Konep Jurnalisme Damai LANDASAN TEORITIS

menggambarkan ada banyak kelompok kecil yang terlibat mengejar berbagai tujuan, dengan membuka lebih banyak kemungkinan kreatif yang akan terjadi. 2. Hindari perbedaan penerimaan yang tajam antara “aku” dan “yang lain”. Hal ini bisa digunakan untuk membuat perasaan bahwa pihak lain adalah “ancaman” atau “tidak bisa diterima” tingkah laku yang beradab. Keduanya merupa kan pembenaran untuk terjadinya kekerasan. Lebih baik mencari “yang lain” dalam diri “aku” dan juga sebaliknya. Bila suatu kelompok menampilkan dirinya sebagai “pihak yang benar” tanyakan bagaimana perbedaan perilaku yang sesungguhnya dari “pihak yang salah” dari mereka apakah ini tidak akan membuat mereka malu? 3. Hindari memperlakukan konflik seolah-olah ia hanya terjadi pada saat dan tempat kekerasan terjadi. Lebih baik mencoba untuk menelusuri hubungan dan akibat-akibat yang terjadi bagimasyarakat di tempat lain pada saat ini dan saat mendatang. Tanyakanlah: A. Siapakah orang-orang yang akan beruntung pada akhirnya? B. Juga tanyakanlah pada diri anda sendiri: apakah yang akan terjadi bila . . . . ? C. Pelajaran apa yang akan didapat oleh masyarakat dengan melihat peristiwa ini secara jelas, sebagai bagian dari pemirsa global? Bagaimana masyarakat akan menghitung para pihak yang bertikai di masa mendatang dalam konflik yang dekat dan jauh dari lingkungan? 4. Hindari pemberian penghargaan kepada tindakan ataupun kebijakan dengan menggunakan kekerasan hanya karena dampak yang terlihat. Lebih baik mencari cara untuk melaporkan dampak-dampak yang justru tidak kelihatan. Misalnya dampak-dampak jangka panjang seperti kerusakan psikis dan trauma, mungkin juga pengaruh kekerasan yang bisa meningkat di masa mendatang baik kepada orang lain, atau juga sebagai sebuah kelompok atau negara lain 5. Hindari pengidentifikasian suatu kelompok hanya dengan mengulang ucapan para pemimpin mereka ataupun tuntutan yang telah dikemukakan. Lebih baik menggali tujuan yang lebih jauh, misalnya dengan bertanya: apakah masyarakat juga bisa terkena dampak dari konflik dalam kehidupan sehari- harinya? Perubahan apa yang mereka inginkan? Apakah betul posisi yang dikemukakan oleh para pemimpin mereka hanya satu-satunya cara atau cara yang terbaik untuk mendapatkan perubahan yang mereka mau? Ini mungkin menjadi salah satu jalan untuk membantu pemberdayaan masyarakat, bekerja sama menuju penyeimbangan konflik, mencoba memperoleh hasil dengan tanpa kekerasan yang mungkin paling akan dapat diterima oleh semua pihak yang bertikai. 6. Hindari pemusatan perhatian hanya pada pihak-pihak yang bertikai, hanya mencari perbedaan dari ucapan-ucapan kedua belah pihak tentang apa yang mereka inginkan. Lebih baik mencoba untuk bertanya yang bisa memunculkan kesamaan-kesamaan dan membawa laporan anda pada suatu jawaban yang bisa memunculkan kesamaan tujuan atau setidaknya yang bisa cocok diterapkan bagi kedua belah pihak. 7. Hindari pelaporan yang hanya menonjolkan unsur kekerasan dan mendeskripsikan tentang „horor’. Bila anda mengeluarkan segala hal yang ingin anda usulkan dan hanya menyebutkan bahwa penjelasan satu-satunya bagi kekerasan adalah kekerasan yang lain pembalasan; hasilnya adalah kekerasan semakin meningkat pemaksaan dan penghukuman. Lebih baik menunjukkan bagaimana orang-orang telah menjadi buntu dan frustrasi atau mengalami kerugian dalam kehidupan sehari-hari sebagai hasil dari tindak kekerasan. 