Kerangka Teori Pengaruh Perhatian Orangtua dan Lingkungan Sekolah terhadap Penyimpangan Perilaku Remaja di Sekolah Menengah Atas Swasta di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Teori

Penelitian ini membahas tentang penyimpangan perilaku siswa SMA yang berada di Kota Bekasi. Bab 2 ini memberikan gambaran tentang variabel yang diduga dapat menimbulkan terjadinya penyimpangan perilaku pada siswa, yaitu; variabel perhatian orangtua dan lingkungan sekolah. Oleh sebab itu penulis akan menjelaskan ketiga variabel tersebut yaitu; variabel penyimpangan perilaku, variabel perhatian orangtua dan variabel lingkungan sekolah. 1. Penyimpangan Perilaku Siswa

a. Pengertian Penyimpangan Perilaku

Sebelum menjelaskan tentang pengertian penyimpangan perilaku remaja dalam hal ini adalah siswa SMA yang nota bene adalah remaja, sebagai berikut: Para ahli psikologi, berpendapat bahwa remaja ada di antara golongan anak dan orang dewasa. Remaja diidentifikasi masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya, bila ditinjau dari segi tersebut remaja masih termasuk golongan kanak- kanak. Namun bila ditinjau dari aspek status, remaja ada dalam status interim sebagai akibat daripada posisi atau status yang diberikan oleh orangtuanya derived dan sebagian diperoleh remaja lewat usaha sendiri yang selanjutnya memberikan prestise tertentu padanya. Status yang yang diperoleh berdasarkan usaha dan kemampuan sendiri merupakan status orang dewasa yang disebut sebagai status primer. Berhubungan adanya bermacam-macam syarat untuk dapat dikatakan dewasa, maka lebih mudah untuk memasukkan kelompok remaja dalam kategori anak daripada kategori dewasa. Masa remaja merupakan masa transisi peralihan, di mana individu berada antara dua masa yaitu masa kanak-kanak dan masa dewasa. Pada masa transisi atau peralihan ini banyak masalah yang dihadapi oleh remaja baik yang menyangkut dirinya maupun masyarakat sekitarnya. Individu pada dasarnya dihadapkan pada berbagai masalah perubahan baik itu yang terjadi dalam dirinya yang meliputi segi fisik, kognitif dan afeksi maupun perubahan yang terjadi di luar dirinya. Perkembangan pada masa remaja yang paling mencolok adalah perkembangan fisik, yaitu terjadinya perubahan tinggi dan berat badan atau perkembangan setiap organ tubuh manusia, sementara kematangan organ-organ seks dan kemampuan reproduksi tumbuh dengan cepat. Menurut Desmita 2009:73 perkembangan fisik remaja dapat menentukan remaja dalam bergerak dan mempengaruhi cara pandang terhadap dirinya dan orang lain. Maksud kutipan tersebut bahwa seseorang akan memberikan persepsi terhadap orang lain, dilihat dari fisiknya juga, sehingga dalam hal ini perforance atau penampilan akan berpengaruh. Remaja dengan fisik yang besar tetapi tidak dibarengi dengan perkembangan psikisnya, dari sinilah terkadang munculnya 10 penyimpangan perilaku remaja. Perkembangan kognitif remaja adalah suatu periode kehidupan dimana kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara efisien untuk mencapai puncaknya. Desmita 2009:194 menyatakan bahwa hal ini adalah karena selama periode remaja ini, proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan. Pada masa peralihan ini banyak masalah yang dihadapi oleh remaja, salah satu konflik atau masalah yang dihadapi oleh remaja adalah masalah penyesuaian diri terhadap lingkungan sosialnya yang mulai meluas dan menjadi kompleks. Remaja tidak lagi hanya bergaul di rumah dan di sekolah saja tetapi juga di lingkungan pergaulan yang lainnya dengan orang-orang dewasa di luar lingkungan rumah dan sekolah. Oleh karena itu remaja dituntut untuk mampu membina hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman sebayanya, dan berusaha bertingkah laku sosial yang bertanggung jawab. Menurut Jahja 2011:220 masa remaja meruapakan masa antara kanak-kanak dan dewasa dan terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual dan perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka. Remaja harus mulai mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai macam individu dan situasi sosial yang berbeda dan selalu berubah-ubah. Remaja dalam menghadapi konflik antara ingin bebas dan mandiri serta perasaan takut kehilangan rasa nyaman yang telah diperolehnya pada masa kanak-kanak. Remaja memerlukan orang yang dapat memberikan rasa aman sebagai pengganti yang hilang dan dorongan kepada rasa bebas yang dirindukannya. Pengganti ini ditemukan dalam kelompok teman, karena remaja dapat saling membantu dalam mempersiapkan diri menuju kemandirian emosional yang bebas, dan dapat pula menyelamatkannya dari pertentangan bathin dan konflik sosial. Dalam kelompok teman sebaya ini remaja mendapat pengaruh yang kuat, hal ini tampak pada perubahan perilaku sebagai salah satu usaha penyesuaiannya. Penerimaan dan penolakan teman sepergaulan menciptakan perilaku dan bentuk-bentuk tingkah laku yang dibawa sampai ke masa dewasa. Seseorang dikatakan melakukan penyimpangan perilaku apabila orang tersebut telah melanggar dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah kerana dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Secara umum perilaku menyimpang dapat diartikan sebagai tingkah laku yang melanggar atau bertentangan dengan aturan normatif yang berlaku dalam tatanan sosial masyarakat, dengan kata lain perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulakan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang. Konsep perilaku menyimpang dalam penelitian ini adalah tingkah laku yang dinilai menyimpang dari aturan-aturan normatif. Menurut Soekanto 2006:237 “perilaku menyimpang disebut sebagai salah satu penyakit masyarakat atau penyakit sosial ”. Penyakit sosial atau penyakit masyarakat adalah segala bentuk tingkah laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat-istiadat, hukum formal, atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkah-laku umum. Disebut sebagai penyakit masyarakat karena gejala sosialnya yang terjadi ditengah masyarakat itu meletus menjadi ”penyakit”. Dapat disebut pula sebagai struktur sosial yang terganggu fungsinya. Semua tingkah laku yang sakit secara sosial tadi merupakan penyimpangan sosial yang sukar diorganisir, sulit diatur dan ditertibkan sebab para pelakunya memakai cara pemecahan sendiri yang tidak umum, luar biasa atau abnormal sifatnya. Biasanya perilaku menyimpang mengikuti kemauan dan cara sendiri demi kepentingan pribadi. Karena itu deviasi tingkah laku tersebut dapat mengganggu dan merugikan subyek pelaku sendiri dan atau masyarakat luas. Deviasi tingkah laku ini juga merupakan gejala yang menyimpang dari tendensi sentral atau menyimpang dari ciri-ciri umum rakyat kebanyakan. Deviation penyimpangan merupakan penyimpangan terhadap kaidah atau norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat. Kaidah timbul dalam masyarakat karena diperlukan sebagai pengatur hubungan antara seseorang dengan orang lain atau antara seseorang dengan masyarakatnya. Menurut Soekanto 2006:237 “diadakannya kaidah, norma atau peraturan di dalam masyarakat bertujuan supaya ada konformitas warga masyarakat terhadap nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan ”. Norma pada dasarnya muncul mempertahankan atau memelihara nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, karena nilai itu adalah gambaran mengenai apa yang baik, yang diinginkan, yang pantas, yang berharga yang mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang memiliki nilai itu. Untuk menjaga itu, maka disusunlah suatu norma yang mampu memelihara nilai-nilai tersebut. Apabila perilaku atau tindakan yang terjadi dalam masyarakat tidak sesuai dengan norma-norma masyarakat tersebut, maka ia dikatakan menyimpang. Secara umum penyimpangan perilaku pada remaja diartikan sebagai kenakalan remaja atau juvenile delinquency. Penyimpangan perilaku remaja ini mempunyai sebab yang majemuk, sehingga sifatnya mulai kasual. Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak muda, merupakan gejala sakit patologis secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal. Penyimpangan perilaku pada usia remaja dalam ilmu psikologi lebih dikenal dengan istilah kenakalan remaja, karena sifat patologi atau penyakit masyarakat yang hinggap pada remaja masih dapat diperbaiki dan dibina, hal ini dikarenakan mental remaja yang masih labil. Kenakalan yang dilakukan oleh anak-anak remaja ini pada intinya merupakan produk dari kondisi masyarakatnya dengan segala pergolakan sosial yang ada di dalamnya. Menurut Kartono 2011:6 kenakalan remaja Juvenila Delinquency merupakan gejala sakit patologis secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang. Pada masa ini jiwa remaja mengalami sturm und drang penuh dengan gejolak. Pada masa peralihan ini yaitu dari masa anak-anak menuju tahap selanjutnya, anak mulai gencar melakukan pencarian identitas dirt apalagi lingkungan sosial pada masa remaja ini ditandai dengan perubahan sosial yang cepat yang terkadang mengakibatkan kesimpangsiuran norma keadaan anomie. Menurut Durkheim seperti dikutip Sarwono 2011:250, Anomie adalah normlessness yaitu suatu sistem sosial di mana tidak ada petunjuk atau pedoman bertingkah laku. Masa remaja ini disebut juga dengan masa physiological learning and social learning yaitu adanya kematangan fisik dan sosial. Bila anak mampu melewati tahap-tahap perkembangannya dengan baik maka ia akan memiliki kematangan emosional yang baik. Kenakalan remaja dalam ranah ilmu Sosial dapat dikategorikan sebagai perilaku menyimpang. Dalam persfektif ini, kenakalan remaja terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan sosial ataupun nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang ini dapat dianggap sebagai sumber masalah, karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur baku tersebut berarti telah menyimpang. Salah satu upaya untuk mendefinisikan penyimpangan perilaku remaja dalam arti kenakalan remaja juvenile delinquency dilakukan oleh M.Gold dan J. Petronio seperti dikutip Sarwono 2011:251-252 yaitu sebagai berikut: kenakalan anak adalah tindakan oleh seseorang yang belum sedewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman. Cavan 1962 dalam bukunya yang berjudul Juvenile Delinquency seperti dikutip oleh Willis 2010:88 menyebutkan bahwa Juvenile Delinquency refers to the failure of children and youth to meet certain obligation expected of them by the society in which they live ”. Kenakalan anak dan remaja itu disebabkan kegagalan mereka dalam memperoleh penghargaan dari masyarakat tempat mereka tinggal. Penghargaan yang mereka harapkan ialah tugas dan tanggung jawab seperti orang dewasa. Mereka menuntut suatu peranan sebagaimana dilakukan orang dewasa. Tetapi orang dewasa tidak dapat memberikan tanggung jawab dan peranan itu, karena belum adanya rasa kepercayaan terhadap mereka. Menurut Kusumanto yang dikutip oleh Willis 2010:88, Juvenille delinquency atau kenakalan anak dan remaja ialah “tingkah laku individu yang bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap sebagai acceptable dan baik oleh suatu lingkungan atau hukum yang berlaku di suatu masyarakat yang berkebudayaa n.” Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kecenderungan penyimpangan perilaku remaja atau kenakalan remaja adalah kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain yang dilakukan remaja. Menurut Jensen seperti dikutip Sarwono 2011:256-257 membagi kenakalan remaja menjadi empat jenis, antara lain: 1 Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain- lain. 2 Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain. 3 Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat. Di Indonesia mungkin dapat juga dimasukkan hubungan seks sebelum menikah dalam jenis ini. 4 Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orangtua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka, dan sebagainya. Pada Usia mereka, perilaku- perilaku mereka memang belum melanggar hukum dalam arti yang sesungguhnya karena yang dilanggar adalah status-status dalam lingkungan primer keluarga dan sekunder sekolah yang memang tidak diatur oleh hukum secara terinci. Maksud kutipan di atas menunjukkan bahwa pada dasarnya kenakalan merupakan perbuatan yang melanggar norma agama, hukum, adat dan budaya sosial yang telah ada di masyarakat, hal ini disebabkan oleh banyak faktor baik dari lingkungan keluarga yang kurang harmonis maupun lingkungan sosial yang dialami siswa sehari-hari di rumahnya. Menurut Jahja 2011:226-227 ada beberapa kesulitan atau bahaya yang mungkin dialami kaum remaja, antara lain: 1 Variasi kondisi kejiwaan, suatu saat mungkin ia terlihat pendiam, cemberut, dan mengasingkan diri tetapi pada saat yang lain ia terlihat sebaliknya, periang, berseri-seri, dan yakin. Perilaku yang sukar ditebak dan berubah-ubah ini bukanlah abnormal. Ini hanya perlu diprihatinkan bila ia terjerumus dalam kesulitan di sekolah atau dengan teman-temannya. 2 Rasa ingin tahu seksual dan coba-coba, hal ini normal dan sehat. Rasa ingin tahu seksual dan bangkitnya birahi ialah normal dan sehat. Ingat, bahwa perilaku tertarik pada seks sendiri juga merupakan ciri yang normal pada perkembangan masa remaja. Rasa ingin tahu seksual dan birahi jelas menimbulkan bentuk- bentuk perilaku seksual. 3 Membolos, tidak ada gairah atau malas ke sekolah sehingga ia lebih suka membolos masuk sekolah. 4 Perilaku antisosial, seperti suka mengganggu, berbohong, kejam, dan agresif. Sebabnya mungkin bermacam-macam dan banyak tergantung pada budayanya. Akan tetapi, penyebab yang mendasar ialah pengaruh buruk teman, dan kedisplinan yang salah dari orangtua terutama bila terlalu keras atau terlalu lunak dan sering tidak ada sama sekali. 5 Penyalahgunaan obat bius. 6 Psikosis, bentuk psikologis yang paling dikenal orang ialah skizofernia. Menurut Kartono 2011:49-54 ada empat tipe bentuk kenakalan remaja yaitu: 1 Delinkuensi Terisolir Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari para remaja delinkuen; merupakan kelompok mayoritas. Pada umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan kejahatan disebabkan atau didorong oleh faktor berikut: a Kejahatan tidak didorong oleh motivasi kecemasan dan konflik batin yang tidak diselesaikan. b Mereka kebanyakan berasal dari daerah-daerah kota yang transisional sifatnya yang memiliki subkultur kriminal. c Pada umumnya anak delinkuen tipe ini berasal dari keluarga berantakan, tidak harmonis, tidak konsekuen dan mengalami banyak frustasi. d Sebagai jalan keluarnya, anak memuaskan semua kebutuhan dasarnya di tengah lingkungan anak-anak kriminal. e Secara typis mereka dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali mendapatkan supervise dan latihan disiplin yang teratur. 2 Delinkuensi Neurotik Umumnya anak-anak delinkuen tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup seius, antara lain berupa; kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa terancam, tersudut dan terpojok, merasa bersalah atau berdosa, dan lain-lain. a Tingkah laku delikuennya bersumber pada sebab-sebab psikologis yang sangat dalam. b Tingkah laku kriminal mereka merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum terselesaikan. c Biasanya, anak remaja delinkuen tipe ini melakukan kejahtan seorang diri. d Anak delinkuen neurotik ini banyak yang berasal dari kelas menengah. e Anak delinkuen neurotic ini memiliki ego yang lemah, dan ada kecenderungan untuk mengisolir diri dari lingkungan orang dewasa atau anak-anak remaja lainnya. f Motivasi kejahatan mereka berbeda-beda. g Perilakunya memperlihatkan kualitas kompulsif paksaan. 3 Delinkuensi Psikopatik Delinkuen psikopatik ini sedikit jumlahnya; akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku mereka ialah: a Hampir seluruh anak delinkuen psikopatik ini berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal. b Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa atau melakukan pelanggaran. c Bentuk kejahatan majemuk, tergantung pada suasana hatinya yang kacau tidak dapat diduga-duga. d Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan norma-norma sosial yang umum berlalu. e Acapkali mereka juga menderita ganggguan neurologis. 4 Delinkuensi Defek Moral Delinkuensi defek moral mempunyai ciri: sealalu melakukan tindak a-sosial atau anti sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan dan gangguan kognitif, namun ada disfungsi pada intelegensinya. Kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Kenakalan remaja merupakan salah satu bentuk penyimpangan yang dilakukan remaja karena tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan, dan norma sosial yang berlaku. Bentuk- bentuk kenakalan remaja antara lain: bolos sekolah, merokok, berkelahi, tawuran, menonton film porno, minum minuman keras, seks diluar nikah, menyalahgunakan narkotika, mencuri, memperkosa, berjudi, membunuh, kebut-kebutan dan banyak lagi yang lain.

