Jenis-Jenis Film LANDASAN TEORITIS

dilihat dari banyaknya film dokumenter yang bisa kita saksikan melalui saluran televisi seperti program National Geographic dan Animal Planet. Bahkan saluran televisi Discovery Chanel pun mantap menasbih diri sebagai saluran televisi yang hanya menayangkan program dokumenter tentang keragaman flora dan fauna. Selain untuk konsumsi televisi, film dokumenter juga lazim untuk diikutsertakan dalam berbagai festival film di dalam dan luar negeri. Sampai napas penghabisannya di tahun 1992, Festival Film Indonesia FFI memiliki kategori untuk penjurian jenis film dokumenter. 14 2. Film Cerita Pendek Short Films Durasi film cerita pendek biasanya di bawah 60 menit. Di banyak negara seperti Jerman, Australia, Kanada dan Amerika Serikat, film cerita pendek dijadikan laboratorium eksperiman dan batu loncatan bagi seseorangsekelompok orang untuk kemudian memproduksi film cerita panjang. Jenis film ini banyak dihasilkan oleh mahasiswa dan mahasiswi jurusan film atau orangkelompok yang menyukai dunia film dan ingin berlatih membuat film dengan baik. Sekalipun demikian, ada juga orang yang mengkhususkan diri untuk memproduksi film pendek, umumnya hasil produksi ini dipasok ke rumah-rumah produksi atau saluran televisi. 15 3. Film Cerita Panjang Feature-Length Films Film dengan durasi lebih dari 60 menit lazimnya berdurasi 90-100 menit. Film yang biasa diputar di bioskop umumnya termasuk dalam kelompok ini. Beberapa film, misalnya Dances With Wolves, bahkan berdurasi lebih dari 120 14 Heru Effendy. Mari Membuat Film Panduan Menjadi Produser Jakarta: Erlangga 2009 h.4 15 Heru Effendi. Mari Membuat Film Panduan Menjadi Produser Jakarta: Erlangga 2009. h.4 menit. Film-film produksi India yang cukup banyak beredar di Indonesia, rata-rata berdurasi lebih dari 180 menit. 16 Adapun pengklasifikasian film secara umum dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Dalam buku Pilot Studi Statistik Bioskop Indonesia tahun 1991 terdapat klasifikasi tema film seperti yang akan dijelaskan di bawah ini : 1. Drama : Film yang sebagian besar isinya menceritakan hal-hal yanng menggambarkan watak dan kehidupan seseorang baik dalam kehidupan rumah tangga maupun masyarakat. Misalnya, drama percintaan, drama keluarga dan lain-lain. 2. Detektif : Film yang sebagian besar isinya menceritakan tentang agen rahasiapolisi, agen rahasiareserse yang berusaha mengungkap suatu hal yang bersifat misterirahasia, baik masalah kriminal, politik dan lain-lain. Misalnya film James Bond 007, film tentang kegiatan CIA, KGB dan lain-lain. 3. Action : Film yang sebagian besar isinya menceritakan tentang duelpertarungan antara dua orang atau lebih yang menonjolkan ketangkasan menyerang dan membela diri dengan menggunakan senjata api seperti pistol, senapan dan lain-lain. 4. Silat : Film yang sebagian besar isinya menceritakan tentang duelpertarungan antara dua orang atau lebih yang menonjolkan ketangkasan menyerang dan membela diri baik dengan senjata selain senjata api, meriam dan senjata modern lainnya maupun 16 Heru effendi. Mari Membuat Film Panduan Menjadi Produser Jakarta: Erlangga 2009. h.4 tidak. Misalnya film mengenai perguruan ShaolinKung Fu, Boxing dan lain-lain. 5. Komedi : Film yang sebagian besar isinya menggambarkan hal-hal yang bersifat lucu sehingga membuat penonton tersenyumtertawa, baik mempunyai pesan maupun tanpa pesan tertentu. Misalnya film mengenai Charlie Chaplin, Warkop Prambors dan lain-lain. 6. Horor : Film yang sebagian besar isinya penuh dengan adegan yang mengerikan dan menakutkan. Misalnya film mengenai setan, hantu, dracula, mayat hidup dan lain-lain. 7. Perang : Film yang sebagian besar isinya menceritakan tentang permusuhan dan pertempuran antara dua negarakelompokpasukan atau lebih. Misalnya film Perang Dunia II, Perang Vietnam dan lain-lain. 8. Petualangan Adventure : Film yang sebagian besar isinya menceritakan tentang perjalananpengembaraan seseorang yang penuh dengan tantangan dan hambatan yang harus ditanggulangi dalam upaya mendapatkan kebanggaanprestise dan pengalaman baru. Misalnya petualangan Tarzan, Hercules dan lain-lain. 9. Fantasi Khayalan : Film yang sebagian besar isinya menceritakan hal-hal yang bersifat khayalan dan angan-angan yang bukan merupakan kejadian sebenarnya. Misalnya film tentang kehidupan ruang angkasa dan manusia super seperti Superman, Batman, Spiderman dan lain-lain.

