Hubungan Prinsip-prinsip Hukum Perdagangan Internasional dan

66

C. Hubungan Prinsip-prinsip Hukum Perdagangan Internasional dan

Peraturan Penanaman Modal Karakteristik perdagangan internasional yang termasuk dalam cross border issues selalu dipergunakan sebagai argumentasi untuk membedakan disiplin ini dengan penanaman modal. Non-cross border issues pada kegiatan penanaman modal menjadi dasar pandangan yang menyetujui pengaturan penanaman modal tunduk sepenuhnya pada pelaksanaan kedaulatan internal negara tuan rumah host country. Dengan demikian host country memiliki kebebasan yang luas untuk menetapkan peraturan penanaman modal yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasionalnya. Lebih jauh argumentasi ini menjadi dasar sikap yang resisten terhadap hadirnya sebuah perjanjian internasional di bidang penanaman modal yang mengikat negara-negara. Hubungan yang tidak terpisahkan antara peraturan penanaman modal dan peraturan perdagangan internasional sebenarnya telah menjadi pembahasan masyarakat internasional pada saat berlangsungnya United Nations Conference on Trade and Employment tahun 1948 di Havana. Konferensi yang menghasilkan Havana Charter ini meminta kepada negara-negara peserta agar menghindari perlakuan yang diskriminatif terhadap investor asing. 62 Namun kegagalan ratifikasi menyebabkan kajian ini kurang mendapat perhatian. 63 Masalah ini kembali menarik 62 United Nations, The Impact of Trade Related Investment Measures : Theory, Evidency and Policy Implication, New York : United Nations, 1991, hlm. 79 63 Lebih lanjut John H. Jackson, The World Trading System : Law and Policy of International Economic Relations, Cambridge, Massachusetts, London, England : The MIT Press, 1989, hlm. 32- 39. Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008. 67 perhatian pada saat Parlemen Kanada mengesahkan Canada’s Foreign Investment Review Act pada tanggal 12 Desember 1973. Untuk menjamin keuntungan yang signifikan bagi Kanada, Pemerintah menetapkan syarat-syarat bagi investor yang melakukan permohonan penanaman modal asing, yakni : 1 membeli sejumlah persentase tertentu barang-barang dari Kanada, 2 menggantikan produk impor dengan produk buatan Kanada, 3 membeli barang-barang dari Kanada jika barang- barang tersebut bersaing dengan barang impor 4 membeli dari supplier Kanada. 64 Perubahan UU Penanaman Modal Kanada ini mengakibatkan perusahaan Gannet harus setuju untuk menjual produk dari perusahaan penanaman modal Kanada kepada perusahaannya di Amerika Serikat AS dan Apple Computer harus membeli suku cadang untuk kegiatannya di Kanada. 65 Dalam memutuskan sengketa ini Panel GATT berpendapat bahwa Panel mengakui kedaulatan Kanada untuk mengatur sendiri kebijakan penanaman modalnya, dan Panel tidak bermaksud untuk menguji kedaultan tersebut. Namun, Panel berpendapat bahwa dalam melaksanaan kedaulatan tersebut tidak berarti Pemerintah Kanada boleh begitu saja menyampingkan kewajiban internasional yang ditelah disepakatinya GATT. 66 Dengan memperhatikan keterkaitan antara persyaratan penanaman modal dan kewajiban-kewajiban Kanada dibawah ketentuan 64 Paul Civello, “The TRIM’s Agreement : A Filed Attempt at Investment Liberalization”, 1999, Minnesota Journal of Global Trade, hlm. 3-10 65 Christy, “ Negotiating Investment in the GATT : ACall for Functionalism 1991 12 Michigan Journal of International Law 743, hlm. 789-790. 66 Lebih lanjut perhatikan Canada Administration of the Foreign Investment Review Act, FIRA Panel Report, February 7 th 1984, hlm. 140-144. Perhatikan juga Cathrine Curtiss and Kathryn Cameroon, “The United State-Latin American Trade Laws”, 1995, New York Journal of International Law, hlm. 127. Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008. 