8. Hindari menyalahkan salah satu pihak karena memulai perselisihan. Lebih baik menunjukkan bagaimana problem dan isu bersama bisa menimbulkan dampak yang tidak diinginkan oleh kedua belah pihak. 9. Hindari laporan yang hanya berfokus pada penderitaan, ketakutan dan keluhan hanya dari satu sisi. Hal ini akan membagi kedua belah pihak menjadi „pihak yang melakukan kekerasan’ dan „pihak yang menjadi korban’, serta seolah- olah mengusulkan bahwa tindakan paksaan dan penghukuman terhadap mereka yang memulai kekerasan dianggap sebagai jalan keluarnya. Lebih baik memperlakukan kedua belah pihak mengalami kesengsaraan, ketakutan dan keluhan yang sama. Hindari penggunaan bahasa-bahasa yang menonjolkan sosok korban seperti kata; miskin, hancur, tak berdaya, memelas dan juga tragedi, yang semuanya hanya menunjukkan hal apa yang telah dan mungkin dilakukan untuk kelompok ini. Penggunaan bahasa seperti ini bisa melemahkan mereka dan membatasi opsi-opsi perubahan. Lebih baik melaporkan apa yang telah dan mungkin dilakukan oleh masyarakat, jangan hanya bertanya kepada mereka apa yang mereka rasakan, tetapi tanya juga bagaimana mereka mengatasi situasi tersebut dan apa yang mereka pikirkan? Apakah mereka bis mengusulkan sebuah jalan keluar? Juga perlu diingat bahwa para pengungsi memiliki nama lengkap seperti orang-orang lainnya. Anda tidak akan menyebut Presiden Clinton sebagai „Bill’ saja dalam laporan anda. Ini mungkin menjadi slaah satu jalan untuk membantu pemberdayaan masyarakat, untuk bekerjasama menuju penyeimbangan konflik, mencoba memperoleh hasil dengan tanpa kekerasan yang mungkin paling akan dapat diterima oleh semua pihak yang bertikai. 10. Hindari penggunaan kata-kata yang emosional yang tidak tepat menggambarkan apa yang telah terjadi kepada sekelompok orang. Misalnya kata-kata sebagai berikut: a. „genocide’ atau genosida yang berarti menyingkirkan seluruh manusia b. „decimated’ atau pembersihan –dari sekelompok penduduk, berarti mengurangi jumlah penduduk hingga sepersepuluh dari jumlah awalnya- c. „tragedi’ adalah bentuk drama, aslinya dari bahasa yunani, di mana kesalahan seseorang menunjuk kegagalannya d. „assassination’ adalah pembunuhan kepala negara e. „massacre’ atau „pembantaian’ adalah pembunuhan yang ditunjukkan kepada mereka yang tak bersenjata atau tidak bisa membela diri. Apakah kita yakin dengan penggunaan kalimat dalam laporan kita? Ataukah mungkin orang-orang ini mati dalam peperangan? f. „systematis’ seperti perkosaan dan pemaksaan orang meninggalkan rumah mereka. Apakah betul dirancang demikian? Ataukah hasil tersebut merupakan hal yang tidak terkait walaupun juga tetap merupakan tindakan yang menjijikan Lebih baik kita selalu mengetahui secara persisi situasi yang kita hadapi. Jangan mengecilkan arti penderitaan tapi gunakan bahasa yang kuat untuk situasi yang serius atau anda akan menyalahkan bahasa dan membantu untuk membenarkan reaksi yang tidak proporsional hingga bisa meningkatkan kekerasan. Hindari penggunaan kata sifat seperti „kejam’, „brutal’ atau „barbar’. Penggunaan kata-kata seperti ini menjalaskan pandangan satu pihak terhadap apa yang telah dilakukan oleh pihak lainnya. Dengan menggunakan kata-kata tersebut, jurnalis telah mengambil posisi di dalam konflik tersebut dan bisa membantu pembenaran terjadinya peningkatan kekerasan. Lebih baik , laporkan apa yang anda ketahui sebagai perbuatan yang salah, dan berikan informasi sebanyak mungkin tentang kebenaran dari laporan atau deskripsi tersebut. 