Hubungan Kepribadian dan Sikap Keagamaan 1
82
kecenderungan bahwa teori Freud tentang Id meirip dengan karakter hati yang tidak berisi iman, yaitu qalb yang selalu
menuntut kepuasan dan menganut perinsip kesenangan Pleasure Principle, ia menghendaki agar segala sesuatu
segera dipenuhi atau dilaksanakan. Kalau satu segi sudah terpenuhi, ia menuntut lagi yang lain dan begitu seterusnya. Ia
menjadi anak manja dari kepribadian.
53
b. Fuad Fuad adalah perasaan yang terdalam dari hati yang
sering kita sebut Hati Nurani cahaya mata hati dan berfungsi sebagai penyimpan daya ingatan. Ia sangat sensitive terhadap
gerak atau dorongan hati dan merasakan akibatnya. Kalau hati Kufur, fuad pun kufur dan menderita. Kalau
hati bergejolak karena terancam oleh bahaya, atau hati tersentuh oleh siksaan batin, fuad terasa seperti terbakar .
kalau hati tenang, fuad pun tentram dan senang, satu segi kelebihan fuad dibanding dengan hati ialah, bahwa fuad itu
dalam situasi yang bagaimana pun, tidak bisa dusta. Ia tidak bisa menghianati kesaksian terhadap apa yang dipantulkan
oleh hati dan apa yang diperbuat oleh ego. Ia berbicara apa adanya, berbagai rasa yang dialami oleh fuad dituturkan
dalam Alquran sebagai berikut : 1 Fuad bisa bergoncang gelisa Qs Al-Qashash :10
Dan fuad ibu Musa menjadi bingung kosong, hampir saja ia menumbuhkan rahasia Musa, jika aku tidak
meneguhkan hatinya, sehingga ia menjadi orang yang beriman.
53
. Jalaludin Edisi Revisi 2012. Psikologi Agama , memahami prilaku dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi . h. 215-216
83
2 Dengan diwahyukannya Alquran kepada Nabi, fuad Nabi menjadi teguh Qs. Al-Furqon : 32
“ Dan orang-orang kafir bertanya “ mengapa Alquran tidak diturunkan kepadanya dengan sekaligus “ ?
Demikianlah, karena dengan cara itu, aku hendak mengubahkan fuadmu, dan aku bacakan itu dengan
tertib sebaik-baiknya. 3
Fuad tidak bisa berdusta QS Al-Najm :11 Fuad tidak berdusta dengan apa yang dilihatnya
4 Orang yang zalim hatinya kosong bingung. Qs Ibrahim :43
Dengan terburu-buru sambil menundukkan kepala, mereka tidak berkedi, tetapi fuadnya kosong bingung
5 Orang Musrik, fuad dan pandangan merka kaum musyrikin sebagaimana sejak semula mereka tidak mau
beriman, dan aku biarkan mereka dalam kedurhakaannya mengembara tanpa arah tertentu.
c. Ego Aspek ini timbul karna kebutuhan organism untuk berhubngan
secara baik dengan dunia kenyataanrealitas. Ego atau aku bisa dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian, mengontrol
cara-cara yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan, memilih objek-objek yang bisa memenuhi kebutuhan,
mempersatukan pertentangan-pertentangan antar qalb, dan fuad dengan dunia luar.
Ego adalah derivate dari qalb dan bukan untuk merintanginya, kalau qalb hanya mengenal dunia sesuatu yang
subjektif dan yang objektif dunia realitas. Di dalam fungsinya, ego berpegang pada prinsip kenyataan reality principle tujuan
prinsip kenyataan ini ialah, mencari objek yang tepat serasi untuk menundukkan ketegangan yang timbul dalam organism.
84
Ia merumuskan suatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan mengujinya biasanya dengan tindakan untuk mengetahui
apakah rencana itu berhasil atau tidak. Berangkat
d. Tingkah Laku Nafsiologis kepribadian dari kerangka acuan dan asumsi-
asumsi subjektif tentang tingkah –laku manusia, karena
menyadari bahwa tidak seorangpun bisa bersikap objektif sepenuhnya dalam mempelajari manusia. Tingkah laku
ditentukan oleh keseluruhan pengalaman yang disadari oleh pribadi. Kesadaran merupakan sebab dari tingkah laku. Artinya,
bahwa apa yang dipikir dan dirasakan oleh individu itu menentukan apa yang akan dikerjakan. Adanya nilai yang
dominan mewarnai seluruh kepribadian seseorang dan ikut serta menentukan tingkah lakunya.