b. Faktor Penyebab Kenakalan Remaja

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam waktu singkat, informasi tentang peristiwa-peristiwa, pesan, pendapat, berita, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya dengan mudah diterima. Oleh karena itu media massa seperti surat kabar, TV, film, majalah mempunyai peranan penting dalam proses transformasi nilai-nilai dan norma-norma baru terhadap remaja. Mereka akan cenderung mencoba dan meniru apa yang dilihat dan ditontonnya. Tayangan adegan kekerasan dan adegan yang menjurus ke pornografi, ditengarai sebagai penyulut perilaku agresif remaja, dan menyebabkan terjadinya pergeseran moral pergaulan, serta meningkatkan terjadinya berbagai pelanggaran norma susila. Menurut Soekanto 2006:238, apabila terjadi ketidakseimbangan antara nilai-nilai sosial budaya dengan dengan norma-norma atau apabila tidak ada keselarasan antara aspirasi-aspirasi dengan saluran-saluran yang tujuannya untuk mencapai cita-cita tersebut, maka terjadilah perilaku yang menyimpang atau deviant behavior. Perilaku yang menyimpang tersebut akan terjadi apabila manusia mempunyai kecenderungan untuk lebih mementingkan suatu nilai sosial daripada norma-norma yang ada untuk mencapai cita-cita tersebut. Sehingga manusia akan berusaha untuk mencapai suatu cita-cita melalui jalan yang semudah-mudahnya tanpa ada suatu kesadaran akan tanggung jawab tertentu. Tumbuh kembang anak dikatakan sehat atau tidak sehat dan berperilaku menyimpang maupun tidak, tergantung pada interaksi antara 3 tiga kutub lembaga yaitu: Keluarga, Sekolah, dan masyarakat. Menurut Graham seperti dikutip Sarwono 2011:258 ada beberapa faktor penyebab terjadinya kelainan perilaku anak dan remaja antara lain: 1 Faktor Lingkungan seperti: Malnutrisi; Kemiskinan di kota-kota besar; Gangguan lingkungan polusi, kecelakaan lalu-lintas, bencana alam, dan Iain-lain; Migrasi; Faktor sekolah kesalahan mendidik, faktor kurikulum, dan Iain-lain; Keluarga yang tercerai-berai perceraian, perpisahan yang terlalu lama, dan Iain-Iain; Gangguan dalam pengasuhan oleh keluarga: 1 Kematian orangtua; 2 Orangtua sakit berat atau cacat; 3 Hubungan antar anggota keluarga tidak harmonis; 4 Orangtua sakit jiwa; 5 Kesulitan dalam pengasuhan karena pengangguran, kesulitan keuangan, tempat tinggal tidak memenuhi syarat, dan Iain-Iain. 2 Faktor Pribadi, seperti: Faktor bakat yang mempengaruhi temperamen menjadi pemarah, hiperaktif, dan Iain-Iain; Cacat tubuh; Ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri. Beberapa hal yang dapat menyebabkan munculnya perilaku delinkuen pada remaja: 1 Keluarga yang berantakan berupa ketiadaan salah satu atau kedua orangtuanya disebabkan beberapa kondisi seperti kematian atau perceraian yang pada umumnya remaja delinkuen berasal dari keluarga yang berantakan yaitu orangtuanya mengalami perceraian; 2 Penolakan orangtua. Soekanto 2006:70 menjelaskan beberapa jenis lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku remaja yaitu: 1 Orangtua, saudara-saudara dan kerabat yang merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh dalam diri remaja. Melalui lingkungan ini, remaja mengenal lingkungan dan jenis pergaulan-pergaulan berikutnya yang akan menambah banyak pengaruh yang lain. Usia remaja merupakan usia pancaroba di mana masih dalam rangka mencari indentitas tertentu, di mana pencarian identitas ini pertama tertuju pada sosok dalam diri orangtua, kerabat atau saudaranya. Jika tidak diperoleh dari orangtua, kerabat atau saudara ini, maka pelarian pencarian identitas tersebut akan beralih ke lingkungan berikutnya, bisa teman sepermainan atau teman di sekolah. 2 Kelompok sepermainan, merupakan teman-teman bermain di luar rumah dan luar sekolah, bisa mempengaruhi remaja baik positif maupun negatif. 3 Kelompok pendidikan, yaitu pergaulan di sekolah, yang melibatkan pergaulan siswa dengan guru, dan siswa dengan siswa. Adanya pembiasaan dalam perbuatan baik dan mulia di sekolah, diharapkan bisa memberikan pengaruh positif dalam pembentukan karakter dan kebiasaan baik bagi remaja, sebab lingkungan sekolah juga berperan dalam mempengaruhi perilaku remajanya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan yang dimaksud dengan penyimpangan perilaku dalam penelitian ini adalah suatu suatu tindakan atau perilaku yang menyimpang dari norma, aturan yang telah disepakati bersama dan berlaku pada masyarakat setempat, sehingga dapat menimbulakan kerugian baik fisik maupun mental pada pihak lain, yang dapat diukur melalui dimensi: 1 Kenakalan yang menimbulkan korban fisik dan materi pada orang lain dengan indikator; a perkelahian dan pelecehan seksual perkosaan, b perusakan dan pencurian, c pencopetan dan pemerasan; 2 Kenakalan yang melawan status dan sosial dengan indikator; a pelacuran dan penyalahgunaan obat terlarang, b hubungan seks sebelum menikah, c membolos sekolah, dan d minggat dari rumah dan membantah perintah orangtua.

2. Perhatian Orangtua a. Pengertian Perhatian Orangtua

Kata perhatian orangtua terdiri atas dua suku kata yaitu kata perhatian dan orangtua, untuk itu penulis akan menjelaskan berdasarkan kata tersebut. Kata “perhatian”, sering dijumpai dalam kehidupan sehari- hari. Namun kata “perhatian” sendiri tidaklah selalu digunakan dalam arti yang sama. Beberapa contoh dapat menjelaskannya, sebagai berikut: 1 Dia sedang memperhatikan contoh yang diberikan oleh gurunya dan 2 Dengan penuh perhatian dia mengikuti kuliah yang diberikan oleh dosen yang baru itu. Berdasarkan kedua contoh di atas dengan menggunakan kata perhatian, arti kata tersebut baik di masyarakat sehari-hari maupun dalam bidang psikologi mempunyai makna yang kira-kira sama. Dalam hal tersebut jika diambil intinya, para psikolog mendefinisikan mengenai perhatian menjadi dua macam, menurut Suryabrata 2004:14, sebagai berikut: 1 Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis tertuju kepada suatu objek. 2 Perhatian adalah banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktifitas yang dilakukan. Perhatian sebagai salah satu aktivitas psikis, dapat dimengerti sebagai keaktifan jiwa yang dipertinggi. Jiwa itupun semata-mata tertuju kepada suatu objek benda atau hal ataupun sekumpulan objek-objek menurut Ahmadi 2003:145 perhatian adalah “keaktifan jiwa yang diarahkan kepada sesuatu objek, baik di dalam maupun di luar dirinya. Perhatian berhubungan erat dengan kesadaran jiwa terhadap sesuatu objek yang direaksi pada sesuatu waktu ”. Slameto 2003:105 menyatakan bahwa “perhatian dapat diartikan dengan kegiatan yang dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan pemilihan rangsangan yang datang dari luar lingkungan sekit ar”. Seseorang ketika sedang memperhatikan suatu benda misalnya, ini berarti seluruh aktivitas individu dicurahkan atau dikonsentrasikan pada benda tersebut. Namun dalam waktu yang sama individu juga dapat memperhatikan objek yang banyak sekaligus. Hal ini, tentunya tidak semua objek diperhatikan secara sama. Dalam proses memperhatikan itu, terdapat aktivitas penyeleksian terhadap stimulus yang diterima oleh individu. Dalam proses memperhatikan juga terdapat korelasi yang positif antara perhatian dengan kesadaran. Perhatian itu sangat dipengaruhi oleh perasaan dan suasana hati, serta ditentukan oleh kemauan. Sesuatu yang dianggap luhur, mulia, dan indah akan sangat mengikat perhatian. Demikian pula sesuatu hal yang dapat menimbulkan rasa nyeri dan ketakutan, akan mencekam perhatian. Sebaliknya, segala sesuatu yang membosankan, sepele, dan terus-menerus berlangsung tidak akan bisa mengikat perhatian. Berdasarkan pengertian-pengertian perhatian yang telah dijabarkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perhatian merupakan suatu kesadaran jiwa seseorang yang ditujukan pada suatu objek atau kumpulan objek tertentu yang berada dalam diri maupun di luar diri. Menurut Suryabrata 2004:15 bentuk perhatian dalam kehidupan sehari-hari, dapat ditinjau dari berbagai hal dan dapat digolongkan atau dibedakan menjadi beberapa macam, yang akan diuraikan sebagai berikut: 1 Atas dasar intensitasnya, yaitu banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas atau pengalaman batin. 2 Atas dasar timbulnya perhatian Ahmadi 2003:148 menyatakan bahwa perhatian dapat dibagi menjadi perhatian statis dan perhatian dinamis, sebagai berikut: 1 Perhatian statis adalah perhatian yang tetap terhadap sesuatu. Ada orang yang dapat mencurahkan perhatiannya kepada sesuatu seolah-olah tidak berkurang kekuatannya. Dengan perhatian yang tetap itu maka dalam waktu yang agak lama orang dapat melakukan sesuatu dengan perhatian yang kuat. 2 Perhatian dinamis adalah perhatian yang mudah berubah-ubah, mudah bergerak, mudah berpindah dari objek yang satu ke objek yang lain. Supaya perhatian kita terhadap sesuatu tetap kuat, maka tiap-tiap kali perlu diberi perangsang baru. Ahmadi 2003:149 lebih jauh menyatakan bahwa perhatian dapat dibagi menjadi fiktif dan fluktuatif sebagai berikut: 1 Perhatian fiktif perhatian melekat, yakni perhatian yang mudah dipusatkan pada suatu hal dan boleh dikatakan bahwa perhatiannya dapat melekat lama pada objeknya. Orang yang bertipe perhatian melekat biasanya teliti sekali dalam mengamati sesuatu, bagian-bagiannya dapat ditangkap, dan apa yang dilihatnya dapat diuraikan secara objektif. 2 Perhatian fluktuatif bergelombang, orang yang mempunyai tipe ini pada umumnya dapat memperhatikan bermacam-macam hal sekaligus, tetapi kebanyakan tidak saksama. Perhatiannya sangat subjektif, sehingga yang melekat padanya hanyalah hal- hal yang dirasa penting bagi dirinya. Sagala 2011:130 menyatakan bahwa perhatian memiliki dua makna yaitu; “1 perhatian adalah pemusatan tenagakekuatan jiwa tertuju pada sesuatu objek, dan 2 perhatian adalah pedayagunaan kesadaran untuk menyertai sesuatu aktivitas yang dilakukan ”. Maksud kutipan di atas bahwa dengan memberikan perhatian pada sesuatu, maka seseorang akan lebih intensif dalam melakukan kegiatannya. Meskipun perhatian terbagi menjadi beberapa macam, namun perhatian-perhatian tersebut merupakan wujud dari ungkapan jiwa seseorang dalam memberikan suatu reaksi pada objek tertentu yang bersifat individu maupun kelompok, baik secara langsung maupun tidak langsung, serta yang bersifat tetap maupun hanya sementara. Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan perhatian orangtua adalah pemusatan atau konsentrasi orangtua ayah dan ibu kepada anaknya dalam memenuhi segala kebutuhan anak sebagai rasa tanggung jawab kepada anak sehingga dapat membantu belajar anak agar dapat berjalan dengan baik.

