Peran Pembimbing Rohani Islam Dalam Menumbuhkan Etos Kerja Pada Warga Binaan Sosial (WBS) Di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger Jakarta Timur

(1)

PADA WARGA BINAAN SOSIAL (WBS)

DI PANTI SOSIAL BINA INSAN BANGUN DAYA 2

CEGER JAKARTA TIMUR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)

Disusun Oleh:

Haula Sofiana

NIM. 1110052000018

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M/ 1435 H


(2)

(3)

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 13 Mei 2014

Haula Sofiana NIM. 1110052000018


(5)

Peran Pembimbing Rohani islam dalam Menumbuhkan Etos Kerja pada Warga Binaan Sosial (WBS) Di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger Jakarta Timur

Warga binaan sosial (WBS) merupakan orang-orang penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) hasil penertiban dan penjangkauan sosial dan mendapatkan pembinaan di Panti Sosial. Banyak upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak panti salah satunya dengan diadakan bimbingan rohani Islam agar dapat menambah pengetahuan dan menumbuhkan etos kerja pada warga binaan sosial (WBS) khususnya pengemis, pedagang asongan, pemulung, dan joki.

Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger Jakarta Timur. Perumusan masalah dalam penelitian ini mengenai bagaimana proses bimbingan rohani Islam dalam menumbuhkan etos kerja pada Warga Binaan Sosial (WBS), metode apa saja yang digunakan dalam melakukan bimbingan rohani Islam, dan apa peran pembimbing rohani Islam dalam menumbuhkan etos kerja pada WBS di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (Field Research). Informan dalam penelitian ini terdiri dari dua orang pembimbing rohani Islam, dan lima orang warga binaan sosial (WBS) yang menjadi terbimbing dalam kegiatan rohani Islam.

Hasil penelitian menunjukan bahwa proses bimbingan rohani Islam diawali dengan pembukaan, salam, ice breaking, dzikir dan do’a, penyampaian materi, tanya jawab, penutup, dan diakhiri dengan salam-salaman. Metode yang digunakan oleh pembimbing rohani Islam diantaranya: metode ceramah, tanya jawab, client centered, nonton bareng, serta metode do’a dan dzikir. Pembimbing rohani Islam memiliki peran yang penting dalam menumbuhkan etos kerja pada warga binaan, yaitu dengan merubah pandangan mereka tentang bagaimana bekerja dalam Islam, merubah sikap mereka dengan menanamkan norma hukum, sosial, agama, dan memotivasi agar WBS bekerja lebih mandiri kedepannya. Tapi ada juga beberapa WBS yang hanya sampai pada tahap sadar dan masih ragu untuk meninggalkan pekerjaan lama mereka. Sehingga menurut hemat penulis pendampingan pasca pembinaan menjadi penting untuk di tindak lanjuti agar warga binaan sosial tidak kembali ke jalan.


(6)

i

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat, dan pengikutnya yang setia.

Allhamdulillah wa syukurillah berkat rahmat dan anugerah- Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Peran Pembimbing Rohani Islam dalam Menumbuhkan Etos Kerja pada Warga Binaan Sosial (WBS) di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger Jakarta Timur”.

Selanjutnya, ucapan terimakasih saya sampaikan kepada kedua orang tua saya, Ayahanda Sofian Sofie dan Ibunda Sutami yang selama ini telah memberikan saya dukungan baik dari segi moril maupun materil, yang senantiasa ridho dengan langkah saya, yang tak letih berdoa disetiap penghujung malam, dan tak habis membagi cinta dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, baik moril maupun materil, khususnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Bapak Dr. Suparto, M. Ed selaku Wadek I, Bapak Drs. Jumroni, M.Si selaku Wadek II, dan Bapak DR. H. Sunandar, M.A selaku Wadek III.


(7)

2. Ibu Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Terimakasih atas bimbingan dan masukan yang bermanfaat selama ini.

3. Bapak Drs. Sugiharto, M.A selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam sekaligus selaku Dosen Pembimbing Skripsi, yang dengan sabar membimbing dan memberikan pengarahan kepada penulis sehingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan banyak ilmunya kepada penulis.

5. Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan fasilitas untuk mendapatkan referensi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

6. Pengelola beasiswa Bidik Misi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memperjuangkan kami sehingga bisa menjadi sarjana seperti sekarang. Semoga program beasiswa ini tetap ada untuk tahun-tahun berikutnya.

7. Bapak Purwono, SH, M.Si, Bapak H. Abdul Khair, S.Ag, M.Si, Ibu Yuli, Bapak Supri, Bapak M. Kurniawan, S.Sos, Ustad Munzir dan seluruh pihak Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 yang telah memberikan izin dan banyak membantu penulis dalam penelitian ini hingga dapat berjalan baik dan lancar.

8. Untuk keluarga besarku Kak Icha, Darmawan, Ramadhan, Ilham Syahputra, dan Dek Amanda yang selalu menghibur, memberikan


(8)

iii

motivasi, doa dan kasih sayang kepada penulis. Nenekku Hj. Oktifa Hanum, Bunda Kakat, Bunda Yayan, Om Dede, serta Om Sul yang senantiasa mendukung dan memberikan banyak pelajaran hidup untuk penulis.

9. Teman-teman kosan: Fatimah, Nupus, Pupuy, Maria, Selly, Sherlin, dan Rima. Teman-teman kampus: Deuis, Sri, Fitri, Mela, Izur, Ayu, Mail, Indah, Elva, Rif’ah, dan teman-teman BPI angkatan 2010 lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu terimakasih buat sharingnya dalam proses merampungkan skripsi.

10.Mrs. Elly di SMAN 22 Kab. Tangerang, Kang Dadang di Do Jo Bandung Karate Club (BKC), Ibu Yusuf di Puspiptek atas kebaikan dan ketulusan yang diberikan kepada penulis.

Terakhir kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah ikut berpartisipasi dalam penulisan skripsi ini. Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada kalian semua, penulis mengucapkan banyak terimakasih. Semoga Allah SWT memberikan yang terbaik untuk kita semua.

Akhirnya kepada-Nyalah penulis serahkan segala urusan ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan menambah khazanah pengetahuan walaupun belum sepenuhnya optimal.

Jakarta, 15 April 2014

Haula Sofiana NIM. 1110052000018


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………... i

KATA PENGANTAR ………..... ii

DAFTAR ISI ………...……....... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……...………... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah……….. 6

C. Manfaat Penelitian...…...………...…. 7

D. Metodologi Penelitian…..………... 8

E. Tinjauan Pustaka...……….. 14

F. Sistematika Penulisan……….. 16

BAB II LANDASAN TEORI... 20

A. Konsep Peran...……….... 20

1. Pengertian Peran……….... 20

2. Manfaat Peranan...……….. 22

B. Pembimbing Rohani Islam...………. 21

1. Pengertian Pembimbing Rohani Islam……….. 23


(10)

v

3. Keterampilan yang Dimiliki Pembimbing.………... 27

C. Tujuan, Fungsi dan Metode Bimbingan 1. Tujuan Bimbingan... 28

2. Fungsi Bimbingan... 30

3. Metode Bimbingan Rohani Islam... 30

4. Prinsip-Prinsip Bimbingan... 33

D. Etos Kerja……….... 31

1. Pengertian Etos Kerja….………... 34

2. Asas-Asas Etos Kerja Islami... 37

3. Fungsi Etos Kerja... 39

4. Ciri Etos Kerja Muslim... 40

BAB III GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL BINA INSAN BANGUN DAYA 2 A. Profil Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2...…... 42

1. Sejarah Panti... 43

2. Kondisi Panti Sosial... 43

3. Susunan Organisasi Panti... 43

4. Sarana dan Prasarana Pendukung... 43

5. Kondisi SDM... 44

6. Visi dan Misi... 45

7. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi...………... 45

B. Asal dan Persyaratan Pengambilan WBS... 47


(11)

BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISA DATA

A. Identitas Informan...…. 51

1. Pembimbing... 51

2. Terbimbing... 54

B. Kegiatan Bimbingan Rohani Islam...………... 61

1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan... 61

2. Proses Kegiatan Bimbingan Rohani Islam... 64

C. Metode yang Digunakan dalam Bimbingan... 62

1. Metode Ceramah... 67

2. Metode Tanya Jawab... 68

3. Metode Client Centered... 70

4. Metode Nonton Bareng... 71

5. Metode Do’a dan Dzikir... 72

D. Analisis Peran Pembimbing Rohani Islam... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………84

B. Saran………. 85

DAFTAR PUSTAKA………... 86

DAFTAR TABEL Tabel 1 Sarana dan prasarana pendukung di Panti Sosial ... 43


(12)

vii

Tabel 2 Kondisi SDM di Panti Sosial ... 44

Tabel 3 Pembimbing Rohani Islam ... 51

Tabel 4 Terbimbing berdasarkan jenis kelamin ... 54

Tabel 5 Terbimbing Berdasarkan Usia ... 54

Tabel 6 Terbimbing Berdasarkan Klasifikasi WBS ... 55

Tabel 7 Terbimbing Berdasarkan Asal Daerah ... 55

Tabel 8 Jadwal Bimbingan Rohani Islam ... 63

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Struktur organisasi Panti ... 43

Gambar 2 Tahap pembinaan PMKS ... 49

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Transkip Wawancara dan Teknik Keabsahan Data (Trianguasi) 2. Surat Keterangan Melakukan Penelitian

3. Absensi Kegiatan Warga Binaan Sosial 4. Data Penyaluran Warga Binaan Sosial 5. Dokumentasi


(13)

A. Latar Belakang Masalah

Masalah sosial di masyarakat merupakan suatu fenomena sosial yang mempunyai berbagai dimensi. Begitu banyak dimensi yang terkandung di dalamnya, menyebabkan kegiatan untuk merencanakan, guna mencari upaya pemecahannya menjadi sangat rumit. Permasalahan sosial ini, melanda hampir seluruh wilayah, terutama di kota-kota besar di dunia, termasuk DKI Jakarta.

