Konsep Umum Semiotika LANDASAN TEORITIS

itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda- tanda tersebut mempunyai arti.” 20 Sampai saat ini sekurangnya terdapat sembilan macam jenis semiotik yang mendapatkan perhatian luas dan banyak dikembangkan oleh banyak praktisi dan juga ahli komunikasi. Kesembilan jenis semiotika tersebut adalah : 1. Semiotik Analitik, yakni semiotik yang menganalisis sistem tanda. Pierce menyatakan bahwa semiotik berobjekkan tanda dan menganalisisnya menjadi ide, objek dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam lambang yang mengacu kepada objek tertentu. 2. Semiotik Deskriptif, yakni semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang dihasilkan sekarang. Misalnya langit yang mendung menandakan hujan tidak lama lagi akan segera turun, dari dahulu hingga sekarang tetap saja seperti itu. Demikian juga jika ombak memutih di tengah laut, itu menandakan bahwa laut berombak besar. Namun dengan majunya ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, telah banyak tanda yang diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya. 3. Semiotik Faunal zoosemiotic, yakni semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Hewan biasanya menghasilkan tanda untuk berkomunikasi antara sesamanya, tetapi juga sering manghasilkan tanda yang dapat ditafsir oleh manusia. Misalnya, seekor ayam betina yang berkotek- kotek menandakan ayam itu telah bertelur atau ada sesuatu yang ia takuti. 20 Alex Sobur. Analisis Teks Media. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya 2001 h.96 Induk ayam yang membunyikan krek . . . krek . . . krek . . . memberikan tanda kepada anak-anaknya untuk segera mendekat, sebab ada makanan yang ditemukan. Juga, seorang yang akan berangkat terpaksa mengurungkan waktu keberangkatannya beberapa saat, sebab mendengar bunyi cecak yang ada di hadapannya. Tanda-tanda yang dihasilkan hewan seperti ini menjadi perhatian orang yang bergerak dalam bidang semiotik faunal. 4. Semiotik Kultural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu. Telah diketahui bahwa masyarakat sebagai makhluk sosial memiliki sistem budaya tertentu yang telah turun-temurun dipertahankan dan dihormati. Budaya yang terdapat dalam masyarakat yang juga merupakan sistem itu, menggunakan tanda-tanda tertentu yang membedakannya dengan masyarakat yang lain. 5. Semiotik Naratif, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan folklore. Telah diketahui bahwa mitos dan cerita lisan, ada di antaranya memiliki nilai kultural tinggi. Itu sebabnya Greimas 1987 memulai pembahasannya dengan nilai-nilai kultural ketika ia membahas persoalan semiotik naratif. 6. Semiotik Natural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan alam. Air sungai keruh menandakan di hulu telah turun hujan, dan daun pohon-pohonan yang menguning lalu gugur. Alam yang tidak bersahabat dengan manusia, misalnya banjir atau tanah longsor, sebenarnya memberikan tanda kepada manusia bahwa manusia telah merusak alam. 7. Semiotik Normatif, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dibuat manusia yang berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu lalu lintas. Di ruang kereta api sering dijumpai tanda yang bermakna dilarang merokok. 8. Semiotik Sosial, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang yang berwujud kata maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat. Buku Halliday 1978 itu sendiri berjudul Language Sosial Semiotic. Dengan kata lain, semiotik sosial menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa. 9. Semiotik Struktural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.

