Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Motivasi Berprestasi pada Karyawan PT Citra Tubindo Batam

(1)

HUBUNGAN KUALITAS KEHIDUPAN BEKERJA DENGAN

MOTIVASI BERPRESTASI PADA KARYAWAN PT CITRA

TUBINDO BATAM

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

YASRA HAYATI SIRAIT

061301019

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GANJIL, 2010/2011


(2)

LEMBARAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul:

Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan

Motivasi Berprestasi pada Karyawan PT Citra Tubindo Batam

Adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 26 Oktober 2010

Yasra Hayati Sirait NIM 061301019


(3)

ABSTRAK

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Desember 2010

Yasra Hayati Sirait : 061301019

Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Motivasi Berprestasi pada Karyawan

xvii + 93 halaman + 21 tabel + 2 grafik + 4 lampiran Bilbiografi 49 (1967 - 2010)

Penelitian ini merupakan penelitian regresi linear berganda, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan motivasi berprestasi pada karyawan. Motivasi berprestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang, yang mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal dan menggungguli standard. Motivasi berprestasi ini dapat dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik seperti hubungan pimpinan dengan bawahan, hubungan antar rekan sekerja, sistem pembinaan dan pelatihan, sistem kesejahteraan, lingkungan fisik tempat kerja, administrasi dan kebijakan perusahaan. Hal ini dapat diberikan perusahaan dengan menciptakan kualitas kehidupan bekerja. Peningkatan kualitas kehidupan bekerja di perusahaan berkontribusi dalam mencari karyawan yang berkualitas, menciptakan lingkungan kerja yang mampu memotivasi karyawannya dalam bekerja, dan mempertahankan kompetitif perusahaan.

Penelitian ini melibatkan 200 orang karyawan/ staff PT Citra Tubindo Batam sebagai subjek penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

purposive sampling. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dengan skala

Likert. Alat ukur yang digunakan adalah skala motivasi berprestasi yang disusun berdasarkan lima ciri-ciri individu dengan motivasi berprestasi tinggi yang dikemukakan oleh McClelland (1987) dengan rxy= 0.892 dan skala kualitas

kehidupan bekerja yang disusun berdasarkan delapan aspek yang dikemukakan oleh Walton (dalam Kossen, 1986) dengan rxy= 0.935. Data yang diperoleh

dianalisis dengan uji asumsi klasik dan regresi linear berganda.

Hasil uji asumsi klasik menunjukkan bahwa penelitian berdistribusi normal, memiliki hubungan linear, bebas dari autokorelasi (DW=1.915), bersifat homokedastisitas dan bebas dari multikolinearitas (VIF < 10). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas kehidupan bekerja merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi (F=10.206, p=0.000). Penelitian juga menemukan bahwa aspek kondisi lingkungan kerja, kesempatan pengembangan dan menggunakan kapasitas menusia, peluang pertumbuhan dan mendapatkan jaminan, pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan dan tanggung jawab sosial organisasi merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi. Tanggung jawab sosial organisasi merupakan prediktor positif yang dominan terhadap motivasi berprestasi (B=0.964). Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa


(4)

kualitas kehidupan bekerja merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan.


(5)

KATA PENGANTAR

Karya ini merupakan skripsi yang diajukan penulis untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Karya ini merupakan karya penelitian yang pertama kali dilakukan secara individual oleh penulis, sehingga penulis mohon maaf bila terdapat kesalahan-kesalahan dalam penulisan karya ini.

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan baik fisik serta nonfisik kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi Psikologi Industri Organisasi yang berjudul “Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Motivasi Berprestasi pada Karyawan PT Citra Tubindo Batam”. Penulis juga bersyukur kepada Allah SWT berkat rahmat, hidayah dan AnugerahNya kepada kedua orangtua penulis yang telah memberikan dukungan moral, material, sosial dan dukungan-dukungan lainnya yang mampu membangkitkan penulis untuk tetap semangat dan tersenyum untuk menghadapi hari-hari penulis.

Perlu usaha yang keras, ketekunan, ketelitian dan kesabaran untuk menyelesaikan karya ini. Bagi peneliti karya ini merupakan proses pembelajaran yang luar biasa. Peneliti menyadari karya ini tidak akan selesai tanpa pihak-pihak lain di sekitar peneliti yang telah mendukung dan membantu penyelesaian skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. DR. Irmawati, M.Si, psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.


(6)

2. Ibu Dra. Gustiarti Leila, M.Psi, Psikolog selaku ketua departemen Psikologi Industri Organisasi dan selaku dosen pembimbing saya dalam penelitian ini. Saya berterimakasih atas waktu, arahan, bimbingan, saran dan umpan balik yang diberikan kepada saya dalam menyelesaikan skirpsi ini dengan penuh kesabaran, senyuman dan ketelitian dalam membimbing saya. Terima kasih juga telah meminjamkan buku kepada saya yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Lili Garliah, M.Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing akademik penulis. Terima kasih atas bimbingan dan arahan yang diberikan kepada saya.

4. Bapak Eka Danta, Bapak Zulkarnaen, Ibu Etty Rahmawati. Terima kasih atas bantuan bimbingan skripsinya, meskipun dalam jumlah waktu yang singkat dalam berdiskusi masalah metode penelitian namun sangat berguna sebagai umpan balik dalam perbaikan skripsi ini.

5. Seluruh dosen di departemen Industri Organisasi. Terima kasih atas pengetahuan-pengetahuan yang telah diberikan baik dimasa proses penyelesaian skripsi ini, di bangku kuliah ataupun pengetahuan tak terduga sekalipun.

6. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas pembekalan dan pendalaman ilmu Psikologi yang telah diberikan kepada saya.

7. Bapak Iskandar dan Bapak Aswan dan seluruh pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang telah mengurus administrasi pendidikan yang dibutuhkan setiap mahasiswa.


(7)

8. Bapak Ludi Dermawan selaku HRD Manager PT Citra Tubindo Batam yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis, yang telah bersedia memberikan waktunya untuk bertukar pikiran dan memberikan masukan kepada saya serta berbagai pengetahuan-pengetahuan yang bapak berikan kepada saya. Hal itu akan bermanfaat bagi saya untuk saat ini dan kedepannya. Terima kasih juga atas canda tawa, motivasi, semangat dan doanya yang telah mendoakan saya supaya saya harus sukses.

9. Bapak M.Syafril di PT. Citra Tubindo yang memberikan semangat dan motivasi kepada saya, dan memberikan pena sebagai kenangan kepada saya, saat-saat terakhir ketika dipindahkan ke yard. Terima kasih atas canda tawanya yang membuat saya semangat di kota perantauan selama tiga bulan. Terima kasih juga atas pengetahuan-pengetahuan kerja yang bapak berikan kepada saya sehingga saya mampu melakukan hal yang belum pernah saya lakukan sebelumnya.

10.Ibu Devi Nova Sari, Ibu Fitri, Ibu Ramlah, Kak Yanti, Mbak Rita, Pak Ayon, Pak Ari dan Pak Budi, Pak Ivan, Pak Bentra, Pak Syarifudin, Pak Jhon Efendi di PT Citra Tubindo yang telah memberikan masukan, motivasi, dan dukungan-dukungan kepada saya untuk tetap semangat menyelesaikan penelitian ini.

11.Bapak Budi Purnomo yang telah memberikan waktu dan kesempatan untuk bertukar pikiran dan masukan kepada saya untuk proses penyelesaian penelitian ini. Terima kasih juga untuk feedback terhadap penelitian saya dan sangat berguna untuk memperbaiki kesalahan saya sebelumnya.


(8)

12.Ibu Riah br Surbakti dan Bapak Akler Sirait sebagai orangtua saya yang selalu memberikan dukungan-dukungan kepada saya, semoga saya bisa membahagiakan kalian dengan memberikan kesuksesan saya sebagai hadiah utama.

13.Bapak Koster Sirait dan Ibu Rimawati Butar-Butar sebagai orangtua saya juga. Terima kasih Uda, Inang Uda dan adik-adikku di Batam yang telah berbaik hati kepada saya selama saya magang di Batam.

14.Abang Hendra Gunawan Sirait, Adik Anita Shendi Sirait, Adik Thomas Matulesi Sirait dan adik kecilku si cantik Jersi Riani Sirait yang telah membangun cerita kisah kehidupan bersama yang penuh warna, canda tawa dan kebersamaan.

15.Abang Event Fearless Imanta Ginting, yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada saya, dan menjadi pembimbing kedua saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga atas kebersamaan kita yang memberikan warna hari-hari meskipun warna itu tidak bisa dilihat mata, namun dapat dirasakan bersama.

16.Sahabat-sahabat penulis Eky Juliany F. Lubis, Indah Permata Sari Nasution, dan Ayu Wardani di Fakultas Psikologi. Terima kasih atas kebersamaan kita yang selalu penuh canda tawa, suka duka, motivasi dan semangat-semangat kita bersama yang saling menginspiratif dan berbagi.

17.Dea, Inggrid, Ade Maya, Mutiara Grace, Kak Anggi Amelia, Kak Febri Widya dan teman-teman saya yang lainnya di departemen PIO. Terima kasih


(9)

telah berbagi bersama, berbagi jurnal, bertukar pikiran, dan berjuang bersama-sama, semoga skripsinya lancar dan tetap semangat.

18.Teman-teman angkatan 2006, Ayu, Eky, Indah, Mutek, Imels, Monce, Helva, Wira, Dinar, dan teman-teman lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Semoga tetap semangat kawan.

19.Seluruh senior dan junior di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Tanpa bantuan mereka semua mungkin skripsi ini tidak akan pernah selesai dan semoga pengorbanan dan partisipasi yang diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, semua itu adalah kesalahan dan kekhilafan dari penulis. Semoga, skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, Amin.

