Pengaruh Tipe Katalis KOH Dan CaO Pada Pembuatan Biodiesel Turunan Minyak Kacang Tanah Melalui Transesterifikasi Dengan Lama Reaksi 3 Jam Pada Suhu 65 Oc Menggunakan Eter Sebagai Cosolvent

(1)

PENGARUH TIPE KATALIS KOH DAN CaO PADA PEMBUATAN BIODIESEL TURUNAN MINYAK KACANG TANAH MELALUI

TRANSESTERIFIKASI DENGAN LAMA REAKSI 3 JAM PADA SUHU 65 OC MENGGUNAKAN ETER

SEBAGAI COSOLVENT

TESIS

Oleh

SABAR SILAEN 087026033/FIS

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PENGARUH TIPE KATALIS KOH DAN CaO PADA PEMBUATAN BIODIESEL TURUNAN MINYAK KACANG TANAH MELALUI

TRANSESTERIFIKASI DENGAN LAMA REAKSI 3 JAM PADA SUHU 65 OC MENGGUNAKAN ETER

SEBAGAI COSOLVENT TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Fisika pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SABAR SILAEN 087026033/FIS

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

 

   


(3)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : PENGARUH TIPE KATALIS KOH DAN CAO

PADA PEMBUATAN BIODIESEL TURUNAN MINYAK KACANG TANAH MELALUI TRANSESTERIFIKASI DENGAN LAMA

REAKSI 3 JAM PADA SUHU 65 oC

MENGGUNAKAN ETER SEBAGAI COSOLVENT

Nama Mahasiswa : Sabar Silaen Nomor Induk Mahasiswa : 087026033 Program Studi : Magister Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

DR. Marhaposan Situmorang Drs. Nimpan Bangun, M.Sc Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Drs. Eddy Marlianto, M.Sc., Ph.D Prof. Drs. Eddy Marlianto, M.Sc., Ph.D NIP. 195503171986011001 NIP. 195503171986011001


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PENGARUH TIPE KATALIS KOH DAN CaO PADA PEMBUATAN BIODIESEL TURUNAN MINYAK KACANG TANAH MELALUI

TRANSESTERIFIKASI DENGAN LAMA REAKSI 3 JAM PADA SUHU 65 oC MENGGUNAKAN ETER

SEBAGAI COSOLVENT

T E S I S

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil karya saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, Juni 2010

SABAR SILAEN


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

N a m a : Sabar Silaen N I M : 087026033 Program Studi : Magister Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Excluxive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :

PENGARUH TIPE KATALIS KOH DAN CaO PADA PEMBUATAN BIODIESEL TURUNAN MINYAK KACANG TANAH MELALUI TRANSESTERIFIKASI DENGAN LAMA

REAKSI 3 JAM PADA SUHU 65 oC MENGGUNAKAN ETER

SEBAGAI COSOLVENT

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Juni 2010

SABAR SILAEN NIM. 087026033


(6)

Telah diuji pada Tanggal : 14 Juni 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Marhaposan Situmorang Anggota : 1. Drs. Nimpan Bangun, M.Sc

2. Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc, Ph.D 3. Prof. Dr. Timbangen S., M.Sc

4. Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS

 


(7)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama lengkap berikut gelar : Sabar Silaen, S.Pd.

Tempat dan TanggalLahir : Balige, 21 September 1965

Alamat Rumah : Jl. Pendidikan Gg. Gesba Mariendal - I

Telepon/ HP : 08126313124

Instansi Tempat Kerja : SMA Negeri 5 Medan

Alamat Kantor : Jl. Pelajar No. 17 Medan

Telepon : (061) 7360664

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Swasta Mandala Medan Tamat : 1977

SMP : SMP Negeri 7 Medan Tamat : 1981

SMA : SMA Negeri 5 Medan Tamat : 1984

Diploma III : FMIPA USU Medan Tamat : 1988

Strata-1 : FPMIPA IKIP Negeri Medan Tamat : 2007

Strata-1 : FKIP Univ. Terbuka Tamat : 2007

Strata-2 : PSMF PPs FMIPA USU Medan Tamat : 2010

           


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis.

Kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia c.q Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dana sehingga kami dapat melaksanakan Program Magister Sains pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahrial Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), SPA (K) atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Sains.

Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara Prof. Drs. Eddy Marlianto, M.Sc., Ph.D atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister Sains pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Fisika, Prof. Drs. Eddy Marlianto, M.Sc., Ph.D. Sekretaris Program Studi Magister Fisika Drs Nasir Saleh, M.Eng, Sc., beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Fisika Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kami ucapkan kepada Dr. Marhaposan Situmorang selaku pembimbing Utama yang dengan penuh perhatian dan telah memberikan dorongan, bimbingan dan arahan, demikian juga kepada Bapak Drs. Nimpan Bangun, M.Sc selaku pembimbing lapangan yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing kami hingga selesainya penelitian ini.

Kepala SMA Negeri 5 Medan, Drs. Salmi Effendi, M.Pd., yang telah memberi izin belajar di program Pascasarjana tanpa meninggalkan tugas.

Pak Uda Hasiolan Silaen, S.H., Edward Silaen, S.T., dan Kakek Parsaoran Silaen yang memberikan bantuan kesempatan dan moril selama mengikuti perkuliahan.

Mahasiswa pascasarjana Henri Jannu, Juniar limbong, Januaris Pane, Jamson Siboro, dan Juaksa Manurung, atas saran-saran, kerjasama selama perkuliahan dan menyelesaikan penelitian.

Rekan-rekan sejawat Dra. Tiamar Hutapea, Drs. Salon Sinaga, M.Si., Tiorinse Sinaga, S.Pd., M.Si, Drs. Ajis Pakpahan, M.si, dan Farawiati Andrianti, S.Pd, M.Si atas dorongan semangat yang diberikan.

Kepada Ibunda Hermina Br. Sianipar, mertua H. Simanungkalit, D. Br. Napitupulu serta isteri tercinta Magdalena Simanungkalit serta anak-anakku terkasih William Fransisco, Kelvin E. Andreas dan Christine Monica atas segala pengorbanan kalian baik berupa moril dan materil.

Penulis menyadari tesis ini belum sempurna, dengan senang hati penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Semoga tesis ini bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.


(9)

Medan, Juni 2010 Penulis


(10)

PENGARUH TIPE KATALIS KOH DAN CaO PADA PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK KACANG TANAH MELALUI

TRANSESTERIFIKASI DENGAN LAMA REAKSI 3 JAM PADA SUHU 65 oC MENGGUNAKAN

ETER SEBAGAI COSOLVENT

ABSTRAK

Biodiesel sebagai energi alternatif telah banyak dilaporkan dan emisi gas CO2

lebih kecil dari solar. Katalis yang sudah umum adalah KOH dan NaOH, pemakaian minyak kacang tanah sebagai bahan bakar dan katalis Cao belum banyak dilaporkan. Karena itu dalam penelitian ini dilakukan transesterifikasi minyak kacang tanah menggunakan katalis KOH dan CaO memakai eter sebagai cosolvent. Metode transesterifikasi katalis KOH dan CaO dengan lama reaksi 3 jam pada suhu 65 oC. Hasil campuran reaksi dipisahkan dengan mengekstraksi dalam heksan, fraksi heksan dicuci dengan larutan HCl4-n dibilas dengan aquades