b. Tugas dan Peran Orangtua

Pengertian menurut bahasa kata “orang” adalah manusia, diri sendiri, pribadi, insan, sedangkan kata “tua” sendiri menurut bahasa adalah orang yang sudah tidak muda lagi, jika digabungkan, kata ”orangtua” berarti ibu bapak yang melahirkan kita. Orangtua adalah kepala keluarga. keluarga adalah sebagai persekutuan hidup terkecil dari masyarakat negara yang luas. Orangtua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orangtua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Orangtua merupakan bagian keluarga besar yang sebagian besar telah tergantikan oleh keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Kesadaran orangtua akan peran dan tanggung jawabnya selaku pendidik pertama dan utama dalam keluarga sangat diperlukan. Tanggung jawab orangtua terhadap anak tampil dalam bentuk yang bermacam-macam. Konteknya dengan tanggung jawab orangtua dalam pendidikan, maka orangtua adalah pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Bagi anak orangtua adalah model yang harus ditiru dan diteladani, sebagai model seharusnya orangtua memberikan contoh yang terbaik bagi anak dalam keluarga. Sikap dan perilaku orangtua harus mencerminkan akhlak yang mulia. Oleh karena itu Islam mengajarkan kepada orangtua agar selalu mengajarkan sesuatu yang baik-baik saja kepada anak-anaknya. Menurut Darajat 2014:35 “Pendidikan dalam rumah tangga itu bukan berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan karena secara kodrati suasana dan strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara orangtua dan anak ”. Perhatian orangtua merupakan faktor yang paling penting dalam membina suksesnya belajar. Kurangnya perhatian dan dukungan dari orangtua dapat menyebabkan anak malas, acuh tak acuh dan kurang termotivasi dalam belajar. Orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya berakibat kontrol dan bimbingan terhadap anak sangat kurang yang dapat menyebabkan anak kurang bergairah dalam belajar. Anak membutuhkan rangsangan, motivasi, bimbingan atau dukungan dari orangtua. Untuk memberikan dukungan ini hendaknya orangtua melakukan berbagi usaha, di antaranya membimbing anak dalam belajar, membelikan buku-buku yang belum dimiliki, memeberikan pujian dan kasih saying. Dukungan dari orangtua sangat penting dalam membangkitkan motivasi dan rangsangan anak untuk belajar. Orangtua adalah orang yang pertama dan utama yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup dan pendidikan anaknya, oleh karena itu, sebagai orangtua harus dapat membantu dan mendukung terhadap segala usaha yang dilakukan oleh anaknya serta dapat memberikan pendidikan informal guna membantu pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut serta untuk mengikuti atau melanjutkan pendidikan pada program pendidikan formal di sekolah. Orangtua merupakan contoh terdekat dari anak-anaknya, segala sesuatu yang diperbuat orangtua tanpa disadari akan ditiru oleh anak-anaknya. Belajar memerlukan bimbingan dari orangtua agar sikap dewasa dan tanggung jawab belajar, tumbuh pada diri anak. Ahmadi 2004:87 menyatakan bahwa “Orangtua yang sibuk bekarja, terlalu banyak anak yang diawasi, sibuk organisasi, berarti anak tidak mendapatkan pengawasan atau bimbingan dari orangtua, hingga kemungkinan akan banyak mengalami kesulitan belaj ar”. Pendidikan yang diterima anak dalam keluarga akan dicontoh oleh anak sebagai dasar yang digunakan untuk mengikuti pendidikan selanjutnya di sekolah, maka orangtua harus berperan dalam menanamkan sikap dan nilai hidup, pengembangan bakat dan minat serta pembinaan bakat dan kepribadian. Selain itu, orangtua juga harus memperhatikan sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai segala usahanya serta harus dapat menunjukkan kerja sama dalam mengarahkan cara anak belajar di rumah, membuat pekerjaan rumah, dan orangtua harus berusaha memotivasi dan membimbing anak dalam belajar. Pangkal ketentraman dan kedamaian hidup adalah terletak dalam keluarga, mengingat pentingnya hidup keluarga yang demikian itu maka Islam memandang keluarga bukan hanya sebagai persekutuan hidup terkecil saja, tetapi lebih dari itu yakni sebagai lembaga hidup manusia yang dapat memberi yang dapat memberi kemungkinan celaka dan bahagianya anggota-anggota keluarga tersebut dunia dan akherat. Nabi Muhammad saw sendiri diutus oleh Allah Swt pertama-tama diperintah untuk mengajarkan Islam lebih dahulu kepada keluarga sebelum masyarakat luas. Keluarga harus diselamatkan terlebih dahulu sebelum keselamatan masyarakat. Istilah orangtua dalam bahasa Arab dikenal dengan sebutan Al- Walid pengertian tersebut dapat dilihat dalam QS Lukman ayat 14 yang berbunyi:                 Artinya:      Dan kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambahdan menyapihnya dalam dua tahun, bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Keluarga merupakan lingkungan primer hampir setiap individu, sejak dilahirkan sampai pada masanya meninggalkan rumah. Menurut Sarwono 2011:138 “keluarga sebagai lingkungan primer, hubungan antar manusia yang paling intensif dan paling awal terjadi dalam keluarga ”. Sebelum seorang anak mengenal lingkungan yang lebih luas, ia terlebih dahulu mengenal lingkungan keluarganya. Karena itu, sebelum ia mengenal norma-norma dan nilai-nilai dari masyarakat umum, pertama kali ia menyerap norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarganya untuk dijadikan bagian dari kepribadiannya. Hurlock 2011:200 menyatakan bahwa “keluarga merupakan bagian yang paling penting dari jaringan sosial anak, sebab anggota keluarga merupakan lingkungan pertama anak dan orang yang paling penting selama tahun-tahun formatif awal ”. Hubungan dengan anggota keluarga, menjadi landasan sikap terhadap orang, benda, dan kehidupan secara umum. Mereka juga meletakkan landasan bagi pola penyesuaian dan belajar berpikir tentang diri