Medan, Desember 2010


(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR SAMPUL DEPAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 13

A. Motivasi Berprestasi ... 13

1. Definisi Motivasi Berprestasi ... 13

2. Ciri Motivasi Berprestasi ... 14

3. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi ... 16

B. Kualitas Kehidupan Bekerja ... 19


(11)

2. Aspek-Aspek Kualitas Kehidupan Bekerja ... 20

3. Prinsip Kualitas Kehidupan Bekerja ... 22

4. Bentuk-Bentuk Kualitas Kehidupan Bekerja ... 23

5. Dampak Kualitas Kehidupan Bekerja ... 25

C. Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Motivasi Berprestasi ... 25

D. Hipotesa ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 39

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 40

1. Morivasi Berprestasi ... 40

2. Kualitas Kehidupan Bekerja... 41

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 41

1. Populasi dan Sampel ... 41

2. Teknik Pengambilan Sampel ... 42

D. Metode Pengumpulan Data ... 43

1. Alat Ukur ... 43

a. Skala Motivasi Berprestasi ... 44

b. Skala Kualitas Kehidupan Bekerja ... 46

E. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 49

a. Uji Validitas ... 49


(12)

c. Uji Reliabilitas ... 50

F. Hasil Uji Coba Penelitian ... 51

1. Hasil Uji Coba Skala Motivasi Berprestasi ... 51

2. Hasil Uji Coba Skala Kualitas Kehidupan Bekerja ... 53

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 56

1. Tahap Persiapan ... 56

2. Tahap Pelaksanaan ... 58

3. Tahap Pengolahan Data ... 58

H. Metode Analisa Data ... 59

1. Uji Asumsi Klasik ... 59

Uji Normalitas ... 59

Uji Linieritas ... 60

Uji Multikolinearitas ... 60

Uji Autokorelasi ... 60

Uji Heterokedastisitas ... 61

2.Analisis Regresi Linear Berganda ... 61

BAB IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisa Data ... 64

1.Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 64

a. Jenis Kelamin ... 64

b. Usia ... 65


(13)

d. Lama Bekerja ... 66

B. Hasil Penelitian ... 67

1. Uji Asumsi Klasik ... 67

a. Uji Normalitas ... 67

b. Uji Linieritas ... 68

c. Uji Multikolinearitas ... 69

d. Uji Autokorelasi ... 71

e. Uji Heterokedastisitas ... 71

2. Analisis Regresi Linear Berganda ... 72

3. Kategorisasi Skor Penelitian ... 78

1. Kategorisasi Skor Skala Motivasi Berprestasi ... 78

2. Kategorisasi Skor Skala Kualitas Kehidupan Bekerja ... 79

C. Pembahasan Penelitian ... 81

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 89


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Blue Print Skala Motivasi Berprestasi 45

Tabel 2 Blue Print Skala Kualitas Kehidupan Bekerja 48

Tabel 3 Distribusi aitem-aitem skala motivasi berprestasi 52 setelah uji coba

Tabel 4 Distribusi aitem-aitem skala motivasi berprestasi 53 setelah uji coba untuk penelitian

Tabel 5 Distribusi aitem-aitem skala kualitas kehidupan 54 bekerja setelah uji coba

Tabel 6 Distribusi aitem-aitem skala kualitas kehidupan 55 bekerja untuk penelitian

Table 7 Penyebaran subjek berdasarkan jenis kelamin 64

Tabel 8 Penyebaran subjek berdasarkan usia 65

Tabel 9 Penyebaran subjek berdasarkan pendidikan terakhir 66

Tabel 10 Penyebaran subjek berdasarkan lama bekerja 66

Tabel 11 Hasil Uji Normalitas 68

Tabel 12 Hasil Uji Multikolinearitas 70

Tabel 13 Hasil Uji Autokorelasi 71

Tabel 14 Hasil Uji F 73

Tabel 15 Koefisien Determinasi Kualitas Kehidupan Bekerja 73


(15)

Tabel 17 Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik 78

Tabel 18 Kategorisasi data pada variabel motivasi berprestasi 79

Tabel 19 Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik 80

Tabel 20 Kategorisasi data pada variabel kualitas kehidupan 80 bekerja

Tabel 21 Matriks hubungan variabel motivasi berprestasi pada 81 karyawan dan kualitas kehidupan bekerja


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Normal P-P PlotLinearitas Hubungan Kualitas 69 Kehidupan Bekerja dengan Motivasi Berprestasi

Gambar 2 Scatter Plot Hubungan Kualitas Kehidupan 72 Bekerja dengan Motivasi Berprestasi


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A

1. Reliabilitas dan Daya Beda Aitem Skala Motivasi Berprestasi

2. Reliabilitas dan Daya Beda Aitem Skala Kualitas Kehidupan Bekerja Lampiran B

1. Data Mentah Subjek Penelitian pada Skala Motivasi Berprestasi

2. Data Mentah Subjek Penelitian pada Skala Kualitas Kehidupan Bekerja 3. Data Subjek Penelitian dan Kategorisasi Subjek Penelitian

Lampiran C

1. Uji Normalitas Sebaran 2. Uji Linearitas Hubungan 3. Uji Multikolinearitas 4. Uji Autokorelasi 5. Uji Heterokedastisitas 6. Uji Hipotesa Penelitian Lampiran D

1. Contoh Aitem Skala Motivasi Berprestasi

2. Contoh Aitem Skala Persepsi Terhadap Kualitas Kehidupan Bekerja 3. Surat Keterangan Bukti Penelitian


(18)

ABSTRAK

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Desember 2010

Yasra Hayati Sirait : 061301019

Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Motivasi Berprestasi pada Karyawan

xvii + 93 halaman + 21 tabel + 2 grafik + 4 lampiran Bilbiografi 49 (1967 - 2010)

Penelitian ini merupakan penelitian regresi linear berganda, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan motivasi berprestasi pada karyawan. Motivasi berprestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang, yang mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal dan menggungguli standard. Motivasi berprestasi ini dapat dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik seperti hubungan pimpinan dengan bawahan, hubungan antar rekan sekerja, sistem pembinaan dan pelatihan, sistem kesejahteraan, lingkungan fisik tempat kerja, administrasi dan kebijakan perusahaan. Hal ini dapat diberikan perusahaan dengan menciptakan kualitas kehidupan bekerja. Peningkatan kualitas kehidupan bekerja di perusahaan berkontribusi dalam mencari karyawan yang berkualitas, menciptakan lingkungan kerja yang mampu memotivasi karyawannya dalam bekerja, dan mempertahankan kompetitif perusahaan.

Penelitian ini melibatkan 200 orang karyawan/ staff PT Citra Tubindo Batam sebagai subjek penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

purposive sampling. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dengan skala

Likert. Alat ukur yang digunakan adalah skala motivasi berprestasi yang disusun berdasarkan lima ciri-ciri individu dengan motivasi berprestasi tinggi yang dikemukakan oleh McClelland (1987) dengan rxy= 0.892 dan skala kualitas

kehidupan bekerja yang disusun berdasarkan delapan aspek yang dikemukakan oleh Walton (dalam Kossen, 1986) dengan rxy= 0.935. Data yang diperoleh

dianalisis dengan uji asumsi klasik dan regresi linear berganda.

Hasil uji asumsi klasik menunjukkan bahwa penelitian berdistribusi normal, memiliki hubungan linear, bebas dari autokorelasi (DW=1.915), bersifat homokedastisitas dan bebas dari multikolinearitas (VIF < 10). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas kehidupan bekerja merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi (F=10.206, p=0.000). Penelitian juga menemukan bahwa aspek kondisi lingkungan kerja, kesempatan pengembangan dan menggunakan kapasitas menusia, peluang pertumbuhan dan mendapatkan jaminan, pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan dan tanggung jawab sosial organisasi merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi. Tanggung jawab sosial organisasi merupakan prediktor positif yang dominan terhadap motivasi berprestasi (B=0.964). Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa


(19)

kualitas kehidupan bekerja merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

PT. Citra Tubindo Tbk merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam penyediaan fasilitas untuk industri minyak yang mencakup jasa penguliran pipa dan pembuatan asesorisnya, serta pemrosesan pemanasan pipa baja tanpa kampuh (seemless). Misi perusahaan adalah memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan dengan hasil produksi yang prima dan mampu bersaing dan visi perusahaan adalah menjadikan perusahaan berkelas dunia, terdaftar di bursa saham regional, dan mengekspor lebih dari 50% kapasitas produksinya keseluruh dunia. Dengan demikian perusahaan harus bersaing dalam menghadapi persaingan global untuk mencapai profitabilitas dan mampu berdaya saing dengan perusahaan-perusahaan sejenis lainnya. Karyawan sebagai sumber daya manusia di perusahaan memiliki peran penting sebagai roda penggerak perusahaan. Oleh karena itu dibutuhkan karyawan yang memiliki prestasi kerja yang tinggi sehingga dapat menunjang produktivitas perusahaan dan menuju persaingan global. Namun untuk menghadapi persaingan global tersebut, perusahaan menghadapi berbagai masalah dan tantangan dalam perjalanan usahanya.

Salah satu sumber masalah yang dihadapi perusahaan berasal dari sumber daya manusia di perusahaan tersebut yang kurang optimal dalam bekerja sehingga menyebabkan produktivitas perusahaan menurun dan tidak mencapai target. Kecenderungan penurunan produktivitas perusahaan salah satunya diakibatkan


(21)

oleh perilaku kerja para pekerjanya yang kurang disiplin, yang ditunjukan oleh perilaku karyawan yang sering bolos, tertidur saat jam kerja sedang aktif, atau pulang lebih awal dari jam kerja. Perilaku malas pada karyawan ini muncul dari ketidakpuasan karyawan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan.

Herzberg (1959) mengatakan bahwa ciri perilaku pekerja yang puas adalah mereka mempunyai motivasi untuk berkerja yang tinggi dan lebih senang dalam melakukan pekerjaannya, sedangkan ciri pekerja yang kurang puas adalah mereka yang malas berangkat ke tempat bekerja, malas dengan pekerjaan dan tidak puas. Sebuah survey yang dilakukan oleh Human Capital (2005) menemukan beberapa faktor yang membuat karyawan merasa puas dengan pekerjaannya, yang selanjutnya dapat mempengaruhi motivasi karyawan. Faktor tersebut adalah: faktor peluang karir yang lebih baik (44%), paket kompensasi yang lebih baik (40%), prospek sukses perusahaan yang lebih baik di masa depan (25%), menyediakan peluang pelatihan dan pengembangan diri yang lebih baik (23%), dan memberikan peluang lebih baik untuk menggunakan keahlian (23%).

Ketidakpuasan terhadap pemenuhan kebutuhan karyawan mempengaruhi kualitas hidup karyawan, namun kebutuhan setiap orang berbeda sehingga motivasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut juga berbeda-beda (Ronen, 1981). Dalam dunia industri, hal ini dapat berpengaruh terhadap motivasi karyawan yang selanjutnya akan berdampak pada performa kerja dan pencapaian target pekerjaan.

Salah satu kebutuhan karyawan yang berhubungan dengan pencapaian target pekerjaan menurut McClelland adalah kebutuhan berprestasi, yang merupakan aspek inheren pada manusia untuk menyelesaikan target, mencapai


(22)

tujuan, dan bersaing dengan orang lain dan mengungguli standar. Salah satu faktor yang menentukan dalam peningkatan prestasi kerja dan produktivitas karyawan adalah motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi merupakan suatu kebutuhan untuk memberikan prestasi yang mengungguli standar. Pada dasarnya motivasi berprestasi adalah suatu dorongan untuk bekerja lebih baik dalam melaksanakan tujuan organisasi guna mencapai tujuan dan hasil yang optimal (McClelland, 1987).

