Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk. ”
8
Ayat tersebut menjelaskan bahwa mengajak atau membimbing manusia kepada jalan Allah, hendaknya disesuaikan dengan kondisi orang
yang dibimbing atau diajak, karena daya tangkap atau respon seseorang terhadap ajaran yang disampaikan banyak dipengaruhi oleh realitas
kehidupan dan karakteristik diri pribadinya. a.
Metode “bil-hikmah”, metode ini digunakan dalam menghadapi orang-orang terpelajar, intelek, dan memiliki tingkat rasional yang
tinggi, yang kurang yakin akan kebenaran ajaran agama. b.
Metode “bil mujadalah”, perdebatan yang digunakan untuk menunjukkan dan membuktikan kebenaran ajaran agama, dengan
menggunakan dalil-dalil Allah yang rasional. c.
Metode “bil mauidzah”, dengan menunjukkan contoh yang benar dan tepat, agar yang dibimbing dapat mengikuti dan menangkap dari apa
yang diterimanya secara logika dan penjelasan akan teori yang masih baku.
9
2. Pengertian Mental
Mental berasal dari kata Latin mens, mentis yang artinya jiwa, sukma, roh, semangat.
10
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
8
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari Jakarta: Pustaka Azzam, 2009, h. 388-389.
9
Drs. M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhuan Konseling Islam, h. 135-136.
10
Kartini Kartono, Hygiene Mental Bandung: Mandar Maju, 2000, h. 3.
mental diartikan sebagai suatu hal yang berhubungan dengan batin dan watak manusia yang bukan bersifat tenaga.
11
H. M. Arifin menyatakan, arti mental adalah sesuatu kekuatan yang abstrak tidak tampak serta tidak dapat dilihat oleh panca indera tentang
wujud dan dzatnya, melainkan yang tampak adalah hanya gejalanya saja dan gejala inilah yang mungkin dapat dijadikan sasaran penyediaan ilmu
jiwa atau lainnya.
12
Mental adalah cara berfikir dan berperasaan berdasarkan nurani petunjuk yang berasal dari agama, petunjuk atau pedoman hidup. Dalam
khasanah Islam, nafs sendiri banyak pengertian: jiwa soul, nyawa, ruh, konasi yang berdaya syahwat dan ghadhab, kpribadian dan substansi
psikofisik manusia. Namun maksud bahasan ini adalah pengertian terakhir, dimana nafs memiliki
natur gabungan jasadi dan rohani psikofisik.
13
M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky mengatakan bahwa, apabila hamba
Allah telah berhasil melakukan pendidikan dan pelatihan penyehatan, pengembangan dan pemberdayaan jiwa mental, seperti yang ditulis maka
ia akan dapat mencapai tingkat kejiwaan atau mental yang sempurna, yaitu akan tersingkap;
1. Kesempurnaan Jiwa, yaitu integritasnya jiwa muthmainnah yang
tentram, jiwa radhiyah jiwa yang meridhoi dan jiwa yang mardhiyah jiwa yang diridhoi sehingga memiliki stabilitas emosional yang tinggi
11
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Jakarta: Balai Pustaka, 2007, h. 733.
12
H. M. Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Ruhaniah Manusia, Jakarta: Bulan Bintang, 1997, cet, ke-2, h. 17.
13
Muhammad Mahmud, ‘Ilm al-Nafs al-Ma’ashir di Dha’i al-Islam Jeddah: Dar al-
Syuruq, 1984.
dan tidak mudah mengalami stress, depresi dan frustasi. Jiwa ini akan selalu mengajak pada fitrah Illahiyah Tuhannya. Indikasi hadirnya jiwa
ini akan terlihat pada perilaku, sikap dan gerak-geriknya yang tenang, tidak tergesa-gesa, penuh pertimbangan dan perhitungan yang matang,
tepat dan benar, tidak terburu-buru untuk bersikap apriori dan berprasangka negatif. Jiwa radhiyah akan mendorong diri bersikap
lapang dada, tawakkal, tulus, ikhlas dan sabar dalam mengaplikasikan perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya dan menerima
dengan lapang dada segala ujian dan cobaan yang datang dalam hidup dan kehidupannya, dalam artian hampir-hampir tidak pernah mengeluh,
merasa susah, sedih dan takut menjalani kehidupan ini.
14
Firman Allah dalam Surat Yunus ayat 62-64.
Artinya : “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi
mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan dalam kehidupan} di akhirat. tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat
janji-janji Allah. yang demikian itu adalah kemenangan yang besa
r.”
15
Sedangkan jiwa mardhiyah adalah jiwa yang telah memperoleh title dan gelar kehormatan dari Allah. Sehingga keimanan, keislaman
14
Notosoedirjo, Moeljono Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, Malang: UMM Press, 2001, cet. Ke-2.
15
Departemen Agama RI, Al- Qur’an dan Terjemahnya Jakarta: Jamunu, 1969, h. 316.
dan keikhsanannya tidak akan pernah mengalami erosi, dekadensi dan distorsi. Dalam hal ini diberikan otoritas penuh kepada jiwa untuk
berbuat, berkarya dan beribadah di dalam ruang dan waktu Tuhannya yang terlepas dari jangkauan makhluk.