kemudian fase atas dikeringkan dengan Na2SO4. Fraksi fase diperoleh setelah

menguapkan heksan tersebut dan kadarnya diukur dengan gascromatografiuntuk mendapatkan komposisi kimia. konversi minyak kacang tanah dengan katalis KOH adalah 60,53% sedangkan katalis CaO 58,10%. Biodiesel yang diperoleh dengan katalis KOH mengandung 10,31% monogliserida, 0,33% digliserida, 33,87% trigliserida, 2,46% free gliserol. Biodiesel yang diperoleh dengan katalis CaO mengandung 9,66% monogliserida, 0,94% digliserida, 0,56% trigliserida, 0,088 free gliserol. Sifat fisis dari biodiesel yang diperoleh dengan menggunakan katalis KOH kadar airnya 0,09%, angka iodium 52,25 gr/100 gr, titik kabut 10,0

o

C, viskositas 5,9854 cSt, massa jenis 0,8844 g/cm3. Biodiesel yang diperoleh dengan menggunakan katalis CaO kadar airnya 0,08%, angka iodium 55,54 gr/100 gr, titik kabut 11,0 oC, viskositas 5,9780 cSt, massa jenis 0,8700 g/cm3.

Kata kunci :Minyak Kacang Tanah, Trigliserida, Katalis, Gliserol, Cosolvent, Transesterifikasi, biodiesel, kadar air, massa jenis, viskositas,


(11)

EFFECT OF CATALYST TYPE ON KOH AND CaO peanut oil biodiesel transesterification BY REACTION WITH OLD

3 HOURS IN USING TEMPERATURE 65 oC

ETHERS AS COSOLVENT

ABSTRACT

Biodiesel as an alternative energy has been widely reported and less CO2

emissions than diesel. Which is a common catalyst is KOH and NaOH, using peanut oil as fuel and catalyst Cao has not been widely reported. Therefore, this study of peanut oil transesterification using KOH and CaO catalyst using ether as a cosolvent. Transesterification method of KOH and CaO catalyst with reaction time 3 hours at a temperature of 65 oC. Results are separated by extracting the reaction mixture in hexane, the hexane fraction was washed with HCl4-n solution

rinsed with distilled water and then dried with Na2SO4 phase above. Phase

fraction was obtained after evaporating hexane and its purity was measured by gascromatografi to obtain the chemical composition. conversion of peanut oil with KOH catalyst was 60.53% while 58.10% CaO catalyst. Biodiesel is obtained by KOH catalyst containing monogliceride 10.31%, 0.33% diglycerides, triglycerides, 33.87%, 2.46% free glycerol. Biodiesel is obtained by CaO catalyst containing 9.66% monogliceride, 0.94% diglycerides, triglycerides 0.56%, 0.088 free glycerol. The physical properties of biodiesel obtained by using the catalyst KOH water level is 0.09%, iodine number 52.25 gr/100 gr, cloud point 10.0 oC, cSt viscosity of 5.9854, density 0.8844 g/cm3. Biodiesel is obtained by using CaO catalyst water content of 0.08%, iodine number 55.54 gr/100 gr, cloud point 11.0

o

C, cSt viscosity of 5.9780, density 0.8700 g/cm3.

Keywords: Peanut Oil, Triglycerides, Catalyst, Glycerol, Cosolvent,

Transesterification, biodiesel, water content, density, viscosity, cloud point and iodine number.

 


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Batasan Masalah 3

1.3 Perumusan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Hipotesis 4

1.6 Manfaat Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 Biodiesel 6

2.2 Bahan Baku Biodiesel 7

2.3 Proses Produksi Biodiesel Turunan Minyak Kacang Tanah 9

2.4 Standar Biodiesel di Indonesia 11

2.5 Katalis 12

2.5.1 Katalis Homogen 12

2.5.2 Katalis Heterogen 13

2.5.3 Bio Katalis (Enzim) 14

2.5.4 Auto Katalis 14

2.5.4.1 Katalis Sebagai Perantara 16


(13)