Individu yang dimotivasi dengan motif ini akan cenderung aktif, pekerja keras, menetapkan tujuan yang tinggi, menyukai tugas yang menantang, merasa senang bila berhasil mengerjakan tugas sulit dan melihat kepada kualitas. Individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi akan mengerjakan sesuatu secara optimal karena mengharapkan hasil yang lebih baik dari standard yang ada (Fortune, Lee, & Cavagos, 2005). Adanya motivasi berprestasi membuat seseorang mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menjalankan semua kegiatan yang sudah menjadi tugas dan tanggung jawabnya untuk mencapai target-target tertentu yang harus dicapainya (McCelland, 1987).

Karyawan yang malas dan tidak disiplin ini menunjukkan motivasi yang rendah sehingga menyebabkan ketidakpuasan karyawan, prestasi kerja menurun dan produktivitas rendah pada organisasi. Rosa (2009) menemukan bahwa karyawan yang memiliki disiplin waktu dan disiplin sikap yang rendah memiliki prestasi yang rendah pula. Hal ini menunjukkan karyawan yang kurang bertanggung jawab terhadap pekerjaannya, memiliki ketahanan kerja yang rendah, memiliki tindakan yang tidak terarah pada tujuan, melaksanakan pekerjaan tanpa


(23)

rencana dan tujuan yang realistis dan bersikap ragu-ragu dan tidak percaya diri dalam mengambil keputusan. Karyawan seperti ini menunjukkan orang-orang yang tidak memiliki motivasi berprestasi yang tinggi.

Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan berusaha untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dan lebih efisien dibandingkan hasil sebelumnya. McClelland (1987) mengatakan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi berbeda dalam keinginan yang kuat dalam melakukan hal-hal yang lebih baik. McClelland menyebutkan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi meliputi ketertarikan terhadap tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang, bertanggung jawab secara personal atas performa kerja, menyukai umpan balik, inovatif dan memiliki ketahanan kerja yang lebih tinggi sehingga seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi pada umumnya lebih berhasil dalam menjalankan tugas dibandingkan dengan mereka yang memiliki motif berprestasi yang rendah. Sementara karyawan merupakan roda penggerak perusahaan dalam mencapai kesuksesan organisasi.

Kesuksesan organisasi dapat ditentukan oleh produktivitas dan prestasi karyawan. Apabila karyawan memiliki produktivitas dan motivasi yang tinggi, maka laju roda pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan (Muttaqien, 2006). Penelitian Iyer & Kamalanabhan (2006) terhadap ilmuan penelitian menemukan bahwa kesuksesan ilmuan sebagian tergantung pada tingkat motivasi berprestasi. Andrews (2007) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa motif berprestasi


(24)

yang tinggi terhadap pekerjaan dapat disertai oleh prestasi kerja yang tinggi dalam organisasi. Artinya dalam organisasi, karyawan harus mempersepsikan bahwa pekerjaan sebagai suatu kegiatan untuk mencapai prestasi kerja dengan melakukan sesuatu dengan lebih baik. Motivasi berprestasi pada karyawan akan berpengaruh terhadap perkembangan organisasi dan perusahaan. Motivasi berprestasi yang rendah akan menjadi masalah bagi organisasi karena dapat menghambat perkembangan organisasi dan perusahaan.

Masalah rendahnya motivasi berprestasi pada karyawan dapat disebabkan oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik merupakan faktor dari dalam individu yaitu persepsi individu tentang kemungkinan sukses yang dicapai, keyakinan terhadap kemampuannya mencapai sukses, tingkat pentingnya tujuan bagi individu, serta faktor lainnya seperti jenis kelamin, usia dan kepribadian dan pengalaman kerja (McClelland, 1987). Perilaku rendahnya motivasi dapat disebabkan oleh faktor intrinsik seperti adanya perasaan tidak sanggup dan tidak penting terhadap tujuan, bosan dan jenuh terhadap pekerjaan karena tidak adanya variasi pekerjaan, monoton, dan ketidaksesuaian pekerjaan yang diterima (Kondalkar, 2009).

Selain faktor dari dalam diri individu, terdapat pula faktor yang berasal dari luar individu yang mempengaruhi motivasi berprestasi yaitu faktor ekstrinsik. Beberapa faktor ekstrinsik yang dapat menyebabkan rendahnya motivasi berprestasi pada karyawan adalah beban kerja yang relatif berat, kondisi lingkungan kerja yang kurang mendukung, sistem imbalan yang kurang memadai, konflik horizontal atau vertikal yang dihadapi karyawan di dalam perusahaan,


(25)

kesewenangan atasan dan kebijakan perusahaan yang tidak tepat (Kondalkar, 2009). Hal ini dapat mempengaruhi perilaku negatif pada karyawan seperti aksi protes dan demo, mogok kerja dan pengundurun diri (Anton, 2009). Faktor ekstrinsik merupakan hal-hal yang berasal dari organisasi dan perusahaan yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi pada karyawan seperti status kerja, administrasi dan kebijakan perusahaan, gaji, kondisi kerja, dan relasi interpersonal (McClelland, 1987).

Karyawan akan melakukan pekerjaan dengan lebih baik bila tersedia motivasi ekstrinsik. Penelitian menemukan bahwa motivasi berprestasi tinggi memiliki performa yang kurang baik ketika tidak ada insentif dari pekerjaan sebagai motivasi ekstrinsik (dalam McClelland, 1987). Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi tidak selalu dapat melakukan sesuatu dengan lebih baik bila tidak dihadirkan motivasi ekstrinsik. Oleh karena itu, perusahaan harus memahami pentingnya motivasi ekstrinsik bagi karyawan dalam memenuhi kebutuhan berprestasi karyawan. Motivasi ekstrinsik merupakan sesuatu yang diberikan oleh perusahaan untuk meningkatkan kontribusi karyawan. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan kualitas kehidupan bekerja yang mendorong karyawan memaksimalkan kontribusinya pada pencapaian prestasi yang optimal.

Kualitas kehidupan bekerja merupakan persepsi pekerja terhadap suasana dan pengalaman karyawan di tempat kerja mereka (dalam Kossen, 1986). Selanjutnya Stewart (1992 ) menambahkan bahwa kualitas kehidupan bekerja menyangkut persepsi karyawan bahwa mereka ingin merasa aman, secara relatif merasa puas dan memperoleh kesempatan pertumbuhan. Kualitas kehidupan kerja


(26)

merupakan suatu cara untuk mempertahankan karyawan yang bertanggung jawab dan dapat dipercaya serta mampu memberikan kontribusi yang optimal yang merupakan sumber penting dalam organisasi dengan meningkatkan martabat dan menghargai karyawan.

Walton (dalam Kossen, 1986) mengemukakan delapan kategori utama kualitas kehidupan bekerja yang meliputi kompensasi yang memadai dan adil, kondisi kerja yang aman dan sehat, kesempatan menggunakan dan mengembangkan kapasitas manusia, kesempatan untuk pertumbuhan dan jaminan yang berkesinambungan, integrasi sosial dalam organisasi, hak-hak karyawan, pekerjaan dan ruang kerja keseluruhan dan tanggung jawab sosial organisasi. Iklim organisasi yang ditandai dengan kehangatan, keramahan dan hadiah yang adil akan meningkatkan performa kerja, meningkatkan motivasi dan kepuasan karyawan (Rose, Beh & Uli, 2006).

Sirgi, Efraty, Siegel dan Lee (2001) menemukan bahwa kepuasan karyawan secara langsung berhubungan dengan persepsi karyawan terhadap aspek lingkungan kerja, persyaratan kerja, perilaku supervisor dan program-progam yang diberi perusahaan untuk mencapai kebutuhan karyawan. Martel & Dupuis (2004) menemukan bahwa kualitas performa kerja karyawan dipengaruhi oleh kualitas hidup karyawan dan kualitas kehidupan kerja yang diterima karyawan. Penelitian Rose, et. al (2006) menemukan bahwa responden puas dengan prestasi mereka karena adanya progres karir. Chalofsky (2008) menemukan bahwa kebijakan dan program-program perusahaan memotivasi karyawan untuk komitmen dengan perusahaan. Selanjutnya dia mengatakan bahwa bila


(27)

perusahaan memperlakukan karyawan secara berbeda sesuai dengan yang dibuat karyawan terhadap perusahaan maka karyawan akan melakukan sesuatu yang berbeda pula terhadap perusahaan.

Efektifitas organisasi dalam meningkatkan kualitas kehidupan kerja dapat meningkatkan motivasi individu. Motivasi berprestasi karyawan di suatu perusahaan akan memberikan dampak positif, baik bagi diri individu maupun pihak perusahaan. Sikap positif yang ditunjukkan karyawan terhadap perusahaan, merupakan cerminan motivasi berprestasi pada diri karyawan tinggi. Prestasi kerja yang tinggi dari setiap karyawan merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan. Semakin banyak karyawan yang berprestasi kerja yang tinggi, maka kinerja atau produktivitas perusahaan secara keseluruhan akan meningkat dan perusahaan dapat bertahan dalam persaingan bisnisnya. Oleh karena itu, pihak manajemen harus memperhatikan aspek suasana kerja dan umpan balik yang memungkinkan karyawan mampu meningkatkan kemampuan dalam mencapai tujuan tugas yang memuaskan. Dengan demikian tujuan individu dan tujuan organisasi dapat dicapai bersamaan. Dari uraian diatas, penulis ingin meneliti tentang hubungan kualitas kehidupan kerja dengan motivasi berprestasi pada karyawan.

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah kualitas kehidupan bekerja merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan?


(28)

2. Apakah kompensasi yang adil dan memadai merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan?

3. Apakah kondisi kerja yang aman dan sehat merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan?

4. Apakah kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan?

5. Apakah peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan berkesinambungan merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan?

6. Apakah integrasi sosial dalam organisasi pekerjaan merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan?

7. Apakah pemenuhan hak-hak karyawan merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan?

8. Apakah pekerja dan ruang lingkup secara keseluruhan merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan?

9. Apakah tanggung jawab sosial organisasi merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kualitas kehidupan bekerja dan aspek-aspek kualitas kehidupan bekerja merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan.


