Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja Dengan Strategi Coping Pada Perawat RSI Malahayati Medan
“HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KEHIDUPAN BEKERJA DENGAN STRATEGI COPING PADA PERAWAT DI RSI MALAHAYATI MEDAN”
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh :
ANGGI AMELIA 051301117
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(2)
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul Hubungan kualitas kehidupan bekerja dengan strategi coping adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademis yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Oktober 2010
(3)
Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja Dengan Strategi Coping Pada Perawat RSI Malahayati Medan
Anggi Amelia dan Vivi Gusrini Rahmadhani Pohan
ABSTRAK
Sebagai praktisi kesehatan yang bergerak dibidang jasa kesehatan, perawat adalah bagian terpenting dan ujung tombak di rumah sakit. Dalam setiap lingkungan kerja, karyawan dituntut untuk selalu memberikan yang terbaik dalam tugasnya. Pada umumnya pelaksanaan tugas selalu mengandung permasalahan dan tantangan. Masalah dan tantangan ini sering kali menimbulkan stres yang bisa mengganggu individu didalam mencapai tujuan. salah satu cara yang harus dilakukan agar karyawan bisa tetap bertahan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab dalam bekerja adalah strategi coping yaitu upaya - upaya yang dapat dilakukan karyawan untuk mengurangi atau meminimalkan dampak kejadian yang menimbulkan stres didalam pekerjaan. Strategi coping terdiri dari dua strategi yaitu problem focused coping dan emotional focused coping.
Salah satu faktor yang mempengaruhi strategi coping adalah dukungan sosial. Dengan adanya dukungan sosial dalam lingkungan kerja maka dapat membuat individu merasa bagian dari suatu tim dan tidak diisolasi dari kelompok. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas kehidupan bekerja dengan problem focused coping dan emotional focused coping. Penelitian ini melibatkan 68 perawat RSI Malahayati Medan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode random sampling dan diolah dengan uji analisis korelasional. Alat ukur yang digunakan adalah skala kualitas kehidupan bekerja, skala problem focused coping dan skala emotional focused coping yang disusun oleh peneliti.
Hasil analisa data menunjukkan tidak adanya hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan problem focused coping dan emotional focused coping. Kata kunci: kualitas kehidupan bekerja dan strategi coping.
(4)
Relationship Quality of Working Life With Coping Strategies In Nursing RSI Malahayati Medan
Anggi Amelia dan Vivi Gusrini Rahmadhani Pohan
Abstract
As health practitioners engaged in health services, nurses are the most important and the spearhead in the hospital. In any working environment, employees are required to always provide the best in his work. In general, the task always contain the problems and challenges. Problems and challenges of this often creates stress that can interfere with the individual in achieving its objectives. one way to do it so that employees can remain in implementing the tasks and responsibilities in the workplace is a coping strategy is an effort - an effort that can be made of employees to reduce or minimize the impact of events that cause stress on the job. Coping strategies consist of two focus focused coping strategies and emotional problems coping.
One of the factors that affect coping strategies were social support. With the existence of social support in the work environment, can make individuals feel part of a team and not isolated from the group. This research is a quantitative study using a correlation method that aims to link the quality of work life with a focus on problem focused coping and emotional coping. This study involving 68 nurses RSI Malahayati Medan. Sampling was done by random sampling method and processed by correlational analysis test. Measuring tool used is the scale of quality of working life, the scale of the problem focused coping and emotional focused coping scale developed by the researchers.
The results of data analysis showed no relationship between quality of working life with problem focused coping and emotional focused coping.
(5)
KATA PENGANTAR
Syukur yang tak pernah henti, peneliti ucapkan kepada Allah SWT atas semua karunia dan keindahan yang telah diberikan-Nya, umur yang panjang, kesehatan, waktu dan kesempatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di Fakultas Psikologi Sumatera Utara dengan judul : Hubungan kualitas kehidupan bekerja dengan strategi coping..
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi.
2. Kak Siti Zahreni, M.Si yang telah sangat membantu dan membimbing saya dalam merampungkan penelitian ini hingga selesai.
3. Bapak Zulkarnaen S.Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing akademik yang bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing saya.
4. Bapak Ferry Novliadi M.Si selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya buat membimbing saya.
5. Seluruh staf pengajar Fakultas Psikologi USU atas segala ilmu dan bantuannya selama perkuliahan dan seluruh staf pegawai Fakultas Psikologi USU yang telah membantu penulis baik selama masa perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi.
(6)
6. Umi dan Buya tercinta yang telah memberikan do’a dan kasih sayangnya yang tak pernah henti demi keberhasilan anaknya. InsyaAllah ananda akan terus berjuang membuat Umi dan Buya bangga.
7. Nenek, Unde, Kakanda Nafisah dan Adinda Ulwan yang telah memberikan dukungan, doa, bantuan dan semangat dalam mengerjakan skripsi ini.
8. Pak Lobe Darwis, Ibu, Dani dan Putri atas Doa yang selalu diberikan dari kejauhan.
9. Keluarga tercinta Abna’ Adnan. Terima kasih atas doa dan semangat yang tak pernah putus, sehingga memberikan inspirasi baru buat saya.
10.Desi Iriani Lubis Amd dan Mama. Terima kasih atas doa, kasih sayang dan semangat yang diberikan hingga detik akhir selesainya penelitian ini.
11.Keluarga besar Dr. H. Helmi Mukhtar Lubis Sp. A (K). Terima kasih mamak, atas bantuan dan doa yang diberikan.
Seluruh skripsi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karenanya penulis mengharapkan adanya masukan dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak, guna menyempurnakan penelitian ini agar menjadi lebih baik lagi. Akhirnya kepada Allah jua penulis berserah diri. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
Medan, 2010 Anggi Amelia
(7)
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... v
Daftar Tabel ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II LANDASAN TEORI ... 11
A.Strategi coping ... 11
1. Pengertian Coping ... 11
2. Pengertian Strategi coping ... 13
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi coping ... 14
B. Kualitas Kehidupan Bekerja ... 16
1. Definisi Kualitas Kehidupan Bekerja ... 16
2. Karakteristik Kualitas Kehidupan Bekerja ... 17
C. Hubungan kualitas kehidupan bekerja dengan strategi coping . 21 G. Hipotesa Penelitian ... 25
BAB III METODE PENELITIAN ... 27
A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 27
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 27
(8)
2. Kualitas kehidupan bekerja ... 28
C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel ... 29
1. Populasi dan Sampel ... 29
2. Teknik Pengambilan Sampel ... 30
D. Instrumen atau Alat ukur ... 31
1. Skala problem focused coping ... 31
2. Skala emotional focused coping ... 32
3.Skala kualitas kehidupan bekerja ... .... 33
E. Uji Coba Alat Ukur ... 33
1. Validitas Alat Ukur ... 33
2. Uji Daya Beda Aitem ... 34
3. Reliabilitas Alat Ukur ... 35
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 36
F. Prosedur Penelitian ... 38
1. Persiapan Penelitian ... 38
2. Pelaksanaan Penelitian ... 40
3. Pengolahan Data ... 40
G. Metode Analisa Data ... 40
1. Uji Normalitas ... 41
2. Uji Linieritas ... 42
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 44
A. Gambaran Subjek Penelitian ... 44
1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 44
2. Usia Subjek Penelitian ... 45
(9)
1. Hasil Uji Asumsi Penelitian ... 45
2. Hasil Utama Penelitian ... 48
C. Hasil Tambahan Penelitian ... 52
1. Kategorisasi Skor Penelitian ... 53
a. kategorisasi skor problem focused coping ... 53
b. kategorisasi skor emotional focused coping ... 55
c. kategorisasi skor kualitas kehidupan bekerja... 56
D. Pembahasan ... 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 67
1. Saran Metodologis ... 67
2. Saran Praktis ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 70 LAMPIRAN
(10)
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blue Print Skala problem focused coping Sebelum Uji ...
Coba ... 31
Tabel 2. Blue Print Skala emotional focused coping Sebelum ... Uji Coba ... 33
Tabel 3. Blue Print Skala kualitas kehidupan bekerja Sebelum Uji ... Coba ... 37
Tabel 4. Blue Print Skala kualitas kehidupan bekerja Setelah Uji ... Coba ... 37
Tabel 5. Blue Print Skala problem focused coping ... Sebelum Uji Coba ... 38
Tabel 7. Blue Print Skala problem focused coping Setelah Uji Coba ... 38
Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44
Tabel 9. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 45
Tabel 10. Hasil Uji Normalitas ... 46
Tabel 11. Hasil Uji Linieritas ... 46
Tabel 12. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik ... Problem focused coping dan emotional focused coping ... 53
Tabel 16. Kategorisasi Data variabel kualitas kehidupan bekerja... 54
Tabel 17. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik kualitas kehidupan bekerja ... 55
(11)
Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja Dengan Strategi Coping Pada Perawat RSI Malahayati Medan
Anggi Amelia dan Vivi Gusrini Rahmadhani Pohan
ABSTRAK
Sebagai praktisi kesehatan yang bergerak dibidang jasa kesehatan, perawat adalah bagian terpenting dan ujung tombak di rumah sakit. Dalam setiap lingkungan kerja, karyawan dituntut untuk selalu memberikan yang terbaik dalam tugasnya. Pada umumnya pelaksanaan tugas selalu mengandung permasalahan dan tantangan. Masalah dan tantangan ini sering kali menimbulkan stres yang bisa mengganggu individu didalam mencapai tujuan. salah satu cara yang harus dilakukan agar karyawan bisa tetap bertahan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab dalam bekerja adalah strategi coping yaitu upaya - upaya yang dapat dilakukan karyawan untuk mengurangi atau meminimalkan dampak kejadian yang menimbulkan stres didalam pekerjaan. Strategi coping terdiri dari dua strategi yaitu problem focused coping dan emotional focused coping.