2.6 Alkohol 17

2.7 Reaksi Transesterifikasi 18

2.8 Sifat-sifat Penting dari Biodiesel 20

2.8.1 Massa Jenis (Densitas) 20

2.8.2 Viskositas 21

2.8.3 Titik Kabut 22

2.8.4 Angka Iodium 24

2.8.5 Kadar Air 24

BAB III METODE PENELITIAN 26

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 26

3.2 Bagan Penelitian 26

3.2.1 Pembuatan Minyak Kacang 26

3.2.2 Pembuatan FAME 27

3.2.3 Uji Karakteristik FAME 28

3.3 Pembuatan Minyak Kacang Tanah 28

3.3.1 Alat dan Bahan 28

3.3.2 Prosedur Kerja 29

3.4 Proses Pembuatan Biodiesel dengan Menggunakan

Katalis KOH dan Cosolvent Eter 30

3.4.1 Alat dan Bahan 30

3.4.2 Prosedur Kerja 30

3.5 Proses Pembuatan Biodiesel dengan Menggunakan

Katalis CaO dan Cosolvent Eter 32

3.5.1 Alat dan Bahan 32

3.5.2 Prosedur Kerja 33

3.6 Pengujian Massa Jenis (Densitas) 34

3.6.1 Alat dan Bahan 34

3.6.2 Prosedur Kerja 34

3.7 Pengujian Viskositas 37

3.7.1 Alat dan Bahan 37


(14)

3.8 Pengujian Titik Kabut 38

3.8.1 Alat dan Bahan 38

3.8.2 Prosedur Kerja 38

3.9 Pengujian Angka Iodium 38

3.9.1 Alat dan Bahan 38

3.9.2 Prosedur Kerja 39

3.10 Pengujian Kadar Air 40

3.10.1 Prinsip Kerja 40

3.10.2 Alat dan Bahan 40

3.10.3 Prosedur Kerja 40

3.10.4 Perhitungan 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 42

4.1 Pembuatan Minyak Kacang Tanah 42

4.2 Pembuatan Biodiesel 42

4.3 Uji Kimia 49

4.4 Uji Fisis 49

4.4.1 Uji Massa Jenis (Densitas) 51

4.4.2 Uji Viskositas 51

4.4.3 Uji Titik Kabut 52

4.4.4 Uji Angka Iodium 52

4.4.5 Uji Kadar Air 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 54

5.1 Kesimpulan 54

5.2 Saran 54

DAFTAR PUSTAKA 55


(15)

DAFTAR TABEL Nomor

Tabel

Judul Halaman

2.1 Jenis Tanaman Bahan Baku Biodiesel 7

2.2 Jenis Asam Lemak yang Terkandung dalam Minyak Kacang Tanah

9

2.3 Persyaratan Kualitas Biodiesel Menurut SNI – 04 – 7182 - 2006

11

4.1 Hasil Uji GC Analisa Komposisi FFA Minyak Kacang Tanah

43

4.2 FAME Kasar Hasil Transesterifikasi 44

4.3 Jenis dan Komposisi Asam Lemak pada Kacang Tanah 45 4.4 Kandungan Asam Lemak Minyak Kacang dalam

Hitungan 100 gram

46

4.5 Data Hasil Reaksi Transesterifikasi 884,0 gr Minyak Kacang dengan Katalis KOH dan CaO Lama Reaksi 3 Jam pada Suhu 65 oC

49

4.6 Hasil Uji Kimia dan Uji Fisis Biodiesel Turunan Minyak Kacang Tanah


(16)

DAFTAR GAMBAR Nomor

Gambar

Judul Halaman

2.1 Proses Pembuatan Biodiesel Turunan Minyak Kacang Tanah

10

2.2 Reaksi Transesterifikasi dengan Katalis Homogen 12 2.3 Reaksi Transesterifikasi dengan Katalis Heterogen 13 2.4 Perubahan Energi Aktivasi Setelah Menggunakan