68 GATT, Panel memutuskan bahwa persyaratan-persyaratan penanaman modal yang diwajibkan oleh Pemerintah Kanada tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip perdagangan internasional yang diatur dalam GATT, terutama prinsip national treatment. Pada periode setelah berlakunya Agreement on Trade Related on Investment Measures hasil perundingan Putaran Uruguay, bermunculan sengketa-sengketa perdagangan yang lahir dari peraturan penanaman modal, antara lain Brazil dengan kebijakan investasi sektor otomotif, India dengan kebijakan local content requirement, Indonesia dengan kebijakan “mobil nasional”, Filipina dengan kebijakan foreign exchange limitation, dan berbagai negara lainnya. Sejumlah sengketa tersebut menunjukkan bahwa adakalanya peraturan penanaman modal suatu negara dapat menimbulkan sengketa bidang perdagangan internasional, ketika peraturan penanaman modal tersebut bertentangan dengan kewajiban internasional dari host country berdasarkan prinsip-prinsip perdagangan internasional yang diatur dalam GATTWTO. Pasca Putaran Uruguay, hubungan peraturan penanaman modal dengan peraturan perdagangan internasional semakin kuat. Setidaknya terdapat dua kesepakatan utama yang dapat dipergunakan untuk mengukur keharmonisan antara peraturan penanaman modal dengan kewajiban host country berdasarkan kesepakatan perdagangan internasional, yakni Agreement on Trade Related Invesment Measures Agreement on TRIMs dan General Agreement on Trade in Services GATS. Kesepakatan pertama pada dasarnya ditujukan untuk menghindari terjadinya Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008. 69 peraturan penanaman modal host country yang menetapkan syarat-syarat yang dapat mendistorsi arus perdagangan barang internasional, dan kesepakatan GATS mengatur ketentuan-ketentuan pokok penanaman modal di sektor jasa melalui perdagangan jasa dengan modus commercial presence. Lebih khusus hubungan yang tidak terpisahkan antara peraturan perdagangan internasional dengan peraturan penanaman modal yang diterapkan oleh negara-negara anggota WTO dalam jurisdiksi mereka, dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Terdapat persyaratan penanaman modal yang menciptakan hambatan perdagangan internasional Peraturan penanaman modal asing masing-masing negara pada dasarnya berisi ketentuan tentang persyaratan-persyaratan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh investor asing, seperti persyaratan kandungan local, kewajiban menggunakan komponen tertentu buatan dalam negeri, kewajiban alih teknologi, kebijakan keseimbangan perdagangan, pembatasan bidang usaha, pemilikan saham, penggunaan tenaga kerja asing dan lain sebagainya. 67 Tidak jarang beberapa dari persyaratan penanaman modal tersebut justru menciptakan hambatan terhadap perdagangan internasional. Persyaratan penanaman modal yang diwajibkan oleh Pemerintah Host Country dalam peraturan domestiknya domestic regulation menciptakan dampak diskriminatif dalam perlakuan terhadap barang-barang impor. Kewajiban bagi investor untuk 67 David Conklin dan Donald Lecraw, “Restriction on Foreign Ownership During 1984-1994 ; Development and Alternative Policies”, Transnational Corporations, Vol. 6 No. 1, April, 1997, hlm. 4. Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008. 70 menggunakan barang-barang buatan dalam negeri host country yang dijadikan sebagai syarat untuk dapat melakukan penanaman modal atau untuk mendapatkan kemudahan pajak, menyebabkan adanya perlakuan khusus terhadap barang-barang buatan dalam negeri. Panel penyelesaian sengketa GATT menyimpulkan bahwa perubahan peraturan penanaman modal Kanada pada tahun 1973, yang mencantumkan syarat penanaman modal dan kewajiban investor untuk menggantikan produk impor dengan produk dalam negeri Kanada, membeli sejumlah persentase tertentu barang-barang buatan Kanada, dan pembelian impor dengan menggunakan supplier domestik, bertentangan dengan prinsip national treatment yang diakui secara luas dalam perdagangan internasional. Persyaratan penanaman modal yang diterapkan Pemerintah Kanada menyebabkan adanya perlakuan khusus dan diskriminatif terhadap barang-barang buatan dalam negeri. Persyaratan ini tidak sejalan dengan prinsip national treatment yang mewajibkan perlakuan sama antara barang impor dengan barang buatan dalam negeri. 