Salah satu masalah sosial yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah tingginya angka PMKS di Indonesia dengan klasifikasi penduduk miskin mencapai angka 30.018.980 jiwa, gelandangan 18.599 jiwa, pengemis 50. 276 jiwa, dan anak jalanan 135.983 jiwa.1

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial adalah seseorang, keluarga, atau kelompok masyarakat, yang karena suatu hambatan, kesulitan atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, dan karenanya tidak dapat menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani, sosial) secara memadai dan wajar.2

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, terdapat tujuh sasaran prioritas antara lain: kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan, dan

1

Rekapitulasi Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Per Provinsi Tahun 2012, (Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial, Tahun 2012)

2

Kementrian Sosial RI, Buku Panduan Pengumpulan dan Pengolahan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) serta Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS), (Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial, 2002), h. 4


(14)

2

penyimpangan prilaku, korban bencana; dan/atau korban tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi.3

Mereka umumnya tersebar di berbagai wilayah dengan konsentrasi utama di perkotaan seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Makasssar, dam lainnya. Pola hidup mereka pada umumnya tidak teratur dan tidak sehat serta mengelompok di kantong-kantong kemiskinan seperti di kolong jembatan, pinggir kali, lokasi pembuangan sampah, emperan toko, taman, pinggiran rel kereta api, bahkan ada yang tidur di gerobak bersama anak dan istrinya. Kondisi ini tidak sesuai dengan norma sosial dan menunjukan derajat kesejahteraan yang rendah.4

Walaupun demikian, sebagaimana diamanatkan konstitusi, mereka adalah warga negara yang patut dan wajib mendapat perlindungan dari negara, dan diharapkan dapat berpartisipasi dalam pembangunan. Dalam hal ini Kementrian Sosial sebagai instansi yang bertanggung jawab dalam penganganan masalah-masalah kesejahteraan sosial, perlu memiliki kebijakan dan program pelayanan yang jelas dalam menangani masalah ini. 5 Selain itu upaya yang sama juga dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta, melalui Keputusan Kepala Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta Nomor 105 Tahun 2012, mengenai prosedur penampungan, pembinaan dan penyaluran Penyandang

3

Pusat Penyuluhan Sosial, Bersama Penyuluh Sosial Kita Bangun Indonesia Sejahtera, (Kementrian Sosial RI, 2013), h. i

4

Direktorat Jendral Rehabilitasi Sosial, Petunjuk Teknis Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat Bagi Gelandangan, Pengemis, dan Pemulung Oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial,

(Jakarta, 2011), h. 1

5

Direktorat Jendral Rehabilitasi Sosial, Panduan Praktis Pendampingan dalam Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis, (Kementrian Sosial RI, Jakarta, 2011), h. 1


(15)

Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) hasil penertiban/ penjangkauan sosial di DKI Jakarta. 6

Oleh karena itu untuk menanggulangi banyaknya PMKS khususnya di wilayah DKI Jakarta, diperlukan adanya penertiban sosial dan panti penampungan sementara sebelum dirujuk ke panti pelayanan dan rehabilitasi sosial. Sebagai suatu lembaga sosial pengemban amanah rakyat yang dikelola oleh pemprov DKI untuk bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat PMKS untuk nantinya dikembangkan dan digembleng secara konsisten agar dapat mewujudkan masyarakat yang mandiri dan mempunyai sumber daya manusia (SDM).

Salah satu panti sosial yang menampung hasil penertiban sosial PMKS adalah Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger Jakarta Timur. Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 berfungsi sebagai penampungan sementara dan bimbingan sosial awal PMKS hasil penertiban dan penjangkauan sosial seperti gelandangan, pengemis, wanita tuna susila, jompo terlantar, anak jalanan, psikotik terlantar, penyandang cacat terlantar dan PMKS lainnya. Tujuan didirikannya panti ini adalah untuk mencegah dan mengurangi PMKS agar tidak kembali kejalan.7

Ada banyak program pembinaan di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 diantaranya: bimbingan fisik, bimbingan psikologis, bimbingan sosial,

case conference, bimbingan rohani Islam, bimbingan hukum, bimbingan

6

Brosur, Surat Keputusan Kepala Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, Nomor 105 Tahun 2012

7


(16)

4

keterampilan, bimbingan kesenian, dan penyaluran/ pembinaan lanjut ke panti rehabilitasi berikutnya.8

Salah satu kegiatan pembinaan di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 yang penulis jadikan fokus penelitian adalah Bimbingan Rohani Islam. Dimana penulis ingin mencari tahu sejauh mana seorang pembimbing rohani berperan dalam menumbuhkan etos kerja pada warga binaan sosial. Hal ini menarik untuk diteliti karena pada dasarnya agama berfungsi sebagai tuntunan dan pegangan hidup yang dapat memberikan pencerahan dan pengalaman ruhaniah seseorang sehingga akan menumbuhkan kekuatan baik mental spiritual bagi PMKS dalam menghadapi berbagai permasalahan yang dihadapi.

Kefitrahan agama bagi manusia menunjukkan bahwa manusia tidak dapat melepaskan diri dari agama, karena agama merupakan kebutuhan fitrah manusia. Selama manusia memiliki perasaan takut dan cemas, selama itu pula manusia membutuhkan agama. Kebutuhan manusia akan agama tidak dapat digantikan dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang juga dapat memenuhi kebutuhan manusia dalam aspek material. Kebutuhan manusia akan materi tidak dapat menggantikan peran agama dalam kehidupan manusia. 9

Agama berperan sebagai motivasi dalam mendorong manusia untuk melakukan suatu aktifitas, seperti bekerja, karena perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai unsur kesucian serta ketaatan. Apabila mereka meyakini Tuhan Maha Kuasa, mengatur dan

8

Brosur, Profil Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2, 15 Januari 2014

9

Dr. Marzuki, M.Ag, Konsep Manusia dan Agama, (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta), h. 24


(17)

mengendalikan alam maka segala apapun yang terjadi, baik peristiwa alamiah ataupun peristiwa sosial, dilimpahkan tanggung jawab pada Tuhan. Tetapi sebaliknya jika mereka melihat adanya kekacauan, kerusuhan, ketidakadilan, percekcokan, dialam seolah-olah tanpa kendali maka mereka merasa kecewa terhadap Tuhan.10

Dengan adanya bimbingan rohani Islam di Panti diharapkan dapat menambah pengetahuan Warga Binaan Sosial (WBS) dan dapat meningkatkan etos kerja pada diri masing-masing Warga Binaan Sosial (WBS). Sehingga bisa melakukan pekerjaan didasarkan pada prinsip-prinsip iman dan tauhid, bukan saja menunjukan fitrah seorang muslim yang wajib memenuhi kebutuhan jasmani, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai

abdullah (hamba Allah) yang mengelola seluruh alam sebagai bentuk dari cara

dirinya mensyukuri kenikmatan dari Allah Rabbul’Alamin.

Menurut Rosmiani etos kerja terkait dengan sikap mental, tekad, disiplin dan semangat kerja. Sikap ini dibentuk oleh sistem orientasi nilai-nilai budaya, yang sebagian bersumber dar iagama atau sistem kepercayaan/ paham teologi tradisional. Etos kerja yang rendah secara tidak langsung dipengaruhi oleh rendahnya kualitas keagamaan dan orientasi nilai budaya yang konservatif turut menambah kokohnya tingkat Etos kerja yang rendah itu.11

Menurut K. H. Toto Tasmara etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta caranya mengekspresikan, memandang, meyakini, dan memberikan makna ada sesuatu yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal (high performance).12

10

Zakiah Drajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), Cet. Ke-16, h. 87

11

Musa Asyari, Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Umat, (Jogyakarta: Lesfi, 1997), Cet. Ke-1, h. 35

12

Drs. H. Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim, (Jakarta: PT. Dhana Bhakti Wakaf, Cet. Ke-2, 1995), h. 20


(18)

6

Kepedulian Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 terhadap peningkatan kemampuan warga binaan sosial (WBS) salah satunya dibuktikan dengan adanya kegiatan bimbingan rohani Islam yang diharapkan dapat membina Warga Binaan Sosial (WBS) di bidang keagamaan sehingga memiliki ketahanan spiritual, pola pikir, akhlak yang sesuai dengan syariat agama Islam terutama dalam motivasi untuk bekerja lebih giat dari pada sebelumnya. Karena dengan pemahaman dan pengamalan agama yang baik, diharapkan Warga Binaan Sosial (WBS) yang ada dipanti bisa menjadi pribadi yang lebih baik dan memiliki daya juang yang lebih tinggi dalam hal bekerja.

Berdasarkan latar belakang dan pokok pemikiran di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian secara mendalam dan sekaligus dijadikan pembahasan skripsi dengan judul “Peran Pembimbing Rohani Islam dalam Menumbuhkan Etos Kerja pada Warga Binaan Sosial (WBS) Di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger Jakarta Timur”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Untuk memudahkan penulis dalam melakukan penelitian ini sehingga sampai pada tujuannya, maka penulis membatasi pada layanan bimbingan rohani Islam, dengan meninjau dari aspek pembimbing, terbimbing, proses bimbingan, metode bimbingan, materi bimbingan dalam menumbuhkan etos kerja pada warga binaan sosial (WBS) di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger Jakarta Timur.


(19)

Penulis juga melakukan pembatasan pada subjek penelitian yaitu pada pengemis, pemulung, dan pedagang asongan. Karena keterbatasan masa pembinaan dan banyaknya jenis klasifikasi warga binaan sosial (WBS) di panti.

