Tafsir Ayat Tafsir Surat Luqman Ayat 12-19 dan Surat ‘Abasa Ayat 1-10
“Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, dalam keadaan dia menasihatinya: Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan
Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah kezaliman yang besar.
Ayat di atas melukiskan suatu pengalaman hikmah oleh Luqman dan mencerminkan kesyukuran atas anugrah dari Allah, serta pengajaran kepada
anaknya. Diperintahkan kepada Nabi Muhammad SAW atau siapa saja untuk merenungkan anugrah Allah kepada Luqman agar mengingat dan
mengingatkan orang lain. Ayat di atas berbunyi: Dan ingatlah ketika Luqman bekata kepada anaknya dalam keadaan dia dari saat ke saat menasihatinya
bahawa wahai anakku sayang Janganlah engkau mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, dan jangan juga mempersekutukan Allah sedikitpun,
baik lahir maupun batin. Persekutuan yang jelas maupun yang tersembunyi. Sesungguhnya syirik adalah mempersekutukan Allah merupakan kezaliman
yang besar. Perbuatan seperti itu adalah menempatkan Allah yang sangat agung pada tempat yang sangat buruk.
14
Kata ضع ya’izhuhu terambil dari kata
ظع
wa’zh yaitu nasihat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga
yang mengartikannya ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman.
Penyebutan kata ظع ya’izhuhu sesudah kata dia berkata yaitu untuk
memberi suatu gambaran tentang bagaimana perkataan itu Luqman sampaikan kepada anaknnya, yakni tidak membentak, tetapi dengan punuh
kasih sayang. Kata ini juga menggunakan bentuk kata kerja masa kini dan
masa akan datang, sehingga kata ظع ya’izhuhu mengisyaratkan bahwa
nasihat itu dilakukannya dari saat ke saat.
Kata َي ب bunayya adalah kalimata yang menggambarkan kemungilan
seorang anak. Asal katanya adalah ي ب ibny, dari kata ب ibn yang
berarti anak laki-laki. Pemungilan kata tersebut menggambarkan kasih sayang seorang bapak kepada anaknya. Dari sini dapat diambil hikmahnya bahwa
14
Shihab, op. cit., Vol. 11, h. 125.
ayat di atas memberi isyarat bahwa mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih sayang terhadap peserta didik.
15
3 Ayat 14 Wajib berbakti dan taat kepada kedua orang tua
“Dan Kami wasiatkan manusia menyangkut kedua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan kelemahan di atas
kelemahan dan penyapiannya di dalam dua tahun: Bersyukurlah kepada- Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu
”. Ayat di atas menunjukkan betapa hormat dan baktinya kepada kedua
orang tua yang menempati tempat kedua setelah pengagungan terhadap Allah SWT.
Ayat di atas menjelaskan: Dan Kami wasiatkan yakni berpesan dengan amat tegas terhadap semua manusia menyangkut kedua orang ibu-bapaknya;
dengan alasan ibunya telah mengandungnya dalam keadaan kelemahan di atas kelemahan, yakni kelemahan yang selalu bertambah. Lalu ibunya
melahirkannya dengan susah payah, lalu memelihara dan menyusuinya setiap saat, bahkan di tengah malam ketika orang lain sedang tertidup lelap.
Demikian hingga tiba masa menyapikannya dan penyapiannya di dalam dua tahun mulai terhitung sejak kelahirannya. Ini jika orang tuanya ingin
menyempurnakan penyusuan. Wasiat kami adalah: Bersyukurlah kepada-Ku Karena Aku yang menciptakan kamu dan yang menyediakan semua sarana
kebahagiaan kamu, dan bersyukur pulalah kepada dua orang ibu bapak kamu karena merekalah yang Aku jadikan perantara kehadiran kamu di bumi ini.
kesyukuran ini mutlak kamu lakukan karena hanya kepada-Kulah dan tidak kepada selain Aku kembali kamu semua manusia, untuk kamu
pertanggungjawabkan kesyukuran itu.
15
Ibid., h. 126-127.
Ayat di atas tidak menyebut jasa bapak, tetapi menekankan pada jasa ibu. Ini disebabkan karena ibu berpotensi untuk tidak dihiraukan oleh anak karena
kelemahan ibu, berbeda dengan bapak. Peranan bapak dalam konteks kelahiran anak memang lebih ringan jika dibandingkan dengan peranan ibu.