54
Masalah normal dan abnormal tentang tingkah laku, dalam nafisiologi ditentukan oleh nilai dan norma yang sifatnya
universal. Orang yang disebut normal adalah orang yang seoptimal mungkin melaksanakan iman dan amal saleh disegala
tempat. Kebalikan dari ketentuan itu adalah abnormal, yaitu sifat-sifat zalim, fasik, syirik, kufur, nifak, dan sejenis itu.
e. Faktor-faktor pembentukan Jiwakarakter beragama Jiwa keagamaan atau pembentukan karakter beragama
dapat dibentuk dengan memperhatian apa saja yang menjadi faktor terbentuknya jiwa tersebut antara lain :
1. Penddikan keluarga
54
Jalaludin Edisi Revisi 2012. Psikologi Agama , memahami prilaku dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi . h. 214
85
Pendidikan adalah salah satu alat untuk menjadikan manusia memililki pengetahuan berdasarkan ilmu-limu dan
falsafah-falsafah kehidupan, adapun factor pendidikan yang sangat dominan dalam pembentukan karakter bagaimana
memfungsikan keluarga sebagai peroes pembelajar dan percontohan dalam pembentukan kebiasaan yang dapat
membentuk jiwa dalam kehidupannya. Gilbert Highest menyatakan pemebntukan karakter akan
terbentuk dari pendidikan yang dimulai dari sejak bayi hingga usia sekolah memiliki lingkungan tunggal yaitu keluarga. dimana
sejak dari bangun tidur sampai tidur kembali anak-anak menerima pengaruh dan pendidikan dari lingkungan keluarga.
Gilbert Highest, 1961 : 78
55
Keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan jiwa keagamaan. Perkembangan agama menurut W.H Clark.
Adalah terjalin dari unsur-unsur kejiwaan sehingga sulit untuk diindentifikasi secara jelas, karena maalah yang menyangkut
kejiwaan, manusia demikian rumit dan kompleksnya. Namun demikian,melalui fungsi-fungsi jiwa yang masih sangat
sederhana tersebut, agama terjalin dan terlihat didalamnya.
56
Melalui jalinan unsur-unsur dan tenaga kejiwaan inilah agama berkembang W.H. Clarak, 1964:4. Disini terlihat
peranan pendidikan
keluarga dalam
menanamkan jiwa
keagamaan pada anak maka, tak heran jika Rasulullah menekankan tanggung jawab pendidikan agama pada anak
kepada kedua orang tua.
55
Gilbert I. Rieda Lumoidong, Pelacuran dibalik seragam sekolah : Tinjauan Etis Teologis Terhadap Praktik hubungan sek Pranikah, Yogyakarta : Yayasan Andi 1996
h. 78
56
Witheringtion, H.C, Psikologi pendidikan Educational Psychologi, terj. M. Buchori . Bandung :Jemmars, 1982 . h: 4
86
Menurut Rasul Saw, fungsi dan peran orang tua bahkan mampu untuk membentuk arah keyakinan anak-anak mereka.
Menurut beliau, setiap bayi yang dilahirkan sudah memiliki potensi untuk beragama, namun bentuk keyakinan agama yang
akan dianut anak sepenuhnya tergantung dari bimbingan, pemeliharaan, dan pengaruh kedua orang tua mereka.
57
2 .Pendidikan Kelembagaan Lembaga adalah wadah pengembangan suatu pengetahuan
dan pendidikan yang berkonsep dan mendidik setelah pendidikan dilingkungan
keluarga. Pendidikan
Agama di
lembaga pendidikan bagaimanapun akan memberi pengaruh bagi
pembentukan jiwa keagamaan pada anak-anak. Namun demikian besar kecilnya pengaruh tergantung pada
berbagai factor yang dapat memotivasi anak untuk memahami nilai-nilai agama. Sebab pada hakekatnya pendidikan agama
adalah pendidikan nilai, yang membentuk kebiasaan yang selaras dengan tutunan agama.
M.Buchori, 1982: 115 mengatakan bahwa Kebiasaan adalah cara bertindak atau berbuat seragam. Dan pembentukan
kebiasaan ini menurut Wetheringtion melalui dua cara. Cara pertama, dengan cara pengulangan dan kedua dengan disengaja
dan direncanakan, M.Buchori, 1982:116.
58
Dalam pandangan ini, cara pertama adalah cara yang dilakukan dengan pendidikn Agama dilingkungan keluarga dan
cara kedua melalui pendidikan kelembagaan ini yang dinilai lebih efektif hasilnya. Sehingga pendidikan kelembagaan merupakan
kelanjutan dari pendidikkan keluarga.