mereka sebagaimana dilakukan anggota keluarga mereka. Akibatnya mereka belajar menyesuaikan pada kehidupan atas dasar landasan yang diletakkan ketika lingkungan untuk sebagian besar terbatas pada rumah. Geldard dan Geldard 2011:33 menyatakan bahwa “keluarga adalah penyedia utama lingkungan fisik, intelektual, dan emosional bagi kehidupan seorang anak ”. Lingkungan ini akan mempengaruhi pandangan dunia anak tersebut di kemudian hari dan kemampuan anak tersebut untuk mengatasi berbagai tantangan di masa depan. Oleh karenanya, keterhubungan dan struktur dalam keluarga akan mempengaruhi kemampuan seorang anak dalam menyesuaikan diri. Jelaslah bahwa kemampuan sebuah keluarga untuk berfungsi secara sehat akan tergantung pada ibu atau bapak atau keduanya. Menurut Murdock seperti dikutip Lestari 2012:3 bahwa “keluarga merupakan kelompok sosial yang memiliki karakteristik tinggal bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi ”. Peran orangtua dalam mendidik anak sangat terlihat jelas pada keluarga, keluarga merupakan madrasah pertama bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama kali anak belajar mengenal kehidupannya, karena dalam keluarga, anak akan merasa tenteram dan nyaman untuk melangkungkan kehidupannya. Peran orangtua dalam mendidik anak tidak hanya terbatas dalam memberi makan, minum, membelikan pakaian baru, dan tempat berteduh yang nyaman, beberapa hal tersebut bukan berarti tidak perlu, sangat perlu namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendidik anak. Peran orangtua dalam mendidik anak yang perlu diperhatikan adalah menanamkan pandangan hidup beragama pada masa kanak-kanak. Islam telah menegaskan bahwa mendididk dan membimbing anak merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim orangtua karena anak merupakan suatu amanah yang harus dipertanggungjawabkan oleh orangtua kelak. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. At- Tahrim:6                 Artinya:           Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Maksud dari ayat tersebut adalah perintah memelihara keluarga, termasuk anak, bagaimana orangtua dapat mengarahkan, mendidik, dan mengajarkan anak agar dapat terhindar dari api neraka. Hal ini juga memberikan arahan bagaimana orangtua harus mampu menerapkan pendidikan yang dapat membuat anak mempunyai prinsip untuk menjalankan hidupnya dengan positif, mejalankan jaran Islam dengan benar, sehingga mampu membentuk mereka menjadi anak yang mempunyai akhlakul karimah dan menunjukan kepada mereka hal-hal yang bermanfaat. Menurut Ulwan 2007:135 dengan ajaran-ajarannya yang bijak, “Islam telah memerintahkan kepada setiap orang yang mempunyai tanggungjawab untuk mengarahkan dan mendidik, terutama bapak-bapak dan ibu-ibu, untuk memiliki akhlak luhur, sikap lemah lembut dan perlakuan kasih sayang. Sehingga anak akan tumbuh secara istiqamah, terdidik untuk berani dan berdiri sendiri, kemudian merasa, bahwa mereka mempunyai harga diri, kehormatan dan kemuliaaan ”. Tugas dan peran yang harus dilakukan orangtua tidaklah mudah, salah satu tugas dan peran orangtua yang tidak dapat dipindahkan adalah mendidik anak-anaknya. Sebab orangtua memberi hidup anak, maka orangtua mempunyai kewajiban yang teramat penting untuk mendidik anaknya. Jadi, tugas sebagai orangtua tidak hanya sekadar menjadi perantara makhluk baru dengan kelahiran, tetapi juga memelihara dan mendidiknya. Lingkungan keluarga Ayah, Ibu, Kaka dan Adik sangat mempengaruhi bagi pengembangan kepribadian anak, dalam hal ini orangtua berusaha untuk menciptakan lingkungan keluarga yang sesuai dengan keadaan anak. Dalam lingkungan keluarga harus diciptakan suasana yang serasi, seimbang, dan selaras, orangtua harus bersikap demokrasi baik dalam memberikan larangan, dan berupaya merangsang anak menjadi percaya diri. Perhatian orangtua sangat mempengaruhi kepribadian anak, anak yang mendapat perhatian yang maksimal dari orangtua akan dapat melalui kehidupannya dengan baik. Orangtua yang memahami perkembangan anak tentu akan memilih metode pendidikan anak yang tepat. Menurut Hurlock 2011:205 metode yang dipilih orangtua sebagai metode pendidikan anak, yaitu “metode yang otoriter, permisif atau demokratis, sebagian akan bergantung pada cara mereka sendiri dibesarkan, dan sebagian pada apa yang berdasarkan pengalaman pribadi atau pengalaman teman, diketahuinya akan menghasilkan hasil yang diinginkannya untuk anaknya kelak ”. Kunci keberhasilan seorang ibu dalam membesarkan, memelihara dan mengantarkan kesuksesan anak-anaknya adalah ketekunan, kesabaran, keuletan dengan segala kelembutan dan kasih sayangnya. Karena dalam banyak hal, anak lebih dekat dengan seorang ibu daripada anaknya. Dalam posisi seprti itu, seorang ibu harus memainkan perannya yang maksimal dalam mendidik anak-anaknya. Lestari 2012:48-49 menyatakan bahwa gaya pengasuhan yang permisif biasanya dilakukan oleh orangtua yang terlalu baik, cenderung memberi banyak kebebasan pada anak-anak dengan menerima dan memaklumi segala perilaku, tuntutan, dan tindakan anak, namun kurang menuntut sikap tanggung jawab dan keteraturan perilaku anak. Gaya pengasuhan yang otoriter dilakukan oleh orangtua yang selalu berusaha membentuk, mengontrol, mengevaluasi perilaku dan tindakan anak agar sesuai dengan aturan standar. Aturan tersebut biasanya bersikap mutlak yang dimotivasi oleh semangat teologis dan diberlakukan dengan otoritas yang tinggi ”. Menurut Hurlock 2011:93 metode demokratis menggunakan penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan. Metode ini lebih menekankan aspek edukatif dan disiplin daripada aspek hukuman ”. Dari ketiga metode di atas maka metode demokratis merupakan metode yang paling tepat untuk diterapkan orangtua dalam mendidik anaknya, karena dengan demokratis maka anak diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya sendiri.