Katalis

15

3.1 Bagan Pembuatan Minyak Kacang Tanah 26

3.2 Bagan Pembuatan FAME 27


(17)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran

Huruf

Judul Halaman

A Uji Kimia Minyak Kacang Tanah L – 1

B Proses Pembuatan Biodiesel L – 2

C Uji Kimia Biodiesel Turunan Minyak Kacang Tanah L – 12

D Standar Solar L – 16


(18)

PENGARUH TIPE KATALIS KOH DAN CaO PADA PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK KACANG TANAH MELALUI

TRANSESTERIFIKASI DENGAN LAMA REAKSI 3 JAM PADA SUHU 65 oC MENGGUNAKAN

ETER SEBAGAI COSOLVENT

ABSTRAK

Biodiesel sebagai energi alternatif telah banyak dilaporkan dan emisi gas CO2

lebih kecil dari solar. Katalis yang sudah umum adalah KOH dan NaOH, pemakaian minyak kacang tanah sebagai bahan bakar dan katalis Cao belum banyak dilaporkan. Karena itu dalam penelitian ini dilakukan transesterifikasi minyak kacang tanah menggunakan katalis KOH dan CaO memakai eter sebagai cosolvent. Metode transesterifikasi katalis KOH dan CaO dengan lama reaksi 3 jam pada suhu 65 oC. Hasil campuran reaksi dipisahkan dengan mengekstraksi dalam heksan, fraksi heksan dicuci dengan larutan HCl4-n dibilas dengan aquades

kemudian fase atas dikeringkan dengan Na2SO4. Fraksi fase diperoleh setelah

menguapkan heksan tersebut dan kadarnya diukur dengan gascromatografiuntuk mendapatkan komposisi kimia. konversi minyak kacang tanah dengan katalis KOH adalah 60,53% sedangkan katalis CaO 58,10%. Biodiesel yang diperoleh dengan katalis KOH mengandung 10,31% monogliserida, 0,33% digliserida, 33,87% trigliserida, 2,46% free gliserol. Biodiesel yang diperoleh dengan katalis CaO mengandung 9,66% monogliserida, 0,94% digliserida, 0,56% trigliserida, 0,088 free gliserol. Sifat fisis dari biodiesel yang diperoleh dengan menggunakan katalis KOH kadar airnya 0,09%, angka iodium 52,25 gr/100 gr, titik kabut 10,0

o

C, viskositas 5,9854 cSt, massa jenis 0,8844 g/cm3. Biodiesel yang diperoleh dengan menggunakan katalis CaO kadar airnya 0,08%, angka iodium 55,54 gr/100 gr, titik kabut 11,0 oC, viskositas 5,9780 cSt, massa jenis 0,8700 g/cm3.

Kata kunci :Minyak Kacang Tanah, Trigliserida, Katalis, Gliserol, Cosolvent, Transesterifikasi, biodiesel, kadar air, massa jenis, viskositas,


(19)

EFFECT OF CATALYST TYPE ON KOH AND CaO peanut oil biodiesel transesterification BY REACTION WITH OLD

3 HOURS IN USING TEMPERATURE 65 oC

ETHERS AS COSOLVENT

ABSTRACT

Biodiesel as an alternative energy has been widely reported and less CO2

emissions than diesel. Which is a common catalyst is KOH and NaOH, using peanut oil as fuel and catalyst Cao has not been widely reported. Therefore, this study of peanut oil transesterification using KOH and CaO catalyst using ether as a cosolvent. Transesterification method of KOH and CaO catalyst with reaction time 3 hours at a temperature of 65 oC. Results are separated by extracting the reaction mixture in hexane, the hexane fraction was washed with HCl4-n solution