57
. Nabi,Malik Bin. Membangun Dunia Baru Islam, Terj. Afif Muhammad dan Abdul Adhiem, Bandung : Mizan, 1994
58
. M. Buchori, Psikologi pendidikan Educational Psyhology Bandung : Jemmars, 1982 .h. 115
87
Pendidikan Kelembagaan sering disebut dengan sekolah dimana terdapat proses belajar dan mengajar. Sebagai pengajar
guru sangatlah dituntut untuk dapat mampu memberikan pemahaman kepada anak didik tentang materi pendidikan yang
diberikannya, Pemahaman dalam pendidikan akan mudah diserap jika pendidikan agama yang diberikan dikaitan dengan
kehidupan sehari-hari. Jadi, tidak terbatas pada kegiatan yang bersifat hapalan semata. Sedangkan penerimaan materi
pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan nilai bagi kehidupan anak didik.
59
Untuk tercapainya antara materi dan kebutuhan anak didik maka diperlukan keahlian seorang pengajar dalam bidang
pendidikan agama dan sikap pendidik yang sesuai dengan ajaran agama seperti jujur dan dapat dipercaya. Karena kedua tersebut
yang akan sangat menentukan dalam mengubah sikap para anak didik.
60
3. Pendidikan di Masyarakat Masyarakat merupakan lapangan pendidikan ketiga, para
pendidik umumnya sependapat bahwa lapangan pendidikan yang ikut mempengaruhi perkembangan anak didik adalah kleluarga,
kelembagaan dan lingkungan masyarakat. Keserasian dari ketiga ini akan member dampak positif bagi perkembangan anak,
termasuk dalam pembentukan jiwa keagamaan mereka. Ke-idealan sosok yang memiliki kepribadian dalam
pertumbuhan maka diperlukan aspek mencangkup, fisik, pisikis, moral, dan spiritual. Wetherington berpendapat untuk mencapai
keserasian maka diperlukan pengasuhan pertumbuhan itu, adapaun aspek pengasuhan ada 5 aspek yaitu: 1 fakta-fakta
59
. M. Buchori, Psikologi pendidikan Educational Psyhology Bandung : Jemmars, 1982 .h. 116
60
. Mc. Guire, Meredith B. Religion: The Social Context, California: Wadworth, Inc.1981
88
asuhan, 2 alat-alatnya, 3 Regularitas, 4 Perlindungan, 5 Unsur Waktu.
61
Asuhan pada pertumbuhan anak, harus dilakukan dengan cara teratur dan terus-menerus, oleh karena itu lingkungan
masyarakat akan memberi dampak dalam pertumbuhan itu. Jika pertumbuhan pisik akan berhenti ketika anak tumbuh dewasa,
sedangkan pertumbuhan pisikis akan berlanjut seumur hidup. Dari sini terlihat bahwa pola asuh pendidikan lembaga,
memiliki keterbatasan waktu tertentu, sebaliknya asuhan oleh masyarakat, akan berjalan seumur hidup. Dalam kaitan ini pula
terlihat besarnya pengaruh masyarakat terhadap pertumbuhan jiwa keagamaan sebagai bagian dari aspek kepribadian yang
terintregrasi dalam pertrumbuhan psikis. Jiwa keagamaan yang memuat norma-norma kesopanan tidak akan dapat dikuasai
hanya dengan mengenal saja. Karena nilai-nilai kesopanan menghendaki adanya norma-norma kesopanan pula pada orang
lain. Menurut Emerson. Dalam ruang lingkup yang lebih luas dapat diartikan bahwa
pembentukan nilai-nilai kesopanan atau nilai-nilai yang berkaitan dengan aspek-aspek spiritual akan lebih efektif jika seseorang
berada dalam lingkungan yang menjunjung tinggi nilai –nilai
tersebut. Dengan demikian, fungsi dan peran masyarakat dalam pembentukan jiwa keagamaan akan sangat tergantung dari
seberapa jauh masyarakat tersebut menjunjung norma-norma keagamaan tersebut.
4. Sikap Keagamaan dan Pola Tingkah Laku Pembentukan karakter beragama dalap dilihat dari sebuah
hasil pembentukan sikap. Mengawali pembahasan sikap keagamaan, maka terlebih dahulu akan dikemukaaan pengertian
mengenai sikap itu sendiri. Dalam pengertian umum sikap
61
. M. Buchori, Jemmars, 1982 .