Salah satu faktor yang mempengaruhi strategi coping adalah dukungan sosial. Dengan adanya dukungan sosial dalam lingkungan kerja maka dapat membuat individu merasa bagian dari suatu tim dan tidak diisolasi dari kelompok. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas kehidupan bekerja dengan problem focused coping dan emotional focused coping. Penelitian ini melibatkan 68 perawat RSI Malahayati Medan. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode random sampling dan diolah dengan uji analisis korelasional. Alat ukur yang digunakan adalah skala kualitas kehidupan bekerja, skala problem focused coping dan skala emotional focused coping yang disusun oleh peneliti.
Hasil analisa data menunjukkan tidak adanya hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan problem focused coping dan emotional focused coping. Kata kunci: kualitas kehidupan bekerja dan strategi coping.
(12)
Relationship Quality of Working Life With Coping Strategies In Nursing RSI Malahayati Medan
Anggi Amelia dan Vivi Gusrini Rahmadhani Pohan
Abstract
As health practitioners engaged in health services, nurses are the most important and the spearhead in the hospital. In any working environment, employees are required to always provide the best in his work. In general, the task always contain the problems and challenges. Problems and challenges of this often creates stress that can interfere with the individual in achieving its objectives. one way to do it so that employees can remain in implementing the tasks and responsibilities in the workplace is a coping strategy is an effort - an effort that can be made of employees to reduce or minimize the impact of events that cause stress on the job. Coping strategies consist of two focus focused coping strategies and emotional problems coping.
One of the factors that affect coping strategies were social support. With the existence of social support in the work environment, can make individuals feel part of a team and not isolated from the group. This research is a quantitative study using a correlation method that aims to link the quality of work life with a focus on problem focused coping and emotional coping. This study involving 68 nurses RSI Malahayati Medan. Sampling was done by random sampling method and processed by correlational analysis test. Measuring tool used is the scale of quality of working life, the scale of the problem focused coping and emotional focused coping scale developed by the researchers.
The results of data analysis showed no relationship between quality of working life with problem focused coping and emotional focused coping.
(13)
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagai praktisi kesehatan yang bergerak dibidang jasa kesehatan, perawat adalah bagian terpenting dan ujung tombak di rumah sakit. Kesuksesan dan keunggulan kompetitif perusahaan, dalam hal ini adalah rumah sakit, banyak ditentukan oleh keberhasilan sumber daya manusia khususnya perawat dalam memberikan pelayanan. Dalam budaya pemberian pelayanan ini, rumah sakit memprioritaskan hubungan baik dan saling memperhatikan antar karyawan. Organisasi seperti ini juga memberi penekanan terhadap pentingnya memelihara kualitas hidup yang tinggi (As’ad & Soetjipto, 2000).
Dalam setiap lingkungan kerja, karyawan dituntut untuk selalu memberikan yang terbaik dalam tugasnya. Selalu bertindak dengan baik, tepat, cepat, dan benar adalah tuntutan tugas yang tidak mudah bagi karyawan khususnya perawat rumah sakit. Berbagai permasalahan dapat berasal dari tuntutan – tuntutan yang ada didalam pekerjaan. Hal ini senada dengan pendapat Baum (dalam Sarafino, 1998) yang mengatakan bahwa kejadian-kejadian atau kekuatan-kekuatan yang ada pada lingkungan kerja dapat mengancam eksistensi manusia dan memicu timbulnya stres. Pada umumnya pelaksanaan tugas selalu mengandung permasalahan dan tantangan. Masalah dan tantangan ini sering kali menimbulkan stres yang bisa mengganggu individu didalam mencapai tujuan.
Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan dan kesehatan medis yaitu Rumah Sakit Islam Malahayati Medan memiliki manajemen yang menjunjung tinggi peradaban, berikut merupakan ciri – ciri pengelolaan RSI Malahayati Medan
(14)
yaitu : memberikan fasilitas kesehatan yang fokus pada aspek kemanusiaan, menjunjung tinggi partisipasi aktif dan kerjasama dari seluruh staf, hubungan antara sesama staf medis cenderung lebih profesional, serta menerapkan prinsip kebersamaan tanpa memandang suku dan keturunan (Feasibility Study of The Malahayati Islamic Hospital, 2008). Hal tersebut berhubungan dengan pendapat Michie (2002) yang mengatakan bahwa salah satu faktor lingkungan kerja yang berhubungan dengan stres yaitu hubungan sosial didalam bekerja. Hubungan sosial yang baik dengan rekan kerja, menerapkan prinsip kebersamaan dan kerjasama yang baik antar karyawan dapat menghindari individu dari keadaan yang menekan atau stres di lingkungan kerja.
Stres dalam lingkungan kerja dapat disebabkan oleh tuntutan kerja yang melebihi kemampuan individu (Westman, 2005). Hal ini senada dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan salah satu perawat RSI Malahayati Medan yang mengatakan bahwa:
”...tuntutan kerja yang saya hadapi cukup berat, karena disini perawatnya masih kurang, jadi beban kerja yang harus dikerjakan juga semakin banyak. trus dalam menghadapi pasien dan keluarganya juga perlu kesabaran karena mereka banyak nuntutnya. Namun gaji yang saya terima juga belum mencukupi, apalagi dengan beban kerja yang banyak. Kadang saya merasa tertekan danmerasa ingin berhenti saja...tapi karena pekerjaan susah dicari, yah… saya tetap diam dan bekerja sajalah, saya anggap aja semua masalah itu gak ada, jadi dibawa santai saja….”(Komunikasi personal,02 Agustus 2010)
Menurut Smet (1994) kondisi fisik suatu lingkungan mempunyai andil cukup besar dalam memunculkan masalah pada individu, sehingga reaksi individu dalam menghadapi kondisi lingkungan yang penuh masalah berupaya untuk menyeimbangkan dirinya dengan lingkungannya. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu agar tercipta keseimbangan ini disebut coping. Menurut Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2006) coping merupakan salah satu cara yang harus
(15)
dilakukan agar karyawan bisa tetap bertahan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab dalam bekerja. Upaya - upaya yang dapat dilakukan karyawan untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau meminimalkan dampak kejadian yang menimbulkan stres khususnya didalam pekerjaan dapat diistilahkan sebagai strategi coping.
Menurut Flokman & Lazarus (dalam Sarafino, 2006) terdapat dua klasifikasi bentuk coping yaitu : problem focused coping (PFC) dan emotional focused coping (EPC). Problem focused coping (PFC) adalah bentuk coping yang lebih diarahkan kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang menekan individu, sedangkan emotion focused coping (EFC) merupakan bentuk coping yang diarahkan untuk mengatur respon emosional terhadap situasi yang menekan individu. Faktor yang menentukan strategi yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada seberapa besar masalah yang dialaminya dan dapat mempengaruhi bagaimana individu tersebut akan mengatasi masalah yang dihadapi (Taylor, 2009). Masalah yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda oleh individu yang berbeda tergantung dari pengalaman dan keahlian coping dari individu itu sendiri (Yusoff, 2010).
Menurut Mutadin (2002) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi strategi coping. Salah satu diantaranya adalah dukungan sosial yang meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, rekan kerja dan lingkungan masyarakat sekitarnya. Hal ini berhubungan dengan pendapat Walton (dalam Kossen, 1987) yang menyatakan bahwa individu yang saling mendukung satu sama lain akan terdapat rasa hubungan kemasyarakatan serta hubungan antara perseorangan. Dalam lingkungan kerja, individu yang mampu membina hubungan
(16)
baik dengan atasan, sesama rekan kerja dan bawahan dapat saling memberi dukungan sehingga dapat tercipta rasa memiliki dan integrasi sosial dalam lingkungan kerja. Rasa memiliki dan integrasi sosial ini merupakan salah satu dari kriteria yang membentuk kualitas kehidupan bekerja dalam organisasi.
Menurut Robins (dalam Islam & Siengthai, 2009) kualitas kehidupan bekerja adalah suatu proses dimana organisasi memberikan respon kepada kebutuhan karyawan dengan mengembangkan mekanisme yang mengijinkan karyawan untuk berbagi dalam membuat keputusan yang membentuk kehidupan kerjanya. Hal ini berhubungan dengan pendapat Randall & Vandra (dalam Usman, 2009) yang menyatakan bahwa pada dasarnya kualitas kehidupan bekerja merupakan salah satu tujuan penting dalam memenuhi kebutuhan – kebutuhan pekerja. Kebutuhan – kebutuhan karyawan yang belum terpenuhi dengan baik menimbulkan masalah dalam bekerja seperti meningkatnya ketidakhadiran karyawan, berkurangnya kepuasan kerja dan meningkatnya konflik sehingga karyawan membutuhkan strategi coping agar dapat mengatasi masalah yang dihadapi didalam bekerja (Michie, 2002).
