tahun 4 orang atau 11,76 , kemudian 26-30 tahun 3 orang atau 8,83 terakhir di atas 36 tahun sebanyak 2 orang atau 5,88 .
Dominasi nelayan 16-20 tahun dan 11-15 tahun menunjukkan bahwa pada umumnya mereka sudah cukup lama menjadi nelayan, ini juga berarti
pilihan kerja sebagai nelayan merupakan pekerjaan utama yang sulit untuk mereka tinggalkan. Fakta lainnya adalah mereka yang baru 1-10 tahun sudah
menangkap ikan adalah termasuk usia muda yang di bawah 30 tahun.
5.3 Distribusi Tingkat Proses Perencanaan Program 5.3.1 Ketersediaan Kelompok
Dari 34 responden atau 100 yang ditanya apakah dalam melaksanakan CSR dibentuk kelompok masyarakat Pokmas, ternyata
seluruhnya menjawab “ya” bahwa dalam proses pelaksanaan program tanggungjawab sosial perusahaan PT INALALUM bersama dengan Dinas
Kelautan dan Perikanan DKP Kabupaten Batu membentuk kelompok yang bernama Swakelola Rumpon untuk melaksanakan secara bersama program ini
Kuesioner. Jelas bahwa pada pelaksanaan program ini berbasis komunitas dengan
membentuk Kelompok Masyarakat Pokmas. Pembentukan pokmas adalah salah satu ciri program yang berbasis komunitas, pembentukan pokmas sangat
perlu dilakukan untuk menggali potensi dan mengetahui masalah-masalah yang menghambat mereka untuk berdaya.
5.3.2 Pembentuk Kelompok Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Dari 34 responden yang ditanya menunjukkan bahwa 34 orang atau seluruh responden menjawab yang membentuk pokmas adalah fasilitator
Dinas Kelautan dan Perikanan. Fasilitator membentuk kelompok masyarakat dengan nama kelompok Swakelola Rumpon. Pembentukan kelompok ini
adalah dalam rangka melaksanakan program CSR ini dan menjaga dan mengawasi rumpon tersebut dan kelompok tersebut bisa baik secara sosial dan
ekonomi. Fasilitator harus mampu menjalankan peranan-peranannya tetapi tetap
menempatkan nelayan sebagai subjek. Oleh sebab itu dalam proses pemberdayaan seorang fasilitator yang baik adalah fasilitator yang mampu
menarik masyarakat secara maksimal berpartisipasi dan masyarakat berusaha terbuka dan faham terhadap masalah mereka sendiri. Sehingga pada akhirnya
masyarakat memiliki kesadaran terhadap masalahnya sendiri dan berusaha untuk mengatasi masalah itu secara serius.
5.3.3 Proses Perencanaan Program
Perencanaan program yang baik sangat mempengaruhi keberhasilan program, berikut data yang telah dikumpulkan dengan kuesioner kepada
responden yang tersaji dalam tabel 5.7 di bawah ini.
Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Proses Perencanaan Program
No Jawaban
Frekuensi Persentase
1 Musyawarah dengan PT
INALUM dan Mitra Kerja dan Kelompok Nelayan
34 100
Universitas Sumatera Utara
2
3
Seluruh proses ditentukan oleh mitra kerja PT INALUM
Lainnya
Jumlah 34
100
Sumber: Kuesioner Data tabel 5.7 di atas menunjukkan 34 orang responden atau 100
menjawab adalah proses perencanaan dilakukan dengan cara musyawarah. Proses ini perlu dilakukan untuk mengidentifikasi masalah-masalah maupun
kebutuhan yang dirasakan oleh nelayan. Program yang berbasis komunitas mutlak harus menjadikan kelompok sasar sebagi subjek dan melalui
musyawarah adalah salah satunya. Melalui musyawarah yang partisipatif akan membantu kelompok dalam merumuskan dan menentukan program dan
kegiatan apa yang akan mereka lakukan guna mengatasi masalah mereka. Perlu dipahami bahwa seorang fasilitator bukan hanya bisa
menstimulus nelayan untuk mengungkapkan masalah-masalah eksternal, tetapi fasilitator juga harus mampu menggali masalah yang bisa menghambat mereka
secara internal. Dengan demikian akan tampak masalah-masalah nelayan yang menghambat mereka berdaya.
5.3.4 Undangan Nelayan dalam Perencanaan Program
Dari responden yang ditanya menunjukkan bahwa 34 orang atau 100 responden diundang dalam perencanaan program. Selain itu juga data ini
menunjukkan bahwa fasilitator mencoba melibatkan semua anggota untuk terlibat secara langsung dalam proses perencanaan. Mengundang masyarakat
adalah salah satu cara untuk menarik masyarakat berpartisipasi dalam sebuah program. Namun yang diundang bisa tidak hadir karena masalah yang akan
Universitas Sumatera Utara
dibahas menurut mereka tidak penting. Oleh sebab itu cara lain harus dipakai fasilitator dalam menarik nelayan untuk berpartisipasi selain dengan cara
formal.
5.3.5 Kehadiran Nelayan
Dari data yang telah dikumpulkan dari 34 responden melalui kuesioner berikut ini data yang disajikan dalam tabel 5.8
Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kehadiran
No Jawaban
Frekuensi Persentase
1 2
3
Selalu Hadir Jarang Hadir
Tidak Pernah Hadir 18
13 3
52,94 38,24
8,82
Jumlah 34
100
Sumber: Kuesioner Data tabel 5.8 menunjukkan bahwa 18 orang atau 52,94 mengatakan
hadir dalam proses perencanaan tersebut, 13 orang atau 38,24 mengatakan jarang hadir. Sebesar 3 orang atau 8,82 Mengatakan tidak pernah hadir.