89
dipandang sebagai seperangkat reaksi-reaksi afektif terhadap objek tertentu berdasarkan hasil penalaran, pemahaman, dan
penghayatan individu. Dengan demikian sikap terbentuk dari hasil belajar dan pengalaman.Sesorang dan bukan sebagai
pengaruh bawaan faktor interen seseorang, serta tergantung kepaa onjek tertentu. Objek sikap oleh Edwards disebut sebagai
psychological objekct . Prof .Dr.Mar’at , melengkapi pandangan Allport mengenai
sikap yang terhimpun sebanyak 13 pengertian sikap. Dari 13 pengertian ini dirangkum menjadi 11 rumusan mengenai sikap.
Rumusan umum tersebut adalah bahwa : a. Sikap merupaka hasil belajar yang diperoleh melalui
pengalaman dan interaksi yang terus menerus dengan lilngkungan Attitudes are learned.
b. Sikap selalu dihubungkan dengan Objek eperti manusia, waasan, peristiwa ataupun ide Attitutdes behe referent.
c.. Sikap diperoleh dalam berinteraksi dengan manusia lain baik di rumah, sekolah, tempat ibadat ataupun tempat lainnya melalui
nasihat, teladan atau percakapan Attitut are social learnings. d.. Sikap sebagai wujud dari kesiapan untuk bertindak dengan
cara respondcara tertentu terhadap objek Attitudes have readiness to
e. Bagian yag dominan dari sikap adalah perasaan dan efektif, seperti yang tampak dalam menentukan pilihan apakah positif,
negative atau ragu attitudes are affective F. Sikap memiliki tingkat intensitas terhadap objek tertentu y
akni kuat atau lemah attitudes arevery internsive g. Sikap bergabung kepada situasi kepada situasi dan waktu,
sehingga dalam situasi dan saat tertentu mungkin sesuai, sedangkan di saat dan situasi yang berbeda belum tentu cocok
Attitudes havea time dimension
90
h. Sikap dapat bersifat relative consitstent dalam sejarah hidup individu Attitudes haveduration factor
i. Sikap merupakan bagian dari konteks presepsi ataupun kognisi individu Attitudes are complex
j. Sikap meupakan penilaian terhadap sesuatu yang mungkin mmpunyai konsekkuensi tertentu bagi seorang atu yang
berangkutan attitudes are evalutions k..Sikap merupakan penafsiran dan tingkah laku yang mungnkin
menjadi indikatoryang sempurna atau bahkan tidak memadai attitudes are inferred
Dari ke 11 sikap tersebut berupa rumusan yang mennjukan bahwa sikap merupakan predoposisi untuk bertindak senang atau
tidak senang terhadap objek tertentu yang mencangkup komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Dengan demikian, sikap
merupakan interaksio dan komponen-komponen tersebut secara kompleks .
Merujuk kepada rumusan diatas, bahwa hubungan sikap dengan pola tingkah laku seseorang, maka tiga komponen diatas
merupakan bagian yang menentukan sikap seeorang terhadap objek, baik yang terbentuk konkret maupun objek yang abstrak.
Komponen kognisi akan menjawab tentang apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek senang atau tidak senang.
Sedangkan, komponen konasi berhubungan dengan kesediaan atau kesiapan untuk bertindak terhadap objek. Demikian, sikap
yang ditampilkan seseorang merupakan hasil proses berfikir, merasa, dan pemilihan motif-motif tertentu sebagai reaksi
terhadap sesuatu objek. Hal ini merupakan mata rantai antara sikap dan tingkah
laku yang terjalin dengan hubungan factor penentu, yaitu motif yang mendasari sikap. Motif sebagai tenaga pendorong arah
91
sikap negative atau positif akan terlihat dalam tingkah laku nyata Overt behavior pada diri seseorang atau kelompok.
Pada tingkat tertentu motif akan berperan sebagai central attitudes yang akhirnya akan membentuk preodiposisi. Proses ini
terjadi dalam diri sesorang terutama semenjak usia dini. Prediposisi menurut Mar’at merupakan sesuatu yang dimiliki
seseorang semenjak kecil sebagai hasil pembentukan dirinya sendiri. Dalam hal ini hubungan pembentukan sikapkarakter
keagamaan dapat menghasilkan bentuk pola tingkah laku keagamaan dengan jiwa keagamaan.
Berangkat dari telaah dan pandangantersebut akan membawa pada kesimpulan bahwa jiwa keagamaan sebenarnya
merupakan bagian dari komponen interen psikis manusia. Pembentukan kesadaran agama pada diri seseorang pada
hakekkatnya tak lebih dari usaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi dan daya psikis. Namun, yang menjadi
permasalahn krusial adalah bagaimana usaha yang dilakukan agar bimbingan yang diberikan sejalan dengan hakekat potensi
yang luhur tersebut.