Sebagai Alat Pengesahan Pranata-Pranata dan Lembaga Kebudayaan

Bila dilihat secara cermat dan lebih dalam cerita mite sangat identik dengan fungsi yang pertama ini, pemahaman yang tumbuh atas apa yang dibangun atas kepercayaan kadang dan dapat dikatakan pasti akan selalu melekat dalam diri masyarakat. Hal ini tidak berbeda bagi suku Batak Toba karena hal yang bersifat projective atau yang membangun ini sangat vital dan sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat baik untuk hubungannya dengan lingkungannya, sesamanya, maupun pencipta yang mereka percayai.

b. Sebagai Alat Pengesahan Pranata-Pranata dan Lembaga Kebudayaan

Pranata yang berlaku dalam masyarakat dan lembaga yang hadir di tengah masyarakat dapat dikatakan tidak terlalu tampak dalam cerita rakyat Batak Toba, hal ini hanya bersifat tersirat dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Konsep pranata yang hadir pada masyarakat Batak Toba tidak terlihat kaku dan memiliki batasan yang keras dalam kehidupannya nyata namun meskipun demikian pranata-pranata yang hadir dalam masyarakat sangat dihormati. Cerita Mulajadi Nabolon dan dongeng mengenai Angkalau dan Bulan menyajikan fungsi ini. Sosok Mulajadi Nabolon menghadirkan aturan yang harus dilakukan oleh masyarakat Batak Toba kala mengadakan persembahan, demikian juga dengan kala ada gerhana bulan, para Marga Malau telah dibangun suatu kepercayaan bahwa ketika gerhana datang maka mereka harus bersenandung sedih dan membunyikan suatu hal yang mampu mengusir makhluk yang mereka percaya akan menelan bulan. Lembaga- lembaga kebudayaan dalam masyarakat Batak Toba pada dasarnya tidak terlihat secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat karena lembaga –lembaga kebudayaan dalam masyarakat Batak Toba didasari atas Universitas Sumatera Utara prinsip Dalihan Na Tolu atau dalam terjemahan harfiahnya tungku berkaki tiga. Setiap personal dalam kehidupan bermasyarakat memiliki fungsi yang bersifat fleksibel dalam lembaga kebudayaan. Hal seperti ini hadir ketika orang Batak mengadakan suatu hajatan atau pesta. Lembaga–lembaga kebudayan yang dipegang teguh dalam masyarakat Batak Toba dapat dikatakan mirip dengan Trias Politika dalam politik. Sosok Hula-hula adalah sosok yang sangat dihormati, sosok Dongan tubu adalah sosok yang memiliki posisi sama dengan personal setiap perbuatan dan tingkah laku harus dijaga karena mampu mencoreng wibawa mereka di mata masyarakat lainnya. Sedangkan sosok Boru adalah orang–orang yang membantu kita kiranya dalam kesusahan ataupun kala mengadakan pesta atau hajatan sehingga kita harus senantiasa ngemong pada pihak boru. Kehidupan berdasarkan Dalihan Na Tolu ini seperti yang dikatakan bersifat fleksibel sehingga boleh saja seorang menjadi hula –hula di tempat pesta si A namun akan menjadi boru di pesta si C. Konsep mengenai Dalihan Na Tolu ini sangat dipercayai oleh masyarakat batak Toba sebagai hal yang sangat mutlak dalam kehidupan bermasyarakat supaya terhindar dari tabrakan ego maupun pemikiran.

c. Sebagai Alat Pendidikan Anak Pedagogical Device