(29)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat:

a. Menjadi masukan untuk penelitian lainnya yang berhubungan dengan kualitas kehidupan kerja dan motivasi berprestasi.

b. Menjadi bahan bacaan untuk menambah wawasan tentang kehidupan karyawan di organisasi.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat:

a. Dengan mengembangkan kualitas kehidupan bekerja yang baik maka mampu mempertahankan karyawan berkualitas yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi serta mampu menarik karyawan dari luar yang memiliki motivasi berprestasi tinggi.

b. Memberikan informasi kepada perusahaan tentang pentingnya kualitas kehidupan bekerja pada karyawan dalam mempertahankan karyawan yang bertanggung jawab terhadap tugas.

c. Membantu perusahaan untuk memahami pentingnya motivasi pada karyawan dengan memberikan kualitas kehidupan bekerja sehingga perusahaan dapat memiliki kualitas kerja dan kualitas pekerja yang baik untuk menunjang profitabilitas organisasi di era kompetisi global.

E. Sistematika Penulisan


(30)

Bab I : Pendahuluan

Bab ini akan menyajikan uraian singkat mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini menyajikan tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Adapun teori-teori yang dimuat adalah definisi kualitas kehidupan bekerja, kriteria kualitas kehidupan bekerja, aspek kualitas kehidupan bekerja, definisi komitmen organisasi, dimensi komitmen organisasi, aspek komitmen organisasi dan Hipotesis penelitian.

Bab III : Metodologi Penelitian

Bab ini akan menjelaskan metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam hal ini adalah metode penelitian kuantitatif, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi, sampel, metode pengambilan sampel.

Bab IV: Analisa Data dan Pembahasan

Dalam analisa data akan dipaparkan mengenai hasil deskripsi data penelitian, uji hipotesa utama dan uji hipotesa tambahan dan menginterpretasikan data-data masukan atau data-data tambahan dari statistik, serta pembahasan mengenai hasil penelitian.


(31)

Dalam kesimpulan terdapat jawaban atas masalah yang diajukan. Kesimpulan dibuat berdasarkan analisa dan interpretasi data, dan saran dibuat dengan mepertimbangkan hasil penelitian yang diperoleh.


(32)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Motivasi Berprestasi

1. Definisi Motivasi Berprestasi

Motivasi berprestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang, yang mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal (Mc Clelland, 1987). Motivasi berprestasi merupakan suatu kebutuhan untuk memberikan prestasi yang mengungguli standar.

Individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi akan mengerjakan sesuatu secara optimal karena mengharapkan hasil yang lebih baik dari standard yang ada. Adanya motivasi berprestasi membuat seseorang mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menjalankan semua kegiatan yang sudah menjadi tugas dan tanggung jawabnya untuk mencapai target-target tertentu yang harus dicapainya pada setiap satuan waktu. Individu tersebut menyukai tugas-tugas yang menantang tanggung jawab secara pribadi dan terbuka untuk umpan balik guna memperbaiki prestasi inovatif-kreatifnya.

Schultz dan Sidney (1993) juga mendukung bahwa motivasi berprestasi sebagai suatu dorongan atau kebutuhan dalam diri individu untuk meraih hasil atau prestasi tertentu. Heckhausen (1967) menambahkan bahwa motivasi berprestasi sebagai usaha keras individu untuk meningkatkan atau


(33)

mempertahankan kecakapan diri setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar keunggulan sebagai pembanding. Standar keunggulan yang dimaksud adalah berupa prestasi orang lain atau prestasi sendiri yang pernah diraih sebelumnya.

2. Ciri Motivasi Berprestasi

Ada beberapa karakteristik dari individu yang memiliki motivasi berprestasi yang dijabarkan oleh McClelland (1987), yakni sebagai berikut:

a. Menyukai tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang

Rohwer (dalam Robbins, 2001) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan berusaha mencoba setiap tugas yang menantang tetapi mampu untuk diselesaikan, sedangkan orang yang tidak memiliki motivasi berprestasi tinggi akan enggan melakukannya. Robbins (2001) menambahkan bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi menyukai tugas-tugas yang menantang serta berani mengambil resiko yang diperhitungkan untuk mencapai suatu sasaran yang telah ditentukan. Oleh karena itu, mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menyukai tugas-tugas dengan taraf kesulitan sedang yang dianggap realistis sesuai dengan kemampuannya untuk melakukan tuntutan pekerjaan (McCelland, 1987).

b. Bertanggung jawab secara personal atas performa kerja

Individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi memilih untuk bertanggung jawab secara personal terhadap performanya. Mereka akan memperoleh kepuasan setelah melakukan sesuatu yang lebih baik dengan tanggung jawab personal terhadap tugas yang dilakukan. Mereka juga mempunyai


(34)

kecenderungan untuk menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas, dan selalu ingat akan tugas-tugasnya yang belum terselesaikan.

c. Menyukai umpan balik

Umpan balik merupakan aspek penting dalam proses motivasi karena dapat memberikan informasi kepada karyawan apakah hasil kerjanya telah berhasil mencapai hasil seperti yang diharapkan. Mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menganggap umpan balik sebagai hadiah karena mereka ingin mengetahui seberapa baik mereka mengerjakan tugas tersebut. Individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi mengharapkan umpan balik dan membandingkan hasil kerjanya dengan hasil kerja orang lain dengan suatu ukuran keunggulan yaitu perbandingan dengan prestasi orang lain atau standard tertentu. Individu tersebut senang mendapatkan umpan balik yang tepat, cepat dan jelas dari apa yang telah mereka kerjakan. Umpan balik menunjukkan seberapa baik mereka telah bekerja. Mereka selalu mengontrol hasil kerja mereka karena tidak suka mengambil risiko untuk gagal.

d. Inovatif

Mereka yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi juga selalu berupaya untuk lebih inovatif, menemukan cara baru yang lebih baik dan efisien untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Mereka didorong oleh motif efisiensi, dimana mereka memperhitungkan keefisienan ketika melakukan sesuatu dengan lebih baik. Mereka senang mencari informasi untuk menemukan cara menyelesaikan tugas dengan lebih baik dan menghindari cara kerja yang monoton dan rutin. Mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan mencari kesempatan yang


(35)

menantang mulai dari yang mampu mereka lakukan sampai pada sesuatu kesempatan yang sedikit lebih menantang. Ketika orang yang memiliki kebutuhan berprestasi meraih kesuksesan pada tugas dengan taraf kesulitan sedang, maka mereka akan terus meningkatkan level aspirasi mereka dengan cara yang realistis, sehingga dapat bergerak menuju tugas yang lebih sulit dan lebih menantang. e. Ketahanan

Mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki ketahanan kerja yang lebih tinggi dalam mengerjakan tugas dibanding dengan orang dengan motivasi berprestasi rendah. Individu tersebut umumnya mampu bertahan terhadap tekanan sosial yang ada. Orang dengan motivasi berprestasi tinggi percaya bahwa mereka dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat dan baik serta mampu mengerjakan pekerjaan yang serupa dengan hasil yang lebih baik di masa yang akan datang.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi

McClelland (1987) mengatakan bahwa motivasi berprestasi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

a. Faktor Intrinsik

Faktor intrinsik merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor-faktor intrinsik yang mempengaruhi motivasi berprestasi adalah:

1. Kemungkinan sukses yang dicapai, mengacu pada persepsi individu tentang kemungkinan sukses yang akan dicapai ketika melakukan tugas. Semakin tinggi persepsi individu tentang kemungkinan sukses yang dicapai maka individu tersebut akan semakin termotivasi untuk berprestasi. Atkinson


(36)

mengatakan bahwa persepsi individu terhadap kemungkinan sukses pada semua tipe tugas memiliki pengaruh penting terhadap performa.

2. Self-efficacy, mengacu pada keyakinan individu pada dirinya untuk mampu

mencapai sukses. Semakin tinggi tingkat keyakinan seseorang maka individu akan semakin termotivasi untuk berprestasi. Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi cenderung termotivasi untuk berprestasi. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi berpikir bahwa diri mereka mampu mengerjakan tugas. Hal ini menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki self-efficacy yang tinggi.

3. Value, mengacu pada pentingnya tujuan bagi individu. Individu yang

memiliki motivasi berprestasi tinggi akan mengerjakan tugas dengan kemungkinan sukses sedang, karena performa dalam beberapa situasi memberikan umpan balik yang terbaik untuk melakukan perbaikan. Sehingga dengan melakukan sesuatu lebih baik maka dapat memberikan pengaruh penting terhadap diri mereka. Individu yang menilai bahwa tujuan itu sangat penting maka individu tersebut akan semakin termotivasi untuk mencapainya karena nilai dapat mengaktifkan usaha individu untuk mencapai performa yang lebih baik.

4. Ketakutan terhadap kegagalan, mengacu pada perasaan individu tentang kegagalan yang akan membuat individu untuk semakin termotivasi sebagai upaya untuk mengatasi kegagalan.

5. Faktor lainnya yang mengacu pada perbedaan jenis kelamin, usia, kepribadian dan pengalaman kerja. McClelland menjelaskan bahwa jenis


(37)

kelamin dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang. Laki-laki memiliki motivasi berprestasi yang lebih tinggi karena laki-laki lebih dilatih untuk aktif, kompetitif, dan mandiri daripada perempuan karena perempuan lebih pasif, selalu bergantung pada orang lain dan kurang percaya diri. Usia juga dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang. Kualitas motivasi berprestasi mengalami perubahan sesuai dengan usia individu. Motivasi berprestasi individu tertinggi pada usia 20-30 tahun, dan mengalami penurunan setelah usia pertengahan. Selanjutnya Gage dan Berliner (1984) mengemukakan bahwa faktor kepribadian juga dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang. Individu yang menganggap keberhasilan adalah karena dirinya akan memiliki motivasi berprestasi yang berbeda pula dengan individu yang menganggap keberhasilan hanya karena sesuatu diluar dirinya atau karena keberuntungan saja. Individu yang mengalami kecemasan akan semakin termotivasi karena adanya perasaan takut terhadap kegagalan.

b. Faktor Ekstrinsik

Faktor ekstrinsik merupakan faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi sesorang yang bersumber dari luar diri individu tersebut. Atkinson mengatakan bahwa faktor ekstrinsik mengacu pada situasi dan adanya kesempatan. Faktor ekstrinsik ini dapat berupa hubungan pimpinan dengan bawahan, hubungan antar rekan sekerja, sistem pembinaan dan pelatihan, sistem kesejahteraan, lingkungan fisik tempat kerja (Andreani dalam Kadir, 2009), status kerja, administrasi dan kebijakan perusahaan (Herzberg dalam Siagian, 1995).


(38)

Zainuddin (2004) menegaskan bahwa status kerja, upah, keamanan kerja, kesempatan karir dan lain-lain akan memberikan andil terhadap munculnya motivasi berprestasi.

