei menunjukkan bahwa 10% kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan darah. Diperkirakan konsumsi alkohol berlebihan menjadi penyebab sekitar 5-20% dari semua kasus hipertensi. Mengkonsumsi tiga gelas atau lebih minuman berakohol per hari meningkatkan risiko mendapat hipertensi sebesar dua kali.

b.6. Obesitas

Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa tubuh > 25 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Olah raga ternyata juga dihubungkan


(46)

dengan pengobatan terhadap hipertensi. Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-60 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak. Menurut Alison Hull dalam penelitiannya menunjukkan adanya hubungan antara berat badan dan hipertensi, bila berat badan meningkat diatas berat badan ideal maka risiko hipertensi juga meningkat. Penyelidikan epidemiologi juga membuktikan bahwa obesitas merupakan ciri khas pada populasi pasien hipertensi. Dibuktikan juga bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan timbulnya hipertensi dikemudian hari. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obesitas 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.

b.7. Olahraga

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi. Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya


(47)

harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.

b.8. Stres

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stres menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Stres adalah yang kita rasakan saat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan tidak mudah diatasi atau melebihi daya dan kemampuan kita untuk mengatasinya dengan efektif. Namun harus dipahami bahwa stres bukanlah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stres berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan.

b.9. Penggunaan Estrogen

Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi belum ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan karena estrogen dari dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi hormonal estrogen. MN Bustan menyatakan bahwa dengan lamanya pemakaian kontrasepsi estrogen (±12 tahun berturut-turut), akan meningkatkan tekanan darah pada perempuan. Oleh karena hipertensi timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor sehingga dari seluruh


(48)

faktor yang telah disebutkan diatas, faktor mana yang lebih berperan terhadap timbulnya hipertensi tidak dapat diketahui dengan pasti. Oleh karena itu maka pencegahan hipertensi yang antara lain dapat dilakukan dengan menjalankan gaya hidup sehat menjadi sangat penting.

2.1.8. Pencegahan Hipertensi a. Pencegahan Primer

a.1. Pencegahan primordial: meningkatkan derajat kesehatan dengan gizi dan perilaku hidup sehat misalnya mengkonsumsi gizi yang seimbang dan menjaga polo makan yang baik

a.2. Promotif: promosi kesehatan, misalnya dengan melaksanakan dan mengikuti penyuluhan gizi dan pola makan untuk menghindari faktor resiko hipertensi a.3. Proteksi spesifik: turunkan atau hindari faktor resiko dengan menjaga pola

makan, tidak merokok, istirahat yang cukup dan rajin berolahraga. b. Pencegahan Sekunder

b.1. Diagnosa awal: screening, pemeriksaan check-up

b.2. Pengobatan yang tepat: segera mendapatkan pengobatan komprehensif dan kausal awal keluhan.

c. Pencegahan Tersier

c.1. Rehabilitasi: upaya perbaikan dampak lanjut hipertensi yang tidak bisa diobati untuk menghindari komplikasi daripada hipertensi.


(49)

Pada umumnya orang akan berusaha mengenali hipertensi jika dirinya atau keluarganya sakit keras atau meninggal dunia akibat hipertensi. Usaha pencegahan juga bermanfaat bagi penderita hipertensi agar penyakitnya tidak menjadi lebih parah, tentunya harus disertai pemakaian obat-obatan yang ditentukan oleh dokter (Gunawan, 2005).

2.2. Gaya Hidup

2.2.1. Pengertian Gaya Hidup

Menurut Kotler (2002), Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktifitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan. Menurut Minor dan Mowen gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana orang membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu (Tamher, 2009).

Gaya hidup individu, yang dicirikan dengan pola perilaku individu, akan memberi dampak pada kesehatan individu dan selanjutnya pada kesehatan orang lain. Dalam kesehatan, gaya hidup seseorang dapat diubah dengan cara memberdayakan individu agar merubah gaya hidupnya, tetapi merubahnya bukan pada si individu saja, tetapi juga merubah lingkungan sosial dan kondisi kehidupan yang memengaruhi pola perilakunya. Tidak ada aturan ketentuan baku tentang gaya hidup yang berlaku untuk semua orang. Budaya, pendapatan, struktur keluarga, umur,


(50)

kemampuan fisik, lingkungan rumah dan lingkungan tempat kerja yang berbeda, menciptakan berbagai gaya yang berbeda pula (Hadywinoto, 1999).