2. Rumusan Masalah

Perumusan masalah yang dijadikan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah:

a. Bagaimana proses bimbingan rohani Islam dalam Menumbuhkan Etos Kerja pada warga binaan sosial (WBS) di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger Jakarta Timur?

b. Metode apa yang digunakan dalam kegiatan bimbingan rohani Islam di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger Jakarta Timur?

c. Bagaimana peran pembimbing rohani Islam dalam menumbuhkan etos kerja pada warga binaan sosial (WBS) di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger Jakarta Timur?

C. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan tentang etos kerja, terutama mengenai peranan seorang pembimbing rohani Islam dalam menumbuhkan etos kerja.

2. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan pembaca khususnya mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam tentang proses pelaksanaan bimbingan rohani Islam, metode bimbingan rohani Islam, dan


(20)

8

bagaimana peranan seorang pembimbing rohani Islam dalam menumbuhkan etos kerja pada warga binaan sosial.

3. Untuk bahan evaluasi dalam pelaksanaan layanan bimbingan rohani Islam bagi Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 dan Dinas Sosial DKI Jakarta. Serta menambah referensi kajian tentang peran pembimbing rohani Islam dalam menumbuhkan etos kerja pada warga binaan sosial (WBS) di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger Jakarta Timur.

D. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati.13 Adapun desain dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu penelitian yang menggunakan teknik analisa datanya berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Semua data tersebut menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.14

2. Subjek dan Objek Penelitian

Adapun subjek penelitian ini adalah 2 orang pembimbing rohani Islam, dan 5 orang warga binaan sosial (WBS) yang menerima bimbingan. Adapun teknik pemilihan subjek yang digunakan peneliti adalah purposive sampling.Purposive Sampling merupakan teknik dalam

13

Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), cet. Ke-33, edisi revisi, h. 4

14


(21)

non-probability sampling yang berdasarkan kepada ciri-ciri yang dimiliki oleh subjek yang dipilih karena ciri-ciri tersebut sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan.15

Kemudian objek dalam penelitian ini adalah peran pembimbing rohani Islam dalam menumbuhkan etos kerja pada warga binaan sosial (WBS) di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.16 Data adalah sesuatu yang diperoleh melalui suatu metode pengumpulan data yang akan diolah dan dianalisis dengan suatu metode tertentu yang selanjutnya akan menghasilkan suatu hal yang dapat menggambarkan atau mengindikasikan sesuatu. Pada penelitian kualitatif bentuk data berupa kalimat, atau narasi dari subjek atau responden penelitian yang diperoleh melalui suatu teknik pengumpulan data.17 Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan:

a. Observasi atau Pengamatan

Observasi adalah suatu kegiatan pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan dan mencatat fenomena yang muncul

15

Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), Cet. Ke-2, h. 106

16

Prof. Dr. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: ALFABETA, 2005)

17


(22)

10

dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.18

Inti dari observasi adalah adanya prilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Perilaku yang tampak dapat berupa perilaku yang dapat dilihat secara langsung oleh mata, dapat didengar, dapat dihitung, dan dapat diukur. Karena mensyaratkan perilaku yang tampak, potensi perilaku seperti sikap dan minat dalam bentuk kognisi, afeksi, atau intensi atau kecenderungan perilaku tidak dapat diobservasi.19

Dalam hal ini peneliti mengadakan penelitian langsung terhadap proses kegiatan bimbingan rohani Islam di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2. Dalam observasi peneliti melakukan pencatatan apa yang bisa dilihat oleh mata dan didengar oleh telinga, kemudian peneliti tuangkan dalam penulisan skripsi ini sesuai dengan data yang dibutuhkan.

b. Wawancara

Wawancara adalah satu cara atau teknik yang digunakan untuk mengungkapkan dan mengetahui mengenai fakta-fakta mental/ kejiwaan (psikis) yang ada pada diri terbimbing atau klien. Wawancara juga merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Dalam penelitian kualitatif yang digunakan adalah teknik wawancara mendalam, dimana seorang

18

E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif Dalam Penelitian Psikologi, ( Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi, LPSP3 UI, 1983), h. 62.

19

Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, h.131 - 132


(23)

responden atau kelompok responden mengomunikasikan bahan-bahan dan mendorong untuk didiskusikan secara bebas.20

Pada teknik wawancara ini penulis mendapatkan data dengan cara tanya jawab dan tatap muka antara peneliti dengan pembimbing rohani islam yang bertugas melakukan kegiatan bimbingan rohani islam pada warga binaan sosial (WBS) di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger Jakarta Timur.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.21Dalam hal ini penulis mengumpulkan, membaca, memperoleh, dan mempelajari berbagai macam bentuk data melalui pengumpulan dokumen-dokumen mengenai Peran Pembimbing Rohani Islam dalam Menumbuhkan Etos Kerja pada Warga Binaan Sosial (WBS) di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger Jakarta Timur serta data-data lain di perpustakaan yang dapat dijadikan bahan analisa untuk hasil dalam penelitian ini. Teknik ini digunakan untuk memperoleh data yang telah didokumentasikan dalam buku dan majalah sesuia dengan masalah yang diteliti.

4. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Apabila penelitian menggunakan teknik observasi, maka sumber

20

Elvinaro Ardianto, M.Si, Metodologi Penelitian untuk Public Relation, ( Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2010), cet. Ke-1, h. 61.

21


(24)

12

datanya bisa berupa benda, gerak, atau proses sesuatu. 22

Adapun sumber data dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Data primer, yang berupa wawancara kepada pembimbing rohani dipanti dan kepada warga binaan sosial (WBS) yang menerima bimbingan rohani islam di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger Jakarta Timur

b. Data sekunder, yang berupa data tidak langsung yang berupa catatan-catatan atau dokumen.

5. Analisis Data

Analisis data adalah suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan kedalam pola, kategori, dan suatu uraian dasar kemudian dianalisa agar mendapatkan hasil berdasarkan yang ada. Hal ini disesuaikan dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif.23

Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data model interaktif menurut Miles dan Huberman terdiri atas empat tahapan yang harus dilakukan, yaitu:

a. Pengumpulan data, proses ini dilakukan sebelum penelitian, pada saat penelitian, dan bahkan di akhir penelitian. Idealnya, proses pengumpulan data sudah dilakukan ketika penelitian masih berupa konsep atau draft. Bahkan, Creswell menyarankan bahwa peneliti

22

Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), Cet. Ke-13, h. 129

23

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik, ( Jakarta: Bulan Bintang, 2003), Cet. Ke-9, h. 11.


(25)

kualitatif sebaiknya sudah berpikir dan melakukan analisis ketika penelitian kualitatif baru dimulai.

b. Reduksi data, inti dari reduksi data adalah proses penggabungan dan penyeragaman segala bentuk data yang diperoleh menjadi satu bentuk tulisan (script) yang akan dianalisis. Hasil wawancara, hasil observasi, hasil studi dokumentasi, dan/ atau hasil dari FGD diubah menjadi bentuk tulisan (script) sesuai dengan formatnya masing-masing.

c. Display data, pada prinsipnya display data adalah mengolah data

setengah jadi yang sudah seragam dalam bentuk tulisan dan sudah memiliki alur tema yang jelas.

d. Kesimpulan/ Verifikasi, merupakan tahap akhir dalam rangkaian analisis data kualitatif. Kesimpulan menjurus pada jawaban dari pertanyaan

penelitian yang mengungkap “what” dan “how. 24

Data yang tersaji pada analisa antar kasus khususnya yang berisi jawaban atas tujuan penelitian kualitatif diuraikan secara singkat, sehingga dapat pengambilan kesimpulan mengenai peran pembimbing rohani Islam dalam menumbuhkan etos kerja pada warga binaan sosial (WBS) di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger Jakarta Timur.

6. Teknik Penulisan

Dalam penulisan ini penulis berpedoman dan mengacu kepada

buku “ Pedoman Penulisan Karya Ilmiah ( Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.” Yang diterbitkan oleh CeQDA, April 2007,

Cet. Ke-2.

24

Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, h.164-181


(26)

14

E. Tinjauan Pustaka

Dalam membantu penulis untuk melakukan penelitian maka diperlukannya tinjauan dari penelitian-penelitian sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti pada kajian yang sama tetapi pada ruang lingkup yang lebih luas dan mendalam di bidang bimbingan rohani Islam, yaitu sebagai berikut:

a. “Pelaksanaan Bimbingan Rohani Islam dalam Meningkatkan Etos Kerja

Kepolisian Di Polres Jakarta Pusat”, yang ditulis oleh Chintiya Puspita

Sari. Hasil penelitian skripsinya menunjukan bahwa pelaksanaan bimbingan rohani memberikan pengaruh besar terhadap peningkatan etos kerja anggota kepolisaian. Hal ini terlihat dari meningkatnya kinerja para anggota kepolisian yang setiap hari semakin giat dalam menjalankan tugasnya. Metode yang digunakan dalam melakukan bimbingan adalah metode ceramah.

b. “Peran Pembimbing Agama dalam Menanamkan Pengetahuan Keagamaan Pemulung Di Yayasan Amal Islami Lebak Bulus Jakarta Selatan”, yang ditulis oleh Eka Camalia Nurhidayati. Hasil penelitian skripsinya bahwa pembimbing agama berperan sebagai teladan, memberikan pemahaman, menanamkan rasa percaya diri ibu-ibu pemulung, penyelenggara program edukasional, pembangkit kesadaran masyarakat, membangun kedekatan emosional, dan advokatif dengan memberikan materi keagamaan meliputi aqidah, syariah dan akhlak bagi ibu-ibu pemulung di Yayasan Amal Media Insani.