B. Kualitas Kehidupan Bekerja

1. Definisi Kualitas Kehidupan Bekerja

Walton (dalam Kossen, 1986) mengatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja adalah persepsi pekerja terhadap suasana dan pengalaman pekerja di tempat kerja mereka. Stewart (2007) menyatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja menyangkut persepsi karyawan bahwa mereka ingin merasa aman, secara relatif merasa puas dan memperoleh kesempatan pertumbuhan. Kualitas kehidupan bekerja merupakan filosofi manajemen yang bertujuan meningkatkan martabat karyawan, memperkenalkan perubahan budaya, memberikan kesempatan pertumbuhan dan pengembangan (Gibson, 2003). Menurut Lau dan May (1998) kualitas kehidupan bekerja didefinisikan sebagai strategi tempat kerja yang mendukung dan memelihara kepuasan karyawan dengan tujuan untuk meningkatkan kondisi kerja karyawan dan organisasi serta keuntungan untuk pemberi kerja.

Kualitas kehidupan bekerja merupakan pendekatan manajemen yang terus menerus diarahkan pada peningkatan kualitas kerja. Kualitas yang dimaksud adalah kemampuan menghasilkan barang dan jasa yang dipasarkan dan cara memberikan pelayanan yang terus menerus disesuaikan dengan kebutuhan konsumen, sehingga barang dan jasa yang dihasilkan mampu bersaing dan


(39)

berhasil merebut pasar. Program kualitas kehidupan bekerja pada dasarnya mencari cara untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan menciptakan pekerjaan yang lebih baik atau tercapainya kinerja yang tinggi (Gitosudarmo, 2000). Dengan demikian peran penting kualitas kehidupan bekerja adalah mengubah iklim kerja agar organisasi secara teknis dan manusiawi membawa kepada kualitas kerja yang lebih baik.

Berdasarkan definisi yang telah diuraikan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah persepsi pekerja mengenai kesejahteraan, suasana dan pengalaman pekerja di tempat kerja, yang mengacu kepada bagaimana efektifnya lingkungan pekerjaan memenuhi keperluan-keperluan pribadi pekerja.

2. Aspek-Aspek Kualitas Kehidupan Bekerja

Walton (dalam Kossen, 1986) mengatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja adalah persepsi pekerja terhadap suasana dan pengalaman pekerja di tempat kerja mereka. Suasana pekerjaan yang dimaksudkan adalah berdasarkan kepada delapan kriteria, yaitu:

a. Kompensasi yang mencukupi dan adil

Gaji yang diterima oleh individu dari kerjanya dapat memenuhi standar gaji yang diterima umum, cukup untuk membiayai suatu tingkat hidup yang layak dan mempunyai perbandingan yang sama dengan gaji yang diterima orang-orang lain dalam posisi yang sama.


(40)

b. Kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat

Individu tidak ditempatkan kepada keadaan yang dapat membahayakan fisik dan kesehatan mereka, waktu kerja mereka juga sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Begitu juga umur adalah sesuai dengan tugas yang dipertanggungjawabkan kepada mereka. Kondisi lingkungan kerja diupayakan relatif bebas dari resiko yang dapat membahayakan karyawan dari hal-hal yang menyebabkan cedera dan penyakit lainnya dimasa datang

c. Kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia Mengacu pada hubungan antara pekerjaan dengan harga diri karyawan, dimana memungkinkan karyawan untuk menggunakan dan mengembangkan keahlian dan pengetahuannya. Pekerja diberi autonomi, kerja yang mereka lakukan memerlukan berbagai kemahiran, mereka juga diberi tujuan dan perspektif yang diperlukan tentang tugas yang akan mereka lakukan. Pekerja juga diberikan kebebasan bertindak dalam menjalankan tugas yang diberikan dan diberikan kesempatan untuk terlibat dalam pembuatan keputusan yang terkait dengan pekerjaannya dan lingkungan kerjanya.

d. Peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan

Suatu pekerjaan dapat memberi sumbangan dalam menetapkan dan mengembangkan kapasitas individu. Kemahiran dan kapasitas individu itu dapat dikembangkan dan dipergunakan dengan sepenuhnya, selanjutnya peningkatan peluang kenaikan pangkat dan promosi dapat diperhatikan serta mendapatkan jaminan terhadap pendapatan.


(41)

Individu tidak dilayani dengan sikap curiga, mengutamakan konsep

egalitarianism, adanya mobilitas untuk bergerak ke atas, merasa bagian dari suatu tim, mendapat dukungan dari kelompok-kelompok primer dan terdapat rasa hubungan kemasyarakatan serta hubungan antara perseorangan.

f. Hak-hak karyawan.

Hak pribadi seorang individu harus dihormati, memberi dukungan kebebasan bersuara dan terwujudnya pelayanan yang adil.

g. Pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan

Kerja juga memberikan dampak positif dan negatif terhadap ruang kehidupan seseorang. Selain berperan di lingkungan kerja, individu juga mempunyai peranan di luar tempat kerja seperti sebagai seorang suami atau istri dan bapak atau ibu yang perlu mempunyai waktu untuk bersama keluarga.

h. Tanggung jawab sosial organisasi

Organisasi mempunyai tanggung jawab sosial. Organisasi haruslah mementingkan pengguna dan masyarakat secara keseluruhan semasa menjalankan aktivitasnya. Organisasi yang mengabaikan peranan dan tanggung jawab sosialnya akan menyebabkan pekerja tidak menghargai pekerjaan mereka.

3. Prinsip Kualitas Kehidupan Bekerja

Kualitas kehidupan bekerja dapat juga didefinisikan dengan beberapa prinsip kualitas kehidupan bekerja yang penting dalam meningkatkan dan mengoptimalkan kesejahteran dan martabat karyawan (Ronen, 1981). Prinsip tersebut meliputi:


(42)

a. security: bebas ketakutan dan kecemasan yang disebabkan faktor pekerjaan yang berkaitan dengan kesehatan, keamanan, pendapatan dan masa depan tenaga kerja,

b. equity: penerimaan kompensasi yang setaraf dengan kontribusi yang

diberikan karyawan terhadap pekerjaannya,

c. individuation: kondisi yang mengizinkan karyawan dalam mengembangkan

kemampuan unik karyawan, otonomi dan pembelajaran, dan

d. democracy: partisipasi karyawan dalam membuat keputusan yang berkaitan

dengan pekerjaannya dan lingkungan kerjanya.

4. Bentuk-Bentuk Kualitas Kehidupan Bekerja

Kualitas kehidupan bekerja mempengaruhi kualitas kehidupan karyawan. Kualitas kehidupan bekerja merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh managemen sumber daya manusia untuk memartabatkan karyawannya dalam lingkungan kerja (Ronen, 1981). Beberapa aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperbaiki kualitas kehidupan bekerja bagi karyawan adalah:

a. Participation

Partisipasi karyawan dalam proses membuat keputusan yang berkaitan dengan pekerjaannya dan lingkungan kerjanya dapat memperbaiki kualitas kehidupan bekerjanya. Partisipasi ini ada dua bentuk yaitu partisipasi horizontal yaitu interaksi karyawan dengan teman sekerja dan tim; dan partisipasi vertical yaitu keterlibatan dalam membuat keputusan dengan atasan. Kedua partisipasi ini dapat meningkatkan kualitas kehidupan bekerja karyawan. Tujuannya adalah untuk menyediakan lingkungan dimana karyawan memiliki kebebasan dan


(43)

otonomi dalam membuat pilihan yang berkaitan dengan lingkungan kerjanya dan menyesuaikan kepribadiannya dengan tuntutan kerja sebagaimana halnya dengan menyesuaikan pekerjaannya dengan diluar pekerjaannya.

b. Job redesign

Efektivitas dan efisiensi dalam penyelesesaian tugas dan proses kerja membutuhkan koordinasi yang tinggi dan kontrol yang kuat terhadap karyawan. Penelitian sebelumnya menemukan dampaknya terhadap lingkungan kerja seperti mempengaruhi motivasi karyawan, kepuasan kerja dan performa kerja yang berimplikasi negatif terhadap organisasi dan menurunkan kualitas kehidupan bekerja. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya menemukan bahwa mendesain ulang kerja dalam batasan produksi dapat meningkatkan kualitas kehidupan bekerja dan mempertahankan atau meningkatkan produktivitas. Tujuannya adalah untuk menyesuaikan karakteristik pribadi karyawan dengan karakteristik pekerjaan.

Salah satu bentuk job redesign adalah job enrichment, dimana dengan meningkatkan tanggung jawab karyawan baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengontrolan pekerjaan, dan dengan memberikan kesempatan untuk membuat keputusan tentang metode dan prosedur yang akan dilaksanakan, atau dengan memberikan kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan klien atau departemen lain, semuanya dapat meningkatkan kualitas kehidupan bekerja. Dimensi job enrichment mempengaruhi aspek psikologis individu yang kemudian menghasilkan konsekuensi pribadi dan pekerjaan seperti performa kepuasan, ketidakhadiran menurun serta meningkatkan motivasi internal karyawan.


(44)

c. Team building

Tim merupakan salah satu bentuk kelompok, dimana setiap anggota menganut kepribadian kelompok yang ditandai dengan cohesiveness, beliefs,

value and norm dan goal. Kerja tim dapat meningkatkan dan memaksimalkan

kerjasama anggota tim dan meningkatkan pembelajaran karyawan untuk mempelajari keahlian karyawan lain terutama cara efisien dalam meningkatkan produksi.

5. Dampak Kualitas Kehidupan Bekerja

Rhonen (1981) mengatakan bahwa pengukuran kualitas kehidupan bekerja akan berdampak pada:

a. meningkatkan sikap positif karyawan terhadap pekerjaannya dan terhadap perusahaan,

b. meningkatkan produktivitas dan motivasi intrinsik karyawan,

c. meningkatkan efektifitas perusahaan dan kompetitif perusahaan dalam menghadapi bisnis global.

C. Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Motivasi Berprestasi

Motivasi merupakan dorongan untuk memacu karyawan agar lebih aktif dalam melaksanakan pekerjaan guna mencapai tujuan dan hasil yang lebih baik. Salah satu jenis motivasi yang bertujuan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik menurut McClelland adalah motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja yang mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan menggerakkan semua


(45)

kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal (Mc Clelland, 1987).

McClelland (1987) mengatakan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi berbeda dalam keinginan yang kuat dalam melakukan hal-hal yang lebih baik. Karyawan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan mempunyai semangat, keinginan dan energi yang besar dalam diri individu untuk bekerja seoptimal mungkin. Mereka berorientasi pada pekerjaan, dan performa mereka dapat dinilai melalui prestasi kerja dan tujuan yang ditetapkan merupakan tujuan yang tidak terlalu sulit dicapai dan juga tujuan yang tidak terlalu mudah dicapai. Tujuan yang harus dicapai merupakan tujuan dengan derajat kesulitan menengah yang realistis untuk dicapai (Gardner & Shah, 2008).