Menurut Darmojo (1999), gaya hidup adalah sebagai praktek perilaku dan praktek sosial yang mendukung kesehatan dan merupakan cerminan dari nilai-nilai dan jati diri dari kelompok dan masyarakat dimana penduduk hidup dan menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk memenuhi kehidupan ekonomi, sosial dan lingkungan fisik.

Menurut Belloc dan Breslow (1972), yang termasuk gaya hidup adalah: a. Pola makanan yang baik

b. Aktifitas fisik c. Olahraga

d. Istirahat/tidur 7-8 jam perhari e. Tidak merokok

f. Tidak minum-minuman keras

g. Tidak mengonsumsi obat-obatan (Watson, 2003). 2.2.2. Pola Makan

Pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang yang memilih dan mengkonsumsi makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologi, budaya dan sosial. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya (Sediaoetama, 2000).


(51)

Menurut pendapat Khumaidi dan Suhardjo menyatakan bahwa pola konsumsi pangan atau kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Pola konsumsi pangan atau kebiasaan makan adalah berbagai informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai jumlah, jenis dan frekwensi bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk satu kelompok masyarakat tertentu (Supariasa dkk, 2002).

Pola makan individu meliputi bahan makanan pokok (sumber karbohidrat), lauk pauk (sumber protein hewani dan nabati), sayur dan buah. Pola makanan yang tidak baik akan menimbulkan beberapa gangguan seperti kolesterol tinggi, tekanan darah meningkat dan kadar gula yang meningkat (Sediaoetama, 2000).

Kebutuhan akan serat yang dapat larut dalam air seperti apel, jeruk, pir, kacang merah dan kedelai juga perlu untuk tubuh. Selain sebagai sumber serat, buah dan sayuran juga merupakan sumber vitamin dan mineral. Mengonsumsi serat dan buah sangat penting untuk tubuh untuk mencegah sulit buang air besar. Selain itu konsumsi susu dapat menambah kebutuhan air yang kurang pada tubuh. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan makan adalah: porsi makan jangan terlalu kenyang akan lebih baik jika porsi makannya sedikit tapi sering, banyak minum air putih sekitar 7-8 gelas/hari dan batasi minum kopi dan teh, kurangi garam, makanan hendaknya mudah dicerna, lembek tidak keras, hindari makanan yang


(52)

terlalu manis, terlalu asin dan yang terlalu gurih/gorengan (Rimbana 2004; Sunita, 2003).

Pola makanan yang tidak seimbang antara asupan dengan kebutuhan baik jumlah maupun jenis makanannya, seperti makan makanan tinggi lemak, kurang mengonsumsi sayuran, buah dan sebagainya juga makan makanan yang melebihi kebutuhan tubuh bisa menyebabkan obesitas atau kegemukan (Supariasa, 2002).

Kejadian penyakit infeksi dan kekurangan gizi dapat diturunkan jika pola makan seimbang, sebaliknya penyakit degeneratif dan penyakit kanker meningkat jika pola makanan tidak seimbang. Di beberapa daerah masalah penyakit infeksi masih menonjol sehingga dalam transisi epidemiologi kita menghadapi beban ganda (Double Burden), peningkatan kemakmuran diikuti oleh perubahan gaya hidup karena pola makan, di kota-kota besar berubah dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat, serat dan sayuran, ke pola makanan masyarakat barat yang komposisinya terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula dan garam tetapi rendah serat (Depkes RI, 2008).

Sedangkan menurut WHO (2003) meningkatnya industrialisasi, urbanisasi, mekanisasi yang terjadi di sebagian besar negara di dunia, berhubungan dengan perubahan makanan dan perilaku, termasuk ke dalamnya makanan yang tinggi lemak dan tinggi energi serta gaya hidup yang lebih santai, melakukan aktifitas bisa dibantu dengan peralatan yang tidak banyak mengeluarkan energi. Tingginya kandungan sukrosa dalam makanan meningkatkan tekanan arteri pada beberapa orang dengan


(53)

tensi normal yang kemudian memberikan efek meningkatkan penyerapan NaCl (natrium klorida) pada orang yang memiliki tekanan darah normal dan hipertensi. Sukrosa mungkin dapat menurunkan kadar lemak darah dan memiliki efek merugikan pada toleransi glukosa. Konsumsi lemak mempunyai pengaruh kuat pada resiko penyakit kardiovaskuler seperti penyakit jantung koroner dan stroke, efek lain pada lipid darah, trombosis, tekanan darah tinggi (Tamher, 2009).

