Analisis Fungsi Sebagai Sitem Proyeksi

4. Sewaktu akan memakan anaknya yang paling bungsu yaitu Angkalau, Sipariama dan Sialasunsang menampakkan diri karena bertengkar. 5. Para bintang bangkit dari lembah untuk melerai pertengkaran dua saudara itu. Consequence Akibat 1. Matahari mengurungkan niatnya memakan Angkalau 2. Matahari mengetahui dia ditipu oleh Bulan 3. Bulan selalu dimakan oleh Angkalau ketika bertemu gerhana bulan. Attemted Escape Upaya melarikan diri dari masalah 1. Matahari dan Angkalau memusuhi para bintang. 2. Para marga Malau selalu menangis dan membunyikan berbagai benda jika gerhana bulan.

4.2 Analisis Fungsi

Teori fungsi yang disampaikan oleh William R. Bascom ini pada dasarnya hal yang sangat umum yang dapat ditemukan dalam cerita rakyat. Mengenai fungsi dalam cerita rakyat Batak Toba yang dilakukan oleh peneliti berdasarkan atas apa yang dalam cerita rakyat dan atas apa yang tersirat dalam masyarakat dan tentu saja atas apa yang tampak dalam kehidupan sehari hari dalam Universitas Sumatera Utara bermasyarakat. Adapun penjabaran dari teori fungsi atas dasar apa yang ada dalam cerita rakyat terdapat dalam penjelasan berikut.

a.Sebagai Sitem Proyeksi

Cerita Batak Toba yang dijadikan oleh peneliti sebagai objek kajian memiliki fungsi proyeksi dari sistem yang ada dalam masyarakat. Sebagaimana diketahui proyeksi adalah suatu cara untuk membangun atas apa yang ada dalam masyarakat dan merupakan hal yang sangat fundamental baik berupa sistem maupun pranata karena mampu menunjukkan dan menjaga kelangsungan hidup berbudaya dari suatu masyarakat yang tetap hidup seiring berkembangan zaman. Sebagai contoh dalam cerita Datu Parngongo dihadirkan suatu pembangunan kepercayaan personal antara Raja Pangisi dan Datu Parngongo. Raja Pangisi tidak menerima permintaan Datu Parngongo untuk menikahi putrinya langsung begitu saja tanpa ada perjanjian yang bersifat membangun dan mengukuhkan kepercayaan antar pribadi. Demikian juga kepada Siboruhapaspanilian sebagai putrinya, karena wujudnya telah berubah menjadi wanita yang cantik maka Raja Pangisi tidak langsung begitu saja untuk menerima putri yang cantik itu sebagai putrinya tanpa ada pembuktian yang mengukuhkan suatu kepercayaan baik berupa materi maupun hal yang abstrak. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa bagaimanapun kita berkesan terhadap suatu hal tentu ada yang namanya persiapan atas apa yang mungkin terjadi atau resiko. Sebagai hal yang menarik tetang cerita Datu Parngongo ini dapat dilihat sebagai apa yang namanya kontrak politik terhadap para politikus atau calon pejabat . Dalam cerita Mulajadi Nabolon hal mengenai fungsi ini sangat terlihat jelas bahkan terlihat secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat. Konsep Debata Universitas Sumatera Utara Mulajadi Nabolon dihadirkan sebagai sosok yang mampu menjadi pencipta atas apa yang belum ada di alam semesta. Bila pada masyarakat Bali ada Shyang Hyang Widi Wase, pada masyarakat Jawa ada yang namanya Batara Dewa, maka demikian juga eksistensi Debata Mulajadi Nabolon di bangun di ranah kebudayaan masyarakat Batak Toba. Dewasa ini meskipun agama Kristen sebagai agama yang umum dianut oleh masyarakat Batak Toba sangat sulit untuk melihat secara utuh untuk melepaskan apa yang namanya konsep Mulajadi Nabolon dalam siklus hidup masyarakat Batak Toba. Sejak dari lahir masyarakat Batak Toba telah membangun suatu pemahaman yang bersifat tersirat ke dalam anak mereka yang baru lahir, ketika si bayi masih dalam kandungan maka ibu si bayi akan meminta berupa penjaga atau pagar ke pada seorang yang di anggap berkharisma di sekitarnya dan biasanya ini berasal dari ompung atau orang tua si istri atau suami agar ia dan bayinya jauh dari gangguan. Hal ini tampak jelas dalam cerita Debata Mulajadi Nabolon ketika si Borudeakparudjar hamil dan mengandung anaknya yang pertama, ia meminta kepada Debata Mulajadi Nabolon lewat Lealeangmandi untuk memberikan suatu penjaga ia dan bayinya. Bagi masyarakat Batak Toba yang masih memegang teguh adat kebiasaan maka hal ini dapat ditemukan dengan adanya kalung dari jarango atau sejenis umbi-umbian yang dipakaikan pada salah satu anggota badan si bayi agar terhindar dari gangguan mahluk halus. Hal seperti ini sangat akrab di suku bangsa pada nusantara, Suku Jawa akan menggantung sesuatu dari logam untuk melindungi bayi mereka dari serangan mahluk halus yang mengggangu si bayi gangguan itu terlihat dari rewelnya si bayi dalam kesehariannya dan memiliki fisik yang sangat memprihatinkan dibandingkan dengan bayi lainnya. Universitas Sumatera Utara Bila dilihat secara cermat dan lebih dalam cerita mite sangat identik dengan fungsi yang pertama ini, pemahaman yang tumbuh atas apa yang dibangun atas kepercayaan kadang dan dapat dikatakan pasti akan selalu melekat dalam diri masyarakat. Hal ini tidak berbeda bagi suku Batak Toba karena hal yang bersifat projective atau yang membangun ini sangat vital dan sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat baik untuk hubungannya dengan lingkungannya, sesamanya, maupun pencipta yang mereka percayai.

b. Sebagai Alat Pengesahan Pranata-Pranata dan Lembaga Kebudayaan