McClelland (1987) menyebutkan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi meliputi ketertarikan terhadap tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang, bertanggung jawab secara personal atas performa kerja, menyukai umpan balik, inovatif dan memiliki ketahanan kerja yang lebih tinggi sehingga seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi pada umumnya lebih berhasil dalam menjalankan tugas dibandingkan dengan mereka yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah.

Motivasi berprestasi dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik bersumber dari dalam diri individu seperti persepsi individu tentang kemungkinan sukses yang akan dicapai, self-efficacy, nilai pentingnya suatu tujuan, ketakutan akan kegagalan, dan beberapa faktor lainnya seperti jenis kelamin, kepribadian, usia dan pengalaman kerja (McClelland, 1987).


(46)

Motivasi berprestasi akan timbul karena ada dorongan eksternal, yaitu sumber motivasi yang berasal dari luar individu yang dapat menggerakkan perilaku berprestasi yang disebut dengan motivasi ekstrinsik. Penelitian menemukan bahwa motivasi berprestasi tinggi memiliki performa yang kurang baik ketika tidak adanya insentif dari pekerjaan. Jadi individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi tidak selalu menunjukkan performa yang lebih baik dari pada individu yang memiliki motivasi berprestasi rendah. Motivasi ekstrinsik merupakan sesuatu yang diberikan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan karyawan sehingga mampu meningkatkan kontribusi karyawan. Oleh karena itu, perusahaan penting untuk memahaminya dengan memberikan kualitas kehidupan bekerja yang baik bagi setiap karyawan sehingga dapat mendorong karyawan memaksimalkan kontribusinya pada pencapaian prestasi yang optimal (McClelland, 1987).

Kualitas kehidupan bekerja pada dasarnya merupakan praktik manajemen yang bertujuan menciptakan budaya kerja yang mampu memotivasi setiap karyawan untuk dapat mengembangkan diri dan memberikan kontribusi optimal bagi pencapaian sasaran organisasi. Karyawan akan memberikan kontribusi yang lebih besar apabila mereka merasa memiliki kebebasan dalam menyampaikan ide dan merasa mampu menjalin hubungan timbal balik dengan perusahaan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Robbins (dalam Lau & May, 1998) bahwa kualitas kehidupan bekerja sebagai sebuah proses dimana organisasi merespon kebutuhan karyawan dengan mengembangkan mekanisme yang mengizinkan


(47)

mereka untuk berbagi dalam membuat keputusan dalam mendesain kehidupan kerja mereka.

Wentling & Thomas (2007) menemukan bahwa partisipan yang memiliki tingkat motivasi tinggi akan berusaha untuk mencapai sukses dan cenderung membuat perusahaan tempat mereka bekerja mencapai kesuksesan juga. Mereka merasa bahwa energi dan antusiasme yang mereka miliki berhubungan dengan tingkat motivasi tinggi, dimana akan mengarahkan kepada kerja keras. Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan lebih bersemangat dalam memperbaiki performanya ketika ada kesempatan dan lebih terpacu untuk mendapatkan posisi yang menuntut power dan tanggung jawab yang lebih besar (Iyer & Kamalanabhan, 2006).

Kualitas kehidupan bekerja merupakan suatu cara untuk mempertahankan karyawan yang bertanggung jawab dan dapat dipercaya serta mampu memberikan kontribusi yang optimal yang merupakan sumber penting dalam organisasi dengan meningkatkan martabat dan menghargai karyawan. Menurut Cuningham (dalam Rose, et. al 2006) hal-hal yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan bekerja individu adalah tugas, lingkungan fisik kerja, lingkungan sosial dalam organisasi, sistem administrasi dan hubungan antara kehidupan di dalam dan di luar pekerjaan.

Walton mengemukakan delapan kategori utama kualitas kehidupan bekerja yang meliputi kompensasi yang memadai dan adil, kondisi kerja yang aman dan sehat, kesempatan menggunakan dan mengembangkan kapasitas manusia, kesempatan untuk pertumbuhan dan jaminan yang berkesinambungan, integrasi


(48)

sosial dalam organisasi, hak-hak karyawan, pekerjaan dan ruang kerja keseluruhan dan tanggung jawab sosial organisasi (Kossen, 1986).

Kompensasi merupakan sistem imbalan yang diberikan organisasi yang dapat mempengaruhi berbagai tingkah laku karyawan seperti dapat meningkatkan prestasi kerja, mengurangi absensi dan mempertahankan karyawan yang ahli bahkan mampu menarik sejumlah tenaga kerja yang ahli dari luar. Sistem kompensasi ini harus mencerminkan keadilan dan memadai untuk memenuhi kebutuhan pekerja sesuai standar pekerja yang bersangkutan. Kompensasi yang adil adalah gaji yang diterima oleh individu dari kerjanya dapat memenuhi standar gaji yang diterima umum, mempunyai perbandingan yang sama dengan gaji yang diterima orang-orang lain dalam posisi yang sama. Sedangkan kompensasi yang layak adalah besarnya upah lebih banyak dikaitkan dengan standar hidup dan peraturan-peraturan ketenagakerjaan, seperti kebutuhan fisik minimum dan upah minimum regional.

Penelitian Hermawan terhadap pegawai Dinas Pendapatan Daerah tentang kompensasi menemukan bahwa kompensasi berhubungan positif dengan motivasi. Pemberian kompensasi seperti upah, benefit dan insentif memberikan beberapa pengaruh terhadap semangat kerja, produktivitas kerja (Hermawan, 2008), memperbaiki kualitas kehidupan bekerja, memperbaiki performa bisnis (Lau & May, 1998) dan meningkatkan motivasi karyawan (Noe, 2000).

Kondisi lingkungan fisik pekerjaan dan tata ruang tempat kerja juga mempengaruhi motivasi berprestasi pada karyawan. Kondisi lingkungan fisik pekerjaan harus ilmiah dan mencerminkan lingkungan fisik yang aman bagi


(49)

karyawan meskipun ketika melakukan suatu pergerakan fisik apapun. Peralatan kerja dan literatur harus tersedia dan mestinya tidak harus sama pada setiap karyawan.

Toynbee (dalam McClelland, 1987) mengatakan bahwa faktor-faktor lingkungan mempengaruhi kesuksesan. Wentling dan Thomas (2007) dalam penelitiannya menemukan bahwa partisipan yang menganggap perusahaan mereka memberikan lingkungan kerja yang suportif dan kolaboratif, yaitu suasana lingkungan kerja yang terbuka, komunikasi yang jujur, dan berbagi pengetahuan dan informasi di semua direksi akan meningkatkan motivasi berprestasi pada karyawan.

Organisasi adalah sebuah sistem sosial yang kompleks. Karyawan menginginkan sebuah kebebasan untuk bertindak dan mengerjakan pekerjaannya tanpa adanya tekanan psikologis. Komunikasi interpersonal harus dijaga dengan baik untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan kualitas hubungan dengan teman sejawat, dengan atasan dan dengan bawahan sehingga dapat tercipta suatu integrasi sosial yang baik dalam organisasi (Kondalkar, 2009).

Wentling dan Thomas (2007) dalam penelitiannya menemukan bahwa interaksi antar karyawan, yang didasarkan pada kejujuran, saling menghormati dan integritas akan meningkatkan kualitas hubungan dan integritas sosial organisasi. Salah satu faktor dalam mencapai organisasi yang efektif adalah proses komunikasi sehingga terjadi pertukaran informasi, gagasan, dan pengalaman. Komunikasi dapat memelihara motivasi dengan memberikan penjelasan kepada para karyawan tentang apa yang harus dilakukan, seberapa baik


(50)

mereka mengerjakannya dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja jika sedang berada di bawah standar sehingga dapat menjadi umpan balik bagi karyawan (Kondalkar, 2009).

Beberapa penelitian juga menemukan bahwa struktur sosial merupakan sumber motivasi berprestasi, paling tidak sebagai pelengkap yang mempengaruhi perilaku usahawan individu. Struktur sosial yang kompetitif diasosiasikan dengan tingkat motivasi berprestasi yang tinggi. Levine (dalam McClelland, 1987) menemukan bahwa peningkatan motivasi berprestasi ini disebabkan oleh sistem status mereka sebagai sebuah kelompok. Struktur sosial yang kompetitif dimana didalamnya dapat meningkatkan kepercayaan diri dan melibatkan aturan-aturan yang demokratis, akan meningkatkan dan mengarahkan kepada motivasi berprestasi yang tinggi.

Indvidu dengan motivasi berprestasi yang tinggi akan mengerahkan kemampuan dan keahlian yang dimiliki dan mengembangkan inovasi dan kreatifitas dalam bekerja (McClelland,1987). Kecakapan dan keahlian ini dapat dikembangkan oleh perusahaan dengan memberikan program pengembangan karyawan. Mathis (2001) mengatakan bahwa pengembangan karyawan adalah kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan kecakapan guna pertumbuhan berkesinambungan di dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang efektif.

Program pengembangan karyawan dapat dilakukan melalui pendidikan dan latihan, promosi, dan mutasi atau transfer. Pendidikan dan latihan, mutasi, dan promosi jabatan dapat menimbulkan kepuasan dan kebanggaan pribadi, status sosial yang semakin tinggi dan pengahasilan yang semakin besar; dapat


(51)

memotivasi karyawan untuk bekerja dan berprestasi, berdisiplin tinggi dan meningkatkan produktivitas kerjanya; memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengembangkan kreativitas dan inovasinya yang lebih baik sehingga dapat berpengaruh positif terhadap organisasi dan terhadap karyawan. Dengan semakin tinggi pendidikan karyawan akan semakin meningkat ketrampilan dan kecerdasaannya sehingga mereka lebih percaya diri dan semakin dapat mengendalikan diri, yang pada akhirnya akan dapat menyadarkan karyawan arti pentingnya melakukan suatu pekerjaan (Kondalkar, 2009).

Adanya kesempatan pertumbuhan dan pengembangan yang diberikan perusahaan akan memotivasi karyawan untuk mengembangkan diri dan karir mereka. Penelitian Unierzyski (2003) menemukan bahwa individu dengan tingkat motivasi berprestasi yang tinggi akan mendorong dirinya untuk mengembangkan olahraganya secara terus menerus. Pengembangan karir dan kemajuan karir diyakini dipengaruhi oleh karakteristik personal, namun bukti menemukan bahwa faktor lingkungan dan organisasi juga berperan penting terhadap proses pengembangan karir (Fowler, 1982). Adanya kesempatan yang lebih banyak untuk mengembangkan dan menggunakan pikiran dan keahlian-keahlian mereka akan lebih dapat membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi mereka demi meningkatkan harga diri dan martabat.