68 Contoh lain, misalnya persyaratan penanaman modal sector otomotif yang diterapkan Brazil yakni kewajiban investor untuk memenuhi rasio 1:1 atas impor barang mentah dengan yang dibuat di dalam negeri serta terhadap perbandingan penggunaan barang modal impor dengan buatan dalam negeri. Demikian juga bahwa impor kenderaan tidak boleh melebihi jumlah kenderaan yang sudah 68 Canada Administration of the Foreign Investment Review Act, FIRA Panel Report, Februari 7 th 1984, hlm. 140-144. Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008. 71 diekspor. Panel dalam perkara ini menetapkan bahwa persyaratan penanaman modal yang diterapkan Brazil bertentangan dengan Article III.4 dan XI.1 GATT tentang national treatment dan larangan hambatan kuantitatif. 69 2. Commercial Presence dalam perdagangan jasa merupakan tindakan penanaman modal Salah satu perubahan yang sangat signifikan sejak berlangsungnya Uruguay Round 1996, adalah terjadinya perluasan perundingan ke arah bidang- bidang non konvensional, antara lain perundingan perdagangan di sektor jasa komersial yang dikenal dengan nama General Agreement on Trade Services GATS, yang berisikan pedoman-pedoman umum perdagangan di sektor jasa komersial. Sasaran yang ingin dicapai GATS adalah terciptanya sebuah kerangka multilateral yang berisikan prinsip-prinsip dan aturan-aturan perdagangan jasa- jasa dengan tujuan untuk perluasan perdagangan berdasarkan kondisi yang transparan dan liberalisasi yang progresif serta sebagai sarana meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari seluruh negara mitra dagang dan untuk pembangunan negara berkembang. 70 Lampiran annex dari perjanjian pendirian WTO mencantumkan ketentuan bidang investasi, yaitu : 69 Brazilian Automotif Measures, Panel Report, www.wto.orgenglishtratop_einvestment dispute_e, diakses 8 Juni 2008 70 Bismar Nasution 2, Op.cit, hlm. 1. Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008. 72 8. Ketentuan-ketentuan investasi yang berkaitan dengan perdagangan barang diatur dalam Trade Related Investment Measures TRIMs 9. Ketentuan-ketentuan investasi yang berkaitan dengan perdagangan jasa diatur dalam General Agreement on Trade Services GATS Ketentuan investasi yang diatur dalam GATS adalah ketentuan yang menyangkut Commercial Presence atau disebut Presence of Juridicial, dengan ketentuan bahwa negara anggota diwajibkan untuk memberikan akses ke pasar domestiknya dan memberikan perlakuan non diskriminasi antar sesama anggota most favoured nation serta memperlakukan pemasok jasa asing yang tidak lebih jelek dari pemasok jasa domestik national treatment. 71 Dalam kesepakatan GATT baru, tampaknya sejumlah previlage itu akan dihapus dan “prinsip perdagangan bebas” akan dimaksimalkan, tapi bukan hanya itu, bidang pengaturan GATT juga semakin diperluas, tidak hanya menyangkut perdagangan barang-barang manufaktur. Bidang pengaturan GATT baru antara lain mencakup “kebebasan arus investasi”. Di sinilah letak ketimpangan model perdagangan bebas yang terdapat dalam GATT bagi negara-negara berkembang. Karena dengan dihapusnya sejumlah perlakuan khusus dan diperluasnya bidang pengaturan GATT, seperti ketentuan mengenai kebebasan arus jasa dan arus investasi, maka perusahaan Multi Nasional MN atau Multi National Corporation MNC milik negara maju dapat dengan mudah masuk ke dalam sektor-sektor ekonomi skala kecil menengah yang dikelola 71 Bismar Nasution 1, Op.cit, hlm.5. Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008. 73 oleh pengusaha lokal di negara berkembang. Bahkan jika dibiarkan, merekainvestor dapat masuk ke sektor ekonomi dirumuskan sebagai “menguasai hajat hidup orang banyak”. 