Namun, dalam proses kelahiran anak jasa seorang bapak tidak dapat diabaikan. Oleh karena itulah seorang anak berkewajiban berdoa juga untuk
bapaknya sebagaimana doa untuk ibunya.
16
Firman Allah SWT, ي ب ف اا َ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya
”. Kata tersebut merupakan wasiat yang Allah beritakan kepada Lukman dan
disampaikan oleh Lukman kepada anaknya. Maksudnya adalah “Janganlah kamu menyekutukan Allah dan janganlah kamu taat kepada orang tuamu
dalam hal perbuatan syirik. Karena Allah telah mewasiatkan taat kepada kedua orang tua selama hal-hal tersebut tidak ada kaitannya dengan
kesyirikan dan kemaksiatan kepada Allah SWT”.
17
Kata ه ع ه “Dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah”.
Maksudnya, seorang ibu mengandung anaknya di dalam perutnya, sedangkan dia sendiri hari demi hari bertambah lemah dalam kondisi fisiknya. Kondisi
fisik seorang perempuan itu lemah, kemudian ditambah lemah lagi oleh kehamilannya.
18
Kata ع ي
wa fishaluhu fi amain yang berarti dan
penyapiannya di dalam dua tahun, mengisyaratkan bahwa penyusuan anak sangatlah penting dilakukan oleh ibu kandung untuk memelihara
kelangsungan hidup anak dan untuk menumbuhkembangkan anak dalam kondisi fisik dan psikis yang prima.
19
16
Ibid., h. 129.
17
Al-Qurthubi, op, cit., Jil. 14, h. 153
18
Ibid., Jil. 14, h. 154
19
Shihab, op. cit., Vol. 11, h. 130.
4 Ayat 15 Wajib berbakti dan taat kepada orang tua selama perintahnya
tidak menyalahi syariat Islam
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah
engkau mematuhi keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembali kamu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan
”. Ayat di atas menguraikan kasus yang merupakan pengecualian menaati
perintah kedua orang tua, sekaligus menegaskan tentang keharusan meninggalkan kemusyrikan dalam bentuk serta kapan dan dimanapun. Ayat
di atas menyatakan: Dan jika keduanya apalagi kalau salah satunya, lebih- lebih
kalau orang
lain bersungguh-sungguh
memaksamu untuk
mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, apalagi setelah Aku dan rasul-rasul menjelaskan kebatilan dalam
mempersekutukan Allah, dan setelah engkau mengetahuinya apabila menggunakan nalarmu, maka janganlah engkau mematuhi keduanya. Namun,
janganlah engkau memutuskan hubungan dan tidak menghormati keduanya. Tetaplah berbakti kepada keduanya selama tidak bertentangan dengan ajaran
agamamu, dan pergaulilah keduanya di dunia selama keduanya masih hidup dan dalam urusan keduniaan bukan urusan akidah dengan cara pergaulan
yang baik, jangan sampai hal ini mengorbankan prinsipmu dalam beragama, oleh karena itulah perhatikanlah tuntunan agama dan ikutilah jalan orang
yang selalu kembali kepada-Ku dalam segala urusanmu, karena semua urusan di dunia kembali kepada-Ku, kemudiaan hanya kepada-Kulah juga di akhirat
nanti, bukan kepada siapapun selain Aku kembali kamu semua, maka Ku-
beritakan kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan dari kebaikan dan keburukan yang telah kamu perbuat selama di dunia, lalu masing-masing Aku
beri balasan dan ganjaran.
Kata كايه ج jahadaka terambil dari kata يهج juhd yang berarti
kemampuan. Pilihan kata yang digunakan ayat ini menggambarkan adanya upaya dengan sunguh-sungguh. Apabila upaya sungguh-sungguhpun
dilarang, maka dalam hal ini bisa berarti dalam bentuk ancaman. Sehingga terlebih lagi apabila sekedar himbauan atau peringatan.
Kata م
ٌ ع ب س ا ma laisa laka bihi „ilm yang berarti yang tidak
ada pengetahuanmu tentang itu. Ini berarti tidak adanya pengetahuan tentang kemungkinan terjadinya wujud sesuatu yang dapat dipersekutukan dengan
Allah SWT. Jika sesuatu yang tidak diketahui duduk persoalannya boleh atau tidaknya saja sudah dilarang, maka tentunya lebih terlarang lagi apabila telah
terbukti adanya larangan atasnya. Bukti tentang keesaan Allah dan tidak ada sekutu bagi Allah sudak terlalu banyak, sehingga penggalan ayat ini
merupakan penegasan tentang larangan mengikuti siapapun waluapun kedua orang tuanya dan walaupun dengan memaksa anaknya mempersekutukan
Allah SWT.