Data ini juga menunjukkan tingkat kehadiran nelayan dalam proses perencanaan kategori sedang. Pada tahap ini sangat perlu kehadiran nelayan
untuk menyumbangkan pemikiran tentang masalah-masalah yang mereka
Universitas Sumatera Utara
hadapi. Maka dengan jumlah kehadiran sebesar ini cukup untuk mencari solusi-solusi terhadap masalah dan kebutuhan nelayan.
Fakta lain yang terungkap mengapa nelayan jarang hadir atau tidak pernah hadir dalam proses perencanaan program adalah karena waktu
musyawarah bersamaan dengan waktu melaut. Seperti yang dikatakan Bapak Rawi
“.... Sebenarnya saya diundang dalam rapat itu, tapi karena waktunya bersamaan dengan waktu melaut, jadi saya tidak pernah hadir. Kalok saya
tidak melaut nanti anak binik ondak makan apa”.
5.3.6 Ada tidaknya Hal-hal Penting Namun Belum dibahas
Dari data yang telah dikumpulkan dari 34 responden melalui kuesioner berikut ini data yang disajikan dalam tabel 5.9
Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Ada Tidak Hal yang Penting Namun
Tidak dibahas dalam Rapat Perencanaan No
Jawaban Frekuensi
Persentase 1
2
Ada Tidak ada
5 29
14,71 85,29
Jumlah 34
100
Sumber: Kuesioner Tabel 5.9 ini menunjukkan bahwa 5 orang responden atau atau 14, 71
menjawab masih ada masalah yang belum sempat dibahas dalam rapat. Sementara 29 orang responden menjawab tidak ada lagi masalah yang belum
dibahas dalam proses perencanaan.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya responden mengatakan tidak ada masalah lagi, namun mereka yang menjawab ada mengatakan bahwa ada masalah-masalah yang
belum dibahas, seperti tempat atau tanda rumpon berada agar semua nelayan mengetahuinya dan tidak lupa, kemudian dalam mengawasi rumpon terhadap
orang-orang yang merusak dengan menggunakan pukat harimau sangat sulit untuk dilakukan. Selain itu rumpon yang dibangun kurang lengkap, seperti
yang dikatakan Bapak Baharuddin
“ Harusnya lokasi rumpon itu ditambah lagi dengan batu-batu untuk mengundang ikan-ikan dan udang agar bertempat di rumpon itu, selain itu
perahu-perahu rusak bisa juga ditambahkan untuk menarik ikan datang ke rumpon itu”.
Walaupun demikian sebenarnya rumpon yang telah dibangun sudah cukup baik untuk memperbaiki ekosistem terumbu karang yang rusak dan ini sudah cukup
untuk menarik ikan-ikan untuk hidup dan berkembang biak di rumpon itu.
5.3.7 Kesesuaian Program yang direncanakan dengan Masalah yang dihadapi oleh Nelayan Desa Gambus Laut
Dari 34 responden ternyata seluruhnya menjawab bahwa program yang direncanakan sesuai dengan masalah yang dihadapi nelayan Kuesioner.
Berarti bahwa masalah kerusakan ekosistem laut dan sedikitnya hasil tangkapan ikan membuat nelayan berfikir bahwa program rumpon ini bagus
untuk mereka. Walaupun demikian, saya melihat masalah lain yang tidak dituntaskan oleh nelayan dan fasilitator yaitu masalah intern yang dihadapi
oleh nelayan seperti kebiasaan hidup “boros”. Hal ini bisa memicu berkurangnya jumlah penghasilan nelayan karena gaya hidup tersebut.
Universitas Sumatera Utara
5.3.8 Kesesuaian Proporsi Bantuan dengan Jumlah Membutuhkan
Dari data yang telah dikumpulkan dari 34 responden melalui kuesioner berikut ini data yang disajikan dalam tabel 5.10 di bawah ini.
Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kesesuaian Proporsi Bantuan dengan
Jumlah yang Membutuhkan No
Jawaban Frekuensi
Persentase 1
2
Ya, sesuai Tidak sesuai
5 29
14,71 85,29
Jumlah 34
100
Sumber: Kuesioner Data tabel 5.10 di atas menunjukkan bahwa 5 orang atau 14,71
menjawab bahwa proporsi bantuan PT INALUM sesuai dengan jumlah nelayan. Tetapi 29 orang atau 85 responden menjawab bahwa proporsi
rumpon yang dibangun tidak sesuai dengan jumlah nelayan yang membutuhkan.
Data ini menunjukkan bahwa bantuan rumpon yang dibangun tidak sesuai dengan jumlah nelayan yang membutuhkan. Sementara itu, tidak
sesuainya mengingat panjang pantai Timur Kabupaen Batu Bara yang mencapai ± 72 kilometer. Kekurangan ini bisa berdampak pada lamanya pulih
ekosistem laut dan jumlah tangkapan ikan nelayan juga sedikit. Selain itu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Batu Bara Bapak Ir. Azwar
Hamid, M.Sc mengungkapakan bahwa:
“Kerusakan terumbu karang di perairan Kabupaten Batu Bara sudah cukup memprihatinkan, misalnya di sekitar pulau Pandan tidak kuarng dari 1
Universitas Sumatera Utara
terumbu karang yang bagus. Namun jika terumbu karang rusak, pasang rumpon, maka ikan akan banyak”
5.4 Distribusi Tingkat Proses Pelaksanaan Program 5.4.1 Fasilitor Program CSR PT INALUM