Kualitas kehidupan kerja memfokuskan pada dimensi manusiawi dalam dunia kerja. Alasan pentingnya kualitas kehidupan kerja pada karyawan adalah karena organisasi dapat memberikan sesuatu yang benar dengan menghargai nilai-nilai kemanusiaan dalam organisasi. Karyawan mengharapkan pekerjaannya


(52)

memberikan kenyamanan baik secara fisik maupun psikologis dan seharusnya memberikan sebuah penghargaan dari sisi ekonomi dan emosional (Lehrer, 1982). Organisasi seharusnya memastikan bahwa permintaan pekerjaan sesuai dengan kehidupan personal karyawan dan tanggung jawab pekerjaan. Pekerjaaan seharusnya tidak berbenturan dengan kehidupan pribadi karyawan. Transfer yang terlalu sering, keterlambatan jam kerja, dan perjalanan yang terlalu sering tidak direkomendasikan karena dapat melemahkan energi karyawan. Hal ini dapat mengganggu pola hidup dan produktivitas organisasi sehingga dapat menyebabkan stres kerja pada karyawan dan terjadi ketidakseimbangan lingkungan kerja (Kondalkar, 2009).

Kualitas kehidupan kerja seharusnya memberikan suatu ingatan yang menyenangkan tentang tempat kerjanya ketika karyawan pulang ke rumah (Kondalkar, 2009). Setiap pekerjaan harusnya menarik, menantang dan membuat perasaan bahagia pada karyawan. Pekerjaan mempengaruhi motivasi karyawan. Pekerjaan harus memberikan nilai intrinsik pada karyawan dimana karyawan harus bangga dengan komponen tertentu dari pekerjaannya yang dapat mengarahkan pada kepuasan kerja. Kualitas kehidupan kerja fokus terhadap derajat dimana karyawan mampu memuaskan kebutuhan personal yang penting yang dapat dipenuhi oleh organisasi. Pemenuhan kebutuhan ini tergantung pada tingkat kepuasan karyawan dan aspek kebutuhan yang berhubungan dengan domain kerja dapat mempengaruhi kualitas kehidupan kerja (Ronen, 1981).

Berbagai faktor kualitas kehidupan bekerja mempengaruhi semangat kerja karyawan. Penelitian Usman (2009) di Pertamina menemukan bahwa adanya


(53)

kesempatan pekerja mengembangkan keahliannya, sistem imbalan yang adil dan mencukupi kebutuhan dan lingkungan yang aman dan nyaman bagi karyawan mempengaruhi semangat kerja karyawan.

Havlovic, Straw & Heckscher, Scobel (dalam Lau & May, 1998) mengatakan bahwa beberapa karakteristik seperti variasi daripada tugas-tugas kerja, umpan balik daripada pekerjaan, adanya kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan keterampilan individu juga mepengaruhi kualitas kehidupan bekerja. Penelitian tentang kualitas kehidupan bekerja sebelumnya menyatakan bahwa bila managemen ingin mengembangkan kekohesifan dan loyalitas maka organisasi harus mengembangkan kebijakan yang mendukung dan jelas. Penelitian Delaney dan Huselid juga menemukan hubungan positif antara praktek managemen sumber daya manusia yang progresif, seperti pelatihan dan penyeleksian staf dengan performa organisasi dengan peningkatan kualitas kehidupan kerja.

Peningkatan kualitas kehidupan bekerja berdampak positif terhadap organisasi seperti pencapaian sasaran organisasi, memperbaiki kondisi kerja, meningkatkan efektivitas organisasi, berkontribusi dalam mencari karyawan yang berkualitas, menciptakan lingkungan kerja yang mampu memotivasi karyawannya dalam bekerja, dan mempertahankan kompetitif perusahaan (Lau & May, 1998). Selain itu juga berdampak positif terhadap karyawan dapat menimbulkan perasaan lebih positif terhadap diri sendiri, terhadap pekerjaan yang dilaksanakan (Winardi, 2001) meningkatkan komitmen, efisiensi produktivitas pekerja, dan keterlibatan dalam organisasi (Mullins, 1996), berkurangnya tingkat ketidakhadiran,


(54)

rendahnya turnover dan meningkatnya tingkat kepuasan kerja dan menurunkan tingkat perilaku negatif pekerja, dan meningkatkan prestasi karyawan (Havlovic, Cohen, Chang & Ledford, King & Ehrhard, dalam Lau & May, 1998).

Kualitas kehidupan kerja dan proses pemberdayaan karyawan dalam perusahaan sangat menentukan kesadaran dari individu karyawan untuk mengubah cara berfikir yang destruktif terhadap perannya dalam perusahaan. Sikap positif yang ditunjukkan karyawan terhadap perusahaan, merupakan cerminan motivasi berprestasi pada diri karyawan tinggi. Karyawan berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya. Karena harapan akan keadaan yang lebih memuaskan, maka pekerja akan melakukan usaha-usaha untuk mencapai tujuannya tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi memiliki kebutuhan untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya, selalu berkeinginan mencapai prestasi yang lebih tinggi. Motivasi berprestasi menjadi komponen yang sangat berperan dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas (McClelland, 1987).

Beberapa penelitian tentang kualitas kehidupan bekerja dan aspek-aspek kualitas kehidupan bekerja menunjukkan hubungan yang positif terhadap motivasi. Penelitian Usman (2009) di Pertamina menemukan bahwa adanya kesempatan pekerja mengembangkan keahliannya, sistem imbalan yang adil dan mencukupi kebutuhan dan lingkungan yang aman dan nyaman bagi karyawan mempengaruhi semangat kerja karyawan. Havlovic, Straw & Heckscher, Scobel (dalam Lau & May, 1998) mengatakan bahwa beberapa karakteristik seperti


(55)

variasi daripada tugas-tugas kerja, umpan balik daripada pekerjaan, adanya kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan keterampilan individu juga mepengaruhi kualitas kehidupan bekerja.

Penelitian tentang kualitas kehidupan bekerja sebelumnya menyatakan bahwa bila managemen ingin mengembangkan kekohesifan dan loyalitas maka organisasi harus mengembangkan kebijakan yang mendukung dan jelas. Penelitian Delaney dan Huselid juga menemukan hubungan positif antara praktek managemen sumber daya manusia yang progresif, seperti pelatihan dan penyeleksian staf dengan performa organisasi dengan peningkatan kualitas kehidupan kerja.

Peningkatan kualitas kehidupan bekerja berdampak positif terhadap organisasi seperti pencapaian sasaran organisasi, memperbaiki kondisi kerja, meningkatkan efektivitas organisasi, berkontribusi dalam mencari karyawan yang berkualitas, menciptakan lingkungan kerja yang mampu memotivasi karyawannya dalam bekerja, dan mempertahankan kompetitif perusahaan (Lau & May, 1998). Selain itu juga berdampak positif terhadap karyawan dapat menimbulkan perasaan lebih positif terhadap diri sendiri, terhadap pekerjaan yang dilaksanakan (Winardi, 2001) meningkatkan komitmen, efisiensi produktivitas pekerja, dan keterlibatan dalam organisasi (Mullins, 1996), berkurangnya tingkat ketidakhadiran, rendahnya turnover dan meningkatnya tingkat kepuasan kerja dan menurunkan tingkat perilaku negatif pekerja, dan meningkatkan prestasi karyawan (Havlovic, Cohen, Chang & Ledford, King & Ehrhard, dalam Lau & May, 1998).


(56)

Kualitas kehidupan kerja dan proses pemberdayaan karyawan dalam perusahaan sangat menentukan kesadaran dari individu karyawan untuk mengubah cara berfikir yang destruktif terhadap perannya dalam perusahaan. Sikap positif yang ditunjukkan karyawan terhadap perusahaan, merupakan cerminan motivasi berprestasi pada diri karyawan tinggi. Karyawan berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya. Karena harapan akan keadaan yang lebih memuaskan, maka pekerja akan melakukan usaha-usaha untuk mencapai tujuannya tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi memiliki kebutuhan untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya, selalu berkeinginan mencapai prestasi yang lebih tinggi. Motivasi berprestasi menjadi komponen yang sangat berperan dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas (McClelland, 1987).

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesa yang diajukan peneliti dalam penelitian ini adalah

1. Hipotesis mayor: Kualitas kehidupan bekerja merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan

2. Hipotesis minor:

a. Kompensasi yang adil dan memadai merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan


(57)

b. Kondisi kerja yang aman dan sehat merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan

c. Kesempatan pengembangan dan penggunaan kapasitas manusia merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan

d. Peluang pertumbuhan dan jaminan berkesinambungan merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan

e. Integrasi sosial di tempat kerja merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan

f. Pemenuhan hak-hak karyawan merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan

g. Pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan

h. Tanggung jawab sosial organisasi merupakan prediktor positif terhadap motivasi berprestasi pada karyawan


(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan unsur yang penting dalam penelitian ilmiah karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data, dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian (Hadi, 2000). Penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasional, yaitu menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain dan memperoleh informasi mengenai taraf hubungan yang terjadi (Azwar, 2004). Penelitian ini ingin melihat hubungan kualitas kehidupan bekerja dengan motivasi berprestasi pada karyawan dan melihat apakah aspek-aspek kualitas kehidupan bekerja merupakan prediktor positif bagi motivasi berprestasi pada karyawan.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini ada dua variabel yang akan diuji yakni masing-masing satu variabel bebas dan variabel tergantung. Variabel-variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel tergantung : Motivasi berprestasi


(59)

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional penelitian bertujuan agar pengukuran variabel-variabel penelitian lebih terarah sesuai dengan tujuan dan metode pengukuran yang dipersiapkan. Adapun definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Motivasi Berprestasi

Motivasi berprestasi adalah dorongan untuk memenuhi kebutuhan akan prestasi dan melakukan sesuatu dengan lebih baik, lebih efektif, lebih efisien, bertanggung jawab terhadap pekerjaan dan memiliki kecenderungan untuk meningkatkan performa untuk mencapai hasil yang optimal dari standard prestasi.

Motivasi berprestasi diukur dengan menggunakan skala psikologis yaitu skala motivasi berprestasi. Skala ini disusun berdasarkan ciri motivasi berprestasi yang dikemukakan oleh McClelland (1987) yang meliputi ketertarikan terhadap tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang, bertanggung jawab secara personal atas performa kerja, ketertarikan terhadap umpan balik, perilaku inovatif, serta ketahanan yang lebih tinggi dalam mengerjakan tugas. Total skor mengindikasikan tinggi rendahnya motivasi berprestasi. Semakin tinggi skor karyawan pada skala motivasi berprestasi, maka semakin tinggi tingkat motivasi berprestasi pada karyawan. Sebaliknya, semakin rendah skor karyawan pada skala motivasi, maka semakin rendah tingkat motivasi berprestasi pada karyawan dalam bekerja.


