Menahanan Amarah di bulan Puasa pukul 16:30-17:30 Hari:
mencacinya atau menyerangnya, maka hendaknya ia mengatakan: Sesungguh-nya aku berpuasa.” HR. Bukhari-Muslim
Pesan yang sarat makna ini kembali menggugah kesadaran kita, bahwa bulan Ramadhan merupakan sarana spiritual bagi setiap
muslim untuk melakukan pembongkaran tabiat buruk dan hawa nafsu yang membatu didalam diri kita. Nabi mengingatkan, sejatinya
puasa bukan segala mampu menahan marah akan tetapi menjadi lebih baik bila kemarahan tidak dibalas dengan kemarahan, sebab
kemarahan tidak akan bisa menyelesaikan masalah akan tetapi membuat keadaan semakin buruk. Menahan marah pada saat puasa
dan mengolahnya menjadi kedamaian dan penuh maaf maka merupakan cerminan pribadi yang penuh taqwa yang disukai Allah
SWT. Firman Allah dalam Surat Ali’Imran 3: 134 7
8 b +1
fOhW fOhi
j K U
6 :
l lm
4 5
\ ]
-. LK3
:;= Artinya:
“yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.
Kita akui tidak ada manusia yang mampu menghindarkan diri dari kemarahan, kemarahan adalah sifat diri manusia yang
merupakan anugrah dari Allah SWT. Karena sebagai anugrah, pada batasan tertentu marah justrun diperbolehkan. Misalnya, kemarahan
yang ditujukan untuk menghalau dan menumpas kemaksiatan,
seperti judi yang merajalela dan lain sebagainya. Ini wajib dan kita harus mempunyai sifat marah tetapi tetap harus terkendali dan tidak
disertai dengan hawa nafsu yang membawa keburukan. Mengenai menahan marah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim:
Úóäú ÃóÈöíú åõÑóíúÑóÉó ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ Ãøäøó ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó
ÞóÇáó: áóíúÓó ÇáÔøóÏöíúÏõ ÈöÇáÕøõÑúÚóÉö¡ ÅöäøóãóÇ ÇáÔøóÏöíúÏó ÇáøóÐöíú íóãúáößõ äóÝúÓóåõ
ÚöäúÏó ÇáúÛóÖóÈö ãõÊøóÝóÞñ Úóáóíúåö
Artinya: Dari Abu Hurairah RA, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:
“Bukanlah orang yang kuat itu akan selalu menang gulat, akan tetapi orang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan nafsunya
ketika marah.” Bukhari–Muslim Hadis ini mempertegas bahwa kita tidak memiliki alasan tentang
pembenaran untuk marah, meskipun kita sebagai orang yang kuat atau seseorang yang memiliki kekuasaan. Sebagai pribadi yang
sedang meniti jalan taqwa sebaiknya kita tidak merasa berhak untuk marah, perkataan, perbuatan, tegur sapa yang baik merupakan cara
yang baik untuk menyelesaikan masalah yang kita hadapi.