F. Konsep Semiotika Model Roland Barthes

Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia juga intelektual dan kritikus sastra Perancis yang ternama; eksponen penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi sastra. Bartens 2001:208 menyebutnya sebagai tokoh yang memainkan peranan sentral dalam strukturalisme tahun 1960- an dan 1970-an. Ia berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Ia mengajukan pandangan ini dalam Writing Degree Zero 1953;terj. Inggris 1977 dan Critical Essays 1964; terj. Inggris 1972 21 Semiologi Roland Barthes mendasari kajian-kajian Barthes selanjutnya terhadap objek-objek kenyataan atau unsur-unsur kebudayaan yang sering ditelitinya. Cakupan kajian kebudayaan barthes sangat luas. Kajian itu meliputi 21 Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya 2006 h.63 kesusastraan, perfilman busana dan berbagai fenomena kebudayaan lainnya. Sebuah garmen, sebuah mobil, sepinggan masakan, sebuah bahasa isyarat, sebuah film, sekeping musik, sebuah gambar iklan, sepotong perabot, sebuah kepala judul surat kabar, ini semua memang nampaknya objek-objek heterogen. Apa yang mereka miliki secara umum? Roland barthes 1988: 157 akan menyatakan bahwa sekurang-kurangnya mereka semua adalah tanda-tanda. 22 Roland Barthes menyatakan bahwa dalam memaknai sesuatu simbol teradapat dua sistem pemaknaan tanda, yaitu konotasi dan denotasi. Denotasi merupakan tingkat makna lapisan pertama yang deskriptif dan literal serta dipahami oleh hampir ssebagian besar anggota suatu kebudayaan tertentu tanpa harus melakukan penafsiran yang mendalam terhadap tanda denotasi tersebut, atau dengan kata lain disebut juga sebagai analogon. Sedangkan pada tingkat makna lapisan yang kedua, yaitu konotasi. Makna bisa tercipta melalui penggabungan penanda-petanda dengan aspek kebudayaan yang lebih luas seperti keyakina-keyakinan, sikap, kerangka kerja serta ideologi- ideologi suatu formasi sosial tertentu. Konotasi juga merupakan sebuah sistem ganda dimana sistem semiotikan pada tingkatan yang kedua mengambil sistem semiotika pada tingkat yang pertama sebagai signifier atau konsep. Konotasi merupakan makna yang diinterpretasikan melalui penggabungan penanda-petanda dengan berbagai macam aspek kebudayaan yang cakupannya luas dan juga berkaitan erat dengan keyakinan-keyakinan dari seseorang yang menginterpretasikan sebuah simbol tertentu. Jadi konotasi bisa sangat multi tafsir tergantung pada setiap orang yang menginterpretasikannya. 22 Kurniawan. Semiologi roland Barthes. Magelang: Yayasan IndonesiaTera 2001 h. 81 Berikut ini merupakan skema mengenai proses denotasi dan konotasi yang dikembangkan oleh Barthes : Language Bahasa Lapis I : Denotasi 1. Signifier 2. Signified 3. Sign Meaning Myth Mitos Lapis II : Konotasi II. Signifier FORM II. Signified CONCEPT III. Sign SIGNIFICATION Dalam tataran bahasa language, yaitu sistem semiologis lapis pertama, penanda-penanda berhubungan dengan petanda-petanda sedemikian sehingga menghasilkan tanda. Adapun selanjutnya pada tataran mitos, yakni sistem semiologis lapis kedua, tanda-tanda pada tataran pertama tadi menjadi penanda- penanda yang berhubungan lagi dengan petanda-petanda. Adapun mengenai mitos, Claude Levi-strauss yang merupakan seorang antropolog strukturalis menyebutkan bahwa satuan paling dasar dari sebuah mitos adalah mytheme seperti halnya signeme. Mytheme tidak dapat dilihat secara terpisah dari bagian lainnya pada satu mitos, hubungan antara satu mytheme dengan mytheme lainnya membentuk satu rangkaian narasi yang kemudian menjadi kepercayaan budaya tertentu. Pendekatan semiotik Roland Barthes secara khusus tertuju kepada sejenis tuturan speech yang disebutnya sebagai mitos. Menurut Barthes 1983: 109, bahasa membutuhkan kondisi tertentu untuk dapat menjadi mitos, yaitu yang secara semiotis dicirikan oleh hadirnya sebuah tataran signifikasi yang disebut