Menyimpang dari Pasal 6 ayat 2 UU PM menerapkan perlakuan diskriminatif dengan adanya perlakuan khusus kepada negara-negara tertentu berdasarkan
perjanjian dengan Indonesia. Sasaran dari perlakuan khusus ini adalah negara- negara yang terikat perjanjian penanaman modal secara bilateral, regional
maupun multilateral dengan Indonesia. Dalam hukum perdagangan internasional ketentuan yang demikian didasarkan
pada prinsip standard of preferential treatment yang membuka peluang adanya penyimpangan prinsip MFN melalui perlakuan khusus terhadap negara-negara
tertentu, seperti negara bertetangga, atau sesama anggota custom union, dan wilayah perdagangan regional atau kawasan tertentu.
2. Prinsip Larangan Pembatasan Kuantitatif
GATT melarang adanya peraturan domestik yang menerapkan kebijakan pembatasan kuantitatif terhadap barang impor. Dalam peraturan penanaman
modal, kebijakan ini umumnya diterapkan dalam persyaratan penanaman modal dalam bentuk pembatasan impor secara langsung, misalnya dalam bentuk
kebijakan keseimbangan perdagangan trade balancing policy, pembatasan impor dengan membatasi akses terhadap devisa foreign exchange limitation.
Tidak satu pun dari kebijakan tersebut yang ditetapkan sebagai syarat penanaman modal di Indonesia.
Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO.
USU e-Repository © 2008.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persyaratan-persyaratan penanaman modal dalam peraturan domestik di Indonesia tidak bertentangan
dengan prinsip larangan pembatasan kuantitatif sesuai Article XI GATT. Dengan kata lain, larangan pembatasan kuantitatif telah terakomodasi dalam peraturan
penanaman modal di Indonesia. Sehubungan dengan persyaratan penanaman modal yang terkait dengan
liberalisasi investasi di sektor jasa berdasarkan GATS terlebih dahulu harus dipahami ketentuan-ketentuan pokok sebagai berikut :
a. GATS tidak berlaku secara umum terhadap seluruh peraturan penanaman
modal domestik. Keberlakuan GATS terbatas pada peraturan penanaman modal di sektor jasa. Hal ini pun masih dibatasi pada sektor jasa yang telah
menjadi commitment liberalisasi dari Negara anggota yang bersangkutan. b.
Negara anggota masih dibenarkan menetapkan syarat-syarat penanaman modal pada sektor jasa yang sudah diliberalisasikan berdasarkan commitment
Negara anggota tersebut melalui mekanisme specific of commitment. c.
Liberalisasi sektor usaha jasa berdasarkan GATS dengan demikian bersifat progressif, berdasarkan positif list. Artinya liberalisasi berdasarkan GATS
hanya mengikat pada sektor usaha jasa yang didaftarkan dalam schedule of commitment Negara peserta.
d. Perlakuan sama antara investor asing dan domestik berlaku pada tahap post
establishment stage atau setelah perusahaan penanaman modal berdiri.
Asmin Nasution : Penerapan Prinsip Transparansi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Kaitannya dengan Domestic Regulations WTO.
USU e-Repository © 2008.
Perlakuan sama tidak mencakup tahap pre establishment stage atau tahap entry appropal.
Berdasarkan prinsip-prinsip dasar tersebut, berikut diuraikan analisis tentang persyaratan penanaman modal di Indonesia.
1. Pembatasan Bidang Usaha