Kata ً ع ma’rufan yang berarti mencakup segala hal yang dinilai
baik oleh masyarakat dan selama tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Rasulullah juga memerintahkan agar tetap menjalin hubungan baik,
menerima, dan memberi hadiah serta mengunjungi dan menyambut kunjungannya dengan baik.
20
Kata َ ب س ع َ آ “Dan ikutlah jalan orang-orang yang
bertaubat kepada- Ku”. Maksudnya adalah berupa wasiat kepada seluruh
alam. Namun seakan-akan yang diperintahkan adalah manusia. Kata ب
berarti condong dan kembali kepada sesuatu. Inilah jalan para nabi dan orang- orang shahih.
21
20
Ibid., h. 131-132.
21
Al Qurthubi, op, cit., Jil. 14, h. 157.
5 Ayat 16 Kekuasaan Allah yang mutlak dan adanya hari pembalasan
Wahai anakku, sesungguhnya jika ada seberat biji sawi, dan berada dalam batu karang atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya. Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui
”. Ayat di atas melanjutkan nasihat Luqman kepada anaknya. Pada ayat ini
yang diuraikan adalah kedalaman ilmu Allah SWT. Luqman berkata: “Wahai
anakku, sesungguhnya jika ada sesuatu perbuatan baik atau buruk walau seberat biji sawi, dan berada di tempat yang paling tersemunyi, misalnya
dalam batu karang sekecil, sesempit, dan sekokoh apapun batu itu, atau di langit yang luas dan tinggi, atau di dalam perut bumi yang sedemikian
dalamnya sehingga dimanapun keberadaannya, niscaya Allah akan mendatangkannya lalu member perhitungan dan memberinya balasan.
Sesungguhnya Allah Maha Halus yang dapat menjangkau segala sesuatu lagi Maha Mengetahui segala sesuatu, sehingga tidak ada satupun yang dapat
luput dari Allah SWT.
Kata لد خ khardal sebagaimana yang dikutip dalam tafsir al-Mishbah
bahwa dalam QS. al-Anbiya ayat 47, Tafsir Muntakhab melukiskan biji tersebut. Dalam kitab tafsir tersebut dinyatakan bahwa 1 kilogram biji
khardal terdapat 913.000 butir. Sehingga berat satu butir biji khardal hanya seberat satu per seribu gram, atau kurang lebih seberat 1 miligram, dan
merupakan satu-satunya biji-bijian teringan yang diketahui umat manusia sampai sekarang. Oleh karena itu, biji ini sering digunakan dalam al-
Qur’an untuk menunjuk sesuatu yang sangat kecil dan halus.
Kata ف ط lathif terambil dari kata فط lathafa yang mengandung
makna lambut, halus, atau kecil. Dari makna ini kemudian lahir makna ketersembunyian dan ketelitian.
22
Dalam penjelasan tentang dzat dan sifat-sifat Allah SWT. Allah berfirman:
“Dia tidak dijangkau oleh pandangan mata, dan Dia menjangkau segala penglihatan karena Dia Lathif lagi Khabir
” QS. al-An’am [6]: 103. Firman di atas, dijelaskan bahwa Allah tidak dapat dilihat, paling tidak
dalam kehidupan di dunia. Nabi Musa as. pernah memohon untuk melihat Allah, namun begitu Allah menampakkan kebesaran dan kekuasaan-Nya atau
pancaran cahaya-Nya ke sebuah gunung, gunung tersebut hancur berantakan. Allah juga Latif yang berarti tidak dapat diketahui hakikat dzat dan sifat-
sifat-Nya.
Kata خ Khabir yang maknanya berkisar pada dua hal, yaitu
pengetahuan dan kelemahlembutan. Khabir jika dilihat dari segi bahasa berarti yang mengetahui dan tumbuhan yang lunak. Sementara para mufasirin
berpendapat bahwa kata ini terambil dari kata ضرأا ت خ khabartu al-
ardha dalam arti membelah bumi. Dari sinilah lahir pengertian “mengetahui”,
sampai-sampai yang bersangkutan dalam membahas segala sesuatu sampai dia membelah bumi untuk menemukannya.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam tafsir al-Misbah bahwasannya al- Ghazali berpendapat, bahwa Allah adalah al-Khabir, karena tidak ada yang
dapat bersembunyi dari Allah baik hal-hal yang sangat dalam maupun yang disembunyikan dan tidak ada yang tidak diketahui-Nya baik yang di bumi
maupun yang di alam raya.