(27)

c. “Peranan Bimbingan Agama dalam Meningkatkan Ibadah Shalat Pada

Lansia Di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten”, yang ditulis oleh Hari Kohari Permasandi. Hasil penelitiannya bahwa metode bimbingan agama yang digunakan pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat pada lansia tak berbeda dari metode pembimbing lainnya seperti metode ceramah, tanya jawab, tapi ada juga metode yang berbeda yaitu metode pami-pami sehingga semua metode tersebut sangat digunakan dalam meningkatkan ibadah shalat pada lansia. d. “Peran Pembimbing Dalam Menanamkan Norma-Norma Kehidupan Bagi

Warga Binaan Di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 6 Cengkareng”, yang ditulis oleh Siti Fatimatuz Zahra Al-Hasyim. Dari hasil penelitiannya dapat diketahui metode yang digunakan pembimbing dalam menanamkan norma-norma kehidupan bagi warga binaan sosial adalah metode ceramah, metode tanya jawab, metode pemberian tugas, metode pembiasaan, metode keteladanan, metode sosiodrama, dan metode demonstrasi. Disini juga terlihat peran pembimbing sangat berperan dalam menanamkan norma-norma kehidupan terutama norma-norma agama yaitu penanaman nilai aqidah dan ibadah serta pada norma sosial yaitu penanaman nilai-nilai sosial yaitu rasa kasih sayang dan saling menghargai terhadap guru dan pembimbing bahkan sesama warga binaan sosial di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 6 Cengkareng.

e. “Peran Pembimbing Agama Dalam Mewujudkan Kemandirian Bagi Anak -Anak Yatim Di Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar Kelurahan Beji Kota Depok”, yang ditulis oleh Sofhal Jamil. Hasil dari penelitian tersebut


(28)

16

bahwa peran pembimbing agama dalam mewujudkan kemandirian anak-anak yatim di Pondok Pesantren Yatim Al-Akhyar adalah sebagai pengganti orang tua, sebagai pendidik, dan motivator. Sedangkan peranan pembimbing agama menurut masyarakat adalah: sebagai pengganti orang tua dalam sisi kehidupannya dan sebagai pendidik baik formal maupun non formal.

Dari kelima penelitian di atas yang membedakan dengan penelitian lainnya adalah peran pembimbing rohani Islam dalam menumbuhkan etos kerja pada warga binaan sosial (WBS) di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger Jakarta Timur. Dalam penelitian ini membahas mengenai bagaimana peranan pembimbing rohani Islam dalam merubah pandangan, nilai-nilai, persepsi, dan sikap warga binaan sosial. Dimana warga binaan sosial ini merupakan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dan etos kerjanya terbilang cukup minim. Sehingga perlu adanya upaya untuk menumbuhkan etos kerja pada warga binaan sosial (WBS) salah satunya dengan mengadakan kegiatan bimbingan seputar bekerja yang baik didalam Islam, bagaimana melakukan muamalah yang sesuai syariat, dan lain sebagainya. Ini semua disampaikan dengan bahasa-bahasa agama, oleh pembimbing rohani Islam di Panti.

F. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.


(29)

BAB II : Tinjauan teori meliputi konsep dan pengertian peranan, dan fungsi pembimbing rohani islam yang meliputi : pengertian peran, pengertian pembimbing, syarat pembimbing, tujuan dan fungsi bimbingan, metode bimbingan, pengertian etos kerja, asas-asas etos kerja islami, fungsi etos kerja, dan ciri etos kerja islami.

BAB III : Dalam bab ini dijelaskan tentang gambaran umum tentang Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger Jakarta Timur diantaranya: profil Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2, visi dan misi, kedudukan, tugas dan fungsi, asal WBS, persyaratan pengambilan WBS oleh keluarga, program pembinaan di panti, dan tahap pembinaan PMKS di panti.

BAB IV : Dalam bab ini menjelaskan hasil dan analisa data penelitian, dengan penguraiannya tentang peran dan fungsi pembimbing rohani islam, proses bimbingan rohani Islam yang dilakukan, dan metode bimbingan rohani yang digunakan saat menyampaikan materi keagamaan. BAB V : Penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran terhadap pembahasan bab-bab sebelumnya.


(30)

18 BAB II

LANDASAN TEORI A. Konsep Peran

1. Pengertian Peran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian peran adalah seperangkat tingkat yang diharapakan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilakukan. 1

Ralph Linton, seperti dikutip oleh Soerjono Soekanto mendefinisikan peranan (role) sebagai berikut:

“Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukan-kedudukannya maka dia menjalankan suatu peran.”2

Menurut Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, istilah “peran” diambil dari dunia teater. Dalam teater, seorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh itu ia diharapkan untuk berprilaku tertentu. Posisi aktor dalam teater (sandiwara) itu kemudian dianalogikan dengan posisi seseorang dalam masyarakat. Sebagaimana halnya dengan teater, posisi orang dalam masyarakat sama dengan posisi aktor dalam teater, yaitu bahwa perilaku yang diharapkan daripadanya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berada dalam kaitan dengan adanya

1

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), Cet. II, h. 667

2

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, Cet. 36, 2003), h. 243


(31)

orang lain yang berhubungan dengan orang atau aktor tersebut. Dari sudut pandang inilah disusun teori-teori peran.3

Dalam teorinya Biddle dan Thomas membagi peristilahan dalam teori peran dalam 4 golongan, yaitu istilah-istilah yang menyangkut:

a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut

c. Kedudukan orang-orang dan perilaku d. Kaitan antara orang dan perilaku4

Peranan mencakup tiga hal, yaitu sebagai berikut:

a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.

b. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai prilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.5

Dari penjelasan mengenai pengertian peran diatas maka dapat disimpulkan bahwa peran adalah suatu tingkah laku yang diharapkan orang lain dari individu dengan status sosial yang disandangnya dalam sebuah kelompok, dan mempengaruhi prilaku kelompok tersebut.

3

Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta: CV. Rajawali, 1984), h. 233- 234

4

Ibid, h. 234 5

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), Cet. 44, h. 213


(32)

20

2. Manfaat Peranan

Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagai masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya.

Arti penting sosiologis dari peran ialah memaparkan apa yang diharapkan dari orang. Ketika individu di seluruh masyarakat menjalankan peran mereka, peran tersebut saling bertaut untuk membentuk sesuatu yang dinamakan masyarakat. Sebagaimana telah dikemukakan oleh Shakespearse, peran sangkat efektif untuk mengekang orang – mengatakan pada mereka

kapan mereka harus “masuk dan kapan mereka harus “keluar”, maupun apa

yang harus dilakukan di antaranya.6

Menurut Ely Chinoy, dikutip oleh Soerjono Soekanto pentingnya peranan adalah karena ia mengatur perilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain. Orang yang bersangkutan akan dapat menyesuaikan perilaku sendiri dengan perilaku orang-orang sekelompoknya. 7

Peranan dapat membimbing seseorang dalam berprilaku, karena manfaat peranan sendiri adalah sebagai berikut:

a. Memberi arah pada proses sosialisasi

b. Pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan pengetahuan.

6

James M. Henslin, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi, Jilid I , (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 95

7


(33)

c. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat

d. Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol, sehingga dapat melestarikan kehidupan masyarakat.8

B. Pembimbing Rohani Islam

1. Pengertian Pembimbing Rohani Islam

Pengertian pembimbing menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang membimbing; pemimpin; penuntun. Sedangkan membimbing artinya memberi petunjuk. 9

Istilah bimbingan merupakan terjemahan dari kata guidance (Bahasa Inggris). 10 Kata “guidance” adalah kata dalam bentuk mashdar (kata

benda) yang berasal dari kata kerja “to guide” artinya menunjukan, membimbing, atau menuntun orang lain ke jalan yang benar.11

Pengertian bimbingan menurut Prayitno:

“ Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada orang lain, baik secara perorangan (individu) maupun kelompok agar mereka dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri, yaitu: mengenal diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis, mengambil keputusan sendiri, mengarahkan diri sendiri, dan mewujudkan diri sendiri.” 12

W.S Winkel mengemukakan :

“Bimbingan berarti pemberian bantuan kepada sekelompok orang dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana dalam mengadakan

8

J. Dwi Narkowo dan Bagus Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet. 3, h. 160

9

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 117

10Elfi Mu’awanah, S.Ag., M.Pd, dan Rifa Hidayah, S.Ag., S.Psi., M.Si.,Psi,

Bimbingan dan Konseling Islam Di Sekolah, (Jakarta: PT. Bumi Askara, 2009), h. 53

11

Drs. H. M. Arifin, M.Ed., Pokok-Pokok Pikiran tentang Bimbingan dan penyuluhan Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 18

12

Drs. M. Lutfi, M.A., Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 7


(34)

22

penyesuaian diri terhadap tuntutan-tuntutan hidup. Bantuan itu

bersifat psikis (kejiwaan) bukan “pertolongan” finansial, media, dan

lain sebagainya. Dengan adanya bantuan ini, seseorang akhirnya dapat mengatasi sendiri masalah yang dihadapinya sekarang dan menjadi lebih mapan untuk menghadapi masalah yang akan dihadapinya kelak-ini menjadi tujuan bimbingan. Jadi, yang memberikan bantuan menganggap orang lain mampu menuntun dirinya sendiri, meskipun kemampuan itu mungkin harus digali dan dikembangkan melalui bimbingan. “13

Drs. H. M. Arifin, M.Ed., Mengemukakan:

“Bimbingan dan penyuluhan agama adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami kesulitan-kesulitan rohaniah dalam lingkungan hidupnya agar orang tersebut mampu mengatasinya sendiri karena timbul kesadaran dan penyerahan diri terahadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga timbul pada diri pribadinya suatu cahaya harapan kebahagiaa hidup masa sekarang dan masa depannya.” 14

Dari beberapa pendapat tersebut, menurut penulis dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang kepada kelompok tertentu, untuk membantu dan mengarahkan mereka dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi dengan menggali potensi serta kemandirian individu tersebut.

Dalam masyarakat Islam telah pula dikenal prinsip-prinsip guidance

and counseling yang bersumber dari firman Allah Swt serta hadis Nabi.