Menurut Willet (1990), efek dari protein dan jenis protein pada manusia belum jelas dan hubungan jenis protein dengan resiko PJK (Penyakit Jantung Koroner) diterima dengan sedikit perhatian pada studi-studi epidemiologi (Wirakartakusumah, 2002).

Gaya hidup pada zaman modern ini telah mendorong orang mengubah gaya hidup seperti makan makanan siap saji, makanan kalengan, sambal botolan, minuman kaleng, buah dan sayur yang memakai bahan pengawet, makanan kaya lemak, makanan kaya kolesterol. Gaya hidup seperti ini tidak baik untuk tubuh dan kesehatan karena tubuh kita menjadi rusak karena makanan yang tidak sehat sehingga tubuh menjadi lembek dan rentan penyakit (Depkes RI, 2008).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Aris Sugiarto (2007) di Kabupaten Karanganya dikatakan bahwa kebiasaan sering mengkonsumsi lemak jenuh merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi dengan nilai p = 0,022; OR = 2,01 dan 95% CI = 1,10 – 3,66.


(54)

2.2.3. Aktifitas Fisik

Aktifitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi pemeliharaan fisik, mental dan kualitas hidup yang sehat dan bugar (Mien, 1998).

Melakukan aktivitas fisik yang cukup merupakan salah satu dari sekian banyak hal yang dikategorikan ke dalam pengobatan non farmakologis. Aktivitas fisik yang cukup dan teratur terbukti dapat membantu menurunkan tekanan darah. Pada zaman sekarang, dengan berbagai kemudahan membuat orang enggan melakukan kegiatan fisik dalam kegiatan sehari-hari mereka. Inilah penyebab mengapa hipertensi lebih banyak ditemukan pada masyarakat perkotaan daripada masyarakat di lingkungan pedesaan. Banyaknya sarana transportasi dan berbagai fasilitas lain bagi masyarakat perkotaan menyebabkan penurunan aktivitas fisik mereka. Padahal, aktivitas fisik sangat penting untuk mengendalikan tekanan darah. Aktivitas fisik yang cukup dapat membantu menguatkan jantung. Jantung yang lebih kuat tentu dapat memompa lebih banyak darah dengan hanya sedikit usaha. Semakin ringan kerja jantung, semakin sedikit tekanan pada pembuluh darah arteri sehingga tekanan darah akan menurun (Marliani, 2007)

Aktivitas fisik yang cukup dan teratur dapat mengurangi risiko terhadap penyakit-penyakit jantung dan pembuluh darah selain dapat membantu mengurangi berat badan pada penderita obesitas. Aktivitas fisik yang dianjurkan bagi penderita hipertensi adalah aktivitas sedang selama 30-60 menit setiap hari. Kalori yang


(55)

terbakar sedikitnya 150 kalori perhari. Salah satu yang bisa dilirik adalah aerobik. Suatu aktivitas, baik itu kegiatan sehari-hari ataupun olahraga, dikatakan aerobik jika dapat meningkatkan kemampuan kerja jantung, paru-paru, dan otot-otot (Marliani, 2007).

Perubahan gaya hidup “sedentary” merupakan gaya hidup dimana gerak fisik yang dilakukan minimal sedang beban kerja mental maksimal. Keadaan ini besar pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan termasuk keadaan gizi seseorang dan selanjutnya berakibat sebagai penyebab dari berbagai penyakit. Latihan fisik secara teratur ke dalam kegiatan sehari-hari adalah penting untuk mencegah hipertensi dan penyakit jantung (Sunita, 2003).

