Konstruksi Realitas Sosial TINJAUAN TEORITIS

buat, “Berita adalah laporan tentang suatu kejadian yang dapat menarik perhatian khalayak pembaca,” 35

B. Konstruksi Realitas Sosial

Gagasan teori konstruksi realitas sosial pertama kali diperkenalkan oleh Peter Berger bersama Thomas Luckmann dalam bukunya yang berjudul The Social Construction of Reality 36 , atau bila diterjemahkan sebagai “pembentukan realitas secara sosial”. Berger dan Luckmann menyatakan bahwa pengertian dan pemahaman kita terhadap sesuatu muncul akibat komunikasi dengan orang lain. Realitas sosial sesungguhnya tidak lebih dari sekedar hasil konstruksi sosial dalam komunikasi tertentu. 37 Artinya, dalam konteks kajian skripsi ini, realitas yang sesungguhnya mengenai mengenai Baitul Muslimin Indonesia tidak secara linear sesuai dengan realitas simbolik yang terdapat dalam isi pemberitaan media, yang meliput peristiwa tersebut dari hari ke hari. Hal ini karena sebagai “golongan sosial” tertentu media juga memiliki kepentingan tersendiri. Menurut Robyn Penman, pendekatan Konstruksionime Sosial memiliki asumsi-asumsi seperti: 1 tindakan komunikatif yang bersifat sukarela; 2 pengetahuan adalah sebuah produk sosial; 3 pengetahuan bersifat kontekstual; 4 teori-teori menciptakan dunia; 5 pengetahuan sarat dengan nilai. 38 35 DJafar Assegaf, Jurnalistik Masa Kini: Pengantar ke Praktek Kewartawanan Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985, h. 5. 36 Lihat Peter L. Berger and Thomas Luckmann, The Social Construction of Reality, A Treatise in the Sociological of Knowledge Terj. Hasan Basari Jakarta: LP3ES, 1990, h. 75. 37 Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication, seventh edition USA: Wadsworth Publishing Company, 2001, h. 175-176. 38 Lihat Robin Pennman, Good Theory and Good Practice: An Argument in Progress, dalam Theory Communication Theory 2 1992, h. 234-250. Selanjutnya Penman menguraikan empat kualitas komunikasi jika dilihat dari perpektif konstruksionis. Pertama, komunikasi itu bersifat konstitutif, artinya, komunikasi itu sendiri yang menciptakan dunia kita. Kedua, komunikasi itu bersifat kontekstual, artinya, komunikasi hanya dapat dipahami dalam batas-batas waktu dan tempat tertentu. Ketiga, komunikasi itu bersifat beragam, artinya, komunikasi itu terjadi dalam bentuk yang berbeda. Keempat, komunikasi itu bersifat tidak lengkap, artinya, komunikasi itu ada dalam proses, dan oleh karenanya, selalu berjalan dan berubah. 39 Pemikiran dasar Konstruksionisme Sosial oleh Berger dilukiskan dengan latihan para siswa di kelas. Setiap siswa diperintahkan membuat satu objek benda tertentu yang berasal dari kayu, logam plastik, kain, dan bahan lainnya. Setiap objek diletakan di atas meja. Seorang siswa mungkin mengelompokkan benda- benda yang terbuat dari kayu dalam satu kelompok, benda-benda plastik dalam kelompok lain, begitu juga benda-benda logam, benda-benda kain, dan seterusnya dalam kelompok yang berbeda. 40 Siswa lain yang juga diminta untuk menyortir benda-benda tersebut mungkin akan menggolongkan benda-benda berdasarkan bentuknya, benda-benda yang berbentuk lingkaran dalam satu kelompok, benda-benda yang berbentuk segitiga dalam kelompok lain, begitu seterusnya. Selanjutnya, siswa yang diminta untuk menyortir benda-benda tersebut mungkin akan menggolongkan berdasarkan kegunaannya, orang lain menyortir atas dasar warna, dan seterusnya. Dengan demikian, akan terdapat tak terhingga banyaknya cara seseorang dalam memahami setiap objek. 39 Ibid. 40 Fathurin Zen, NU Politik: Analisis Wacana Media Yogyakarta: LKIS, 2004, h. 52. Kita dapat melihat “bahasa” memberi sebutan-sebutan yang dipakai untuk membedakan objek-objek. Bagaimana benda-benda dikelompokkan bergantung pada penggunaan realitas sosial tertentu. Begitu juga bagaimana kita memahami objek-objek dan bagaimana kita berperilaku terhadapnya sangat bergantung pada realitas sosial yang memegang peranan. 41 Pendekatan konstruksi sosial atas realitas terjadi secara simultan melalui tiga proses sosial, yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Proses ini terjadi antara individu satu dengan lainnya di dalam masyarakat. Bangunan realitas yang tercipta karena proses sosial tersebut adalah objektif, subjektif, dan simbolis atau intersubjektif. 