c. Bentuk-Bentuk Perhatian Orangtua

Orangtua dalam memberikan perhatian tidaklah harus dengan suatu hal yang mahal, atau yang berlebihan. Perhatian dapat ditunjukkan dengan hal-hal yang kecil yang dimulai dengan kebiasaan dalam keluarga. Bentuk perhatian orangtua tidaklah terbatas pada satu perilaku atau tindakan. Terdapat beberapa bentuk perhatian orangtua di antaranya: 1 Kontrol dan Pemantauan Kontrol perilaku adalah upaya orangtua untuk mengatur dan mengelola perilaku anak. Dengan demikian, bila kontrol dimaknai sebagai mengendalikan anak dengan cara menekan, memaksa dan menakut nakuti dengan mengabaikan dukungan terhadap inisiatif anak, menghargai sudut pandang anak, dan memberi anak penjelasan- penjelasan, yang demikian itu akan memiliki konsekuensi negatif. Namun bila kontrol dimaknai memegang kendali, memiliki wewenang, membuat tuntutan yang sesuai dengan usia anak, menetapkan rambu-rambu, dan memantau perilaku anak, maka anak akan menjadi lebih baik. Anak-anak memerlukan aturan, petunjuk, dan rambu-rambu bagi tumbuh kembang mereka ” Lestari, 2012:58. Montemayor yang dikutip oleh Lestari 2012:58 mendefinisikan pemantauan sebagai aktivitas yang memungkinkan orangtua mengetahui keberadaan remaja, aktivitas yang dilakukan, dan teman- temannya. Dengan melakukan pemantauan, orangtua memiliki pengetahuan tentang aktivitas yang dilakukan oleh anak ”. Menurut Geldard dan Geldard 2011:53 bahwa “orangtua perlu terus menerus menyediakan berbagai peluang perubahan kepada anak muda, mereka tetap perlu terus menerapkan pengawasan orangtua, mengingat anak muda belum sepenuhnya menjadi dewas a”. Namun demikian pemantauan yang dilakukan orangtua secara berlebihan akan menyebabkan anak timbul perasaan yang tidak nyaman yang pada akhirnya akan berpengaruh pada penyesuaian diri anak. 2 Dukungan dan Keterlibatan Ellis, Thomas dan Rollins dalam Lestari 2012:59-60 mendefinisikan dukungan orangtua sebagai interaksi yang dikembangkan oleh orangtua yang dicirikan oleh perawatan, kehangatan, persetujuan, dan berbagai perasaan positif orangtua terhadap anak. Dukungan orangtua membuat anak merasa nyaman terhadap kehadiran orangtua dan menegaskan dalam benak anak bahwa dirinya diterima dan diakui sebagai individu. Grolnick dan Slowiaczek yang dikutip oleh Sri Lestari 2012:61 menggambarkan keterlibatan orangtua dalam empat dimensi, yakni “1 keterlibatan di sekolah, 2 keterlibatan di rumah, 3 keterlibatan dalam kehidupan pribadi anak, dan 4 keterlibatan dalam aktivitas kogniti f”. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa orangtua harus mendukung anak dalam hal-hal yang positif sehingga anak merasa diakui sebagai individu. Keterlibatan orangtua sangat dinantikan anak karena dengan demikian anak akan merasa terbantu jika mereka mempunyai permasalahan dalam hidupnya. 3 Komunikasi Penelitian mengindikasikan bahwa orangtua yang mendukung yang mendorong komunikasi positif, rasional dan interaktif sambil menerapkan disiplin yang tegas dan konsisten yaitu, orangtua yang otoritatif akan memiliki putra-putri remaja yang memiliki kompetensi dan penghargaan diri yang lebih tinggi dan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam berhadapan dengan berbagai peristiwa hidup yang berbahaya ” Geldard dan Geldard 2011:68. Hasil-hasil penelitian telah menegaskan bahwa komunikasi orangtua-anak dapat mempengaruhi fungsi keluarga secara keseluruhan dan kesejahteraan psikososial pada diri anak. Menurut Shek, 2000. Clark dan Shileds 1997 seperti dikutip Lestari 2012:61 menemukan bukti bahwa “komunikasi yang baik antara orangtua-anak berkorelasi dengan rendahnya keterlibatan anak dalam perilaku delinkuen. Orangtua dan remaja juga dapat menjadikan komunikasi sebagai indikator rasa percaya dan kejujuran dengan mencermati nada emosi yang terjadi dalam interaksi antar anggota keluarga ”. Komunikasi orangtua sangat penting bagi orangtua dalam upaya melakukan kontrol, pemantauan, dan dukungan pada anak. Tindakan orangtua untuk mengontrol, memantau dan memberikan dukungan dapat dipersepsi positif atau negatif oleh anak, diantaranya dipengaruhi oleh cara orangtua berkomunikasi. 4 Kedekatan Istilah kemelakatan, sebagaimana yang digunakan dalam literatur psikologi perkembangan, menggambarkan seseorang anak untuk terus menerus mencari kedekatan dengan seseorang tertentu, biasanya dengan ibunya dalam rangka mengurangi ketegangan internal. Menurut J. Bowlby 1969 seperti dikutip Geldard 2011:31 merupakan penyumbang terbesar dalam teori tentang masalah ini. Dia meyakini bahwa kemelekatan adalah ikatan afeksional kekal yang memiliki suatu fungsi biologis vital yang sangat dibutuhkan untuk bertahan hidup dan bahwa hubungan antara seorang anak dengan figur kemelakatan menyediakan suatu fondasi kokoh yang akan digunakannya untuk mengeksplorasi dan menguasai duni a”. Menurut Hurlock 2011:238 “hubungan keluarga yang buruk merupakan bahaya psikologis pada setiap usia, terlebih selama masa remaja karena pada saat ini anak laki-laki dan perempuan sangat tidak percaya pada diri sendiri dan bergantung pada keluarga untuk memperoleh rasa aman ”. Kedekatan orangtua dengan anak menjadi modal untuk orangtua mengetahui bagaimana perilaku anak di luar rumah dan dengan siapa anak bersosialisasi. Dengan kedekatan yang intensif maka anak akan terbuka dengan orangtuanya, sehingga orangtua mengetahui permasalahan apa yang sedang terjadi pada anaknya. 5 Pendisiplinan Pendisiplinan merupakan salah satu bentuk dari upaya orangtua untuk melakukan kontrol terhadap anak. Pendisiplinan biasanya dilakukan orangtua agar anak dapat menguasai suatu kompetensi, melakukan pengaturan diri, dapat menaati aturan, dan mengurangi perilaku-perilaku menyimpang atau beresiko. Di masa lampau hanya terdapat satu cara menanamkan disiplin yang disetujui. Sekarang cara itu disebut disebut “disiplin otoriter”. Seperti yang termaktub dalam namanya, melatih anak untuk berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat merupakan tanggung jawab mereka yang berwewenang- orangtua, guru dan orang lain yang bertindak sebagai pengasuh anak. Ketika berangsur-angsur tampak bahwa baik dengan cara otoriter maupun cara permisif tidak tercapai tujuan membentuk orang yang matang secara moral, cara disiplin ketiga timbul, yaitu yang dikenal sebagai “disiplin demokratis”. Disiplin ini mewujudkan ciri baik dari bentuk-bentuk terdahulu dan tidak mengandung kelemahan dan ciri-ciri buruknya ” Hurlock, 2011:92-93. Menurut Jay Kesler seperti dikutip Ali dan Asrori 2011:94 mendefinisikan iklim keluarga sebagai: The set internal characteristic that distinguishes one family from another and influences the behavior of people in it is called family climate …Climate is determined importantly by conduct, attitudes, and expectations of other persons. Jadi, iklim keluarga itu mengandung tiga unsur: 1 Karakteristik khas internal keluarga yang berbeda dari keluarga lainnya. 2 Karakteristik khas itu dapat mempengaruhi perilaku individu dalam keluarga itu termasuk remajanya. 3 Unsur kepemimpinan dan keteladanan kepala keluarga, sikap dan harapan individu dalam keluarga tersebut. Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono 2004:85-88 contoh bentuk perhatian orangtua kepada anaknya, sebagai berikut: 1 Orangtua dapat memberikan dorongan anak dalam belajar motivasi belajar. 2 Orangtua memberikan penghargaan atau pujian atas apa yang dilakukan si anak, karena penghargaan kepada anak-anak dapat menimbulkan mental yang sehat bagi anak. 3 Orangtua hendaknya meluangkan waktu untuk berbincang- bincang dengan anak-anak, sehingga tercipta hubungan yang nyaman, tenang, dan harmonis di antara keluarga. 4 Orangtua hendaknya membicarakan tentang kebutuhan anak- anak yang diinginkan 5 Orangtua menyediakan tempat belajar yang nyaman dan kondusif untuk anak dalam belajar. Selain itu juga menyediakan sumber-sumber belajar dan peralatan yang dapat mendukung aktivitas belajar. 6 Orangtua dapat mendampingi anak dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Al Ghazali 2015:145 menyatakan bahwa setiap kali sorang anak menunjukkan suatu perilaku yang mulia atau perbuatan yang baik, seyogianya dia memperoleh pujian dan jika perlu diberi hadiah atau insentif dengan sesuatu yang menggembirakannya atau ditujukan pujian kepadanya didepan orang-orang sekitarnya. Berdasarkan uraian teori di atas maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan perhatian orangtua dalam penelitian ini adalah suatu kesadaran jiwa orangtua yang ditujukan pada anaknya baik ia berada dalam rumah maupun berada di luar rumah sekolah, yang dapat diukur dengan dimensi: 1 kontrol dan pemantauan dengan indikator; a memberi anak penjelasan tentang belajar, b mengetahui aktivitas yang dilakukan, c mengetahui siapa teman-temannya, dan d mengetahui perkembangan sosialnya, 2 dukungan dan keterlibatan dengan indikator; a mendampingi anak dalam mengerjakan pekerjaan rumah, b menyediakan tempat belajar yang nyaman dan kondusif, c menyediakan sumber-sumber belajar dan d menyediakan peralatan yang dapat mendukung aktivitas belajar, 3 komunikasi dan pendisplinan dengan indikator; a membicarakan tentang kebutuhan anak-anak yang diinginkan, b meluangkan waktu untuk berbincang-bincang dengan anak-anak, c dibiasakan hidup disiplin, dan d memberikan reward and punisment.