Diantara dasar-dasar bimbingan dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi adalah sebagai berikut:

Firman Allah SWT:

13

Drs. Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 7

14

Drs. H. M. Arifin, M.Ed., Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan penyuluhan Agama, h. 19


(35)

ركْن ْل نع ْ ْنت ف رْع ْل ب رمْأت س نلل ْتجرْخأ ةمأ رْيخ ْمتْنك

ْ ْل م ْنم ْم ل ًرْيخ كل تكْل لْهأ نمآ ْ ل َ ب نمْ ت

نم

قس فْل مهرثْكأ

“Kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”15

(Q.S Ali Imran: 110)

Disamping ayat Al-qur’an diatas, terdapat pula beberapa sabda Nabi yang menjelaskan bahwa penasihatan atau konseling merupakan kewajiban agama.Sabda Rasulullah:

“Sesungguhnya Demi Dzat yang diriku ada di tangan-Nya, engkau

akan sungguh-sungguh memerintahkan kebajikan dan melarang kemungkaran ataukah Allah akan segera membangkitkan siksaan atas kamu daripada-Nya, kemudian kamu berdoa kepada-Nya

sedang doamu tidak akan dikabulkan.”(HR. At-Tirmidzi)16

Bertolak dari prinsip dasar di atas (ayat-ayat Al-qur’an dan hadis) yang berkenaan dengan kegiatan bimbingan rohani Islam di atas semoga dapat lebih menekankan bahwa kegiatan bimbingan agama, dakwah, tabligh, ceramah yang sifatnya mengajak orang lain kepada kebaikan merupakan kewajiban kita sebagai umat muslim. Sehingga menjadikan kita untuk terus berlomba-lomba dalam menegakan amar ma’ruf nahi munkar.

Pengertian “rohani” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer dijelaskan, rohani adalah kondisi kejiwaan seseorang dimana

15

Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, (Jakarta: Maghfirah Pustaka), h. 64

16

Drs. H. M. Arifin, M.Ed., Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan penyuluhan Agama, h. 19


(36)

24

terbentuk dalam hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa yang diwujudkan dalam budi pekerti seseorang serta melalui hubungan manusia dengan sesama manusia dengan ajaran agama yang dianutnya. 17 Rohani, merupakan unsur yang paling halus, bersifat suci, dan ilahi karena dianggap berasal dari ilahi, kecenderungannya kepada yang suci, bersih, dan mulia, kekal dalam arti tidak hancur karena hancurnya badan jasmani.18

Menurut Imam Al-Ghazali seperti dikutip oleh Jamaludin Kafie mengatakan bahwa:

“Roh itu mempunyai dua pengertian, yaitu: roh jasmani dan roh rohani. Roh jasmani itu yaitu zat yang halus berpusat di ruang hati dan menjalar keseluruh urat nadi (pembiluh darah) selanjutnya tersebar keseluruh tubuh, karenannya manusia dapat bergerak (hidup) dan dapat merasakan berbagai macam perasaan serta dapat berpikir atau mempunyai kegiatan-kegiatan hidup kejiwaan. Sedangkan roh rohani adalah bagian dari yang ghoib, dengan roh ini manusia dapat mengenal dirinya sendiri dan mengenal tuhan, serta menyadari keberadaan orang lain (berkepribadian, berkebutuhan, dan berprikemanusiaan), serta tanggung jawab atas segala tingkah lakunya. 19

Istilah ruhjuga kadang-kadang dipergunakan dalam pengertian yang sangat ketat untuk menggambarkan spirit kepercayaan yang dihasilkan sebagai buah pengetahuan seseorang terhadap Allah, seperti mohon taubat kepada-Nya sampai mencari-Nya dengan penuh cinta. Ini merupakan spirit (dalam hal ini kesadaran terhadap Tuhan) dimana Allah menguatkan ketakwaan hamba-Nya yang terpilih.

17

Peter Salim dan Yeni, Kamus Besar Bahasa IndonesiaKontemporer, (Jakarta: Modern English, 1991), h. 993

18

Drs. H. Isep Zainal Arifin, M. Ag, Bimbingan dan Penyuluhan Islam: Pengembangan Dakwah melalui Psikoterapi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2009),h. 27

19


(37)

Dalam hal ini, pengetahuan merupakan “ruh” (kekuatan spiritual), seperti keikhlasan, kebenaran, pertaubatan, cinta pada Allah dan penyerahan diri kepada-Nya. Manusia berbeda-beda dalam pencapaian kekuatan spiritual. Ada beberapa yang benar-benar menguasainya hingga menjadi makhluk “spiritual”, dan yang lain kehilangan kekuatan ini dan dalam titik hampa yang sangat ekstrem menjadi sangat duniawi dan menyerupai hewan.20

Menurut Zaini yang dikutip oleh Rafy Sapuri, manusia dalam Islam memang makhluk yang memiliki dimensi-dimensi kompleks. Manusia dimana pun dan beragama apa pun pasti tersusun dari jasad dan roh. Jasad diartikan sebagai tubuh fisik dan roh diartikan sebagai kekuatan yang berasal dari Allah SWT yang ditiupkan ke jasad manusia saat janin berusia 120 hari. Abu hanifah pernah mengatakan bahwa sumber krisis dunia adalah rohani yang tidak diberi makan (lapar). Demikian juga al-Kindi pernah berkata: ”Hakikat manusia adalah yang ada pada rohnya bukan yang ada pada jasadnya. Manusia akan kehilangan identitasnya di hadapan seluruh makhluk jika tidak mampu memahami eksistensi nilai-nilai ruhiyah yang telah bersemayam dalam dirinya.” 21

Selanjutnya pengertian Islam menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW,

20

Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami: menyingkap rentang kehidupan manusia dari prakelahiran hingga pascakematian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 293

21

Rafy Sapuri, M.Si., Psikologi Islam: Tuntutan Jiwa Manusia Modern, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 9-10


(38)

26

berpedoman kepada kitab suci Al-qur’an, yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah SWT. 22

Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat memahami pengertian pembimbing rohani Islam adalah individu yang melakukan kegiatan bimbingan kepada seseorang atau kelompok yang memiliki kesulitan-kesulitan dalam hal rohani/ batin dengan berpedoman kepada Al-qur’an dan Sunnah. Sehingga terbimbing dapat secara mandiri untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapainya dengan menumbuhkan pemahaman agama yang baik pada diri terbimbing.

2. Syarat-Syarat Pembimbing

Pembimbing perlu memiliki sifat, syarat, dan keterampilan yang terus-menerus perlu dikembangkan. Adapun sifat atau syarat yang harus dimiliki petugas pembimbing antara lain adalah hendaknya:

a. Memiliki sifat baik, setidak-tidaknya sesuai ukuran si terbantu. b. Bertawakal, mendasarkan segala sesuatu atas nama allah.

c. Sabar, utamanya tahan menghadapi si terbantu yang menentang keinginan untuk diberikan bantuan.

d. Tidak emosional, artinya tidak mudah terbawa emosi dan dapat mengatasi emosi diri dan si terbantu.

e. Retorika yang baik, mengatasi keraguan si terbantu dan dapat meyakinkan bahwa ia dapat memberikan bantuan.

22


(39)

f. Dapat membedakan tingkah laku klien yang berimplikasi terhadap hukum wajib, sunnah, mubah, makruh, haram terhadap perlunya taubat atau tidak. 23

M. Lutfi juga mengemukakan mengenai berbagai sifat dan akhlak yang seharusnya dimiliki oleh setiap pembimbing:

“Sifat atau akhlak tersebut adalah keteladanan (uswah), dan figur

(qudwah), ikhlas, sabar dan intropeksi (ihtisab), optimis dan janji

setia (tsiqah) kepada Allah, pemahaman mendalam, pengorbanan, antisipatif, dapat berinteraksi dengan berbagai kalangan, penuh perhitungan, cerdas, lemah lembut, menjaga ukhuwah islamiyah, bermartabat, mengutamakan tugas dan berserah diri kepada Allah

Swt (tawakkal).24

Selain syarat-syarat di atas, menurut penulis ada satu hal yang perlu diperhatikan bagi seorang pembimbing rohani karena tugas seorang pembimbing adalah menyampaikan pesan dakwah maka pertama-tama pembimbing harus memulainya dari diri sendiri agar menjadi tauladan bagi orang lain.

3. Keterampilan Yang Dimiliki Pembimbing

Menurut Jumhur dan Surya adapun keterampilan yang perlu dimiliki oleh seorang pembimbing adalah keterampilan komunikasi, yaitu mendengarkan dan memerhatikan. Disamping itu, juga kemampuan untuk menyelenggarakan konseling, mengolah data individu, melakukan

23

Elfi Mu’awanah, S.Ag., M.Pd, dan Rifa Hidayah, S.Ag., S.Psi., M.Si.,Psi, Bimbingan dan Konseling Islam Di Sekolah, (Jakarta: PT. Bumi Askara, 2009), h. 142

24

Drs. M. Lutfi, M.A., Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, h. 159


(40)

28

wawancara, dan menggunakan sumber-sumber yang terdapat di sekolah dan masyarakat.25

Berikut bagan penjelasan mengenai keterampilan komunikasi. 26

Keterampilan lain yang diperlukan menurut Bimo Walgito, yang dikutip oleh Samsul Munir:

“Seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas, baik segi teori maupun praktik. Teori merupakan hal yang penting karena segi inilah yang menjadi landasan di dalam praktik. Praktik tanpa teori tidak dapat mencapai tujuan dan sasaran yang tepat. Demikian pula sebaliknya, praktik juga diperlukan dan menjadi hal penting, karena bimbingan dan penyuluhan merupakan “applied science” ilmu yang harus diterapkan dalam praktik sehari-hari sehingga seorang pembimbing akan sangat canggung apabila hanya memiliki teori tanpa memiliki kecakapan di dalam praktik.” 27

