Tabel 3: Frame Republika: Dikotomi Islam Nasionalis Harus Dihapuskan
Frame Republika: Dikotomi Islam dan Nasionalis Harus Dihapuskan Elemen Strategi
Penulisan
Skematis Wawancara terhadap tokoh Islam yang menyatakan bahwa dikotomi Islam dan nasionalis harus dihapuskan. Republika
hanya menempatkan pendapat tokoh Islam didalam teks. Sementara tidak
ada yang wawancara terhadap pihak nasionalis. Pendapat tokoh tersebut dijabarkan secara eksplisit dari awal hingga akhir paragraf.
Skrip Pendapat tokoh Islam yang berpandangan bila dikotomi Islam dan
nasionalis harus dihapuskan, diuraikan dengan lengkap. Dari pandangan tersebut, khalayak diajak berpikir ke arah yang sama.
Tematik 1 dikotomi Islam dan nasionalis harus segera dicairkan karena banyak kenyataan membuktikan bahwa ketaatan kaum nasionalis
lebih baik dari golongan agamis; 2 terdapat titik temu antara Islam dan nasionalis, yaitu pada pemihakan terhadap kaum duafa atau
marhaen; 3 sebagian besar pendukung PDI-P adalah umat muslim; 4 dengan hapusnya dikotomi Islam dan nasionalis maka keutuhan
bangsa akan bisa terus terjaga; 5 kehadiran Baitul Muslimin Indonesia sebagai sayap PDI-P dapat memperkaya khazanah
pembinaan umat Islam di Indonesia.
Retoris Pencantuman foto untuk mencerminkan pandangannya. Di dalam foto
tersebut terdapat para tokoh dari kedua pihak, baik Islam maupun nasionalis sedang berjabat tangan.
3. Perbandingan Frame
Setelah Baitul Muslimin Indonesia dideklarasikan pada 29 Maret 2007 oleh PDI-P, perbincangan mengenai isu dikotomi Islam dan
Nasionalis kembali mencuat di jagad politik tanah air. Perdebatan mengenai isu dikotomi Islam dan nasionalis ini kemudian ditanggapi oleh
para tokoh, baik dari pihak Islam maupun nasionalis. Para tokoh tersebut memberikan pandangannya masing-masing. Mereka perpandangan bila
pasca didirikannya Baitul Muslimin Indonesia, maka dikotomi harus segera dihilangkan, karena Isu tersebut telah menjadi kontraproduktif
untuk konteks Indonesia.
Media mempunyai strategi wacana tersendiri dalam memaknai peristiwa tersebut. Frame itu menentukan bagaimana fakta diambil,
dilakukan, bagaimana hasil wawancara diperlakukan, bagaimana ia ditulis dan ditempatkan dalam halaman surat kabar.
Kompas memandang bila terbentuknya Baitul Muslimin Indonesia di tubuh PDI-P bisa menjadi titik temu antara Islam dan nasionalis. Yang
menjadi acuan Kompas adalah pendapat dari para tokoh Islam dan nasionalis yang menyatakan bahwa terdapat titik antara Islam dan
nasionalis. Titik temu tersebut ditunjukan dengan pemberian label strata ekonomi duafa, marhaen. Citra yang ingin ditampilkan kepada publik
adalah dengan lahirnya Baitul Muslimin Indonesia maka isu dikotomi Islam dan nasionalis menjadi tidak relevan lagi. Jadi bisa dilihat, bila
Kompas tidak secara langsung mengemukakan bahwa Isu dikotomi Islam dan nasionalis harus dihapuskan, melainkan mengemukakan pandangan
dari kedua tokoh, baik Islam maupun nasionalis tentang titik temu Islam dan nasionalis baru kemudian mengambil kesimpulan bahwa dikotomi
Islam dan nasionalis sudah tidak relevan lagi untuk konteks Indonesia. Sementara Republika memandang bahwa dikotomi Islam dan
nasionalis harus segera dicairkan atau dengan kata lain harus dihapuskan. Acuannya adalah tokoh Islam yang menyatakan bahwa terdapat titik temu
antara Islam dan nasionalis. Titik temu tersebut ditunjukan dengan pemakain label strata ekonomi duafa, marhaen dan pencantuman foto
tokoh Islam dan nasionalis yang sedang berjabat tangan. Citra yang ingin
Tabel 4: Dikotomi Islam dan Nasionalis: Perbandingan Frame Kompas dan
Republika.
ditampilkan kepada publik adalah dengan lahirnya Baitul Muslimin Indonesia maka isu dikotomi Islam dan nasionalis harus dihapuskan.
Dengan demikian, Republika terlebih dahulu menyampaikan gagasannya tentang isu dikotomi Islam dan nasionalis yang harus
dihapuskan, baru kemudian memaparkan pendapat dari tokoh Islam yang menyatakan bahwa terdapat titik temu antara Islam dan nasionalis. Dalam
peristiwa ini Republika hanya mengambil pendapat dari pihak Islam dan tidak memasukan pendapat dari pihak nasionalis.