rinsed with distilled water and then dried with Na2SO4 phase above. Phase

fraction was obtained after evaporating hexane and its purity was measured by gascromatografi to obtain the chemical composition. conversion of peanut oil with KOH catalyst was 60.53% while 58.10% CaO catalyst. Biodiesel is obtained by KOH catalyst containing monogliceride 10.31%, 0.33% diglycerides, triglycerides, 33.87%, 2.46% free glycerol. Biodiesel is obtained by CaO catalyst containing 9.66% monogliceride, 0.94% diglycerides, triglycerides 0.56%, 0.088 free glycerol. The physical properties of biodiesel obtained by using the catalyst KOH water level is 0.09%, iodine number 52.25 gr/100 gr, cloud point 10.0 oC, cSt viscosity of 5.9854, density 0.8844 g/cm3. Biodiesel is obtained by using CaO catalyst water content of 0.08%, iodine number 55.54 gr/100 gr, cloud point 11.0

o

C, cSt viscosity of 5.9780, density 0.8700 g/cm3.

Keywords: Peanut Oil, Triglycerides, Catalyst, Glycerol, Cosolvent,

Transesterification, biodiesel, water content, density, viscosity, cloud point and iodine number.

 


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Meningkatnya populasi manusia di bumi mengakibatkan kebutuhan akan energi semakin meningkat pula. Bahan bakar minyak bumi adalah salah satu sumber energi utama yang banyak digunakan berbagai negara di dunia pada saat ini. Kebutuhan bahan bakar ini selalu meningkat, seiring dengan penggunaannya di bidang industri maupun transportasi. Setiap hari jutaan barrel minyak mentah bernilai jutaan dolar dieksplotasi tanpa memikirkan bahwa minyak tersebut merupakan hasil dari proses evolusi alam yang berlangsung selama ribuan bahkan jutaan tahun yang lalu dan tidak bisa diperbaharui (unrenewable), sehingga untuk memperoleh bahan bakar minyak bumi dalam waktu yang singkat tidak mungkin. Besarnya kebutuhan akan minyak bumi yang tidak diimbangi ketersediaan kuantitasnya membuat harga minyak sangat mahal. Dengan demikian manusia mulai mencari sumber-sumber energi alternatif yang ketersediaan kuantitasnya tidak terbatas (dapat diperbaharui) dan ramah lingkungan.

Dua buah laporan terbaru dari Congressional Research Services (CRS) pada tahun 1985 dan 2003 kepada Komisi Energi di Konggres Amerika Serikat, menyebutkan bahwa jika tingkat penggunaan bahan bakar fosil masih terus seperti sekarang (tanpa peningkatan dalam efisiensi produksi, penemuan cadangan baru, dan peralihan ke sumber-sumber energi alternatif terbarukan), cadangan sumber energi bahan bakar fosil dunia khususnya minyak bumi, diperkirakan hanya akan cukup untuk 10-15 tahun lagi (Alam Syah, A. N., 2006)

Beberapa upaya penelitian telah dilakukan untuk memperoleh pengganti energy fosil (minyak bumi), energi yang terbarukan, ramah lingkungan, yang ketersediaannya dapat diperoleh dalam yang singkat seperti energi matahari, panas bumi, energi angin, arus laut. Meskipun demikian, pemanfaatan energi yang


(21)

bersumber dari tenaga matahari, angin dan arus laut mengalami kesulitan dalam hal penampungan (storage) khususnya untuk benda bergerak. Salah satu diantaranya adalah pemanfaatan minyak nabati untuk menggantikan bahan bakar minyak, baik berupa bio-ethanol sebagai pengganti premium maupun biodiesel sebagai pengganti minyak solar.

Saat ini dunia banyak mengkaji tentang sumber energi yang terbaharui yaitu lemak atau minyak nabati ataupun hewani . Bahan ini ditransformasikan menjadi alkil metil ester asam lemak atau yang disebut juga FAME (Fatty Acids Methyl Ester) menggunakan katalis NaOH dan KOH. Secara umum telah banyak dikaji metode pembuatan metil ester asam lemak dari kelapa sawit dengan proses transesterifikasi dengan katalis NaOH dan KOH. Penggunaan katalis ini mempunyai kekurangan seperti sifat korosif yang tinggi dan katalis ini tidak mungkin digunakan kembali sehingga dalam proses pembuatan metil ester ini NaOH dibuang dalam bentuk larutan (Bangun, N., 2009).