Dinamika multidimensional yang meliputi beberapa konsep dalam kualitas kehidupan bekerja adalah pemberian pelatihan pada karyawan dan adanya peluang pengembangan karier serta keikutsertaan di dalam pengambilan-keputusan (Lau & Bruce dalam Considine & Callus, 2001). Hal ini senada dengan pendapat Michie (2002) yang menyatakan bahwa pemberian pelatihan dan manajemen yang baik di lingkungan kerja dapat meningkatkan sumber – sumber yang dapat membantu individu dalam menghadapi tuntutan dan tekanan dalam bekerja yaitu keahlian coping dan kondisi kerja seperti lingkungan kerja yang baik. Tunggal (2006) menambahkan bahwa perusahaan bertanggung jawab atas peningkatan dan atau pengembangan kompetensi pekerjanya melalui pelatihan kerja, dimana setiap pekerja memiliki
(17)
kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya. Hal ini didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan dengan salah satu staf HRD RSI Malahayati Medan yang mengatakan bahwa:
“….Perawat disini sering mendapatkan pelatihan – pelatihan atau diklat untuk lebih meningkatkan skill mereka, hampir setiap bulan para perawat diberikan pelatihan, Selain diberi pelatihan, perawat disini juga mengalami rotasi kerja.. perawat yang kinerjanya bagus itu diberikan promosi. Misalnya dari perawat menjadi kepala keperawatan, jadi jenjang karir dari setiap posisi itu pasti ada …”. (Komunikasi personal, 02 Agustus 2010)
Menurut Michie (2002) individu dapat mengalami stres bila individu tersebut kekurangan sumber – sumber psikologis seperti keahlian coping dan harga diri. Hal ini berhubungan dengan pendapat Harvey & Brown (dalam Usman, 2009) yang menyatakan peran kualitas kehidupan bekerja mencoba untuk memperbaiki kualitas kehidupan para karyawan yaitu dengan memanusiakan lingkungan kerja untuk memperbaiki martabat dan harga diri para karyawan. Gibson (2003) juga menambahkan kualitas kehidupan kerja bertujuan untuk meningkatkan martabat karyawan dan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan dan pengembangan pribadi.
Menurut Jewell & Siegall (1998) beberapa komponen dari kesejahteraan karyawan adalah membina hubungan yang baik dengan atasan, serta adanya dukungan dan persahabatan yang baik dengan rekan sekerja. Oleh karena itu, saat karyawan mengalami masalah didalam pekerjaannya, dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada karyawan yang diberikan oleh rekan kerja dapat mempengaruhi strategi coping yang dilakukan karyawan didalam mengatasi permasalahannya (Mutadin, 2002). Hal ini juga didukung dari hasil wawancara yang dilakukan dengan salah satu perawat di RSI Malahayati Medan yang mengatakan bahwa :
(18)
“…Interaksi dengan dokter atau pun sesama perawat disini cukup bagus dan sangat kental, karena disini menerapkan sistem kekerabatan dan kekeluargaan. lagi pula disini sesama perawat itu saling membantu kalau ada masalah baik dari bagian yang sama maupun bagian yang berbeda…” (Komunikasi personal, 02 Agustus 2010)
Dampak dari kualitas kehidupan bekerja yang tidak diberikan dengan efektif dan tidak dipenuhi dengan baik seperti kompensasi yang tidak mencukupi, kondisi kerja yang tidak nyaman, tidak adanya otonomi kerja yang diberikan perusahaan, hak – hak karyawan yang tidak terpenuhi, kesempatan untuk mengembangkan karir sangat terbatas serta hubungan dengan rekan kerja yang tidak baik dapat menimbulkan masalah dan menyebabkan stres bagi karyawan. Saat karyawan mengalami stres didalam bekerja maka strategi coping yang dibutuhkan karyawan juga lebih tinggi. Sementara kualitas kehidupan bekerja yang diberikan dengan efektif dan dipenuhi dengan baik dapat membuat karyawan merasa puas, senang dan dapat mengembangkan rasa memiliki terhadap organisasi sehingga masalah yang timbul secara umum akan dapat berkurang serta strategi coping yang dibutuhkan karyawan juga lebih rendah (Kondalkar, 2009).
Organisasi dengan kualitas kehidupan kerja yang baik dapat memotivasi karyawan untuk memaksimalkan kontribusi mereka untuk memperoleh sasaran organisasi dan mengembangkan prestasi karyawan. Usaha didalam menghadapi masalah di lingkungan kerja sangat dibutuhkan selain akan menjaga kesehatan karyawan, juga akan meningkatkan kemampuan dalam pekerjaan yang dibutuhkan untuk peningkatan karir (Tim mitra lestari, 2005). Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja dengan strategi coping dalam organisasi.
(19)
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti merumuskan permasalahan yang ingin diketahui dari penelitian ini yaitu :
1. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja dengan strategi problem focused coping dalam organisasi.
2. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja dengan strategi emotional focused coping dalam organisasi.
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja dengan strategi problem focused coping dalam organisasi.
2. Hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan kerja dengan strategi emotional focused coping dalam organisasi.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik yang bersifat teoritis maupun praktis, yaitu :
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu Psikologi, khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi, terutama mengenai hubungan antara kualitas kehidupan kerja dengan strategi coping dalam organisasi.
(20)
Secara praktis hasil penelitian ini bermanfaat bagi pihak perusahaan sebagai masukan dan informasi dalam kebijakan pengembangan sumber daya manusia, khususnya tentang kualitas kehidupan bekerja dalam organisasi dan masukan terhadap penerapan strategi coping bagi karyawan dalam mengatasi permasalahan didalam organisasi.
E. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I : PENDAHULUAN
Berisi uraian singkat mengenai gambaran latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Berisi tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Memuat landasan teori tentang strategi coping, kualitas kehidupan bekerja, danhubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan strategi coping serta hipotesis.
BAB III : METODE PENELITIAN
Berisi metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam hal ini adalah metode penelitian kuantitatif, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi, sampel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji daya beda item dan reliabilitas alat ukur, dan metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.
(21)
Berisi hasil deskripsi data penelitian, uji hipotesis dan menginterpretasikan data-data masukan atau data-data tambahan dari statistik, serta pembahasan mengenai hasil penelitian.
BAB V : KESIMPULAN, DISKUSI & SARAN
Berisi jawaban atas masalah yang diajukan. Kesimpulan dibuat berdasarkan analisa dan interpretasi data, diskusi dan saran dibuat dengan mempertimbangkan hasil penelitian yang diperoleh.
(22)
BAB II
LANDASAN TEORI
A. STRATEGI COPING 1. Pengertian Coping
Menurut Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2006) coping adalah suatu proses dimana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi yang menekan dengan kemampuan mereka dalam memenuhi tuntutan tersebut. Menurut Taylor (2009) coping didefenisikan sebagai pikiran dan perilaku yang digunakan untuk mengatur tuntutan internal maupun eksternal dari situasi yang menekan. Menurut Baron & Byrne (1991) menyatakan bahwa coping adalah respon individu untuk mengatasi masalah, respon tersebut sesuai denganapa yang dirasakan dan dipikirkan untuk mengontrol, mentolerir dan mengurangiefek negatif dari situasi yang dihadapi. Menurut Stone & Neale (dalam Rice, 1992) coping meliputi segala usaha yang disadari untuk menghadapi tuntutan yang penuh dengan tekanan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa coping adalah segala usaha individu untuk mengatur tuntutan lingkungan dan konflik yang muncul, mengurangi ketidaksesuaian/kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi yang menekan dengan kemampuan individu dalam memenuhi tuntutan tersebut.
2. Pengertian Strategi Coping
Menurut MacArthur & MacArthur (1999) mendefinisikan strategi coping sebagai upaya-upaya khusus, baik behavioral maupun psikologis, yang digunakan orang untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau meminimalkan dampak kejadian yang menimbulkan stres. Gowan et al. (1999) mendefinisikan strategi coping
(23)
sebagai upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengelola tuntutan eksternal dan internal yang dihasilkan dari sumber stres. Dodds (1993) mengemukakan bahwa pada esensinya, strategi coping adalah strategi yang digunakan individu untuk melakukan penyesuaian antara sumber-sumber yang dimilikinya dengan tuntutan yang dibebankan lingkungan kepadanya. Secara spesifik, sumber-sumber yang memfasilitasi coping itu mencakup sumber-sumber personal (yaitu karakteristik pribadi yang relatif stabil seperti self-esteem atau keterampilan sosial) dan sumber-sumber lingkungan seperti dukungan sosial dan keluarga atau sumber-sumber finansial (Harrington & Mcdermott, 1993). Friedman (1998) mengatakan bahwa strategi coping merupakan perilaku atau proses untuk adaptasi dalam menghadapi tekanan atau ancaman.
3.Klasifikasi dan Bentuk Coping
Flokman & Lazarus (dalam Sarafino, 2006) secara umum membedakan bentuk dan fungsi coping dalam dua klasifikasi yaitu :
a. Problem Focused Coping (PFC) adalah merupakan bentuk coping yang lebih diarahkan kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang penuh tekanan. artinya coping yang muncul terfokus pada masalah individu yang akan mengatasi stres dengan mempelajari cara-cara keterampilan yang baru. Individu cenderung menggunakan strategi ini ketika mereka percaya bahwa tuntutan dari situasi dapat diubah (Lazarus & Folkman dalam Sarafino, 2006). Strategi ini melibatkan usaha untuk melakukan sesuatu hal terhadap kondisi stres yang mengancam individu (Taylor,2009).
b. Emotion Focused Coping (EFC) merupakan bentuk coping yang diarahkan untuk mengatur respon emosional terhadap situasi yang menekan. Individu dapat mengatur respon emosionalnya dengan pendekatan behavioral dan
(24)
kognitif. Contoh dari pendekatan behavioral adalah penggunaan alkohol, narkoba, mencari dukungan emosional dari teman – teman dan mengikuti berbagai aktivitas seperti berolahraga atau menonton televisi yang dapat mengalihkan perhatian individu dari masalahnya. Sementara pendekatan kognitif melibatkan bagaimana individu berfikir tentang situasi yang menekan. Dalam pendekatan kognitif, individu melakukan redefine terhadap situasi yang menekan seperti membuat perbandingan dengan individu lain yang mengalami situasi lebih buruk, dan melihat sesuatu yang baik diluar dari masalah. Individu cenderung untuk menggunakan strategi ini ketika mereka percaya mereka dapat melakukan sedikit perubahan untuk mengubah kondisi yang menekan (Lazarus & Folkman dalam Sarafino, 2006).