(60)

2. Kualitas Kehidupan Bekerja

Kualitas kehidupan bekerja adalah persepsi pekerja mengenai kesejahteraan, suasana dan pengalaman mereka di tempat kerja, yang mengacu kepada bagaimana efektifnya perusahaan dapat memenuhi keperluan-keperluan pribadi pekerja.

Kualitas kehidupan bekerja diukur dengan menggunakan skala psikologis. Skala ini disusun berdasarkan delapan kriteria kualitas kehidupan bekerja dari Walton (dalam Kossen, 1986), yaitu: kompensasi yang mencukupi dan adil, kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat, kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia, peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan, integrasi sosial dalam organisasi pekerjaan, hak-hak karyawan, pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan, dan tanggung jawab sosial organisasi. Semakin tinggi nilai skala kualitas kehidupan bekerja maka semakin tinggi kualitas kehidupan bekerja individu. Demikian sebaliknya, semakin rendah nilai skala kualitas kehidupan bekerja yang diperoleh maka semakin rendah kualitas kehidupan bekerja individu tersebut.

C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan penduduk atau individu yang dimaksudkan untuk diteliti. Populasi merupakan keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti (Sugiarto, 2003). Populasi dibatasi sebagai jumlah penduduk atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama.


(61)

Populasi adalah semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel hendak digeneralisasikan (Hadi, 2000).

Karakteristik atau ciri dari populasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Karyawan/ staff yang bekerja di PT. Citra Tubindo b. Level operator dan staff

c. Telah bekerja minimal selama satu tahun. Hal ini diasumsikan peneliti bahwa karyawan yang telah bekerja minimal selama satu tahun telah memahami aturan atau program yang dimiliki oleh perusahaan tempatnya bekerja.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian, atau yang dikenal dengan sampel. Sampel merupakan sebagian dari populasi yang ingin diteliti dimana ciri-ciri dan keberadaannya diharapkan mampu mewakili atau menggambarkan ciri-ciri dan keberadaan populasi yang sebenarnya (Sugiarto, 2003). Sampel adalah bagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000).

Sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel (Hadi, 2000). Penentuan sampel harus memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif atau benar-benar mewakili populasi. Jadi, sampling adalah cara untuk menentukan sampel dalam suatu


(62)

penelitian. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah nonprobability

sampling, yaitu teknik sampling yang tidak memberi peluang atau kesempatan

sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Pada penelitian ini penentuan sampling dilakukan dengan menggunakan teknik

purposive sampling, yaitu pemilihan kelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2000).

3. Jumlah Sampel Penelitian

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 200 orang.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah skala. Metode skala digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2000). Penelitian ini menggunakan penskalaan model Likert dengan model penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai sikap (Azwar, 2000).

Hadi (2000) menyatakan bahwa skala dapat digunakan dalam penelitian berdasarkan asumsi-asumsi berikut :

1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.

2. Hal-hal yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.


(63)

3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.

Pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu:

1. Skala Motivasi Berprestasi

Skala motivasi berprestasi karyawan disusun berdasarkan 5 ciri motivasi berprestasi yang dikemukakan oleh McClelland (1987) meliputi:

a. Ketertarikan pada tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang, yaitu kesukaan seseorang pada tugas yang tidak terlalu mudah ataupun terlalu sulit sehingga kemampuan dan tuntutan dari pekerjaan dapat disesuaikan. b. Bertanggung jawab secara personal atas performa kerja, yaitu

kecenderungan untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan hingga tuntas, dan selalu fokus pada peningkatan performa mereka secara pribadi. c. Menyukai umpan balik, yaitu kebutuhan untuk membandingkan performa

pribadi dengan orang lain, serta senang mendapatkan umpan balik yang tepat, cepat dan jelas dari apa yang telah mereka kerjakan.

d. Inovatif, yaitu kemampuan untuk menemukan cara baru yang lebih baik dan efisien untuk menyelesaikan pekerjaan mereka.

e. Ketahanan, yaitu kemampuan untuk bertahan dalam penyelesaian tugas hingga tuntas, yang didorong kepercayaan bahwa mereka dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat dan baik.

Skala ini dibuat dalam bentuk skala Likert. Subjek diminta untuk menjawab pernyataan dengan memilih salah satu dari 4 (empat) alternatif yang tersedia. Masing-masing aitem diberi bobot nilai berdasarkan pernyataan favorabel atau


(1)

NO

PERNYATAAN

SS

S

TS STS

10.

Dalam bekerja, saya mendapatkan kesempatan untuk

menggunakan keahlian yang saya miliki

11.

Bekerja di perusahaan ini tidak memberikan jaminan pendapatan bagi saya

12.

Di perusahaan ini ada perasaan saling tidak mempercayai di antara sesama pekerja

13.

Komunikasi yang terjadi antara atasan dan bawahan di perusahaan ini adalah baik

14.

Setiap karyawan di perusahaan ini dilayani dengan adil

15.

Saya berpeluang menduduki posisi yang lebih tinggi jika terus bekerja di sini

16.

Gaji, bonus, dan tunjangan yang saya terima tidak meningkatkan semangat kerja saya

17.

Peralatan kerja yang tersedia tidak sesuai dengan karakteristik pekerjaan saya

18.

Karyawan tidak diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam menghadapi suatu masalah

19.

Saya merasa tidak nyaman dalam bekerja meskipun perusahaan memberikan alat pelindung diri


(2)

21.

Karyawan tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan keahlian melalui pendidikan dan latihan

22.

Perusahaan ini terbuka dengan saran yang diberikan pekerja

23.

Saya akan mengembangkan karir di perusahaan ini karena integritas sosial organisasi sangat mendukung

24.

Gaji, bonus, dan tunjangan saya kurang sesuai dengan beban kerja saya

25.

Perusahaan tidak memperhatikan keamanan dan kenyamanan kondisi lingkungan kerja karyawan

26.

Di perusahaan ini masih terjadi diskriminasi dalam mendapatkan peluang kenaikan pangkat

27.

Pekerja tidak diberikan kesempatan untuk melakukan inovasi dalam melakukan tugas

28.

Saya mendapatkan dukungan dan motivasi dari atasan atau rekan kerja saya

29.

Hak-hak pekerja di perusahaan ini tidak terpenuhi/ terabaikan

30.

Saya merasa jenuh dengan tugas-tugas yang saya lakukan

31.

Adanya peluang kenaikan pangkat yang diberikan perusahaan membuat saya terpacu untuk melanjutkan karir di perusahaan ini


(3)

33.

Perusahaan ini tidak memberikan kesempatan yang luas kepada karyawannya untuk saling bersosialisasi

34.

Perusahaan memberikan kondisi kerja yang aman dan sehat bagi karyawan untuk menjamin keselamatan karyawan

35.

Pekerja di perusahaan ini kurang diberi peluang untuk kenaikan jabatan

36.

Perusahaan kurang terbuka dengan saran yang diberikan pekerja

37.

Perusahaan memberikan layanan sosial kepada masyarakat seperti bantuan pendidikan dan kesehatan

38.

Saya merasa letih jika kembali dari tempat kerja, sehingga saya tidak bisa menghabiskan waktu untuk menyalurkan hobi saya

39.

Perusahaan menjalin hubungan sosial dengan masyarakat sekitar untuk menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar

40.

Saya terdorong meningkatkan prestasi saya di tempat kerja karena perusahaan ini menghargai hak saya sebagai karyawan

41.

Perusahaan tidak peduli dengan limbah yang dihasilkan dari proses produksi


(4)

43.

Saya merasa atasan saya tidak berlaku adil kepada setiap bawahannya

44.

Perusahaan peduli dengan keluhan pelanggan mengenai produk yang dihasilkan

45.

Peluang kenaikan jabatan membuat saya semakin termotivasi untuk berprestasi di perusahaan ini

46.

Dengan training yang diberikan perusahaan, saya dapat meningkatkan keahlian dan pengetahuan saya

47.

Pekerja tidak dapat mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam bekerja karena sudah ada tetapan baku dari perusahaan dalam bekerja

48.

Perusahaan memberikan kondisi lingkungan kerja yang dapat melindungi karyawan dari bahaya fisik dan resiko kesehatan

49.

Gaji yang saya terima sesuai dengan tanggung jawab tugas saya/ beban kerja saya

50.

Saya merasa dibedakan dengan karyawan lain yang memiliki posisi yang sama, dalam hal pemberian kompensasi (baik itu gaji, bonus, dan tunjangan)

51.

Pemberian peluang kenaikan jabatan tidak adil bagi karyawan

52.

Perusahaan ini tidak memberikan kesempatan kepada karyawannya untuk saling bersosialisasi


(5)

53.

Saya ingin tetap bekerja di perusahaan ini karena perusahaan memberikan jaminan kehidupan bagi saya

54.

Setelah bekerja di perusahaan ini, saya masih dapat menjalin hubungan sosial di luar pekerjaan

55.

Perusahaan ini tidak memperhatikan permintaan konsumen terhadap produk yang diminta

56.

Saya merasa bosan dan ingin keluar dari perusahaan ini

57.

Perusahaan tidak pernah melakukan kunjungan kepada masyarakat dalam acara peringatan hari Besar

58.

Pekerjaan ini tidak memberikan suatu jaminan kehidupan yang layak bagi saya

59.

Saya tidak mendapat kesempatan untuk terlibat aktif dengan pekerjaan saya

60.

Pekerjaan yang saya lakukan membosankan

61.

Saya merasa tidak bebas dalam melaksanakan pekerjaan saya

62.

Hubungan atasan dengan bawahan di perusahaan ini adalah baik

63.

Gaji, bonus, dan tunjangan yang saya terima memuaskan

64.

Saya merasa kompensasi yang diberikan perusahaan tidak sesuai dengan kontribusi yang saya berikan terhadap perusahaan


(6)

65.

Saya merasa upah yang diberikan perusahaan sudah mencukupi untuk hidup layak

66.

Perusahaan memberikan jaminan kesehatan bagi karyawan

67.

Gaji saya tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari

68.

Di perusahaan ini semua pekerja mempunyai hak yang sama (baik itu hak mendapatkan gaji, bonus, tunjangan dan mengemukakan pendapat)

69.

Kesempatan mendapatkan pelatihan dan pengembangan di perusahaan ini tidak adil