42 Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di luar diri individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolis merupakan ekspresi simbolis dari realitas objektif dalam berbagai bentuk. Sedangkan realitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolis ke dalam individu melalui proses internalisasi. 43 Eksternalisasi penyesuaian diri, sebagaimana yang dikatakan Berger dan Luckmann 44 merupakan produk-produk sosial dari eksternalisasi manusia yang mempunyai suatu sifat yang sui generic dibandingkan dengan konteks organismus dan konteks lingkungannya, maka penting ditekankan bahwa eksternalisasi itu sebuah keharusan antropologis yang berakar dalam perlengkapan biologis manusia. Keberadaan manusia tak mungkin berlangsung dalam suatu lingkungan 41 Ibid. 42 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat Jakarta: Kencana, 2007, h.202. 43 Ibid, h. 192. 44 Peter L. Berger and Thomas Luckman, The Social Construction of Reality, h. 75. interioritas yang tertutup dan tanpa gerak. Manusia harus terus-menerus mengeksternalisasikan dirinya dalam aktivitas. Objektivasi. Tahap obyektivasi produk sosial, terjadi dalam dunia intersubjektif masyarakat yang dilembagakan. Pada tahap ini sebuah produk sosial berada pada proses institusionalisasi, sedangkan individu oleh Berger dan Luckmann, dikatakan memanifestasikan diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsen-produsennya, maupun bagi orang lain sebagai unsur dari dunia bersama. Objektivasi ini bertahan lama sampai melampaui batas tatap muka di mana mereka dapat dipahami secara langsung. 45 Internalisasi, dalam arti umum internalisasi merupakan dasar bagi pemahaman mengenai “sesama saya”, yaitu pemahaman individu dan orang lain serta pemahaman mengenai dunia sebagai sesuatu yang maknawi dari kenyataan sosial. 46 Individu oleh Berger dan Luckmann dikatakan, mengalami dua proses sosialisasi, yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder. Sosialisasi primer dialami individu dalam masa kanak-kanak, yang dengan itu, ia menjadi anggota masyarakat. Sedangkan sosialisasi sekunder adalah proses lanjutan dari sosialisasi primer yang mengimbas ke individu, yang sudah disosialisasikan ke dalam sektor- sektor baru di dalam dunia objektif masyarakatnya. 47 Dari uraian di atas kemudian timbul pertanyaan: bagaimana media massa mengkonstruksikan realitas? Seperti diketahui, hasil kerja media massa diwujudkan dalam bentuk teks. Atau bisa dikatakan dengan tekslah media massa 45 Lihat Bungin, Sosiologi Komunikasi, h.194. 46 Ibid, 197-198. 47 Ibid, h.198. mengkonstruksi realitas. Sedangkan bahasa merupakan elemen pembentuk teks tersebut. Menurut M. Wonohitho, “bagi pers, bahasa merupakan sine quanon: tanpa bahasa, pers tidak mungkin dapat bekerja. Sebuah bahasalah yang kita suruh melukiskan pada halaman surat kabar segala informasi, bimbingan serta hiburan yang kita sampaikan kepada khalayak ramai”. 48 Melalui pernyataan ini, dengan jelas terlihat pentingnya bahasa bagi kalangan pers. Bahasa menjadi elemen utama dalam membuat suatu produk jurnalistik. Karena dengan bahasa segala realitas yang hendak disampaikan pers, dapat dikomunikasikan. Bahkan Wonohito memberikan peringatan bagi kalangan pers. Katanya, “apabila wartawan tidak tepat menggunakan bahasa, apakah dapat diharapkan, muatan surat kabar yang dibaca orang banyak benar-benar berisi pesan yang hendak disampaikan?” 49 Mengenai pentingnya bahasa dalam berkomunikasi, Ibnu Hamad pun menyadarinya. Menurutnya, dalam konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah alat konseptualitas dan alat narasi. Begitu pentingnya bahasa, maka tak ada berita, cerita, ataupun ilmu pengetahuan tanpa ada bahasa. 50 Menurut Ibnu Hamad, bahasa terdiri dari: “Bahasa verbal kata-kata tertulis atau lisan maupun bahasa non verbal bukan kata-kata dalam bentuk gambar, photo, gerak-gerik, grafik, angka, dan tabel”. Keberadaan bahasa sebagai 48 Almanak Pers Antara 1976 Jakarta: Penerbit LKBN Antara, 1976, h. 45. 