Pendapat di atas sejalan dengan Skinner (dalam Sarafino, 2006) yang mengemukakan pengklasifikasian bentuk coping sebagai berikut :
a. Perilaku coping yang berorientasi pada masalah (Problem-focused coping) 1. Planfull problem solving
individu memikirkan dan mempertimbangkan secara matang beberapa alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan, meminta pendapat dan pandangan dari orang lain tentang masalah yang dihadapi, bersikap hati-hati sebelum memutuskan sesuatu dan mengevaluasi strategi yang pernah dilakukan.
2. Direct action
meliputi tindakan yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah secara langsung serta menyusun secara lengkap apa yang diperlukan. 3. Assistance seeking
(25)
individu mencari dukungan dan menggunakan bantuan dari orang lain berupa nasehat maupun tindakan didalam menghadapi masalahnya. 4. Information seeking
individu mencari informasi dari orang lain yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan individu tersebut.
b. Perilaku coping yang berorientasi pada emosi (Emotional Focused Coping)
1. Avoidance
individu menghindari masalah yang ada dengan cara berkhayal atau membayangkan seandainya ia berada pada situasi yang menyenangkan.
2. Denial
individu menolak masalah yang ada dengan menganggap seolah-olah masalah individu tidak ada, artinya individu tersebut mengabaikan masalah yang dihadapinya.
3. Self-criticism
keadaan individu yang larut dalam permasalahan dan menyalahkan diri sendiri atas kejadian atau masalah yang dialaminya.
4. Possitive reappraisal
individu melihat sisi positif dari masalah yang dialami dalam kehidupannya dengan mencari arti atau keuntungan dari pengalaman tersebut.
(26)
4. Faktor – faktor yang mempengaruhi strategi coping :
Menurut Mutadin (2002) cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi :
a. Kesehatan Fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar. b. Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (external locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi coping.
c. Keterampilan memecahkan masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.
d. Keterampilan sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku
dimasyarakat.
(27)
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
f. Materi
Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.
Salah satu faktor yang mempengaruhi strategi coping adalah dukungan sosial yang meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, rekan kerja dan lingkungan masyarakat sekitarnya (Mutadin, 2002). Individu yang saling mendukung satu sama lain akan terdapat rasa hubungan kemasyarakatan serta hubungan antara perseorangan. Dalam lingkungan kerja, individu yang mampu membina hubungan baik dengan atasan, sesama rekan kerja dan bawahan dapat saling memberi dukungan sehingga dapat tercipta rasa memiliki dan integrasi sosial dalam lingkungan kerja. Dengan adanya dukungan sosial dalam lingkungan kerja maka dapat membuat individu merasa bagian dari suatu tim dan tidak diisolasi dari kelompok. Hal ini merupakan salah satu dari kriteria yang membentuk kualitas kehidupan bekerja dalam organisasi (Walton dalam Kossen, 1987).
(28)
B. KUALITAS KEHIDUPAN BEKERJA 1. Pengertian Kualitas Kehidupan Bekerja
Menurut Walton (dalam Kossen, 1987) mengatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja adalah seberapa efektifnya organisasi memberikan respon pada kebutuhan – kebutuhan karyawan. Menurut Robins (dalam Islam & Siengthai, 2009) mendefinisikan kualitas kehidupan bekerja sebagai suatu proses dimana organisasi memberikan respon kepada kebutuhan karyawan dengan mengembangkan mekanisme yang mengijinkan karyawan untuk berbagi dalam membuat keputusan yang membentuk kehidupan kerjanya. Elemen – elemen penting dari kualitas kehidupan bekerja adalah keamanan kerja, kepuasan kerja, sistem penghargaan yang baik, keuntungan karyawan, ketelibatan karyawan dan performansi organisasi (Havlovic, dalam Islam & Siengthai, 2009).
Menurut Vein Heskett, Sasser & Schlesinger (dalam Rethinam & Ismail, 2008) mendefinisikan kualitas kehidupan bekerja sebagai perasaan karyawan terhadap pekerjaannya, kerabatnya dan organisasi yang mengarah pada pertumbuhan dan
(29)
keuntungan organisasi. Perasaan yang baik terhadap pekerjaannya berarti karyawan merasa senang melakukan pekerjaan yang akan mengarah pada lingkungan pekerjaan yang produktif. Menurut Lau, Wong, Chan & Law (dalam Rethinam & Ismail, 2008) menyatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja sebagai lingkungan kerja yang mendukung dan mempromosikan kepuasaan dengan memberikan penghargaan, keamanan kerja dan kesempatan pengembangan karir kepada karyawan.
Kualitas kehidupan bekerja didefenisikan sebagai kondisi yang menyenangkan dan keadaan yang menguntungkan bagi karyawan, kesejahteraan karyawan dan pengelolaan sikap terhadap pekerja operasional yang sama baiknya dengan karyawan secara umum (Islam & Siengthai, 2009). Kualitas kehidupan bekerja adalah dinamika multidimensional yang meliputi beberapa konsep seperti jaminan kerja, sistem penghargaan, pelatihan dan karier peluang kemajuan, dan keikutsertaan di dalam pengambilan-keputusan (Lau & Bruce dalam Considine & Callus, 2001). Kualitas kehidupan kerja berfokus pada pentingnya penghargaan kepada sumber daya manusia di lingkungan kerja (Luthan, 1995). Kualitas kehidupan kerja merupakan teknik manajemen yang mencakup gugus kendali mutu, job enrichment, suatu pendekatan untuk bernegosiasi dengan karyawan, hubungan industrial yang serasi, manajemen partisipatif dan bentuk pengembangan organisasional (French, 1990).
Jewell & Siegall (1998) mengemukakan bahwa berbagai macam komponen dari kesejahteraan karyawan secara umum yang lebih penting adalah lingkungan kerja yang aman dan sehat, hubungan yang baik dengan supervisor, dukungan dan persahabatan rekan sekerja, kerja yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan individu, derajat kepuasan dengan situasi kerja, dan kesempatan untuk bertumbuh dan pengembangan pribadi. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan hasil interaksi
(30)
individu, pekerjaan, organisasi global dan multidimensi ini adalah kualitas kehidupan bekerja.
Menurut Lau & May (1998) kualitas kehidupan bekerja didefinisikan sebagai strategi tempat kerja yang mendukung dan memelihara kepuasan karyawan dengan tujuan untuk meningkatkan kondisi kerja karyawan dan organisasi serta keuntungan untuk pemberi kerja. Menurut Kondalkar (2009) kualitas kehidupan bekerja berhubungan dengan tingkat kepuasan yang tinggi dari individu yang menikmati bentuk pekerjaannya dalam organisasi.
2. Kriteria Kualitas Kehidupan Bekerja
Walton (dalam Kossen, 1987) menyatakan delapan kategori dari kualitas kehidupan bekerja sebagai suatu kerangka untuk menganalisa hal - hal yang tampak dalam membuat kualitas kehidupan bekerja, delapan kategori dari kualitas kehidupan bekerja , yaitu:
a. Kompensasi yang mencukupi dan adil
Gaji yang diterima oleh individu dari kerjanya dapat memenuhi standar gaji yang diterima secara umum, cukup untuk membiayai suatu tingkat hidup yang layak dan mempunyai perbandingan yang sama dengan gaji yang diterima orang-orang lain dalam posisi yang sama.
b. Kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat
Individu tidak ditempatkan dalam keadaan yang dapat membahayakan fisik dan kesehatan mereka, namun pada kondisi pekerjaan yang meminimalisasi luka-luka dan resiko kesehatan. Waktu kerja yang layak sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Begitu juga umur yang disesuaikan dengan tugas yang dipertanggungjawabkan kepada mereka.
(31)
c. Kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia
Pekerja diberi autonomi, kerja yang mereka lakukan memerlukan berbagai kemahiran, mereka juga diberi tujuan dan perspektif yang diperlukan tentang tugas yang akan mereka lakukan. Pekerja juga diberikan kebebasan bertindak dalam menjalankan tugas yang diberikan, dan pekerja juga terlibat dalam membuat perencanaan.
d. Peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan
Suatu pekerjaan dapat memberi sumbangan dalam menetapkan dan mengembangkan kapasitas individu. Kemahiran dan kapasitas individu itu dapat dikembangkan dan dipergunakan dengan sepenuhnya, selanjutnya peningkatan peluang kenaikan pangkat dan promosi dapat diperhatikan serta mendapatkan jaminan terhadap pendapatan.
e. Rasa memiliki
Individu merasa bagian dari suatu tim dan tidak diisolasi dari kelompok, individu saling mendukung satu sama lain dan terdapat rasa hubungan kemasyarakatan serta hubungan antara perseorangan. Organisasi mengutamakan konsep egalitarianism, adanya mobilitas untuk bergerak ke atas, sehingga lingkungan kerja secara relatif bebas dari prasangka buruk.
f. Hak-hak karyawan.
Hak pribadi seorang individu harus dihormati, memberi dukungan kebebasan bersuara dan terwujudnya pelayanan yang adil serta keleluasaan pribadi.