D. Unsur Pembentuk Film

Secara garis besar film terbentuk dari dua unsur utama, yakni unsur naratif dan unsur sinematik. Kedua unsur utama ini saling berkaitan dan bersinergi sehingga membentuk sebuah gambaran audiovisual yang memiliki makna tertentu. Unsur naratif adalah unsur yang terdiri dari materi atau bahan olahan. Dalam film, unsur naratif adalah penceriteraannya. Terdapat beberapa aspek yang terdapat dalam unsur naratif ini seperti tokoh dengan status sosial tertentu, karakter yang dimiliki oleh tokoh tersebut, konflik yang tercipta antar tokoh dalam film, waktu serta lokasi setting tempat. Aspek-aspek tersebut saling berkorelasi serta berkesinambungan sehingga menciptakan peristiwa yang membentuk alur cerita dan dilatarbelakangi hukum kausalitas logika sebab- akibat. Perpaduan antara ruang, waktu dan aspek kausalitas inilah yang akhirnya menjadi elemen pembentuk naratif sebuah film. Adapun unsur sinematik dalam sebuah film adalah aspek teknis yaang mendukung sebuah produksi film. Dalam unsur sinematik, terdapat empat elemen pokok, yaitu : 1 Mise-en-scene, yaitu segala sesuatu yang terdapat di depan kamera seperti komposisi gambar, setting tempat, alat peraga properti, aktor gerakan aktor di dalam set, kostum wardrobe dan pencahayaan lighting. 2 Sinematografi, yaitu segala bentuk aktifitas kamera dan filmya serta kaitan aktifitas kamera tersebut dengan objek yang akan diambil. Sinematografi merupakan sebuah bentuk seni yang sangat unik untuk gambar bergerak. Dalam sinematografi ini juga terdapat beberapa teknis sudut pengambilan gambar dan juga ukuran gambar dalam sebuah frame, berikut ini adalah penjelasannya: 1. Sudut Pengambilan Gambar Camera Angle a. Bird Eye View Adalah sudut pengambilan gambar yang dilakukan dari atas ketinggian tertentu, sehingga menghasilkam penglihatan lingkungan yang sedemikian luas dengan benda yang berada di bawah terlihat kecil. Pengambilan gambar ini biasanya dilakukandari atas pesawat, helikopter, pegunungan ataupun gedung- gedung yang tinggi. b. High Angle Adalah sudut pengambilan gambar dengan posisi kamera tepat berada di atas objek, teknik pengambilan gambar seperti ini memberikan efek dramatik yang kecil atau terpuruk. c. Low Angle Adalah sudut pengambilan gambar dengan posisi kamera berada dari bawah objek, sudut pengambilan gambar ini adalah kebalikan dari high angle. Kesan yang tercipta dari teknik pengambilan gambar ini adalah besar, keagungan dan kejayaan. d. Eye Level Adalah sudut pengambilan gambar dengan posisi kamera tepat berada sejajar dengan mata objek, teknik pengambilan gambar eye level ini tidak menghasilkan efek dramatik tertentu, yang ada hanya menghasilkan gambaran pandangan mata seseorang. e. Frog Level Adalah sudut pengambilan gambar dengan posisi kamera berada sejajar dengan permukaan tempat si objek berdiri. Efek yang ditimbulkan oleh teknik pengambilan gambar frog level ini adalah si objek menjadi seolah sangat besar. Adapun penjelasan tentang ukuran gambar yang biasa terdapat dalam sebuah proses pembuatan film adalah sebagai berikut 17 : a. Extreme Cloce-Up ECU Gambar diambil secara detail, misalnya pangkal tangan, jari, mata dan telinga. Fokus utama pada bagian detail tersebut karena ada sesuatu yang ingin ditonjolkan, misalnya kebiasaan orang Dayak menghunakan anting berat sehingga telinganya menjadi panjang dan kebiasaan orang Jayawijawa, Papua, memotong jari tangan bila ada keluarga yang meninggal sebagai tanda duka. Kalau gambar seperti ini diambil dari jarak jauh kurang dramatis. b. Very Close-Up VCU Gambar diambil mulai dari dagu sampai dahi. Fokus utama pada wajah oran tersebut sehingga terlihat detailnya. Gambar ini diambil katena ingin menunjukkan guratan wajah orang, misalnya karena sedih atau gembira. Latar belakang tidak penting dalam pengambilan gambar ini. 17 Arifin S. Harahap. Jurnalistik Televisi: Teknik Memburu dan Menulis Berita Jakarta: PT. Indeks, 2006 h.37.