23
22
Shihab, op. cit., Vol. 11, h. 133-134.
23
Ibid., h. 135-136
6 Ayat 17 Perintah melaksanakan shalat, amar maruf nahi munkar dan
bersabar terhadap musibah
“Wahai anakku, laksanakanlah shalat dan perintahkanlah mengerjakan yang
ma’ruf dan cegahlah dari kemungkaran dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal
diutamakan. ”
Ayat di atas Luqman melanjutkan nasihatnya kepada anaknya. Wahai anakku sayang, laksanakanlah shalat dengan sempurna baik syarat-syaratnya,
rukun-rukunnya, maupun sunah-sunahnya. Dan selain engkau memperhatikan dirimu dan membentengi diri dari kekejian dan kemungkaran, anjurkan juga
orang lain untuk melakukan hal yang sama apa yang engkau lakukan. Oleh karena itu, perintahkanlah secara baik-baik siapapun yang mampu engkau
ajak untuk mengerjakan yang ma’ruf dan cegahlah mereka dari
kemungkaran. Dalam hal ini engkau akan mengalami banyak tantangan dan rintangan dalam melaksanakan perintah Allah, oleh karena itu tabahlah dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpamu dalam melaksanakan segala tugasmu. Sesungguhnya yang demikian itu sangatlah tinggi kedudukannya
dan jauh tingkattannya dalam kebaikan yakni shalat, amr ma’ruf, dan nahi munkar. Dan sesungguhnya kesabaran termasuk hal-hal yang diperintahkan
Allah agar diutamakan, sehingga tidak ada alasan untuk mengabaikannya. Luqman menasihati anaknya dengan menyuruh untuk mengerjakan yang
ma’ruf, ini mengandung pesan untuk mengerjakannya, karena tidak wajar jika seseorang menyuruh orang lain sedangkan dirinya sendiri belum
mengerjakannya. Demikian juga dengan melarang kemungkaran, menuntut agar seseorang yang akan melarang terlebih dahulu mencegah dirinya. Itulah
alasan mengapa Luqman tidak memerintahkan anaknya melaksanakan yang
ma’ruf dan menjauhi yang mungkar, tetapi Luqman memerintahkan anaknya untuk menyuruh orang lain agar melaksanakan yang ma’ruf dan mencegah
orang lain untuk melakukan yang mungkar.
24
Kata َ آ ق َ “Hai anakku, dirikanlah shalat”. Dalam ayat ini
Luqman berwasiat kepada anaknya tentang ketaatan yang paling besar, yaitu shalat, menyuruh yang makruf, dan menjauhi yang mungkar setelah dia
sendiri melaksanakan yang makruf dan menjauhi yang mungkar. Karena ketaatan dan keutamaan inilah yang paling utama.
Kata ب ع آ “Dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu”. Ayat ini mengandung anjuran untuk mencegah orang lain melakukan kemungkaran sekalipun akan mendapatkan kemudharatan
baginya. Karena orang yang mencegah kemungkaran terkadang akan disakiti.
25
7 Ayat 18-19 Mengajarkan agar tidak sombong, angkuh, tidak
membanggakan diri, dan tidak meninggikan suara
“Dan janganlah engkau memalingkan pipimu dari manusia dan janganlah kamu berjalan di bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah dalam berjalanmu dan lunakkanlah suaramu, sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
” Ayat di atas nasihat Luqman terhadap anaknya berpesan tentang akhlak
dan sopan santun dalam berinteraksi antar sesama manusia. Luqman
24
Ibid., h. 136-137.
25
Al Qurthubi, op, cit., Jil. 14, h. 163.
menasihati anaknya dengan berkata: Dan wahai anakku, di samping nasihat- nasihat yang lalu, janganlah juga engkau berkeras memalingkan pipimu
yakni wajahmu dari manusia siapapun dia yang didorong oleh penghinaan dan kesombongan. Tetapi tampillah dengan wajah yang rendah hati. Dan bila
engkau melangkah, janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh, tetapi berjalanlah dengan lemah lembut dan penuh dengan wibawa. Sesungguhnya
Allah tidak
menyukai kepada
orang-orang yang
sombong lagi
membanggakan diri. Dan bersikap sederhanalah dalam berjalanmu, yakni jangan membusungkan dada dan merunduk bagaikan orang sakit dalam
berjalan. Jangan berlari tergesa-gesa dan jangan juga sangat perlahan menghabiskan waktu. Dan lunakkanlah suaramu sehingga tidak terdengar
kasar bagaikan teriakan keledai. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
26
Kata عَ
tusha’ir diambil dari kata عَ ا ash-
sha’ar yaitu penyakit yang menimpa leher unta sehingga kepalanya borok dan tegang.