Elemen Kompas Republika
Frame Terdapat Titik Temu Antara
Islam dan Nasionalis Dikotomi Islam dan Nasionalis
Tidak Relevan
Dikotomi Islam dan Nasiona Harus Dihapuskan
Skematis Wawancara terhadap tokoh Islam dan nasionalis yang menyatakan
bahwa terdapat titik temu antara Islam dan nasionalis. Kompas
menempatkan pendapat dari kedua tokoh tersebut secara
berurutan. Dimulai dari pendapat tokoh Islam, kemudian baru
tokoh nasionalis. Dalam teks, tidak terdapat wawancara
terhadap tokoh yang menolak pembentukan Baitul Muslimin
Indonesia di tubuh PDI-P. Wawancara terhadap tokoh Islam
yang menyatakan bahwa dikotomi Islam dan nasionalis harus
dihapuskan.
Republika hanya
menempatkan pendapat tokoh Islam didalam teks. Sementara
tidak ada yang wawancara terhadap pihak nasionalis.
Pendapat tokoh tersebut dijabarkan secara eksplisit dari awal hingga
akhir paragraf
Skrip Pendapat dari kedua tokoh, baik
Islam maupun nasionalis ditempatkan saling melengkapi,
saling menanggapi dalam posisi yang setara. Pendapat satu tidak
ditempatkan lebih utama dibanding pendapat lain.
Argumentasi kedua tokoh menunjukan titik temu antara
Islam dan nasionalis. Pendapat tokoh Islam yang
berpandangan bila dikotomi Islam dan nasionalis harus dihapuskan,
diuraikan secara lengkap. Dari pandangan tersebut, khalayak
diajak berpikir ke arah yang sama.
Tematik 1 pembelaan terhadap kaum 1 dikotomi Islam dan nasionalis
B.
IsuPeristiwa 2: Dukungan Baitul Muslimin Indonesia terhadap PDI-P.
Kehadiran organisasi sayap Baitul Muslimin Indonesia membawa angin baru bagi PDI-P. Sejak awal berdirinya, PDI-P tidak pernah membawa perangkat
keagamaan ke dalam tubuh organisasi. Tetapi kini keadaan berubah, PDI-P mulai merubah kebijakannya. Ini dibuktikan dengan dibentuknya organisasi sayap
partai, Baitul Muslimin Indonesia. Menurut Ketua Dewan Penasehat Pengurus Pusat Baitul Muslimin, Cholid
Ghozali, tujuan eksternal dibentuknya Baitul Muslimin Indonesia harus sejalan dengan tujuan PDI-P. Sebagai contoh, bilamana PDI-P memandang bahwa
memenangkan Pemilu dan Pilpres 2009 merupakan tujuan strategisnya, maka duafa oleh pihak Islam dan
pemihakan terhadap kaum marhaen oleh pihak nasionalis
merupakan titik temu antara Islam dan nasionalis; 2 dikotomi Islam
dan nasionalis sudah tidak relevan untuk konteks Indonesia; 3
pembentukan Baitul Muslimin Indonesia merupakan konsistensi
PDI-P dalam memperjuangkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan memperjuangkan kaum marhaen atau duafa.
harus segera dicairkan karena banyak kenyataan membuktikan
bahwa ketaatan kaum nasionalis lebih baik dari golongan agamis;
2 terdapat titik temu antara Islam dan nasionalis, yaitu pada
pemihakan terhadap kaum duafa atau marhaen; 3 sebagian besar
pendukung PDI-P adalah umat muslim; 4 dengan hapusnya
dikotomi Islam dan nasionalis maka keutuhan bangsa akan bisa
terus terjaga; 5 kehadiran Baitul Muslimin Indonesia sebagai sayap
PDI-P dapat memperkaya khazanah pembinaan umat Islam
di Indonesia.
Retoris Pemberian label strata ekonomi
duafa, marhaen dan pemberian label otoritas jabatan dari para
tokoh Islam dan nasionalis untuk mendukung gagasan.
Pencantuman foto untuk mencerminkan pandangannya. Di
dalam foto tersebut terdapat para tokoh dari kedua pihak, baik Islam
maupun nasionalis sedang berjabat tangan.
Baitul Muslimin harus berjuang keras dalam mendukung kemenangan PDI-P itu.
101
Dalam tingkat yang paling praktis, dengan tujuan eksternalnya ini Baitul Muslimin harus dapat merangkul semua eksponen Islam yang selama ini berada di
luar PDI-P untuk bersama-sama memberikan andil bagi kemenangan PDI-P. Dengan kata lain, peran Baitul Muslimin Indonesia sangat penting dan dibutuhkan
bagi PDI-P kedepan. Lalu bagaimana media memandang peristiwa ini? Apakah media
memandang keberadaan Baitul Muslimin Indonesia bisa digunakan PDI-P untuk mendukung PDI-P dalam mendulang suara di Pemilu 2009. Ataukah media
memandang sebaliknya. Mari kita lihat bagaimana media membingkai peristiwa ini sesuai dengan frame nya masing-masing.
1. Frame Kompas: Baitul Muslimin Indonesia Mendukung Kemenangan