3. Lingkungan Sekolah a. Pengertian Lingkungan Sekolah

Keberadaan manusia tidak akan pernah terlepas dari lingkungannya, karena lingkungan merupakan tempat di mana manusia itu berada. Tingkah laku manusia baik secara langsung atau tidak langsung akan dipengaruhi olah lingkungannya. Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh terhadap perilaku siswa dan perilaku siswa juga mempengaruhi lingkungannya. Lingkungan sekolah sangat besar pengaruhnya terhadap siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran. Lingkungan atau environtment meliputi semua kondisi dalam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan. Lingkungan terdekat yang ada di sekitar individulah yang paling berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan tingkah laku. Lingkungan sekolah merupakan tempat seorang siswa dalam menjalankan kegiatan-kegiatan pendidikan untuk memperoleh ilmu pengetahuan, perubahan sikap, dan keterampilan hidup baik di dalam kelas maupun di luar kelas dengan mengikuti dan menaati peraturan dalam sistematika pendidikan yang telah ditetapkan. Menurut Hamalik 2003:195 “lingkungan adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki maknapengaruh tertentu kepada individu ”. Lingkungan menyediakan stimulus terhadap individu sedangkan individu memberikan respon terhadap lingkungan yang ada dalam alam sekitar. Ndraha 2005:17 menyatakan bahwa “lingkungan adalah keseluruhan yang mengitari, termasuk yang dikitari yaitu manusia yang bersangkutan ”. Menurut Robbins dan Judge 2011:540 “An organization’s environment includes outside institutions or forces that can affect its performance, such as suppliers, customers, competitors, government regulatory agencies and public pressure groups ”. Berdasarkan kutipan di atas dapat dimaknai bahwa lingkungan adalah suatu tempat yang dapat mempengaruhi orang yang berada dalam temapat tersebut. Dengan kata lain lingkungan adalah tempat yang dapat memberikan rasa aman bagi yang menempatinya, jika lingkungan tersebut kondusif. Lingkungan sekolah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu tempat belajar yang dapat menjadikan orang berada di dalamnya menjadi baik, namun demikian lingkungan tersebut dapat mempengaruhi ke arah yang kurang baik, apabila sekolah kurang memberikan perhatian terhadap perkembangan lingkungan sekitar sekolah. Suatu lingkungan organisasi termasuk institusi luar atau kekuatan yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan, seperti pemasok, pelanggan, pesaing, instansi pemerintah, peraturan dan kelompok tekanan publik. Pendapat tersebut lebih menekan pada lingkungan eksternal yang terdiri atas variabel-variabel peluang dan tantangan yang berada diluar organisasi dan tidak dapat dikontrol dalam jangka pendek oleh manajemen, dapat berupa kekuatan umum dan trend di dalam keseluruhan lingkungan sosial atau faktor khusus dalam operasi organisasi yang merupakan lingkungan tugas task environment meliputi unsur atau kelompok yang secara langsung mempengaruhi organisasi, dan pada gilirannya akan dipengaruhi oleh organisasi. Lingkungan tidak hanya semata-mata merefleksikan lingkungan ekologi, tetapi juga konsep umum yang menjelaskan gambaran keseluruhan terhadap kekuatan lingkungan eksternal yang berdampak pada aktivitas organisasi dari segala aspek. Organisasi sebagai kumpulan orang-orang tidak dapat dilepaskan dari lingkungan, karena pada dasarnya organisasi merupakan bagian dari lingkungan dan masyarakat. Sagala 2008:133 memberikan beberapa pengertian lingkungan yang dikutip dari para pakar manajemen sebagai berikut: 1 Lingkungan memberikan suatu sumber energi, penyaluran dan penerimaan organisasi Hicks dan Gullett. 2 Lingkungan adaah sekumpulan sumber-sumber di sekitar organisasi mencakup bahan-bahan mentah Jones. 3 Lingkungan memiliki tiga konsep yang luas yaitu; fakta objektif, fakta subjektif, dan pembagian antara organisasi dan lingkungan Wilson. 4 Lingkungan adalah keseluruhan yang mengitari, termasuk dikitari oleh manusia yang bersangkutan Ndraha. Sartain seperti dikutip Purwanto 2007:72 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “lingkungan environment meliputi semua kondisi dalam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan, perkembangan atau life processes kita kecuali gen-gen. Bahkan gen-gen dapat pula dipandang sebagai menyiapkan lingkungan to provide environment bagi gen yang lain ”. Pandangan tentang lingkungan menurut Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI 2009:80 bahwa Environment adalah “segala sesuatu yang berada di luar organisasi ”. Hal ini menunjukkan salah satu bagian penting dalam suatu manajemen adalah masalah lingkungan. Lingkungan sekolah yang kondusif merupakan faktor di luar manusia baik fisik maupun non fisik dalam suatu organisasi yang diharapkan membawa pengaruh positif di dalamnya. Sekolah adalah lembaga pendidikan yang secara resmi menyelenggarakan kegiatan pembelajaran secara sistematis, berencana, sengaja dan terarah yang dilakukan oleh pendidik profesional dengan program yang dituangkan ke dalam kurikulum. Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal, dikatakan formal karena di sekolah dilaksanakan serangkaian kegiatan yang terencana dan terorganisasi, termasuk kegiatan dalam proses belajar-mengajar di kelas. Menurut Hamalik 2003:5 “sekolah adalah suatu lembaga yang memberikan pelajaran kepada murid-muridnya ”. Lingkungan sekolah memegang peranan yang sangat penting bagi perkembangan belajar para siswanya. Lingkungan ini meliputi lingkungan fisik sekolah seperti lingkungan sekitar sekolah, sarana dan prasarana belajar yang ada, sumber-sumber belajar dan media belajar dan sebagainya. Lingkungan sosial menyangkut hubungan siswa dengan kawan-kawannya, guru-guru serta staf sekolah lainnya. Lingkungan sekolah juga menyangkut lingkungan akademis, yaitu suasana dan pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar, berbagai kegiatan kokulikuler dan sebagainya. Menurut Sukmadinata 2005:164, lingkungan sekolah meliputi: 1 Lingkungan fisik sekolah seperti sarana dan prasarana belajar, sumber-sumber belajar, dan media belajar. 2 Lingkungan sosial menyangkut hubungan siswa dengan teman- temanya, guru-gurunya, dan staf sekolah yang lain. 3 Lingkungan Akademis yaitu suasana sekolah dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dan berbagai kegiatan kokurikuler. Lingkungan fisik itu terdiri atas lingkungan alam dan lingkungan buatan manusia, yang merupakan tempat dan sekaligus memberikan dukungan dan kadang-kadang juga menjadi hambatan bagi berlangsungnya proses pendidikan. Proses pendidikan ini mendapatkan dukungan dari lingkungan fisik berupa sarana, prasarana serta fasilitas yang digunakan. Tersedianya sarana, prasarana dan fasilitas fisik dalam jenis, jumlah dan kualitas yang memadai, akan sangat mendukung berlangsungnya proses pendidikan yang efektif. Kekurangan sarana, prasarana dan fasilitas fisik, akan menghambat proses pendidikan dan menghambat pencapaian hasil yang maksimal. Lingkungan sosial merupakan lingkungan pergaulan antar manusia, pergaulan antara guru dengan siswa serta orang-orang yang terlibat dalam interaksi pendidikan. Interaksi pendidikan dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dan corak pergaulan antara orang-orang yang terlibat dalam interaksi tersebut, baik pihak siswa maupun guru dan pihak lainnya. Lingkungan intelektual merupakan kondisi dan iklim sekitar yang mendorong dan menunjang pengembangan kemampuan berpikir. Lingkungan ini mencakup perangkat lunak seperti sistem dan program- program pengajaran, perangkat keras seperti media dan sumber pelajaran, serta aktivitas-aktivitas pengembangan dan penerapan kemampuan berpikir. Lingkungan nilai, yang merupakan tata kehidupan nilai, baik nilai kemasyarakatan, ekonomi sosial, politik, estetika, etika maupun nilai keagamaan yang hidup dan dianut dalam suatu daerah atau kelompok-kelompok tertentu. Lingkungan-lingkungan tersebut akan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap proses dan hasil dari pendidikan. Lingkungan adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna danatau pengaruh tertentu kepada individu. Lingkungan environment sebagai dasar pengajaran adalah faktor kondisional yang mempengaruhi tingkah laku individu dan merupakan faktor belajar yang penting. Menurut Hamalik 2003:196 lingkungan belajar terdiri atas: 1 Lingkungan sosial adalah lingkungan masyarakat baik kelompok besar atau kelompok kecil. 2 Lingkungan personal meliputi individu-individu sebagai suatu pribadi berpengaruh terhadap individu pribadi lainnya. 3 Lingkungan alam fisik meliputi semua sumber daya alam yang dapat diberdayakan sebagai sumber daya alam sumber belajar. 4 Lingkungan kultural mencakup hasil budaya dan teknologi yang dapat dijadikan sumber belajar dan yang dapat menjadi faktor pendukung pengajaran. Dalam konteks ini termasuk sistem nilai, norma, dan adat kebiasaan. Maksud kutipan di atas dapat dimaknai bahwa lingkungan belajar adalah suatu tempat yang dapat mendukung terjadi proses pembelajaran, baik pembelajaran formal maupun non-formal. Hamalik 2003:196 menyatakan bahwa suatu lingkungan pendidikan atau pengajaran memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut: 1 Fungsi psikologis; Stimulus bersumberberasal dari lingkungan yang merupakan rangsangan terhadap individu sehingga terjadi respons, yang menunjukkan tingkah laku tertentu. Respons tadi pada gilirannya dapat menjadi suatu stimulus baru yang menimbulkan respons baru, demikian seterusnya. Ini berarti, lingkungan mengandung makna dan melaksanakan fungsi psikologis tertentu. 2 Fungsi pedagogis; Lingkungan memberikan pengaruh-pengaruh yang bersifat mendidik, khususnya lingkungan yang sengaja disiapkan sebagai suatu lembaga pendidikan, mislanya keluarga, sekolah, lembaga pelatihan, lembaga-lembaga sosial. Masing- masing lembaga tersebut memiliki program pendidikan, baik tertulis maupun yang tidak tertulis. 3 Fungsi instruksional; Program instruksional merupakan suatu lingkungan pengajaranpembelajaran yang dirancang secara khusus. Guru yang mengajar, materi pelajaran, sarana dan prasarana pengajaran, media pengajaran, dan kondisi lingkungan kelas fisik merupakan lingkungan yang sengaja dikembangkan untuk mengembangkan tingkah laku siswa. Kepala sekolah memegang peran penting untuk menciptakan lingkungan sekolah, baik fisik maupun non fisik yang kondusif akademik, karena keadaan ini merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan tertib, optimisme dan ekspektasi yang tinggi dari warga sekolah dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa adalah contoh- contoh lingkungan yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Suasana sekolah yang efektif dirasakan, sebagai penuh rasa kekeluargaan, bersifat praktis, dan penuh kejujuran. Sekolah selalu beranggapan, bahwa lingkungan sekolah yang baik merupakan prioritas utama untuk pencapaian kemajuan. Lingkungan sekolah merupakan bentuk lingkungan sosial non fisik yang menjadi ciri khas suatu sekolah yang nantinya dapat mempengaruhi seluruh komponen yang terdapat di dalamnya, dalam berinteraksi antara satu dengan yang lain. Lingkungan sekolah yang positif adalah adanya hubungan yang harmonis antara personel sekolah, adanya hubungan kekeluargaan, adanya saling percaya di antara para guru yang menyebabkan suasana menjadi nyaman, para guru memiliki sifat antusiasme dalam bekerja, adanya komitmen yang tinggi para guru terhadap sekolahnya, dan para guru merasa bangga terhadap sekolahnya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan sekolah adalah segala sesuatu yang berada di sekitar sekolah atau berada di luar sekolah yang dapat mempengaruhi dan bermakna bagi siswa dalam proses belajar mengajar yang ada di sekolah, baik itu dalam lingkungan sosial lingkungan fisik maupun lingkungan nonsosial lingkungan akademik.