Oleh karena itu, hal yang demikian diserupakan dengan orang sombong yang memalingkan wajahnya dari khalayak orang banyak. Ketika dia berkata
dengan orang lain, dia memandang orang tersebut hina dan bersikap sombong. Sesungguhnya Allah melarang berbuat hal yang demikian.
27
Kata ضرأا fi al-ardh yang berarti di bumi untuk mengisyaratkan
bahwa asal kejadian manusia dari tanah, sehingga seseorang hendaknya jangan menyombongkan diri dan melangkah angkuh di atas bumi.
Kata ًا
mukhtalan diambil dari kata ل خ khayal yang berarti
khayal. Oleh karena itu, kata ini pada mulanya berarti orang yang tingkah lakunya diarahkan oleh khayalannya, bukan diarahkan oleh kenyataan yang
ada pada dirinya. Biasanya orang yang seperti ini berjalan dengan angkuh dan merasa dirinya memiliki kelebihan dibandingkan orang lain. Dengan
demikian, keangkuhannya tampak nyata dalam kesehariannya. Dan inilah yang ditunjuk oleh kata
اًر fakhuran, yakni seringkali membanggakan
26
Shihab, op. cit., Vol. 11, h. 138-139.
27
Muhammad Nasib Ar- Rifa’I, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,
Jakarta: Gema Insani, 2000, Cet. I, h. 792.
diri. Memang kedua kata ini yaitu mukhtal dan fakhur mengandung makna kesombongan. Kata yang pertama bermakna kesombongan yang terlihat
dalam tingkah laku, sedangkan kata yang kedua bermakna kesombongan yang keluar dari ucapan-ucapan. Di sisi lain, penggabungan dua kata tersebut
bukan berarti bahwa ketidaksenangan Allah baru lahir jika keduanya tergabung bersama-sama dalam diri seseorang. Jika salah satu dari kedua hal
tersebut di sandang manusia maka hal itu telah mengundang murka Allah SWT. Penggabungan dua ayat ini bermaksud menggambarkan bahwa salah
satu dari keduanya seringkali berbarengan disandang oleh manusia.
28
Ketika Luqman melarang anaknya dari perilaku buruk, Luqman pun menjelaskan perilaku baik yang harus diterapkan anaknya. Luqman berkata
kepada anaknya ي قآ
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan”,
maksudnya adalah berjalanlah dengan biasa-biasa saja. Dari kata ي ا
yang berarti berjalan antara cepat dan lambat.
Kata ض آ
“Dan lunakkanlah suaramu”, maksudnya rendahkanlah suaramu. Yang artinya jangan berlebihhan dalam meninggikan
suara dan bersuaralah sesuai kebutuhan. Sebab suara yang nyaring dan keras yang dikeluarkan melebihi dari yang dibutuhkan dapat mengganggu orang
lain.
29
Kata ض ا
ughdhudh diambil dari kata ghadhdh dalam arti
penggunaan sesuatu tidak dalam potensinya yang sempurna. Dengan perintah di atas, Allah memerintahkan agar dalam menggunakan potensi suara dengan
tidak berteriak sekuat kemampuannya, tetapi dengan suara perlahan namun juga tidak harus bersisik.
30
Firman Allah “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan”, yang berarti tidak lambat tidak juga cepat, namun pertengahan di antara keduanya. Dan
firman Allah “Dan lunakkanlah suaramu”, yang berarti janganlah kamu meninggikan suara tanpa guna. Oleh karena itu, Allah berfirman
“Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”, yakni tidak ada
28
Shihab, op. cit., Vol. 11, h. 139-140.
29
Al Qurthubi, op, cit., Jil. 14, h. 169.
30
Shihab, op. cit., Vol. 11, h. 140.
suara yang lebih buruk daripada suara keledai dalam hal suara yang melengking dan kerasnya suaranya. Selain hal tersebut dinilai buruk, hal itu
juga dimurkai di sisi Allah SWT. Penyerupaan suara keras dengan suara keledai mununjukkan dan menetapkan bahwa hal tersebut haram dan sangat
tercela.
31