Gaya hidup juga bisa memengaruhi kerentanan fisik terutama karena kurangnya aktifitas fisik akibatnya timbul penyakit yang sering diderita antara lain diabetes mellitus atau kencing manis, penyakit jantung, hipertensi, kanker atau keganasan dan lain-lain. Gaya hidup pada jaman modern ini telah mendorong orang mengubah gaya hidupnya seperti jarang bergerak karena segala sesuatu atau pekerjaan dapat lebih mudah dikerjakan dengan adanya teknologi yang modern seperti mencuci dengan mesin cuci, menyapu lantai dengan mesin penyedot debu, bepergian dengan kendaraan walaupun jaraknya dekat dan bisa dilakukan dengan jalan kaki. Gaya hidup seperti itu tidak baik untuk kesehatan karena tubuh kita menjadi manja, karena kurang bergerak, sehingga tubuh menjadi lembek dan rentan penyakit (Marliani, 2007).


(56)

Untuk menciptakan hidup yang sehat, segala sesuatu yang kita lakukan tidak boleh berlebihan karena hal tersebut bukannya menjadikan lebih baik tetapi sebaliknya akan memperburuk keadaan. Jadi lakukanlah atau kerjakanlah sesuatu hal itu sesuai dengan kebutuhan (Depkes RI, 2008).

Olahraga dapat digolongkan dalam bentuk statis dan dinamis. Olahraga dinamis mampu meningkatkan aliran darah sehingga sangat menunjang pemeliharaan jantung dan sistem pernafasan. Sedangkan olahraga apapun baik untuk kesehatan kita seperti senam, berenang, jalan kaki, yoga, waitangkung, karena dapat bersosialisasi, berjumpa dengan teman-teman, dan mendapat kenalan baru, mengadakan kegiatan lainnya seperti bisa berwisata dan makan bersama. Kebanyakan olahraga dilakukan pada pagi hari setelah subuh. Dimana udara masih bersih. Berolahraga dapat menurunkan kecemasan dan mengurangi perasaan depresi dan merasa rendah diri. Selain fisik sehat jiwa juga terisi, membuat kita merasa muda dan sehat (Hutapea, 1993).

Sejumlah studi menunjukkan bahwa olahraga teratur, mengurangi faktor resiko terhadap penyakit jantung koroner, termasuk hipertensi. Kemampuan aktifitas fisik yang berhubungan dengan kesehatan akan memengaruhi kemampuan tubuh untuk berfungsi secara baik, komponen tersebut antara lain efisiensi kardiovaskuler, kelenturan, pengendalian gerak badan dan pengurangan stress (Mien, 1998).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ekowaty Rahajeng dan Sulistyowati Tuminah dari Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian


(57)

Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indomesia Tahun 2009 dengan judul penelitian Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia dikatakan bahwa melakukan aktivitas secara teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari) diketahui sangat efektif dalam mengurangi risiko relatif hipertensi hingga mencapai 19% hingga 30%. Begitu juga halnya dengan kebugaran kardio respirasi rendah pada usia paruh baya diduga meningkatkan risiko hipertensi sebesar 50%. Penelitian ini mendapatkan hasil yang sejalan, yaitu adanya risiko hipertensi pada mereka yang kurang aktifitas fisik.

2.2.4. Kebiasaan Istirahat

Menurut Hutapea (1993), istirahat dapat berarti bersantai menyegarkan diri atau diam tidak melakukan aktifitas apapun setelah melakukan kerja keras. Istirahat dapat berarti pula menghentikan sementara semua kegiatan sehari-hari bahkan sampai tertidur. Istirahat yang cukup diperlukan agar tubuh dapat kembali ke kondisi normal setelah digunakan untuk beraktifitas. Istirahat terbaik adalah tidur. Kebutuhan tidur untuk tubuh adalah 6-8 jam sehari. Tidur terlalu lama akan cenderung mengganggu kesehatan. Sebagaimana dijelaskan diatas, saat tidurpun tubuh butuh nutrisi. Bila tidur terlalu lama, tubuh akan mengalami katabolik. Akibatnya, akan semakin merasa malas, tidak bertenaga, dan memboroskan waktu. Kurang tidur dapat mengurangi kemampuan seseorang untuk mengingat informasi yang lengkap atau kompleks. Penelitian di Universitas de Lille, Perancis, mengindikasikan bahwa otak memerlukan tidur untuk mempertahankan kemampuan mengingat informasi yang


(58)

kompleks. Umumnya manusia bisa tidur dalam 6-8 jam sehari. Tetapi ada orang yang bisa tidur dibawah 6 jam. Kurang tidur berdampak negatif terhadap tubuh kita seperti kurang konsentrasi, cepat marah, lesu, lelah.