49 Ibid. 50 Ibnu Hamad, Agus Sudibyo, Mohamad Qodari, Kabar-kabar Kebencian: Prasangka Agama di Media Massa Jakarta: ISAI, 2001, h.69. Gambar 1: Hubungan Bahasa, Realitas dan Budaya elemen utama berkomunikasi, diungkapkan Ibnu Hamad tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan sebuah realitas, melainkan bisa menentukan gambaran citra yang akan dimunculkan di benak khalayak, terutama dalam media massa. Jadi, dapat dikatakan bahasa yang digunakan media massa memiliki kekuatan untuk membentuk pikiran khalayak. Bahasa dengan unsur utama kata, memiliki kekuatan yang besar dalam berinteraksi antar komunkitas sosial. Bahasa adalah cermin budaya masyarakat pemakainya. Hubungan antara realitas, bahasa dan budaya oleh Christian dan Christian digambarkan sebagai berikut: Christian and Christian, 1996 51 Di dalam tulisannya tentang konstruksi sosial media massa, Burhan Bungin telah merevisi mengoreksi kelemahan teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger, dengan melihat variabel atau fenomena media massa yang substansif dalam proses eksternalisasi, subjektivasi, dan internalisasi. Dengan demikian, sifat dan kelebihan media massa telah memperbaiki kelemahan proses konstruksi sosial atas realitas yang berjalan lambat itu. 52 Berikut proses konstruksi sosial media media massa menurut Burhan Bungin. 53 51 Ibid, 71. 52 Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 203 53 Ibid, h. 204 Language Reality Creates Creates Creates Reality Culture Menurut Burhan Bungin, proses kelahiran konstruksi sosial media massa berlangsung dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut 54 : 1. Tahap Menyiapkan Materi Konstruksi Isu-isu penting yang setiap hari menjadi fokus media massa, berhubungan dengan tiga hal, yaitu kedudukan tahta, harta, dan perempuan. Selain tiga hal itu ada juga fokus-fokus lain, seperti informasi yang sifatnya menyentuh perasaan banyak orang, yaitu persoalan- persoalan sensitivitas, sensualitas, maupun ketakutankengerian. Ada tiga hal penting dalam penyiapan materi konstruksi sosial 55 , yaitu: 1 Keberpihakan media massa kepada kapitalisme. Artinya, media massa digunakan oleh kekuatan-kekuatan kapital untuk dijadikan sebagai 54 Ibid, h. 204 55 Ibid, h. 205-206. P r o s e s S o s i a l S i m u l t a n Eksternalisasi Objektivasi Internalisasi Source Message Channel Receiver Effects M E D I A M A S S A Realitas Terkonstruksi: - Lebih Cepat - Lebih Luas - Sebaran Merata - Membentuk Opini Massa - Massa Cenderung Terkonstruksi - Opini Massa Cenderung Apriori - Opini Massa Cenderung Sinis - Objektif - Subjektif - Intersubjektif Gambar 2: Proses Konstruksi Sosial Media Massa mesin penciptaan uangpelipatgandaan modal. 2 Keberpihakan semu kepada masyarakat. Artinya, bersikap seolah-olah simpati, empati, dan berbagai partisipasi kepada masyarakat. 3 Keberpihakan kepada kepentingan umum. Artinya sebenarnya adalah visi setiap media massa, namun akhir-akhir ini visi tersebut tak pernah menunjukkan jati dirinya, namun slogan-slogan tentang visi ini tetap terdengar. 2. Tahap Sebaran Konstruksi Prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada pemirsa atau pembaca secepatnya dan setepatnya berdasarkan pada agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media, menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca. 56 3. Pembentukan Konstruksi Realitas a. Tahap Pembentukan Konstruksi Realitas Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, di mana pemberitaan penceritaan telah sampai pada pembaca dan pemirsanya penonton, yaitu terjadi pembentukan konstruksi di masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung secara generik. Pertama, konstruksi realitas pembenaran; kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa; ketiga, sebagai pilihan konsumtif. 57 b. Pembentukan Konstruksi Citra Pembentukan konstruksi citra adalah bangunan yang diinginkan oleh tahap konstruksi. Di mana bangunan konstruksi citra 56 Ibid, h. 208. 57 Ibid yang dibangun oleh media massa ini terbentuk dalam dua model; 1 model good news story dan 2 model bad news story. 58 4. Tahap Konfirmasi Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca dan pemirsa penonton memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi media, tahapan ini perlu sebagai bagian untuk memberi argumentasi terhadap alasan-alasan konstruksi sosial. Sedangkan bagi pemirsa dan pembaca penonton, tahapan ini juga sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia hadir dalam proses konstruksi sosial. 59

C. Ideologi Media