b. Faktor Lingkungan Sekolah

Manusia merupakan salah satu anggota dalam lingkungan hidup yang berperan penting dalam kelangsungan jalinan hubungan yang terdapat dalam sistem tersebut. Keberadaan manusia tidak akan pernah terlepas dari lingkungannya, karena lingkungan merupakan tempat di mana manusia itu berada. Tingkah laku manusia baik secara langsung atau tidak langsung akan dipengaruhi oleh lingkungannya. Lingkungan mempunyai pengaruh terhadap perilaku siswa dan perilaku siswa juga mempengaruhi lingkungannya. Lingkungan belajar sangat besar pengaruhnya terhadap siswa pembelajar, tetapi banyak lembaga pendidikan atau sekolah yang mengabaikan lingkungan, di beberapa sekolah lingkungan belajar sudah dilengkapi dengan peralatan yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi di antaranya dengan memutar musik yang merdu, penataan ruang, kebersihan, penerangan kenyamanan dan keamanan. Menurut Sudjana 2011:39 hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu; faktor dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau lingkungan. Clark seperti dikutip Sudjana 2011:39 mengatakan bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70 dipengaruhi kemampuan dan 30 dipengaruhi oleh lingkungan. Kutipan Sudjana tersebut menunjukkan bahwa proses pembelajaran masih dipengaruhi oleh lingkungan, dalam hal ini adalah lingkungan sekolah dan lingkungan di luar sekolah. Menurut Slameto 2003:54 faktor-faktor yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi dua, yaitu: 1 Faktor yang ada dalam diri individu intern. Faktor intern terbagi menjadi 1 faktor jasmaniah faktor kesehatan, cacat tubuh, 2 faktor psikologis inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan, 3 faktor kelelahan. 2 Faktor yang ada di luar individu ekstern. Faktor ekstern terbagi menjadi 1 faktor keluarga cara orangtua mendidik, keadaan ekonomi keluarga, suasana rumah, 2 faktor sekolah metode mengajar, disiplin sekolah, kurikulum, 3 faktor masyarakat bentuk kehidupan masyarakat, teman bergaul. Purwanto 2007:102 menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi belajar dibedakan menjadi dua macam yaitu; 1 Faktor yang ada pada diri individu itu sendiri intern yang meliputi faktor kematanganpertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi. 2 Faktor yang ada di luar individu ekstern antara lain meliputi faktor keluargakeadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar- mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia. Apabila memperhatikan kutipan yang dikemukakan oleh Slameto bahwa faktor ekstern yang mempengaruhi belajar siswa adalah faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat lingkungan, penulis akan menjelaskannya lebih rinci sebagai berikut: 1 Faktor keluarga Rasa dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang individu. Semua konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau dipecahkan bila individu dibesarkan dalam keluarga di mana terdapat keamanan, cinta, respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian penyesuaian diri akan menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan bahwa kehidupannya berarti. Di tengah keluarga individu juga belajar agar tidak menjadi egois, individu diharapkan dapat berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Individu belajar untuk menghargai hak orang lain dan cara penyesuaian diri dengan anggota keluarga, mulai orangtua, kakak, adik, kerabat maupun pembantu. Kemudian dalam lingkungan keluarga individu mempelajari dasar dari cara bergaul dengan orang lain. 2 Faktor sekolah Pendidikan modern menuntut guru atau pendidik untuk mengamati perkembangan individu dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai dengan perkembangan tersebut. Dalam pengertian ini berarti proses pendidikan merupakan penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian tersebut. Jadi guru sangat berperan penting dalam pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu. 3 Faktor masyarakat teman sebaya Dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat di antara kawan-kawan semakin penting pada masa remaja dibandingkan masa-masa lainnya. Remaja mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan perasaan. Pengertian yang diterima dari temannya akan membantu remaja dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu diri remaja dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti akan dirinya maka remaja akan semakin meningkat kebutuhannya untuk berusaha menerima dirinya sendiri dengan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan demikian remaja akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sesuai dengan potensi yang dimilikinya Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan yang dimaksud dengan lingkungan sekolah dalam penelitian adalah segala sesuatu yang berada di sekitar sekolah atau berada di luar sekolah yang dapat mempengaruhi dan bermakna bagi siswa dalam proses belajar mengajar yang ada di sekolah, baik itu dalam lingkungan sosial lingkungan fisik maupun lingkungan non-sosial lingkungan akademik, yang dapat diukur melalui dimensi: 1 Lingkungan fisik sekolah dengan indikator; a sarana dan prasarana belajar, b sumber-sumber belajar, dan c media belajar, 2 Lingkungan sosial dengan indikstor; a hubungan siswa dengan teman-temanya, b hubungan siswa dengan guru-gurunya, dan c hubungan siswa dengan staf sekolah yang lain, 3 Lingkungan Akademis dengan indikator; a suasana sekolah, b pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dan berbagai kegiatan kokurikuler.

4. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian terdahulu yang relevan yang dimaksud adalah penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lain, yang dapat mendukung penelitian yang dilakukan oleh penulis. Penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu antara lain: a. Ulfah Maria 2007; melakukan penelitian terhadap siswa SMP N 20 Jebres Surakarta, Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keharmonisan keluarga dan konsep diri secara bersama-sama memberikan peran terhadap kecenderungan kenakalan remaja, sumbangan efektif masing- masing prediktor yaitu konsep diri memiliki peran 30,5 sedangkan keharmonisan keluarga yaitu 7,2. Hasil penelitian ini menemukan bahwa remaja yang terpenuhi kebutuhannya secara psikologis lebih kecil kecenderungan untuk berperilaku delinkuen. Kebutuhan psikologis ini akan didapatkan remaja dari keluarga yang harmonis dan sehat. Keluarga yang sehat adalah keluarga yang memberikan tempat bagi setiap individu menghargai perubahan yang terjadi akibat perkembangan kedewasaan dan mengajarkan kemampuan berinteraksi kepada anggota keluarga terutama remaja. Dalam keluarga harmonis, seluruh anggota keluarga merasa dicintai, dan mencintai, merasa terpenuhi kebutuhan biologis dan psikologisnya, saling menghargai dan mengembangkan sistem interaksi yang memungkinkan setiap anggota menggunakan seluruh potensinya. Dengan kata lain bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila siswa secara psikologis konsep diri dan adanya keharmonisan dalam kelaurga dapat mengurangi terjadinya penyimpangan perilaku. Kaitannya dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah dengan meningkatkan perhatian orangtua dan lingkungan sekolah dapat mengurangi terjadinya penyimpangan perilaku siswa. b. Wuryati 2012; Persepsi Masyarakat Terhadap Perilaku Menyimpang Remaja. Perilaku menyimpang remaja sebagai bagian dari kemerosotan moral dan merupakan peristiwa minimnya pembenaran yang dilakukan remaja terhadap norma- norma moral, hukum, dan sosial yang berlaku dalam masyarakat. Perilaku menyimpang merupakan perilaku yang tidak dikehendaki masyarakat, sekolah dan negara seperti berbohong, mengendari kendaraan dengan klakson yang keras, membolos sekolah, mencuri, mabuk-mabukan, hamil di luar nikah dan lainnya. Norma kesusilaan mengendaki agar tidak berbuat sesuatu yang menjerumusan diri sendiri sebagai manusia yang jelek, hina dan tercela, sebaliknya agar tiap-tiap orang untuk bersikap dan berbuat lebih baik dalam batinnya maupun dalam tindakannya. Selain melanggar norma susila, perilaku penyimpangan juga tidak sesuai dengan norma hukum.Tindakan pencurian juga merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan norma agama. Hasil temuan di lapangan bahwa bentuk-bentuk Perilaku Menyimpang Remaja di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal, diklasifikasikan terdapat perilaku menyimpang yang masih dapat diterima masyarakat merupakan penyimpangan primer Primary Deviation dan terdapat perilaku menyimpang yang tidak dapat diterima oleh masyarakat penyimpangan sekunder Secundary Deviation. Tindakan merokok merupakan suatu pemandangan yang sangat tidak asing bagi remaja di Kecamatan Rowosari. Kegiatan merokok yang dilakukan oleh remaja biasanya di depan orang lain, terutama dilakukan di depan kelompoknya karena mereka sangat tertatik kepada kelompok sebayanya atau dengan kata lain terikat dengan kelompoknya. Kaitannya dengan penelitian yang dilakukan penulis, bahwa ada penyimpangan perilaku yang dianggap tidak melanggar normatif, karena semua warga sudah memakluminya bukan suatu penyimpangan, di mana anak dapat merokok, baik di depan kelaurga maupun di depan kelompoknya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain dan yang dilakukan oleh penulis, pada dasarnya variabel-variabel bebas memberikan kontribusi terhadap variabel terikat, sehingga dalam hal ini, apa yang dilakukan penelitian oleh penulis, hasil yang diperoleh mendekati dengan hasil yang dilakukan oleh peneliti lain.

B. Kerangka Pemikiran 1. Pengaruh Perhatian Orangtua terhadap Penyimpangan Perilaku

Dokumen yang terkait

Pengaruh Sarapan Terhadap Konsentrasi Belajar Siswa Di Kelas Viii Sekolah Menengah Pertama Negeri 20 Bekasi

32 157 64

Pengaruh Komunikasi Orangtua dan Motivasi Belajar Terhadap Karakter Siswa Sekolah Menengah Atas Swasta di Kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi.

0 5 184

Analisis kebijakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dan desain model kurikulum berwawasan lingkungan sekolah menengah atas (Studi kasus pada Sekolah Menengah Atas di Jakarta dan Bekasi)

0 15 359

Analisis kebijakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dan desain model kurikulum berwawasan lingkungan sekolah menengah atas (Studi kasus pada Sekolah Menengah Atas di Jakarta dan Bekasi)

0 16 177

Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api Terhadap Masyarakat di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi

1 7 92

PENGARUH LINGKUNGAN FISIK DAN LINGKUNGAN SOSIAL TERHADAP KINERJA GURU : Survey PadaGuru Mata Pelajaran Ekonomi di Sekolah Menengah Atas Swasta se-Kota Cimahi.

0 1 85

PEMBINAAN KEMAMPUAN PROFESIONAL GURU SEKOLAH DASAR (Studi Kualitatif Tentang Pembinaan Kemampuan Profesional Guru Sekolah Dasar di Kecamatan Bekasi Selatan Kota Bekasi).

0 2 46

Pengaruh lingkungan kerja, kompensasi, dan kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap kepuasan kerja guru di Sekolah Menengah Atas se-Sleman Timur.

1 4 228

Pengaruh lingkungan kerja, kompensasi, dan kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap kepuasan kerja guru di Sekolah Menengah Atas se Sleman Timur

0 2 226

Audit manajemen atas realisasi anggaran biaya operasional : studi kasus di sekolah menengah pertama [SMP] St. Lusia Bekasi Timur - USD Repository

0 5 136