(32)
g. Pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan
Kerja juga memberikan dampak positif dan negatif terhadap ruang kehidupan seseorang. Selain berperan di lingkungan kerja, individu juga mempunyai peranan di luar tempat kerja seperti sebagai seorang suami atau bapak dan ibu atau isteri yang perlu mempunyai waktu untuk bersama keluarga.
h. Tanggung jawab sosial organisasi
Organisasi mempunyai tanggung jawab sosial. Organisasi haruslah mementingkan pengguna dan masyarakat secara keseluruhan semasa menjalankan aktivitasnya. Organisasi yang mengabaikan peranan dan tanggung jawab sosialnya akan menyebabkan pekerja tidak menghargai pekerjaan mereka.
C. HUBUNGAN ANTARA KUALITAS KEHIDUPAN BEKERJA DENGAN STRATEGI COPING DALAM ORGANISASI
Pada umumnya pelaksanaan tugas dalam lingkungan kerja selalu mengandung permasalahan dan tantangan. Masalah dan tantangan ini sering kali menimbulkan stres yang bisa mengganggu individu didalam mencapai tujuan. Menurut Smet (1994) reaksi individu dalam menghadapi kondisi lingkungan yang penuh masalah berupaya untuk menyeimbangkan dirinya dengan lingkungannya. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu agar tercipta keseimbangan ini disebut coping. Upaya - upaya yang dapat dilakukan individu untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau meminimalkan dampak kejadian yang menimbulkan stres khususnya didalam lingkungan kerja dapat diistilahkan sebagai strategi coping.
(33)
Menurut Flokman & Lazarus (dalam Sarafino, 2006) terdapat dua klasifikasi bentuk coping yaitu : problem focused coping (PFC) dan emotional focused coping (EPC). Problem focused coping (PFC) adalah bentuk coping yang lebih diarahkan kepada upaya untuk mengurangi tuntutan dari situasi yang menekan individu, sedangkan emotion focused coping (EFC) merupakan bentuk coping yang diarahkan untuk mengatur respon emosional terhadap situasi yang menekan individu.
Menurut Skinner (dalam Sarafino, 2006) strategi problem focused coping meliputi planfull problem solving, direct action, assistance seeking dan information seeking, sedangkan strategi emotional focused coping meliputi avoidance, denial, self-criticism dan positive reappraisal. Taylor (2009) mengatakan bahwa selama melakukan proses strategi coping, individu melakukan penilaian terhadap usaha yang dilakukan, apakah usaha yang dilakukan mengurangi tekanan emosional yang dialami atau usaha tersebut mengatasi masalah yang dihadapi.
Strategi coping yang dilakukan oleh individu didalam menghadapi masalah yang timbul di lingkungan kerja membuat individu merasa lebih nyaman, senang, puas dalam bekerja dan dapat mengembangkan rasa memiliki terhadap perusahaan (Kondalkar, 2009). Vein Heskett, Sasser & Schlesinger (1997) menyatakan bahwa perasaan yang baik terhadap pekerjaannya berarti individu merasa senang melakukan pekerjaan yang akan mengarah pada lingkungan pekerjaan yang produktif. Perasaan karyawan terhadap pekerjaan, kerabat, dan organisasi yang mengarah pada pertumbuhan dan keuntungan organisasi didefinisikan sebagai kualitas kehidupan bekerja. Islam & Siengthai (2009) menambahkan bahwa kondisi kerja yang menyenangkan, keadaan yang menguntungkan bagi karyawan dan kesejahteraan karyawan dapat meningkatkan kualitas kehidupan bekerja.
(34)
Dalam setiap lingkungan kerja, masalah – masalah yang ada didalam pekerjaan akan berdampak pada karyawan seperti meningkatnya ketidakhadiran kerja, berkurangnya kepuasan dan semangat kerja, komunikasi yang tidak efektif dan munculnya konflik dengan rekan kerja serta berkurangnya kuantitas dan kualitas kehidupan bekerja (Michie, 2002).
Strategi coping secara efektif digunakan untuk mengatasi stres termasuk dukungan dari teman, membina hubungan baik dengan rekan kerja, perencanaan, manajemen resiko, manajemen waktu, dan komunikasi secara luas (Anne, Deborah & Philip, 2004). Dengan mengembangkan kemampuan berkomunikasi yang baik maka hubungan antara sesama karyawan maupun dengan atasan dalam lingkungan kerja akan lebih efektif, hal ini merupakan salah satu komponen dari kesejahteraan karyawan yang menjadi multidimensi dari kualitas kehidupan bekerja (Jewell & Siegall, 1998).
Menurut Skinner (dalam Sarafino, 2006) menyatakan bahwa dalam emotional focused coping, individu yang menggunakan positive reappraisal melihat sisi positif dari masalah yang dialami dalam kehidupannya dengan mengambil manfaat atau keuntungan dari pengalaman tersebut. Individu juga cenderung untuk mengintrospeksi diri dan belajar dari kesalahan yang diperbuat (Carver, 2009). Dengan mengambil sisi positif dari masalah yang dihadapi karyawan dalam sebuah perusahaan maka karyawan dapat menjadikan kejadian tersebut sebagai sebuah pelajaran bagi kemajuan dan pengembangan kemampuan yang dimiliki serta peningkatan prestasi didalam bekerja. Peluang untuk pertumbuhan, dimana individu dapat mengembangkan kemampuan dan keahlian yang dimilki merupakan salah satu kriteria dari kualitas kehidupan bekerja (Walton dalam Kossen, 1987).
(35)
Menurut Skinner (dalam Sarafino, 2006) menyatakan bahwa dalam problem focused coping, individu yang menggunakan assistance seeking dan information seekingmeminta bantuan dan dukungan dari orang lain. Dukungan dan masukan yang diberikan orang lain dapat membantu individu dalam menyelesaikan masalah. Dalam lingkungan kerja, individu yang menggunakan strategi ini dapat mengembangkan rasa saling memiliki dan merasa bagian dari sebuah tim (kelompok) sehingga tindakan yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah dapat dilakukan secara langsung serta menyusun secara lengkap apa yang diperlukan. Rasa saling memiliki yang tercipta diantara individu dalam organisasi merupakan salah satu kriteria dari kualitas kehidupan bekerja (Walton dalam Kossen, 1987).
Skinner (dalam Sarafino, 2006) berpendapat bahwa individu yang menggunakan planfull problem solving dan direct action memikirkan dan mempertimbangkan beberapa alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan dan meminta pendapat atau pandangan dari orang lain tentang masalah yang dihadapi. Dalam lingkungan kerja, individu yang menerapkan planfull problem solving dan direct action serta didukung oleh kebebasan bertindak dalam menjalankan tugas yang diberikan oleh perusahaan, maka karyawan dapat menyelesaikan masalah yang ada dipekerjaannya melalui perencanaan yang baik oleh karyawan itu sendiri dan didukung oleh pendapat dari rekan kerja sehingga penyelesaian masalah dapat dilakukan secara langsung. Job autonomy atau kebebasan bertindak dalam menjalankan tugas yang diberikan, serta terlibat dalam membuat perencanaan dalam perusahaan merupakan salah satu kriteria dari kualitas kehidupan bekerja (Walton dalam Kossen, 1987).
Kualitas kehidupan kerja yang dipenuhi oleh perusahaan terhadap karyawan dengan baik, maka masalah yang timbul di perusahaan akan cenderung berkurang dan
(36)
strategi coping yang dibutuhkan karyawan juga lebih rendah. Sebaliknya kualitas kehidupan kerja yang tidak dipenuhi oleh perusahaan terhadap karyawan dengan baik, maka masalah yang timbul di perusahaan akan cenderung bertambah dan strategi coping yang dibutuhkan karyawan juga lebih tinggi. Organisasi dengan kualitas kehidupan kerja yang baik dapat memotivasi karyawan untuk memaksimalkan kontribusi mereka untuk memperoleh sasaran organisasi dan mengembangkan prestasi karyawan (Tim mitra lestari et.al, 2005).
D. HIPOTESIS
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Terdapat hubungan antara kualitas kehidupan bekerjadengan strategi problem focused coping dalam organisasi.
2. Terdapat hubungan antara kualitas kehidupan bekerjadengan strategi emotional focused coping dalam organisasi.
(37)
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasi, karena penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan bekerja dengan strategi coping dalam organisasi.
A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
Berdasarkan landasan teori yang ada serta rumusan hipotesis penelitian maka yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas : Kualitas kehidupan bekerja 2. Variabel tergantung : Strategi coping
- Problem Focused Coping - Emotional Focused Coping
(38)
B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN 1. Strategi coping
Strategi coping merupakan penilaian yang dilakukan oleh individu baik secara kognitif, emosional, dan perilaku yang ditampilkan untuk menghadapi tekanan atau ancaman terhadap masalah pekerjaan yang dialami individu dalam organisasi. Strategi coping diukur dengan menggunakan dua skala yang disusun berdasarkan klasifikasi strategi coping dari teori skinner (dalam Sarafino, 2006) yaitu : subskala problem focused coping terdiri dari : planfull problem solving, direct action, assistance seeking, information seeking, dan subskala emotional focused coping terdiri dari : avoidance, denial, self-criticism, possitive reappraisal.
Skor subskala strategi problem focused coping dan emotional focused coping yangsemakin tinggi menunjukkan semakin besar upaya yang dilakukan oleh individu untuk menghadapi permasalahannya, sebaliknya skor subskala strategi problem focused coping dan emotional focused coping yang semakin rendah menunjukkan semakin kecil upaya yang dilakukan oleh individu untuk menghadapi permasalahannya.
2. Kualitas kehidupan bekerja.
Kualitas kehidupan bekerja adalah persepsi pekerja mengenai kesejahteraan, situasi dan pengalaman mereka di tempat kerja, yang mengacu kepada bagaimana efektifnya perusahaan didalam merespon kebutuhan - kebutuhan pribadi pekerja. Kualitas kehidupan bekerja diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan delapan kriteria kualitas kehidupan bekerjadari Walton (dalam Kossen, 1987), yaitu: kompensasi yang mencukupi dan adil, kondisi-kondisi kerja yang aman
(39)
dan sehat, kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia, peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan, rasa memiliki terhadap organisasi, hak-hak karyawan, pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan, dan tanggung jawab sosial organisasi.