11. Hindari penggunaan label seperti kata „teroris’ „ekstremis’ „kelompok fanatik’ atau juga „fundamentalis’. Hal ini juga selalu terjadi sebagai pemberian julukan dari „kita’ kepada „mereka’. Tak pernah ada orang yang menggunakan kata tersebut untuk mendeskripsikan diri mereka, oleh karenanya jika jurnalis sudah menggunakan kata-kata tersebut berarti jurnalis sudah berpihak pada salah satu pihak. Dengang penggunaan kata tersebut suatu kelompok hendak mengatakan bahwa pihak lain tidak perlu diperhatikan sehingga tidak ada gunanya bernegosiasi dengan mereka. Lebih baik mentebut kelompok yang bertikai dengan nama yang mereka pakai sendiri, atau juga bisa melakukan deskripsi secara lebih rinci dalam laporan anda. 12. Hindari pemusatan perhatian hanya pada pelanggaran hak-hak asasi manusia, perlakuan kejam dan kesalahan hanya dari satu sisi saja. Lebih baik menyebutkan semua pelaku kesalahan dan memperlakukan pihak-pihak yang bertikai secara setara karena telah melakukan kekerasan. Dengan memperlakukan masalah ini secara serius bukan berarti jurnalis telah berpihak, tetapi sebaliknya dengan cara ini berarti berusaha untuk mengumpulkan berbagai bukti yang ada untuk mendukung terjadinya perdamaian, memperlakukan korban-korban dengan rasa hormat yang sama, dan mencari bukti-bukti yang bisa diajukan ke pengadilan bagi yang bersalah secara adil juga merupakan hal yang penting. 13. Hindari pembentukan opini atau klaim yang seolah-olah sudah pasti. misalnya: Eurico Gutteres disebut sebagai orang yang bertanggung jawab atas pembunuhan masal di Timor- Timur..” lebih baik katakan kepada pembaca anda siapa sumber yang mengemukakan hal tersebut lebih tepat berbunyi: “seorang pejabat tinggi UN menyebutkan bahwa Eurico Guterres lah yang menginstruksikan terjadinya pembunuhan massal di Timor- Timur” dengan cara terakhir ini kita akan menghindari menandai diri kita dan berita yang kita buat sebagai serangan yang dibuat oleh suatu kelompok kepada kelompok lain dalam situasi konflik. 14. Hindari pujian atas perjanjian perdamaian yang dilakukan oleh para pemimpin politik, yang hanya akan membawa kemenangan bagi militer atau gencatan senjata, seperti seolah-olah telah tercipta perdamaian. Lebih baik mencoba melaporkan berbagai isu yang masih tertinggal dan meungkin bisa menyebabkan terjadinya kekerasan kembali di masa mendatang. Tanyakanlah apa yang telah dikerjakan untuk memberikan dasar untuk menyelesaikan dan mengakhiri konflik dengan tanpa kekerasan, dalam kerangka perkembangan dan kebutuhan struktural masyarakat dan untuk menghadirkan adanya budaya perdamaian? 15. Hindari penantian akan pemimpin „kita’ mengusulkan jalan keluar. Lebih baik ambil dan gali usulan perdamaian dari manapun asalnya. Tanyakan kepada para menteri misalnya tentang ide yang diberikan oleh kelompok akar rumput. Berikan perspektif tentang perdamaian yang anda tahu tentang isu berbagai kelompok bertikai sedang mengusahakannya. Jangan mengabaikan mereka hanya karena mereka tidak setuju dengan posisi yang sudah lebih dulu ada.