Istirahat yang cukup sangat dibutuhkan badan kita. Banyak orang yang tidur jadi lemas, tidak ada semangat, lekas marah dan stress. Hasil riset terbaru para ahli di Chicago membuktikan, 3 hari mengalami kurang tidur, kemampuan tubuh dalam memproses glukosa akan menurun secara drastis, sehingga dapat meningkatkan resiko mengidap diabetes. Selanjutnya menurut mereka, tidur tidak nyenyak selama 3 hari berturut-turut akan menurunkan toleransi tubuh terhadap glukosa, khususnya pada orang muda dan orang dewasa (Santoso, 2004).

Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur. Diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan penyakit, karena tidur bermanfaat untuk menyimpan energi, meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit juga pada saat tidur tubuh mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan (Depkes RI, 2008).

2.2.5. Riwayat Merokok

Merokok bukanlah gaya hidup yang sehat. Merokok dapat mengganggu kerja paru-paru yang normal, karena Hemoglobin lebih mudah membawa Karbondioksida daripada membawa Oksigen. Jika terdapat Karbondioksida dalam paru-paru, maka


(59)

akan dibawa oleh Hemoglobin sehingga tubuh memperoleh Oksigen yang kurang dari biasanya. Kandungan Nikotin dalam rokok yang terbawa dalam aliran darah dapat memengaruhi berbagai bagian tubuh yaitu mempercepat denyut jantung sampai 20 kali lebih cepat dalam satu menit daripada dalam keadaan normal. Menurunkan suhu kulit sebesar setengah derajat karena penyempitan pembuluh darah kulit dan menyebabkan hati melepaskan gula ke dalam aliran darah (Bustan, 2007).

Rokok sangat berisiko karena dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Dua batang rokok terbukti dapat meningkatkan tekanan darah sebesar 10 mmHg. Berbagai penelitian membuktikan, sesudah merokok selama kurang lebih 30 menit, tekanan darah akan meningkat secara signifikan. Rokok meningkatkan tekanan darah lewat zat nikotin yang terdapat dalam tembakau. Zat nikotin yang terisap beredar dalam pembuluh darah sampai ke otak. Otak kemudian bereaksi dengan memberikan sinyal pada kelenjar adrenalin untuk melepaskan hormon epinefrin/ adrenalin. Hormon adrenalin ini akan membuat pembuluh darah menyempit dan memaksa jantung untuk bekerja lebih kuat untuk memompa darah. Hal inilah yang menyebabkan peningkatan tekanan darah. Disamping itu zat-zat yang terdapat dalam rokok dapat mempengaruhi dinding arteri sehingga lebih peka terhadap penumpukan lemak (plak) dan dapat memicu dilepaskannya natrium yang bersifat menahan air. Volume plasma pun meningkat sehingga tekanan darah naik. Untuk itulah berhenti merokok sangat penting untuk menurunkan dan mengendalikan tekanan darah.


(60)

Menghindari rokok dapat menjauhkan dari risiko penyakit jantung dan pembuluh darah lain (Marliani, 2007).

Seseorang dikatakan perokok jika telah menghisap minimal 100 batang rokok. Merokok dapat mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri, banyak penyakit yang telah terbukti menjadi akibat buruk merokok baik secara langsung maupun tidak langsung. Tembakau atau rokok paling berbahaya bagi kesehatan manusia. Rokok secara luas telah menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Menurut Departemen Kesehatan Dalam Gizi dan Promosi Masyarakat, Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki tingkat konsumsi rokok dan produksi rokok yang tinggi. Variasi produksi dan harga rokok di Indonesia telah menyebabkan Indonesia menjadi salah satu produsen sekaligus konsumen rokok terbesar di dunia (Depkes, 2003).

a. Kategori Perokok a. Perokok Pasif

Perokok pasif adalah asap rokok yang di hirup oleh seseorang yang tidak merokok (Pasive Smoker). Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Asap rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif daripada perokok aktif. Asap rokok yang dihembuskan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif, lima kali lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali lebih banyak mengandung tar dan nikotin (Marliani, 2007).