16
Allah berfirman dalam Surat Al-Fajr ayat 27-30 yang berbunyi:
Artinya: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu
dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam syurga-Ku
.”
17
2. Kecerdasan Uluhiyah, yaitu kemampuan fitrah seseorang hamba yang
shaleh untuk melakukan interaksi vertikal dengan Tuhannya; kemampuan mentaati segala apa yang diperintahkan dan menjauhi diri
dari apa yang yang dilarang dan dimurkai-Nya serta tabah terhadap ujian dan cobaan-Nya. Sehingga dengan kecerdasan ini akan terhindar
dari sikap menyekutukan Allah syirik, sikap menganggap remeh hukum-hukum-Nya atau sikap menunda-nunda diri untuk melakukan
kebaikan dan kebenaran fasiq, sikap suka melanggar hukum Allah zhalim, sikap mendua dihadapan-Nya nifaq, dan sikap suka
mengingkari atau mendustakan ayat-ayat-Nya kufur. Kedekatan Allah akan membuat hamba-Nya menyaksikan kebesaran dan kesucian-Nya
ihsan dengan interaksi vertikal yang bersifat transendental. Empirik
16
Notosoedirjo, Moeljono Latipun, Malang: UMM Press, 2001
17
Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Tafsir Quran Karim Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 2004, cet. Ke-33. h. 903.
dan hidup, bukan spekulasi dan ilusi.
18
Allah berfirman dalam Surat Qaaf ayat 16:
Artinya: “Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia
dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya
.”
19
3. Kecerdasan Rububiyah, yaitu kemampuan fitrah seorang hamba yang
shaleh dalam memelihara dan menjaga diri dari hal-hal yang dapat menghancurkan kehidupannya, mendidik diri agar menjadi hamba yang
pandai menemukan hakikat citra diri dengan kekuatan ilmu, membimbing diri secara totalitas patuh dan tunduk kepada Allah SWT
serta dapat memberikan kerahmatan pada diri dan lingkungannya. Menyembuhkan dan menyucikan diri dari penyakit dan gangguan yang
dapat melemahkan bahkan menghancurkan potensi jiwa, akal pikiran, qalbu dan inderawi didalam menangkap dan memahami kebenaran-
kebenaran hakiki dengan melakukan pertaubatan perbaikan diri seutuhnya.
20
Allah berfirman dalam Surat An-Nisa: 108:
Artinya: “Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka
tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika
18
Notosoedirjo, Moeljono Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, Malang: UMM Press, 2001, cet. Ke-2.
19
Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi 17 Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h. 151.
20
Notosoedirjo, Moeljono Latipun, Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan, Malang: UMM Press, 2001, cet. Ke-2.
pada suatu malam mereka menetapkan Keputusan rahasia yang Allah tidak redlai. dan adalah Allah Maha meliputi ilmu-Nya terhadap
apa yang mereka kerjakan .”
21
4. Kecerdasan ubudiyah, yaitu kemampuan fitrah seseorang yang shaleh
dalam mengaplikasikan ibadah dengan tulus tanpa merasa terpaksa dan dipaksa, akan tetapi menjadikan ibadah sebagai kebutuhan yang sangat
primer dan merupakan makanan bagi ruhani dan jiwanya, firman Allah Al-Anbiyaa: 73 yang berbunyi:
Artinya: “Kami Telah menjadikan mereka itu sebagai
pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami dan Telah kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan,
mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan Hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah.
”
22
. 5.
Kecerdasan Khuluqiyah, ialah kemampuan fitrah seseorang yang shaleh dalam berprilaku, bersikap dan berpenampilan terpuji. Dalam hal ini
terintegrasi dalam akhlak yang baik. Suatu perbuatan atau perilaku dapat diikatakan sebagai akhlak, perbuatan timbul karena terpaksa atau
setelah dipikirkan atau dipertimbangkan secara matang, tidaklah disebut akhlak. Akhlak Islamiyah mempunyai ciri yaitu kebaikannya bersifat
mutlak al-khairiyah al-muthlaqah, kebaikannya bersifat menyeluruh as-salahiyyah al-
‘ammah, tetap, langgeng dan mantap, kewajiban yang harus dipatuhi al-ilzam al-mustajab, dan pengawasan
21
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari Jakarta: Pustaka Azzam, 2009, h. 710.
22
Syaikh Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi 17 Jakarta: Pustaka Azzam, 2008, h. 815.
menyeluruh ar-raqabah al muhithah.
23
Firman Allah dalam Surat al- Qalam ayat 4:
Artinya: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti
yang agung. ”
24
Keterkaitan penjelasan di atas dengan penelitian ini yaitu bimbingan mental diharapkan bisa menstabilkan emosi warga binaan sosial WBS
sehingga dengan demikian mereka mampu mengatasi stres, bersikap lapang dada, tulus dan sabar serta mampu mentaati segala perintah Allah
dan menjauhi segala larangan-Nya.
3. Pengertian Spiritual