72 Jadi tampaklah dengan adanya prinsip perdagangan bebas yang diintroduksikan ke dalam GATT melalui Putaran Uruguay Uruguay Round, sebenarnya lebih banyak merugikan daripada menguntungkan negara-negara berkembang, seperti Indonesia. Dengan demikian nyatalah bahwa model perdagangan internasional bebas sebagaimana dimaksudkan dalam Kesepakatan GATT baru 1994 akan lebih banyak menguntungkan pihak yang kuat, dalam hal ini negara- negara maju, seperti Amerika Serikat, Jepang, RCC, dan lainnya. Peraturan penanaman modalinvestasi yang berhubungan dengan perdagangan Trade Related Investment Measures atau TRIMs dibahas dalam Putaran Uruguay yang bertujuan untuk menyatukan kebijakan dari negara-negara anggota dalam hubungannya dengan investasi asing dan mencegah proteksi perdagangan sesuai dengan prinsip-prinsip GATT, seperti “National Treatment” Perlakuan Nasional. Seperti diketahui, penanaman modal asing, seperti juga bentuk lain dari perdagangan internasional, bisa menimbulkan perbedaan kepentingan antara negara penanam modal host country. Penanam modal asing tidak akan menjadi instrumen perdagangan internasional, bila investor tidak akan menerima keuntungan kompetitif atau keuntungan kompetitif untuk investasi yang dibuatnya di luar negeri. 72 Pandji Anoraga, Op.cit, hlm. 27 Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008. 74 Pada waktu yang sama, begitu juga investasi asing tidak akan diterima oleh negara penerima modal, bila negara tersebut tidak mendapatkan keuntungan sebagai hasil langsung dari investasi asing. Pertimbangan-pertimbangan tersebut menjadi dasar perundingan yang mengarahkan negara-negara penerima modal mengatur investasi asing di negara tersebut. TRIMs melarang pengaturan-pengaturan penanaman modal yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip GATT 1994, sebagai instrumen untuk membatasi penanaman modal asing. Namun ada pengecualian-pengecualian tertentu asal memenuhi syarat-syarat tertentu pula. 73 73 Erman Radjagukguk, Hukum Investasi di Indonesia Pokok Bahasan, Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005, hlm. 248. Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008. 75

BAB III PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERDAGANGAN

INTERNASIONAL DALAM HUKUM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA A. Perkembangan Hukum Penanaman Modal di Indonesia Penanaman modal di Indonesia telah berkembang cukup lama dalam kurun waktu kurang lebih empat puluh tahun, dimana dalam kurun waktu tersebut kegiatan penanaman modal di Indonesia, baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri telah berkembang dan memberikan kontribusi dalam mendukung pencapaian sasaran pembangunan nasional. Dasar hukum mengenai penanaman modal di Indonesia diawali dengan : 1. Masa penguasaan atau penjajahan oleh bangsa-bangsa Eropa 1511- 1942 : a. Masa penguasaan Portugis 1511-1596 b. Masa penguasaan Belanda yang pertama 1596-1795 c. Masa penguasaan Prancis 1795 – 1811 d. Masa penguasaan Inggris 1811 – 1816 e. Masa kembalinya penguasaan Belanda 1816 – 1942 2. Masa pendudukan Jepang 1942 – 1945 3. Masa revolusi mempertahankan kemerdekaan 1945 – 1949 4. Masa orde lama 1949 – 1967 5. Masa orde baru 1967 – 1998 a. Undang-undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal yang disingkat dengan UUPMA No.1 Tahun 1967 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang No.11 Tahun 1970. b. Undang-undang No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri yang disingkat dengan UUPMDN sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang No.12 Tahun 1970. 6. Masa setelah krisis ekonomi 1998 – sekarang Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, telah mengesahkan Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 74 74 K.Harjono, Dhaniswara, Hukum Penanaman Modal Tinjauan Terhadap Pemberlakuan Undang-undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 17. Comment [ U1] : Comment [ U2] : Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO. USU e-Repository © 2008.