BAB III GAMBARAN UMUM FILM

BALIBO FIVE

A. Gambaran Umum Film Balibo Five

Film Balibo Five adalah sebuah film fiksi yang diangkat dari kisah nyata tentang tragedi Balibo berdasarkan adaptasi dari sebuah novel karangan Jill Jollife yang berjudul Cover Up, The Inside Story Of The Balibo Five yang ditulis pada tahun 2001. Film ini secara garis besar menceritakan tentang perjuangan seorang jurnalis senior Australia yang bernama Roger East dalam melakukan investigasi atas tewasnya lima jurnalis muda jaringan televisi Australia ketika meliput kedatangan militer Indonesia di Timor-Timur pada tahun 1975. Ide pembuatan film ini muncul setelah pada tahun 2006 International Press Institute mengirimkan surat kepada Sekretaris Jenderal PBB Kofi Anan agar segera mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB untuk melakukan investigasi terhadap para oknum yang terlibat dalam tragedi Balibo. Berawal dari pengungkapan kembali kasus yang sebelumnya telah lama timbul tenggelam itulah sutradara Robert Connolly tertarik untuk mengangkat realitas kasus tersebut ke layar lebar. Di samping itu, hati Connolly juga terketuk untuk membantu keluarga korban tragedi Balibo untuk mendapatkan keadilan yang semestinya mereka dapatkan. Akhirnya bersama produser John Maynard, Robert Connolly menggarap film ini dengan menggandeng dua aktor kenamaan dunia yaitu Anthony LaPaglia dan Oscar Isaac. Film Balibo Five menjadi film yang penuh dengan kontroversi karena dianggap memiliki isi dan juga muatan pesan yang sangat sensitif untuk beberapa negara yang terlibat dalam tragedi Balibo seperti Indonesia dan Australia. Tidak hanya isi dan juga muatan pesan dalam film tersebut yang menuai kontroversi, rencana penayangan film tersebut juga menjadi polemik yang cukup besar di Indonesia. Film ini dirilis di Australia pada bulan Juli 2009 dan ditayangkan perdana untuk masyarakat Australia pada perhelatan Melbourne International Film Festival . Mendapat tanggapan positif dari para pemerhati dan juga kritikus film, film ini direncanakan tayang untuk pertama kalinya di Indonesia pada perhelatan Jakarta International Film Festival Jiffest yang diselenggarakan pada bulan Desember 2009. Namun sayang, karena tidak mengantongi surat izin dari Lembaga Sensor Film LSF yang menyatakan film ini tidak lolos sensor, film ini batal ditayangkan untuk masyarakat umum di Indonesia. Pelarangan penayangan film ini pun menjadi sebuah tanda tanya besar, alasan LSF yang menganggap film ini memuat banyak adegan kekerasan dianggap hanya sebagai tameng pelindung saja untuk alasan lain yang mungkin saja lebih banyak nuansa politisnya. Terdapat dua alasan yang kontradiktif yang berasal dari pihak LSF. Alasan pertama keluar dari ketua Komisi Evaluasi dan Sosialisasi LSF Djamalul Abidin yang beranggapan bahwa LSF berhak untuk menyensor film Balibo Five atas asas politik dan ideologi, atau dengan kata lain, tanpa memotong adegan sadis dan keji dalam film ini, LSF bisa membabat film ini secara menyeluruh. Bertolak belakang dengan pernyataan tersebut, ketua LSF Muchlis Paeni berujar bahwa pelarangan Film Balibo Five bukan karena kepentingan politis, namun murni karena terdapat banyak adegan kekerasan yang tidak selayaknya dilihat oleh para penonton di sebuah ajang festival film. Kontroversi itulah yang membuat film ini semakin banyak diperbincangkan oleh para pemerhati film, pemerhati politik dan juga masyarakat luas yang concern terhadap isu tragedi Balibo. Namun akhirnya film ini masih bisa diputar di Indonesia walaupun hanya dalam ruang lingkup yang kecil. Aliansi Jurnalis Independen AJI berinisiatif untuk mengadakan pemutaran film Balibo Five di beberapa komunitas jurnalis yang ada di Jakarta, seperti di Komunitas Utan Kayu dan juga di Galeri Foto Jurnalistik Antara. Pemutaran film ini pun mendapatkan apresiasi yang sangat baik dari kalangan jurnalis dan juga masyarakat umum yang menyaksikan pemutaran film tersebut. Di balik kontroversi yang terdapat dalam film Balibo Five ini, terdapat sisi positif di mana sang sutradara berusaha untuk memberikan gambaran yang sedekat mungkin dengan realitas yang terjadi pada saat terjadinya tragedi Balibo. Robert Connolly selaku sutradara berusaha untuk menyampaikan informasi yang selama ini dirasa belum sampai ke publik mengenai tragedi Balibo. Tentu saja itu semua berdasarkan dari data-data yang dianggap valid yang diambil dari para saksi mata kejadian tersebut. Namun karena film ini adalah film fiksi yang diadaptasi dari kejadian nyata, sudah tentu masih terdapat persepsi-persepsi yang berasal dari diri sang sutradara yang dikembangkan dari data-data yang ia miliki.

B. Sinopsis Film Balibo Five

Lima jurnalis muda jaringan televisi Australia hilang saat meliput kedatangan militer Indonesia ke Timor-Timur pada Oktober tahun 1975.