Skor skala yang semakin tinggi menunjukkan semakin baik pemenuhan kualitas kehidupan kerja terhadap individu didalam perusahaan, sebaliknya skor skala yang semakin rendah menunjukkan semakin buruk pemenuhan kualitas kehidupan kerja terhadap individu didalam perusahaan.
C. POPULASI, SAMPEL DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi dan Sampel
Menurut Hadi (2000) populasi adalah seluruh penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama. Populasi memiliki karakteristik yang dapat diperkirakan dan diklasifikasikan sesuai dengan keperluan penelitian. Sedangkan sampel merupakan bagian atau sejumlah cuplikan tertentu yang diambil dari suatu populasi dan diteliti secara rinci.
Populasi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah individu - individu yang bekerja di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan yang berjumlah 190 orang. Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian, atau yang dikenal dengan nama sampel.
2. Metode pengambilan sampel
Sampling adalah cara untuk menentukan sampel dalam suatu penelitian. Penentuan sampel harus memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi
(40)
agar diperoleh sampel yang representatif atau benar-benar mewakili populasi. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling, dimana setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode undian, dimana setiap angota populasi diberi nomor dari nomor 1 sampai dengan nomor terakhir, kemudian dilakukan pengundian untuk mendapatkan sampel sesuai dengan jumlah yang diinginkan (Sugiono, 2003).
3. Jumlah sampel penelitian
Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan Tabel Krejcie (Sugiono, 2003) yang digunakan untuk menentukan besarnya sampel dan perhitungan ukuran sampel didasarkan atas kesalahan 5%, jadi sampel yang diperoleh itu mempunyai kepercayaan 95% terhadap populasi. Dari hasil yang diperoleh berdasarkan Tabel Krejcie maka didapat jumlah sampel sebanyak 80 orang, jumlah ini diharapkan dapat mewakili karakteristik dan sifat-sifat populasinya.
D. INSTRUMEN ATAU ALAT UKUR 1. Skala Strategi Coping
a. Skala problem focused coping
Skala ini digunakan untuk mengungkap tingkat strategi coping dari subjek penelitian. Dalam melakukan penyusunan skala peneliti menggunakan aspek-aspek problem focused coping yang disusun dalam skala berdasarkan teori Skinner (dalam Sarafino, 2009) yaitu : planfull problem solving, direct action, assistance seeking, information seeking.
Setiap aspek-aspek di atas akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan mendukung dan tidak mendukung, dimana subjek diberikan empat alternatif pilihan
(41)
yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk aitem yang mendukung, pilihan SS akan mendapatkan skor empat, pilihan S akan mendapatkan skor tiga, pilihan TS akan mendapatkan skor dua, dan pilihan STS akan mendapatkan skor satu. Sedangkan untuk aitem yang tidak mendukung pilihan SS akan mendapatkan skor satu, pilihan S mendapatkan skor dua, pilihan TS akan mendapatkan skor tiga, dan pilihan STS akan mendapatkan skor empat. Skor skala ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor jawaban maka semakin tinggi strategi coping.
Tabel 1.
Distribusi Aitem-Aitem Skala Strategi Coping Sub Skala Problem Focused Coping Sebelum Uji Coba Skala Problem Focused Coping Pernyataan yang
Mendukung
Pernyataan yang
Tidak Mendukung Total (%)
Planfull problem solving 1,2,3,4 5,6,7,8 8 25
Direct action 9,10,11,12 13,14,15,16 8 25
Assistence seeking 17,18,19,20 21,22,23,24 8 25 Information seeking 25,26,27,28 29,30,31,32 8 25
Total 16 16 32 100
b. Skala emotional focused coping
Skala ini digunakan untuk mengungkap tingkat strategi coping dari subjek penelitian. Dalam melakukan penyusunan skala peneliti menggunakan aspek-aspek emotional focused coping yang disusun dalam skala berdasarkan teori Skinner (dalam Sarafino, 2009) yaitu : avoidance, denial, self-criticism, positive reappraisal.
Setiap aspek-aspek di atas akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan mendukung dan tidak mendukung, dimana subjek diberikan empat alternatif pilihan yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk aitem yang mendukung, pilihan SS akan mendapatkan skor empat, pilihan S akan mendapatkan skor tiga, pilihan TS akan mendapatkan skor dua, dan pilihan STS akan mendapatkan skor satu. Sedangkan untuk aitem yang tidak
(42)
mendukung pilihan SS akan mendapatkan skor satu, pilihan S mendapatkan skor dua, pilihan TS akan mendapatkan skor tiga, dan pilihan STS akan mendapatkan skor empat. Skor skala ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor jawaban maka semakin tinggi strategi coping.
Tabel 2.
Distribusi Aitem-Aitem Skala Strategi Coping Sub Skala Emotional Focused Coping Sebelum Uji Coba Skala Emotional Focused Coping Pernyataan yang
Mendukung
Pernyataan yang
Tidak Mendukung Total (%)
Avoidance 1,2,3,4 5,6,7,8 8 25
Denial 9,10,11,12 13,14,15,16 8 25
Self-criticism 17,18,19,20 21,22,23,24 8 25
Positive reappraisal 25,26,27,28 29,30,31,32 8 25
Total 16 16 32 100
2. Skala Kualitas Kehidupan Bekerja
Skala ini digunakan untuk mengungkap kualitas kehidupan bekerja subjek penelitian. Dalam skala ini peneliti menyusun skala berdasarkan delapan kriteria kualitas kehidupan bekerja dari Walton (dalam Kossen, 1986), yaitu: kompensasi yang mencukupi dan adil, kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat, kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia, peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan, rasa memiliki terhadap organisasi, hak-hak karyawan, pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan, dan tanggung jawab sosial organisasi.
Setiap aspek-aspek di atas akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan mendukung dan tidak mendukung, dimana subjek diberikan empat alternatif pilihan yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk aitem yang mendukung, pilihan SS akan mendapatkan skor empat, pilihan S akan mendapatkan skor tiga, pilihan TS akan mendapatkan skor dua, dan
(43)
pilihan STS akan mendapatkan skor satu. Sedangkan untuk aitem yang tidak mendukung pilihan SS akan mendapatkan skor satu, pilihan S mendapatkan skor dua, pilihan TS akan mendapatkan skor tiga, dan pilihan STS akan mendapatkan skor empat. Skor skala ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor jawaban maka semakin tinggi kualitas kehidupan bekerja.
Tabel 3.
Distribusi Aitem-Aitem Skala Kualitas Kehidupan Bekerja Sebelum Uji Coba
Kriteria Kualitas Kehidupan Bekerja Pernyataan yang Mendukung
Pernyataan yang
Tidak Mendukung Total (%) Kompensasi yang mencukupi dan adil 1, 2, 3, 4 21, 22, 23, 24 8 12,5
Kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat
9, 10, 11, 12 29, 30, 31, 32 8 12,5 Kesempatan untuk mengembangkan dan
menggunakan kapasitas manusia
17, 18, 19, 20 13, 14, 15, 16 8 12,5 Peluang untuk pertumbuhan dan
mendapatkan jaminan
25, 26, 27, 28 5, 6, 7, 8 8 12,5 Rasa memiliki terhadap organisasi 33, 34, 35, 36 53, 54, 55, 56 8 12,5 Hak-hak karyawan 41, 42, 43, 44 61, 62, 63, 64 8 12,5 Pekerja dan ruang hidup secara
keseluruhan
49, 50, 51, 52 37, 38, 39, 40 8 12,5 Tanggung jawab sosial organisasi 57, 58, 59, 60 45, 46, 47, 48 8 12,5
Total 32 32 64 100
E. UJI COBA ALAT UKUR 1. Validitas Alat Ukur
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur yang valid tidak sekedar mampu mengungkapkan data dengan tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.
Pendekatan terhadap validitas alat ukur dilakukan dengan menyusun terlebih dahulu operasional aspek-aspek pengukuran yang tepat dalam blue-print. Penelitian ini menggunakan face validity dan content validity. Face validity adalah tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena hanya didasarkan pada penilaian terhadap
(44)
format penampilan (appearance) tes. Apabila penampilan tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur, maka dapat dikatakan bahwa face validity telah terpenuhi. Content validity berkaitan dengan item-item alat ukur sesuai dengan apa yang akan di ukur. Content validity diperoleh melalui pendapat profesional dari dosen pembimbing dan dosen yang memiliki kompetensi dalam bidang yang hendak diteliti (Azwar, 2005).
2. Reliabilitas Alat Ukur
Reliabilitas adalah indeks sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Menurut Hadi (2000) reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda. Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien reliabilitas merupakan indikator konsistensi item-item yang dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini sebenarnya mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2002).
Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal dimana prosedurnya hanya memerlukan satu kali pengenaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis, dan memiliki efisiensi yang tinggi (Azwar, 2002). Teknik yang digunakan untuk pengukuran reliabilitas alat ukur penelitian ini adalah teknik koefisien Alpha Cronbach. Untuk menguji reliabilitas ini menggunakan bantuan program SPSS versi 17.0 for Windows. Batasan penerimaan reliabilitas dianggap memuaskan apabila koefisiennya mencapai minimal 0,5 (Azwar, 2005).
