Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

konflik bersenjata antara militer Indonesia dengan milisi dari partai Frente Revolucionario da Timor Leste Independente Fretilin yaitu partai yang dianggap memiliki ideologi komunis dan menginginkan Timor-Timur merdeka. Proses peliputan tersebut dilakukan oleh lima jurnalis muda jaringan televisi Australia, lima orang jurnalis tersebut adalah dua warga negara New Zealand yaitu reporter Gregory John Shackleton 27 tahun, Anthony John Stewart 21 tahun dan kameramen asal Australia Gary James Cunningham 27 tahun yang bekerja untuk jaringan televisi HSV-7 Seven Network yang berkantor di Melbourne. Serta dua orang warga negara Inggris yaitu kameramen Brian Raymond Peters 29 tahun dan reporter Malcolm Harvie Rennie 28 tahun yang bekerja untuk jaringan televisi TCN-9 Nine Network yang berkantor di Sidney. Dalam proses peliputan tersebut para jurnalis berusaha melakukan peliputan dengan semaksimal mungkin agar masyarakat luas bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Timor-Timur pada saat itu. Namun akhirnya mereka terbunuh karena pada saat melakukan proses peliputan karena mereka dicurigai memihak pada satu kelompok tertentu. Timbul pertanyaan seiring tewasnya kelima jurnalis tersebut, apakah mereka telah mencoba untuk menerapkan konsep peliputan dan pemberitaan menggunakan prinsip jurnalisme damai? Meliput di wilayah konflik bersenjata dengan menggunakan prinsip jurnalisme damai bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Banyak tantangan yang harus dihadapi oleh para jurnalis agar berita yang dihasilkan sesuai dengan prinsip-prinsip jurnalisme damai. Tantangan tersebut antara lain, para jurnalis dituntut untu bersikap netral agar pemberitaan yang dihasilkan sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan. Jurnalisme damai merupakan salah satu bentuk pemberitaan jurnalisme mengenai konflik bersenjata atau perang di mana pemberitaannya dikemas sedemikian rupa agar efek buruk dari konflik bersenjata atau perang tersebut tidak menjalar ke wilayah lain. Gaya jurnalisme damai ini mulai diperkenalkan pada tahun 1970 oleh Johan Galtung yang merupakan seorang Profesor Studi Perdamaian asal Norwegia. Berdasarkan pemaparan di atas, maka penelitian ini diberi judul “Analisis Semiotik Terhadap Film BALIBO FIVE ”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar penelitian menjadi terarah dan tidak keluar dari pokok permasalahan, maka penelitian ini hanya dibatasi kepada tujuh scene adegan yang terdapat dalam film Balibo Five. Dan ketujuh scene tersebut adalah scene yang menggambarkan proses peliputan dan pemberitaan jurnalistik yang dilakukan oleh jurnalis dari Chanel 7 dan Chanel 9 pada saat meliput konflik bersenjata yang terjadi di Balibo. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Seperti apakah makna denotasi yang terdapat dalam ketujuh scene yang menggambarkan proses peliputan dan pemberitaan jurnalistik di wilayah konflik bersenjata yang dilakukan oleh jurnalis dari Chanel 7 dan Chanel 9 dalam film Balibo Five ? 2. Seperti apakah makna konotasi yang terdapat dalam ketujuh scene yang menggambarkan proses peliputan dan pemberitaan jurnalistik di wilayah konflik bersenjata yang dilakukan oleh jurnalis dari Chanel 7 dan Chanel 9 dalam film Balibo Five ? 3. Seperti apakah makna mitos yang terdapat dalam ketujuh scene yang menggambarkan proses peliputan dan pemberitaan jurnalistik di wilayah konflik bersenjata yang dilakukan oleh jurnalis dari Chanel 7 dan Chanel 9 dalam film Balibo Five ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada perumusan masalah penelitian di atas, penelitian ini bertujuan khusus untuk mengetahui seperti apakah makna denotasi, konotasi dan mitos yang terdapat ketujuh scene yang menggambarkan proses peliputan jurnalistik wilayah konflik bersenjata dalam film Balibo Five. 2. Manfaat Penelitian 2.1 Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih informasi dan juga beragam data mengenai penelitian semiotik terhadap film yang menggunakan model semiotik Roland Barthes, yang diperuntukan bagi para mahasiswa komunikasi maupun jurnalistik di Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2.2 Manfaat Praktis Penelitian ini juga diharapkan mampu menjadi rujukan informasi dan serta memberikan variasi gambaran yang berbeda bagi para praktisi komunikasi, terlebih bagi para mahasiswa komunikasi dan jurnalistik yang tertarik dengan penelitian komunikasi model semiotik Roland Barthes. Serta dapat memberikan gambaran mengenai proses pemberitaan dengan pendekatan jurnalisme damai. Di samping itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya literatur penelitian komunikasi khususnya yang menggunakan metodologi semiotik yang terdapat di Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan penelitian yang datanya tidak menggunakan data statistik, namun lebih dalam bentuk narasi atau gambar-gambar. 2 Adapun sifat penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. 3 Metode kualitatif lebih berdasarkan pada filsafat fenomenologis yang mengutamakan penghayatan verstehen. Metode kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu, menurut perspektif peneliti sendiri. 4 2 Ronny Kountur, Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Jakarta: CV Teruna Grafica, 2005, cet. Ke-3, hal. 16 3 Jalaludin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005, hal. 24 4 Dr. Husaini Usman, M.pd. Metodologi Penelitian Sosial Jakarta. PT. Bumi Aksara 1996. Hal.81