(61)

b. Perokok Aktif

Perokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari isapan perokok atau asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang merokok dan langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar (Marliani, 2007).

b. Jumlah Rokok yang di Hisap

Jumlah rokok yang di hisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per hari. Jenis rokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu :

a. Perokok Ringan: Disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang per hari.

b. Perokok Sedang: Disebut perokok sedang jika menghisap 10-20 batang per hari. c. Perokok Berat: Disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang

(Bustan, 2007).

Bila sebatang rokok dihabiskan dalam sepuluh kali hisapan asap rokok maka dalam tempo setahun bagi perokok sejumlah 20 batang (satu bungkus) per hari akan mengalami 70.000 hisapan asap rokok. Beberapa zat kimia dalam rokok yang berbahaya bagi kesehatan bersifat kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan mencapai titik toksis sehingga akan mulai kelihatan gejala yang ditimbulkan (Muttaqin, 2009).


(1)

dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Namun rokok akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh di ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik 10-25 mmHg dan menambah detak jantung 5-20 kali per menit dan lama kelamaan akan mengakibatakan hipertensi (Mangku Sitepoe, 1997).

Penelitian Primatesta mengungkapkan data studi potong lintang selama tiga tahun berturut-turut (1999-2002) dari survei kesehatan tahunan di Inggris. Survei tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tekanan darah antara kelompok perokok dan bukan perokok. Penelitian itu mengemukakan terdapat perbedaan rata-rata tekanan darah sistolik pada laki-laki yang tidak merokok (139,9 mmHg) dan merokok (140,7 mmHg).

Menurut Tantan (2007), bahwa berhenti merokok sangat penting untuk menurunkan dan mengendalikan tekanan darah. Menghindari rokok dapat menjauhkan dari risiko penyakit jantung dan pembuluh darah lain.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

6.1.1. Terdapat pengaruh pola makan, pekerjaan, kebiasaan merokok dan kebiasaan istirahat terhadap kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan.

6.1.2. Tidak terdapat pengaruh pendidikan dan aktifitas fisik terhadap kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan.

6.1.3. Kasus hipertensi dapat dicegah sebesar 66% dengan memperbaiki faktor resiko yaitu pola makan yang tidak baik.

6.2. Saran

6.2.1. Bagi petugas Puskesmas yang ada di wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan agar dapat meningkatkan pengetahuan kepada masyarakat melalui penyuluhan tentang hipertensi dengan pendekatan personal dan memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menderita hipertensi untuk mengurangi kejadian hipertensi.

6.2.2. Bagi masyarakat khususnya kelompok dewasa madya yang ada di wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kabupaten Humbang Hasundutan untuk memperbaiki pola makan terutama mengurangi daging dan makanan yang berlemak seperti


(3)

pada saat acara adat dan pesta pernikahan. Bagi laki-laki agar mengurangi kebiasaan-kebiasaan yang dapat meningkatkan kejadian hipertensi seperti kebiasaan merokok, istirahat yang kurang serta kurang berolah raga.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Azrul Aswar, 1994, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta: EGC.

Hidayat Alimul A, 2007, Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisis Data, Salemba Medika, Jakarta.

Aisyiyah, 2009, Hipertensi dan Faktor Resikonya, Laporan Ilmiah IPB, Bogor

Notoatmodjo Soekidjo, 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

__________________, 2003, Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta.

___________________, 2007, Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku, Rineka Cipta, Jakarta.

_____________________, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta

Nursalam, 2011, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.

, Jakarta.

Riyanto Agus, 2009, Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan, Mitra Cendika Press, Yogyakarta.

Riwidikdo, Handoko, 2009, Statistik Kesehatan, Mitra Cendika Press, Yogyakarta.

Sastroasmoro Sudigdo, 2008, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi ke-3, Sagung Seto, Jakarta.

Sugiharto Aris, 2007, Faktor-Faktor Resiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat di Kabupaten Karanganyar, Tesis Undip, Semarang.

JNC, 2003, The Seventh Of Joint National Comitte. Diakses tanggal 19 Januari 2012; Repository.ipb.ac.id.

Marliani dan Tantan, S, 2007, 100 Question & Answer Hipertensi, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.