(45)
3. Uji Daya Beda Item
Uji daya beda butir pernyataan untuk melihat sejauh mana butir pernyataan mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atau tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis butir pernyataan ini adalah dengan memilih butir-butir pernyataan yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Atau dengan kata lain, memilih butir pernyataan yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2000).
Pengujian daya beda butir pernyataan ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap butir pernyataan dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu skor total tes itu sendiri dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment. Prosedur pengujian ini akan menghasilkan koefisien korelasi item total yang dikenal dengan indeks daya beda butir pernyataan (Azwar, 2000). Uji daya beda butir pernyataan ini akan dilakukan pada alat ukur dalam penelitian ini, yaitu skala kualitas kehidupan bekerja dan skala strategi coping. Besarnya koefisien korelasi item total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan nilai positif dan negatif. Semakin baik daya diskriminasi item maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1,00 (Azwar, 2005). Batasan nilai indeks daya beda item dalam penelitian ini adalah 0,3, sehingga setiap item yang memiliki harga kritik ≥ 0,3 sajalah yang akan digunakan dalam pengambilan data yang sebenarnya.
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur
Sebelum melakukan pengambilan data yang sebenarnya, terlebih dahulu dilakukan uji coba alat ukur penelitian untuk mengetahui kualitas dari masing-masing aitem. Alat ukur diuji cobakan kepada 80 karyawan Madani Hotel Medan. Uji coba
(46)
skala kualitas kehidupan bekerja dan skala strategi coping dilakukan pada 26 Agustus 2010. Jumlah alat ukur uji coba yang diberikan adalah 80 eksemplar yang kemudian diolah datanya.
Pada uji coba alat ukur, jumlah aitem yang digunakan adalah sebanyak 64 aitem untuk skala kualitas kehidupan bekerja dan 32 aitem untuk skala strategi coping.
Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas dan uji daya beda aitem terhadap data uji coba yang telah diperoleh dengan menggunakan program SPSS version 17.0 For Windows, maka diperoleh koefisien alpha untuk skala kualitas kehidupan bekerja sebesar 0,966. Untuk skala strategi coping, besar koefisien alpha masing-masing subskala strategi coping yaitu : 0,902 untuk problem focused coping dan 0,876 untuk emotional focused coping.
Berdasarkan uji daya beda item, diperoleh 14 aitem dari skala kualitas kehidupan bekerja dan 5 aitem dari subskala strategi problem focused coping serta 20 aitem dari subskala strategi emotional focused coping yang gugur atau tidak dapat digunakan lagi karena memiliki nilai korelasi aitem total atau indeks daya beda aitem kurang dari 0,30 sehingga jumlah aitem yang akan digunakan untuk pengambilan data yang sebenarnya adalah sebanyak 50 aitem untuk skala kualitas kehidupan bekerja dan 27 aitem untuk subskala strategi problem focused coping serta 12 aitem untuk subskala strategi emotional focused coping. Aitem - aitem tersebut selanjutnya akan disusun kembali untuk digunakan dalam penelitian. Berikut blue print dari aitem - aitem tersebut setelah ujicoba.
(47)
Untuk blue print skala strategi coping sub skala problem focused coping disajikan berikut ini :
Tabel 4.
Distribusi Aitem-Aitem Skala Strategi Coping Sub Skala Problem Focused Coping Sebelum Uji Coba Skala Problem Focused Coping Pernyataan yang
Mendukung
Pernyataan yang
Tidak Mendukung Total (%)
Planfull problem solving 1,2,3,4 5,6,7,8 8 25
Direct action 9,10,11,12 13,14,15,16 8 25
Assistence seeking 17,18,19,20 21,22,23,24 8 25 Information seeking 25,26,27,28 29,30,31,32 8 25
Total 16 16 32 100
Keterangan :
Penebalan: nomor aitem yang gugur.
Selanjutnya aitem - aitem yang akan digunakan di dalam penelitian disusun kembali di dalam Blue print berikut :
Tabel 5.
Distribusi Aitem-Aitem Skala Strategi Coping Sub Skala Problem Focused Coping Setelah Uji Coba Skala Problem Focused Coping Pernyataan yang
Mendukung
Pernyataan yang
Tidak Mendukung Total (%)
Planfull problem solving 1,2,3,4 5,7 6 22
Direct action 9,10,11,12 13,14,15,16 8 30
Assistence seeking 18,20 21,22,23,24 6 22
Information seeking 25,26,27,28 29,31,32 7 26
Total 14 13 27 100
Untuk blue print skala strategi coping sub skala emotional focused coping disajikan berikut ini :
(48)
Distribusi Aitem-Aitem Skala Strategi Coping Sub Skala Emotional Focused Coping Sebelum Uji Coba Skala Emotional Focused Coping Pernyataan yang
Mendukung
Pernyataan yang
Tidak Mendukung Total (%)
Avoidance 1,2,3,4 5,6,7,8 8 25
Denial 9,10,11,12 13,14,15,16 8 25
Self-criticism 25,26,27,28 29,30,31,32 8 25
Positive reappraisal 17,18,19,20 21,22,23,24 8 25
Total 16 16 32 100
Keterangan :
Penebalan: nomor item yang gugur.
Selanjutnya item-item yang akan digunakan di dalam penelitian disusun kembali di dalam Blue print berikut :
Tabel 7.
Distribusi Aitem-Aitem Skala Strategi Coping Sub Skala Emotional Focused Coping Setelah Uji Coba Skala Emotional Focused Coping Pernyataan yang
Mendukung
Pernyataan yang
Tidak Mendukung Total (%)
Avoidance 1 7 2 17
Denial 11 14,15 3 25
Self-criticism 25,26 29,30 4 33
Positive reappraisal 17 21,22 3 25
Total 5 7 12 100
Untuk blue print skala kualitas kehidupan bekerja disajikan berikut ini : Tabel 8.
Distribusi Aitem-Aitem Skala Kualitas Kehidupan Bekerja Sebelum Uji Coba
Kriteria Kualitas Kehidupan Bekerja Pernyataan yang Mendukung
Pernyataan yang
(49)
Kompensasi yang mencukupi dan adil 1, 2, 3, 4 5, 6, 7, 8 8 12,5 Kondisi-kondisi kerja yang aman dan
sehat
9, 10, 11, 12 13, 14, 15, 16 8 12,5 Kesempatan untuk mengembangkan dan
menggunakan kapasitas manusia
17, 18, 19, 20 21, 22, 23, 24 8 12,5 Peluang untuk pertumbuhan dan
mendapatkan jaminan
25, 26, 27, 28 29, 30, 31, 32 8 12,5 Rasa memiliki terhadap organisasi 33, 34, 35, 36 37, 38, 39, 40 8 12,5 Hak-hak karyawan 41, 42, 43, 44 45, 46, 47, 48 8 12,5 Pekerja dan ruang hidup secara
keseluruhan
49, 50, 51, 52 53, 54, 55, 56 8 12,5 Tanggung jawab sosial organisasi 57, 58, 59, 60 61, 62, 63, 64 8 12,5
Total 32 32 64 100
Keterangan :
Penebalan: nomor item yang gugur.
Selanjutnya item-item yang akan digunakan di dalam penelitian disusun kembali di dalam Blue print berikut :
Tabel 9.
Distribusi Aitem-Aitem Skala Kualitas Kehidupan Bekerja Setelah Uji Coba Kriteria Kualitas Kehidupan Bekerja Pernyataan yang
Mendukung
Pernyataan yang
Tidak Mendukung Total (%) Kompensasi yang mencukupi dan adil 1, 2, 3, 4 6, 7 6 12
Kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat
9, 10, 11, 12 14, 15 6 12
Kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia
17, 19, 20 21,22, 23, 24 7 14 Peluang untuk pertumbuhan dan
mendapatkan jaminan
25, 26, 27, 28 30, 31, 32 7 14 Rasa memiliki terhadap organisasi 33, 34, 35, 36 37, 38, 40 7 14
Hak-hak karyawan 42, 43, 44 45, 48 5 10
Pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan
50,52 53, 54, 56 5 10
Tanggung jawab sosial organisasi 57, 58, 59, 60 61, 62, 64 7 14
Total 28 22 50 100
F. PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian ini memiliki prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu sebagai berikut:
1. Persiapan Penelitian
(50)
a. Pembuatan alat ukur
Alat ukur dibuat oleh peneliti berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan sebelumnya. Ada tiga buah skala yang dibuat, yaitu skala strategi problem focused coping dan skala strategi emotional focused coping serta skala kualitas kehidupan bekerja. Masing-masing skala terdiri dari 32 aitem untuk skala strategi problem focused coping dan 32 aitem untuk skala strategi emotional focused coping serta 64 aitem untuk skala kualitas kehidupan bekerja, yang dibentuk seperti sebuah buku untuk memudahkan subjek penelitian memberikan jawabannya.
b. Uji coba alat ukur
Uji coba skala penelitian dilakukan pada tanggal 26 – 30 agustus 2010 di Madani Hotel Medan dengan membagikan skala kepada karyawan Madani Hotel Medan. Setelah itu, peneliti mengumpulkan kembali skala yang telah diisi oleh subjek untuk dilakukan analisa.
c. Revisi alat ukur
Setelah dilakukan uji statistik terhadap aitem-aitem yang diperoleh pada uji coba penelitian, maka dilakukan beberapa revisi terhadap alat ukur. Beberapa revisi yang dilakukan adalah dengan membuang aitem yang tidak memiliki daya diskriminasi item di atas 0,3, dan memperbaiki tampilan skala. Skala hasil revisi inilah yang digunakan peneliti dalam penelitian ini.
d. Menentukan Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah para perawat Rumah Sakit Islam Malahayati Medan. Sampel dipilih sebanyak 80 orang dengan menggunakan teknik simple random sampling, yaitu dengan memilih secara acak yang bernomor urut ganjil pada daftar nama perawat.