C. Tujuan, Fungsi, dan Metode Bimbingan 1. Tujuan Bimbingan

Menurut Drs. H.M Arifin M, Ed., tujuan bimbingan agama adalah sebagai berikut:

25

Drs. M. Lutfi, M.A., Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, h. 143

26Elfi Mu’awanah, S.Ag., M.Pd, dan Rifa Hidayah, S.Ag., S.Psi., M.Si.,Psi,

Bimbingan dan Konseling Islam Di Sekolah, h. 143

27

Drs. Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, h.297

Memerhatikan dan Mendengarkan Klien

Keterampilan Mikro

Keterampilan Komunikasi Verbal

Keterampilan Bersama Klien Secara Emosional


(41)

“Bimbingan dan penyuluhan agama dimaksudkan untuk membantu si terbimbing supaya memiliki religious reference (sumber pegangan keagamaan) dalam memecahkan problem. Bimbingan dan penyuluhan agama yang ditujukan kepada si terbimbing agar dengan kesadaran serta kemampuannya bersedia mengamalkan ajaran agamanya.28

Tujuan umum/ jangka panjang bimbingan dan konseling Islami adalah agar individu menjadi muslim yang bahagia dunia dan akhirat. Dimana untuk mencapai tujuan umum tersebut dalam proses konseling perlu dibangun kemandirian individu sebagai pribadi muslim.29

Adapun tujuan bimbingan secara khusus antara lain sebagai berikut: a. Membantu individu agar tidak menghadapi masalah

b. Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapi

c. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain.30

Oleh karena itu, tujuan dari bimbingan rohani Islam ialah sebagai suatu kegiatan yang mengarahkan dan membantu individu atau kelompok untuk secara mandiri keluar dari masalah-masalah hidup yang dihadapai dengan cara-cara yang sesuai dengan syariat Islam dan berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah.

28

Drs. H. M. Arifin, M.Ed., Pokok-Pokok Pikiran tentang Bimbingan dan penyuluhan Agama, h. 39

29

Erhamwilda, Konseling Islami,(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 119 30

Aunur Rahman Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam (Yogyakarta: UII Press, 2001), Cet. Ke-2,h. 35


(42)

30

2. Fungsi Bimbingan

Selanjutnya fungsi dari bimbingan menurut Aunur Rahman Faqih: a. Pemahaman, yaitu membantu individu mengembangkan potensi dirinya

secara optimal.

b. Preventif, yaitu mencegah klien agar tidak melakukan perbuatan yang bisa merugikan orang lain.

c. Pengembangan, yaitu menciptakan situasi belajar yang kondusif dan memfasilitasi perkembangan klien.

d. Perbaikan/penyembuhan, yaitu memberikan bantuan pada klien yang sedang mengalami masalah, baik yang berkaitan dengan pribadinya, sosial, belajar, maupun karirnya.

e. Penyaluran, yaitu membantu klien agar mengembangkan potensi dirinya sesuai dengan kemampuan pada bidang dan keahlian yang dimilikinya. f. Penyesuaian, yaitu membantu klien agar dapat menyesuaikan diri

dimanapun ia tinggal dan berada. 31 3. Metode Bimbingan Rohani Islam

Metode adalah seperangkat langkah (apa yang harus dikerjakan) yang tersusun secara sistematis (urutannya logis) untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam melakukan bimbingan, agar materi yang disampaikan oleh pembimbing dimengerti oleh terbimbing (penerima pesan) diperlukan metode, macam-macam metode yang digunakan dalam bimbingan antara lain sebagai berikut:

31

Dr. Syamsu Yusuf dan Dr. A Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling


(43)

a. Metode Interview (Wawancara), merupakan suatu alat untuk memperoleh fakta/ data/ informasi dari murid secara lisan, jadi terjadi pertemuan di bawah empat mata dengan tujuan mendapatkan data yang diperlukan untuk bimbingan.

b. Group Guidance (Bimbingan Kelompok), ada kontak ahli bimbingan

dengan sekelompok klien yang agak besar mereka mendengarkan ceramah, ikut aktif berdiskusi, serta menggunakan kesempatan untuk tanya jawab. Pembimbing mengambil banyak inisiatif dan memegang peranan instruksional, misalnya bertindak sebagai instruktur atau sumber ahli bagi berbagai macam pengetahuan atau informasi.

c. Client Centered Method (metode yang dipusatkan pada keadaan klien),

metode ini sering disebut juga dengan nondirective (tidak mengarahkan). Dalam metode ini terdapat pandangan bahwa klien sebagai makhluk yang bulat memiliki kemampuan berkembang sendiri dan sebagai pencari kemantapan diri sendiri (self consistency).

d. Directive Counseling, metode ini berlawanan dengan metode nondirective

atau client centered, di mana konselornya dalam interviewnya, berada di dalam situasi bebas. Klien diberi kesempatan mencurahkan segala tekanan batin sehingga akhirnya mampu menyadari tentang kesulitan-kesulitan yang diderita. Dengan demikian, peranan konselor hanyalah merefleksikan kembali segala tekanan batain atau perasaan yang diderita klien.

e. Educative Method, metode ini hampir sama dengan metode client

centered, hanya bedanya terletak pada usaha mengorek sumber perasaan


(44)

32

kejiwaan klien (potens dinamis) melalui pengertian tentang realitas situasi yang dialami olehnya.

f. Psychoanalysis Method, metode ini berpangkal pada pandangan bahwa

semua manusia itu jika pikiran dan perasaannya tertekan oleh kesadaran dan perasaan atau motif-motif tertekan tersebut tetap masih aktif mempengaruhi segala tingkah lakunya meskipun mengendap di dalam alam bahwa ketidaksadaran (Das Es) yang disebutnya “Verdrongen

Complexen”.32

Selain metode yang diuraikan di atas, dalam perspektif Al-Qur’an juga metode yang bisa diterapkan dalam kegiatan bimbingan, yaitu metode

bil-hikmah, bil –mauidzah hasanah, dan bil-mujadalah. Sebagaimana terdapat

dalam firman Allah:

يه يتل ب ْم ْلد ج ۖ ةنسحْل ة عْ ْل ة ْكحْل ب كبر لي س ٰىل ْد

ني تْ ْل ب ملْعأ ه ۖ هلي س ْنع لض ْن ب ملْعأ ه كبر ۚ نسْحأ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan

pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui

orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Q.S. An-Nahl (16): 125) 33

Ayat tersebut menjelaskan bahwa dalam mengajak dan membimbing seseorang kepada jalan Allah, memerlukan metode dan teknik tertentu. Diman kita sebagai pembimbing harus memahami karakteristik, latar belakang dan kepribadian terbimbing, sehingga dapat menggunakan metode bimbingan yang sesuai dan tujuan dari bimbingan tersebut dalam tercapai.

32

Drs. Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, h. 69-73

33


(45)

a. Metode “bil-hikmah”, metode ini digunakan dalam menghadapi orang-orang terpelajar, intelek, dan memiliki tingkat rasional yang tinggi, yang kurang yakin akan kebenaran ajaran agama.

b. Metode “bil-mujadalah”, perdebatan yang digunakan untuk menunjukan dan membuktikan kebenaran ajaran agama, dengan menggunakan dalil-dalil Allah yang rasional.’

c. Metode “bil-mauidzah”, dengan menunjukan contoh yang benar dan tepat, agar yang dibimbing dapat mengikuti dan menangkap dari apa yang diterimanya secara logika dan penjelasan akan teori yang masih baku.34

4. Prinsip-Prinsip Bimbingan

Prinsip merupakan panduan hasil kajian teoritik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Misalnya menurut Van Hoose mengemukakan bahwa:

a. Bimbingan didasarkan pada keyakinan pada bahwa dalam setiap diri manusia terkandung kebaikan-kebaikan; setiap pribadi mempunyai potensi dan pendidikan hendaklah mampu membantu orang lain memanfaatkan potensinya itu.

b. Bimbingan didasarkan pada ide bahwa setiap manusia adalah unik; seseorang berbeda dengan orang lainnya.

c. Bimbinga merupakan bantuan kepada orang lain dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka menjadi pribadi-pribadi yang sehat.

34

Drs. M. Lutfi, M.A., Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam, h. 135-136


(46)

34

d. Bimbingan merupakan usaha membantu mereka yang memerlukannya untuk mencapai apa yang menjadi idaman masyarakat dan kehidupan umumnya.

e. Bimbingan adalah pelayanan, unik yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dengan latihan-latihan khusus, dan untuk melaksanakan pelayanan bimbingan diperlukan minat pribadi khusus.35

D. Etos Kerja

1. Pengertian Etos Kerja

Etos dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya yaitu pandangan hidup yang khas dari suatu golongan. 36 Etos yang berasal dari bahasa Yunani, dapat mempunyai arti sebagai sesuatu yang diyakini, cara berbuat, sikap serta persepsi terhadap penilaian bekerja. Dari kata ini lahirlah apa yang disebut dengan “ethic” yaitu, pedoman, moral, dan perilaku, atau dikenal pula etiket yang artinya cara bersopan santun. 37

Selain itu definisi-definisi etos dari beberapa sumber dalam buku Etos kerja Islami diantaranya:

a. Dalam buku Websters Worl University Dictionary dijelaskan etos ialah sifat dasar atau karakter yang merupakan kebiasaaan dan watak bangsa atau ras.