(5)

Baitul Alim. M, 2009, Fase-Fase Perkembangan Pada Manusia, Diakses tanggal 24 Januari 2012; http://www.psikologizone.com.

Winanti, 2009, Usia Dewasa: Tinjauan Psikologis Perkembangan, Diakses tanggal 10 Februari 2012; http://www.

Wine, 2011, Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Derajat Kesehatan Manusia, Diakses tanggal 10 Februari 2012;

esaunggul.ac.id.

Bustan MN, 2007, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Rineka, Jakarta. http://www.wordpress.com.

Shadine M, 2010, Mengenal Penyakit Hipertensi, Diabetes, Stroke, PT. Gramedia, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003, Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular, Depkes, Jakarta.

__________________, 2008, Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan, Depkes, Jakarta.

Suyono, 2001, Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II, FKUI, Balai Pustaka, Jakarta. Gunawan, 2005, Hipertensi, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Hull Alinson, 1996, Penyakit Jantung, Hipertensi dan Nutrisi, Bumi Aksara, Jakarta. Khomsan Ali, 2003, Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Arief I, 2007, Hipertensi Penyebab Utama Penyakit Jantung, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

_____, 2007, Jagalah Tekanan Darah anda pada Batas Yang Aman, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Hutapea MA, 1993, Menuju Gaya Hidup Sehat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Yundini, 2006, Faktor Resiko Hipertensi dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, PT. Gramedia, Jakarta.


(6)

Dennysantoso, memilih makanan sehat untuk masyarakat, 2011, Diakses tanggal 10 Februari 2012; http//www.dennysantoso.com.

Laporan Hasil Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) Indonesia, 2008, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Rahardja EM, 2004, Faktor Gizi dalam Regulasi Tekanan Darah, Salemba Medika, Jakarta.

Armilawaty dkk, 2007, Hipertensi, Penerbit Kedokteran EGC, Jakarta. Santoso Soegeng, 2004, Kesehatan dan Gizi, PT. Asti Mahasatya, Jakarta.

Iskandar, 2010, Helath Triad (Body, Mind and System), Elexmedia Komputindo, Jakarta.

Muttaqin, 2009, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Kardiovaskuler, Salemba, Jakarta.

Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Jakarta. Udjianti, 2010, Keperawatan Kardiovaskuler, Salemba Medika, Jakarta.

Tamher S, 2009, Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.

Hadywinoto dkk, 1999, PanduanGerontologi, PT. Gramedia, Jakarta. Darmojo, 1999, Buku Ajar Geriatri, FKUI, Jakarta.

Supariasa dkk, 2002, Penilaian Status Gizi, EGC, Jakarta.

Sediaoetama Achmad, 2000, Ilmu Gizi, Dian Rakyat, Jakarta Timur. Rimbana, dkk, 2004, Indeks Glikemik Pangan, Swadaya, Jakarta.

Sunita Almatsier, 2003, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta. Koswara, Psikologi Usia, Diakses Tanggal 12 Februari 2012;


Dokumen yang terkait

Pengaruh Sosial Budaya dan Pola Makan terhadap Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Suku Alas di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Kutambaru Kabupaten Aceh Tenggara

1 1 19

Pengaruh Sosial Budaya dan Pola Makan terhadap Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Suku Alas di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Kutambaru Kabupaten Aceh Tenggara

0 0 2

Pengaruh Sosial Budaya dan Pola Makan terhadap Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Suku Alas di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Kutambaru Kabupaten Aceh Tenggara

0 0 9

Pengaruh Sosial Budaya dan Pola Makan terhadap Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Suku Alas di Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Kutambaru Kabupaten Aceh Tenggara

0 0 46

Faktor-Faktor yang Memengaruhi terhadap Kejadian Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Medan Johor tahun 2012

0 0 18

Faktor-Faktor yang Memengaruhi terhadap Kejadian Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Medan Johor tahun 2012

0 0 2

Faktor-Faktor yang Memengaruhi terhadap Kejadian Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Medan Johor tahun 2012

0 0 8

Faktor-Faktor yang Memengaruhi terhadap Kejadian Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Medan Johor tahun 2012

0 0 29

Faktor-Faktor yang Memengaruhi terhadap Kejadian Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Medan Johor tahun 2012

0 0 5

Faktor-Faktor yang Memengaruhi terhadap Kejadian Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Medan Johor tahun 2012

0 0 18