(1)
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini akan disimpulkan jawaban-jawaban dari permasalahan yang terdapat di dalam penelitian ini. Selanjutnya peneliti akan memberikan saran-saran metodologis dan praktis bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian dengan tema yang mirip dengan penelitian ini.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data yang dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Tidak terdapat hubungan (korelasi) antara kualitas kehidupan bekerja dengan problem focused coping pada perawat di RSI Malahayati Medan.
2. Tidak terdapat hubungan (korelasi) antara kualitas kehidupan bekerja dengan emotional focused coping pada perawat di RSI Malahayati Medan.
3. Berdasarkan kategorisasi kualitas kehidupan bekerja bahwa subjek yang memiliki kualitas kehidupan bekerja yang rendah sebanyak 61 orang (89.7%), subjek yang memiliki kualitas kehidupan bekerja sedang sebanyak 7 orang (10,3 %) dan tidak ada subjek yang memiliki kualitas kehidupan bekerja tinggi.
4. Berdasarkan kategorisasi problem focused coping bahwa subjek yang memiliki problem focused coping yang rendah sebanyak 59 orang (86.8%), subjek yang memiliki problem focused coping sedang sebanyak 9 orang (13.2 %) dan tidak ada subjek yang memiliki problem focused coping tinggi.
(2)
5. Berdasarkan kategorisasi emotional focused coping bahwa subjek yang memiliki emotional focused coping yang sedang sebanyak 42 orang (61.8%), subjek yang memiliki emotional focused coping tinggi sebanyak 26 orang (38.2 %) dan tidak ada subjek yang memiliki emotional focused coping rendah.
B. Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang dikemukakan, maka peneliti mengemukakan beberapa saran. Saran–saran ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan studi ilmiah mengenai kualitas kehidupan bekerja dan strategi coping, serta dapat berguna bagi karyawan. Saran- saran tersebut meliputi:
1. Saran Metodologis
a. Terkait dengan hasil penelitian yaitu tidak terdapat hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan strategi coping, maka bagi penelitian selanjutnya hendaklah lebih memperhatikan teknis dalam pengambilan data dan memilih sampel yang representatif.
b. Penelitian selanjutnya sebaiknya mengikutsertakan dan mengukur level stres sebagai variabel moderator atau data tambahan yang memperjelas atau memperkuat hasil penelitian.
c. Penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan kualitas kehidupan bekerja dan strategi coping dapat meneliti salah satu strategi dari strategi coping, apakah problem focused coping atau emotional focused coping.
d. Sebaiknya jumlah sampel uji coba penelitian diperbanyak untuk meminimalisir jumlah aitem yang gugur setelah uji coba.
(3)
2. Saran Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pihak perusahaan maupun karyawan bahwa aspek – aspek kualitas kehidupan bekerja dapat meningkatkan kesejahteraan individu dalam bekerja dengan memenuhi kebutuhan – kebutuhan individu berdasarkan aspek – aspek kualitas kehidupan bekerja. b. Melalui penelitian ini pihak perusahaan dapat melihat bahwa karyawan dengan
kualitas kehidupan bekerja yang rendah adalah karyawan yang merasa tidak puas dengan pemenuhan kebutuhan – kebutuhan karyawan berdasarkan aspek – aspek dari kualitas kehidupan bekerja, sehingga pihak perusahaan dapat membuat suatu strategi yang tepat yaitu dengan menerapkan aspek – aspek dari kualitas kehidupan bekerja yang belum diterapkan sebelumnya dalam perusahaan, sehingga kesejahteraan karyawan dalam perusahaan menjadi lebih baik.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Anne F, Deborah E, & Philip B. (2004). Stress, Burnout, Coping and Stress Management in Psychiatrists: Findings from a Systematic Review. International Journal of Social Psychiatry [On-line]. Available FTP : http://isp.sagepub.com/cgi/content/abstract/50/1/54. Tanggal akses 23 April 2010
Azwar, S. (2005). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Baron, R.A., & Byrne,D. (1991). Social Psychology Understanding Human
Interaction. 6 th Ed. Boston: Allyn and Bacon.
Carver, C.S. (1997). You Want to Measure Coping But Your Protocol’s Too Long : Consider The Brief COPE. International Journal of Behavioral Medicine 4 (1), 92-100. Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
---., Scheier, M.F., & Weintraub, J.K. (1989). Assessing Coping Startegies : A Theoretically Based Approach. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 56, No. 2, 267-283. American Psychological Association, Inc.
Connel, D.J. & Hannif, Z. (2002). Call Centres, Quality of Work Life & HRM Practices: an In-House/Outsourced Comparison [Paper On-line]
Considine, G., & Callus, R. (2001). The Quality of Work Life of Australian Employees
– the development of an index [On-line] available on FTP
:http://www.google.co.id/search?q=quality+working+of+life+%5Bpdf%5D&h l=id&st art=40&sa=N
Fothergill, A, Edwards, D, Burnard, P. (2004). Stress, Burnout, Coping and Stress Management in Psychiatrists : findings from a Systematic Review. International Journal of Social Psychiatry. DOI: 10.1177/0020764004040953. [online] di akses tanggal 10 maret 2010
French, W.L., & Cecil, H.B. (1990). Organizational Development : Behavioral Science Interventions For Organizational Improvement, USA : Prentice Hall, Inc.
---, Kast, F.E., Rosenzweig, J.E. (1985). Understanding human behavior in organizations. New York : Harper & Raw,Inc.
(5)
Gamal, M. (2007). Kabar Indonesia : Menempatkan SDM sebagai Human Capital [On-line] available on FTP : www.kabarindonesia.com. tanggal akses : 27 Maret 2010
George, J.M. (2002). Understanding and Organizational Behavior, Third Edition. Pearson Education,Inc.
Gibson. (2003). Organisasi. Editor: Lyndon Saputra. Jakarta: Binarupa Aksara. Haar, J.M. (2006). The downside of coping: Work-family conflict, employee
burnout and the moderating effects of coping strategies. Journal of Management and Organization. Lyndfield: Vol. 12, Iss. 2; pg. 146, 14 pgs [online] di akses tanggal 21 April 2010.
Islam, M.Z. & Siengthai, S. (2009) Quality of work life and organizational performance: Empirical evidence from Dhaka Export Processing Zone. Isundariyana. (2005). Hubungan Stres, Strategi Coping dan Dukungan Keluarga
dengan Kecenderungan Penyalahgunaan NAPZA Pada Remaja. (Tesis). : Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Ivancevich, J.M., & Matteson, M.T. (1993). Organizational Behavior and Management. 3 rd ed, Irwin, Nome Wood.
Jewell, L.N. & Siegall, M. (1998). Psikologi industri/ organisasi modern. Jakarta: Arcan.
Kondalkar,V.G. (2009). Organisation Developement, New Delhi : New Age International (P), Ltd.
Kossen, S. (1987). The Human Side of Organizations (4th Ed). New York : Harper & Row, Publishers,Inc.
Luthans, F. (1995). Organizational Behavior. Seventh Edition. McGraw-Hill, Inc.
Michie, S. (2002). Causes and Management of Stress at Work. Occup. Environ. Med. 2002;59;67-72.
Mutadin, Z. (2002). Strategi Coping. [on-line] available on FTP : http://www.e-psikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=386. Tanggal akses 18 Juni 2010
Raduan, C.R, Beh, L, Uli, L Indris, K. (2006). Quality of Work life: Implication of Career Dimensions [On-line]. Available FTP : http://www.scipub.org/fulltext/jss/jss2261-67.pdf. Tanggal akses : 17 Maret 2010
(6)
Rethinam, G.S. & Ismail. M. (2008). Constructs of Quality of Work Life: A Perspective of Information and Technology Professionals. European Journal of Social Sciences. Vol. 7, No. 1. [online] di akses tanggal 10 Maret 2010.
Rice, P.L. (1992). Stress and Health. Second edition. Wadsworth, Inc.
Richmond, A. & Skitmore,M. (2006). Stress and Coping : A Study of Project Managers in a Large ICT Organizatiton. Project Management Journal. Sylva: Vol. 37, Iss. 5; pg. 5, 12 pgs [online] di akses tanggal 21 April 2010.
Sarafino, E.P. (2006). Health psychology, biopsychosocial interactions. Fifth Edition. John willey & sons, Inc.
Saraji, G.N. & Dargahi, A. (2006). Study of Quality of Worklife (QWL). Iranian Journal Public Health, Vol. 35, No. 4, 2006, pp.8-14
Siagian, P.S. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi : 1, Cetakan : 8 – Jakarta : Bumi Aksara.
Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindo.
Sugiono. (2003). Statistika untuk Penelitian, Cetakan : 5 – Bandung : CV Alfabeta Taylor, S.E. (2009). Health Psychology. Seventh edition. McGraw-Hill, Inc. Tim Mitra lestari. (2005). Manajemen Sumberdaya Manusia. Jogjakarta : BPFE. Tunggal, H.S. (2006). Undang – Undang Ketenagakerjaan (UU No. 13/2003). Jakarta
: Havarindo
Usman, H.J. (2009). Pengaruh Quality of Worklife Terhadap Semangat Kerja di Pertamina Eksplorasi dan Produksi Rantau (Tesis) : Jakarta : Universitas Terbuka.
Yusoff, M.S.D. (2010). Stress, Stressors and Coping Strategies Among Secondary School Students in a Malaysian Goverment Secondary School : Initial Findings. ASEAN Journal of Psychiatry, Vol.11(2) July – December 2010: XX XX. [online] di akses tanggal 5 April 2010.