35

Prof. Dr. H. Prayitno, M.Sc. Ed, dan Drs. Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), h. 218

36

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 428 37

H. Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim, (Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), Cet. Ke-2, h. 21


(47)

b. Koentjoroningrat mengemukakan pandangannya bahwa etos merupakan watak khas yang tampak dari luar dan terlihat oleh orang lain.

c. Dalam Hand Book of Psycology Term, etos diartikan sebagai pandangan khas suatu kelompok sosial, sistem nilai yang melatarbelakangi adat istiadat dan tata cara suatu komunitas.

d. Menurut Nurcholish Madjid, etos berasal dari bahasa Yunani (ethos) ialah karakter dan sikap, kebiasaan, serta kepercayaan dan seterusnya yang bersifat khusus tetang seorang individu atau sekelompok manusia. Etos juga berarti jiwa suatu kelompok manusia yang daripadanya berkembang padangan bangsa itu sehubungan dengan baik dan buruk, yaitu etika.38

e. Drs. H. Toto Tasmara juga mengartikan etos adalah norma serta cara dirinya mempersepsi, memandang dan meyakini sesuatu”.39

Dalam pengertian lain, etos dapat diartikan sebagai thumuhat yang berkehendak atau berkemauan yang disertai semangat yang tinggi dalam rangka mencapai cita-cita yang positif.40

Dari beberapa definisi-definisi mengenai pengertian etos diatas, menurut penulis dapat disimpulkan bahwa etos adalah cara pandang, konsep, keyakinan, sistem nilai dan seterusnya yang dimiliki seseorang atau kelompok yang disertai dengan semangat dan kemauan yang tinggi guna mewujudkan suatu harapan.

38

DR. Ahmad Janan Asifudin, M.A., Etos Kerja Islami, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2004), h. 25-26

39

Ibid, h. 22

40Musa Asy’arie,

Islam, Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Ummat, (Yogyakarta: Lesfi, 1997), Cet. Ke-1, h. 3


(48)

36

Selanjutnya pengertian kerja dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah kegiatan melakukan sesuatu, yang dilakukan atau diperbuat untuk mencari nafkah.41

Pengertian bekerja dalam arti luas adalah bentuk usaha yang dilakukan oleh manusia, baik dalam hal materi maupun non materi, intelektual atau fisik, maupun hal-hal yang berkaitan dengan hal materi maupun keakheratan.42

Menurut Ahmad Janan Asifudin, kerja merupaka aktifitas sengaja, bermotif dan betujuan. Pengertian kerja biasanya terikat dengan penghasilan atau upah memperoleh hasil, baik bersifat materill atau non materiil.43

Etos Kerja, menurut Mochtar Buchori dapat diartikan sebagai suatu

sikap dan pandangan terhadap kerja, kebiasaaan kerja: ciri-ciri atau sifat-sifat mengenai cara kerja yang dimiliki seseorang atau kelompok manusia atau suatu bangsa. 44

Etos Kerja adalah sifat, watak, dan kualitas kehidupan batin manusia, moral, dan gaya estetik serta suasana batin mereka. Ia merupakan sikap mendasar terhadap diri dan dunia mereka yang direfleksikan dalam kehidupan nyata. Etos kerja adalah pancaran dari sikap hidup manusia yang mendasar terhadap kerja.45

41

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 428 42

Ilah Fadhilah, Skripsi “Hubungan Antara Pembinaan Agama dengan Motivasi Kerja Di Komunitas Pemulung Jurang Mangu Barat”, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h. 28

43

DR. Ahmad Janan Asifudin, M.A., Etos Kerja Islami, h. 27

44

Mochtar Buchori, Penelitian Pedidikan dan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: IKIP Press, 1994), h. 6

45


(49)

Dari sejumlah definisi dan penjelasan diatas, penulis bisa menangkap bahwa etos kerja artinya pandangan, nilai, dan sikap mendasar yang dimiliki seseorang atau kelompok tertentu mengenai bekerja yang kemudian memancar dan direfleksikan dalam kehidupan nyata. Misalnya seseorang yang merasa bahwa bekerja itu adalah suatu penghormatan, kinerjanya akan lebih tinggi jika dibandingkan yang hanya sekedar bekerja. Begitu juga dengan orang yang merasa bahwa bekerja itu bukan semata-mata untuk mencari uang, tapi juga sebagai usaha untuk menggapai ridho Allah SWT dan bernilai ibadah sehingga dengan sendirinya orang-orang tersebut melakukan hal-hal dalam pekerjaan dengan tulus dan totalitas. Contohnya: berangkat dan pulang kerja tepat pada waktunya, mengetahui bahwa pekerjaan meminta-minta dilarang dalam Islam maka Ia lebih memilih untuk berusaha lebih baik lagi.

2. Asas-Asas Etos Kerja Islami 46

Apa yang dimaksud dengan kerja? Makna “bekerja” bagi seorang muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan mengerahkan seluruh aset, fikir, dan dzikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakan arti dirinya sebagai hamba Allah yang harus menundukan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik (khoiro ummah) atau dengan kata lain dapat juga kita katakan bahwa dengan bekerja manusia itu memanusiakan dirinya.

46


(50)

38

Dari rumusan ini tampak bahwa etos kerja itu dapat didefinisikan sebagai: cara pandang yang diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaanya, tetapi juga sebagai suatu manifestasi dari amal sholeh dan oleh karenanya mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur.

Islam adalah ajaran yang mendorong umatnya untuk memiliki semangat bekerja dan beramal, serta menjauhkan diri dari sifat malas. Rasulullah Saw. bersabda:

“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari lemah pendirian, sifat malas, penakut, kikir, hilangnya kesadaran, terlilit utang, dan dikendalikan orang lain. Dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa

kubur, dan dari fitnah (ketika) hidup dan mati.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

“Carilah oleh kalian semua rezeki di muka bumi.”

(HR. Thabrani)

Bagi kaum muslimin, bekerja dalam rangka mendapatkan rezeki yang halal dan memberikan kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat merupakan bagian dari ibadahnya kepada Allah SWT.

مل ع ٰىل درتس ۖ نمْ ْل هل سر ْمكل ع َ ريسف ل ْع لق

ل ْعت ْمتْنك ب ْمك نيف د شل بْيغْل

Dan katakanlah “Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa


(51)

لْضف ْنم غتْب ْرأ يف رشتْن ف ا ل تيضق إف

حلْفت ْمكلعل ًريثك َ ركْ َ

“Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah

banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (al-Jumu’ah: 10)

Karena bekerja dan berusaha merupakan bagian dari ibadah, maka aplikasi dan implementasi dari bekerja perlu diikat dan dilandasi oleh akhlak/ etika, yang disebut dengan etika profesi. Etika profesi itu antara lain tercermin dari kata-kata sifat, yaitu Shiddiq, Istiqomah, Fathanah,

Amanah dan Tablig.

3. Fungsi Etos Kerja

Lapangan mu’amalah adalah aspek dimana manusia berhubungan secara horizontal antara satu dengan yang lainnya dalam lapangan ekonomi, sosial, kemasyarakatan, dan nilai-nilai dalam rangka memenuhi hajat hidup di dunia fana ini. Untuk mencapai kebahagiaan yang dijanjikan Allah SWT haruslah manusia rajin bekerja dan berbuat sungguh-sungguh sehingga dapat mengantarkan kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Sungguh banyak ayat-ayat yang bertebaran dalam Al-Qur’an yang mengundang manusia agar bermain dan mendorong mereka rajin bekerja. 47

Dengan memiliki etos kerja diharapkan umat Islam khususnya diharapkan supaya ummat Islam menjadi umat yang rajin, cekatan, dan

47

Hamzah Ya’qub, Etos Kerja Islam: Petunjuk Pekerjaan Yang Halal dan Haram dalam


(52)

40

tangkas bekerja guna memproduksi kebaikan dan kebajikan sebanyak mungkin. 48

Selain itu etos kerja memiliki fungsi sebagai berikut: a. Pendorong timbulnya perbuatan

b. Penggairah dalam aktivitas

c. Penggerak, seperti mesin pada mobil. Besar dan kecilnya mempengaruhi motivasi akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan.49

4. Ciri Etos Kerja Muslim

Ciri-ciri orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja akan tampak dalam sikap dan tingkah lakunya yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu merupakan bentuk ibadah, sautu panggilan dan perintah Allah yang akan memuliakan dirinya, memanusiakan dirinya sebagai bagian dari manusia pilihan (khairo ummah), diantaranya:50

a. Memiliki jiwa kepemimpinan (leadership) b. Selalu berhitung

c. Menghargai waktu

d. Tidak pernah puas berbuat kebaikan (positive improvements) e. Hidup hemat dan efisien

f. Memiliki jiwa wiraswasta

48Hamzah Ya’qub,

Etos Kerja Islam: Petunjuk Pekerjaan Yang Halal dan Haram dalam

Syari’at Islam, h. 9

49

A. Tarbani Rusyan, Pedekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: CV. Remaja Rosdakarya, 1989), Cet. Ke-8, h. 63

50

H. Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim, (Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, Cet. 2, 1995), h. 29-61


(53)

g. Memiliki insting bertanding dan bersaing h. Keinginan untuk mandiri (independent) i. Haus memiliki sifat keilmuan

j. Berwawasan makro – universal k. Memperhatikan kesehatan dan gizi l. Ulet, pantang menyerah

m. Berorientasi pada produktivitas n. Memperkaya jaringan silaturrahim


(54)

42

BAB III

GAMBARAN UMUM LEMBAGA

PANTI SOSIAL BINA INSAN BANGUN DAYA 2 CEGER JAKARTA TIMUR

A. Profil Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 1. Sejarah Panti

Pada tahun 1978 pemerintah DKI Jakarta melalui Dinas Sosial membangun sebuah panti dengan nama “Panti Pengemis Cipayung”, dalam perkembangan selanjutnya melalui Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor: 736 Tahun 1996, menjadi Panti Sosial Bina Karya Bangun Daya 2 Ceger. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 163 Tahun 20002, menjadi Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 76 tahun 2000, berubah menjadi Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 yang berfungsi sebagai penampungan sementara dan bimbingan sosial awal PMKS hasil penertiban dan penjangkauan sosial seperti gelandangan, pengemis, wanita tuna susila, jompo terlantar, anak jalanan, psikotik terlantar, penyandang cacat terlantar dan PMKS lainnya.1

Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Sosial dalam pelaksanaan kegiatan penampungan sementara dan bimbingan awal PMKS hasil penertiban dan penjangkauan sosial. (Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 76 tahun 2010 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya).

1

Wawancara dengan Bapak H. Abdul Khair, S.Ag., M.Si, KA Sub Bag Tata Usaha,


(55)

2. Kondisi Panti Sosial

a. Luas tanah : 15.000 M² b. Luas bangunan : 10.000 M² c. Kapasitas panti : 250 orang

d. Lokasi panti : Jl. Bina Marga No. 48 Ceger, Cipayung, Jakarta Timur 13820, Telp. 021 844 5761

e. E-mail : psbibangundaya2@hotmail.com2

3. Susunan Organisasi Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2

Gambar 1

Struktur organisasi Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 3

4. 5.

2

Pamflet, Profil Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2, pada Januari 2014

3

Ibid

KEPALA PANTI

KA. SUB BAG TU

SEKSI PERAWATAN SEKSI BIMLUR

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL


(56)

44

4. Sarana dan Prasarana Pendukung Tabel 1

Sarana dan prasarana pendukung di Panti Sosial 4

No Nama Bangunan Volume

1 Ruang kantor 1 unit

2 Auditorium 1 unit

3 Ruang rapat 1 unit

4 Pendopo 1 unit

5 Rumah Dinas 9 unit

6 Pos Jaga 2 unit

7 Ruang Gudang 1 unit

8 Kantin 1 unit

5. Kondisi SDM

Tabel 2

Kondisi SDM di Panti Sosial 5

No Jabatan Organik Pendidikan Terakhir

S2 S1 D3 SMA SMP SD

1 Kepala Panti 1

2 Ka. Subag/ Ka. Sie 2 1

3 Staf PNS 10 3 4

4 Staf CPNS

Jumlah 3 2 10 3 4

Jabatan Non Organik

1 Tenaga Pelayanan Sosial

3 1 8

4

Purwono, Buku Pedoman , Pelayanan Warga Binaan Sosial (WBS) Di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta

5


(57)

6. Visi dan Misi

Visi :

“Mewujudkan Kemandirian dan Kualitas Hidup Binaan Sosial”

Misi :

a. Meningkatkan kualitas pelayanan sosial terhadap warga binaan sosial b. Meningkatkan harkat dan martabat binaan sosial

c. Mengembangkan sistem sarana dan prasarana binaan sosial

d. Mengembangkan prakarsa dan peran serta masyarakat dalam pelayanan sosial. 6

7. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi a. Kedudukan

Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial dalam pelaksanaan kegiatan penampungan sementara dan bimbingan sosial awal penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) hasil penertiban dan penjangkauan sosial.

Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger dipimpin oleh seorang kepala panti yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala Dinas Sosial. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya dikoordinasi oleh sekretaris Dinas Sosial. 7

b. Tugas Pokok

Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Ceger memiliki tugas untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial hasil

6

Purwono, Buku Pedoman , Pelayanan Warga Binaan Sosial (WBS) Di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta

7


(58)

46

penertiban dan penjangkauan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) jalanan. 8

c. Fungsi dan Tujuan Panti Sosial

Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:

a. Pelaksanaan pendekatan awal meliputi penjangkauan, observasi, identifikasi, motivasi, seleksi

b. Pelaksanaan penerimaan meliputi registrasi, persyaratan, administrasi, dan penempatan dalam panti

c. Pelaksanaan perawatan dan pemeliharaan fisik dan kesehatan.

d. Pelaksanaan asessmen meliputi penelaahan, pengungkapan, dan pemahaman masalah serta potensi.

e. Pelaksanaan bimbingan fisik serta bimbingan mental dan sosial

f. Pelaksanaan penyaluran kembali kepada keluarga, persiapan pemulangan ke daerah asal dan rujukan kepanti terkait.

g. Pelaksanaan pembinaan lanjut meliputi monitoring, konsultasi, asistensi, pemantapan dan terminasi.

Tujuan Didirikannya Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 ini adalah untuk mencegah dan mengurangi PMKS agar tidak kembali kejalan. 9

8

Pamflet, Profil Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2, pada Januari 2014

9


(59)

B. Asal dan Persyaratan Pengambilan WBS 1. Asal warga binaan sosial (WBS)

a. Hasil penertiban dan penjangkauan sosial b. Rujukan dari rumah sakit

c. Rujukan dari kepolisian d. Masyarakat 10

2. Persyaratan Pengambilan WBS Oleh Keluarga a. Foto copy KTP yang mengurus

b. Foto copy Kartu Keluarga

c. Surat keterangan RT, RW, Kelurahan, Kecamatan d. Surat keterangan dari sekolah apabila masih sekolah e. Surat rekomendasi dari instansi yang menertibkan f. Surat rekomdasi dari Dinas Sosial

g. Menandatangani surat pernyataan dengan materai Rp. 6.000,- sebanyak 2 lembar 11

C. Program dan Tahap Pembinaan 1. Program Pembinaan di Panti Sosial

a. Bimbingan Fisik

Kegiatan yang dilaksanakan berupa senam kesegaran jasmani (SKJ) setiap satu minggu dua kali, ada juga futsall, bola voli, tenis meja, bulu tangkis, dan kerja bakti kebersihan lingkungan panti.

10

Ibid

11

Purwono, Buku Pedoman , Pelayanan Warga Binaan Sosial (WBS) Di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta


(1)

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK TERBIMBING (5) Nama : Suniti

Usia : 40 Tahun Agama : Islam Klasifikasi : Pengemis

1. Apakah saudara rutin mengikuti kegiatan bimbingan rohani Islam di panti?

Tidak selalu Mba, karena ada anak.

2. Apa tujuan saudara mengikuti kegiatan bimbingan rohani Islam di panti?

Supaya menambah pengetahuan.

3. Manfaat apa yang saudara rasakan setelah mengikuti kegiatan bimbingan rohani Islam dipanti?

Menambah pengetahuan agama, dan merasa lebih tenang.

4. Apakah dengan mengikuti kegiatan bimbingan rohani Islam di panti, dapat membantu saudara memecahkan masalah hidup?

Iya setelah ikut itu hati jadi agak tenang, tidak marah-marah lagi dan lebih menerima semuanya.

5. Apakah dengan mengikuti kegiatan bimbingan rohani Islam di panti, dapat membantu saudara berkembang menjadi pribadi yang mandiri? Iya, setelah ikut bimbingan yang kemaren jadi pengen buka usaha, jualan kecil-kecilan seperti jualan nasi uduk dan gorengan.

6. Materi apa saja yang saudara dapatkan saat mengikuti kegiatan bimbingan rohani tersebut?

Tentang shalat, bekerja dalam Islam, rukun iman dan rukun Islam, dan lain-lain.

7. Apakah yang pembimbing lakukan sudah sesuai dengan apa yang saudara harapkan?

Sudah bagus, sudah sesuai.

8. Menurut saudara apa itu bekerja?

Bekerja itu untuk menambah penghasilan, memenuhi kebutuhan ekonomi, dan untuk masa depan anak-anak saya.

9. Adakah perbedaan pandangan mengenai bekerja, setelah dan sebelum mendapatkan bimbingan rohani islam di panti ?

Lumayan sih Mba, saya juga tau ya kalau mengemis itu engga boleh dilarang. Saya juga maunya mah balik aja ke kampung, jadi petani atau momong cucu. Tapi kadang bingung sama suami saya, dia kan ga bisa liat Mba,,,jadi suka bingung.


(2)

10.Bagaimana peran pembimbing dalam menumbuhkan etos kerja pada diri saudara?

Iya sudah bagus, dan sangat berperan.

11.Apa rencana saudara kedepan setelah keluar dari panti?

Mengumpulkan modal mau berdagang aja, misalnya nasi uduk, gorengan, dan lain-lain.

12.Bagaimana proses kegiatan bimbingan rohani Islam yang diberikan oleh pihak panti?

Baca do’a kemudian dzikir, pengarahan-pengarahan, terus ada tanya jawab, sama penutuo, do’a-do’a lagi.

13.Metode apa saja yang digunakan selama saudara mengikuti bimbingan? Ceramah, nonton bareng, sama tanya jawab Dek.

14.Apa harapan saudara setelah mengikuti kegiatan bimbingan rohani islam di panti?

Yah kedepan saya bisa punya kehidupan yang lebih baik lagi, biar nanti ga balik ke jalan,,,pengennya ga minta-minta di jalan lagi Mba. Pengen ngumpulin modal buat buka usaha, dagang nasi uduk atau gorengan. Cuma masih suka bingung ini...suami saya, ga bisa ngeliat, jadi susah nyari nafkahnya.


(3)

DOKUMENTASI

KEGIATAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM

Kegiatan Bimbingan Rohani Islam

Dipimpin oleh Bapak Kurniawan, S.Sos, di Aula Asrama PSBIBD 2.

Kegiatan Bimbingan Rohani Islam


(4)

DOKUMENTASI

KEGIATAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM

Bimbingan Ibadah Shalat Wajib Berjama’ah Di Pendopo Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2

Terapi Do’a dan Dzikir di Depan Klinik PSBIBD 2 Oleh Bapak Kurniawan, S.Sos.I


(5)

DOKUMENTASI

KEGIATAN BIMBINGAN ROHANI ISLAM

Bimbingan Rohani Islam dengan Tema:

“Menumbuhkan Etos Kerja Islami pada WBS di Aula PSBIBD 2”


(6)

DOKUMENTASI

OBSERVASI DAN WAWANCARA DENGAN INFORMAN

Foto Bersama dengan Terbimbing yaitu Warga Binaan Sosial (WBS) Di Mushalla WBS