Proses produksi biodiesel (BIOX) dikembangkan oleh Profesor David Boocock dari Universitas Toronto, reaksi transesterifikasi dalam cosolvent dapat terjadi hasil yang tinggi. Cosolvent yang dapat dipakai seperti tetrahidrofuran (THF) suatu eter siklik (Demirbas, A., 2009). Metode transesterifikasi dengan katalis dapat dilakukan dengan basa, asam dan enzim, katalis basa digunakan CaO dan MgO.

Sebagaimana basa alkali dengan metanol membentuk metoksida secara insitu, maka sifat ini juga dapat terjadi pada golongan II A. Misalnya MgO dan CaO dapat juga menghasilkan Mg(OCH3)2 dan Ca(OCH3)2. Pemakaian oksida ini

sebagai katalis memberi keuntungan dimana MgO dan CaO memiliki kelarutan yang kecil dalam air.


(22)

Jika dipakai CaO sebagai katalis maka akan terbentuk reaksi:

CaO + CH3OH Ca O

OCH3 H

Tanpa menghasilkan air. Keuntungan ini mendorong peneliti untuk menggunakan oksida golongan II A sebagai katalis dalam reaksi transesterifikasi.

Penggunaan CaO sebagai katalis telah banyak dilaporkan. Suppes telah menggunakan CaO sebagai katalis heterogen dalam reaksi alkoholisis untuk menghasilkan monogliserida pada temperatur 200–220 oC dengan lama reaksi 1–4 jam (Suppes, G. J., 2001).

Zhu meneliti reaksi transesterifikasi minyak curcas jatropha menggunakan CaO sebagai katalis. Tapi, katalis tersebut harus diperlakukan dalam larutan amonium karbonat dan terkalsinasi pada temperatur tinggi menghasilkan yield metil ester 93%. Penggunaan CaO sebagai katalis basa padat mempunyai banyak keuntungan, seperti tingginya aktivitas, kondisi reaksi yang ringan, masa hidup katalis yang panjang dan biaya katalis yang rendah.

1.2 BATASAN MASALAH

Dalam penelitian, peneliti membatasi masalah yakni: proses pembuatan biodiesel turunan minyak kacang tanah menggunakan katalis KOH, CaO dan cosolvent eter dengan lamanya reaksi 3 jam pada suhu 65 oC.

1.3 PERUMUSAN MASALAH

Dengan semakin terbatasnya cadangan minyak bumi (minyak fosil), sementara kebutuhan akan minyak bumi semakin meningkat yang diakibatkan semakin bertambahnya jumlah konsumen (industri, transportasi dan kegiatan manusia) dan juga karena dampak negatif penggunaan bahan bakar fosil maka perlu dilakukan usaha untuk mengatasi dan menanggulangi masalah tersebut


(23)

diatas dengan cara menemukan sember energi alternatif (biodiesel sebagai pengganti bahan bakar solar) yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan. Bahan baku biodiesel yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak kacang tanah, dan diantara jenis-jenis katalis yang digunakan adalah katalis KOH dan CaO. Dari uraian diatas maka perumusan masalah adalah:

1. Apakah CaO dapat digunakan sebagai katalis dalam reaksi transesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel turunan minyak kacang tanah?

2. Apakah penggunaan katalis KOH dan CaO akan menghasilkan jumlah dan sifat fisis biodiesel turunan minyak kacang tanah yang berbeda? 3. Apakah sifat kimia biodiesel turunan minyak kacang tanah yang

dihasilkan melalui proses transesterifikasi dengan menggunakan katalis KOH dan CaO adalah berbeda?

1.4 TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mendapatkan katalis yang lebih baik.

2. Untuk memanfaatkan katalis yang mudah diperoleh dan dapat digunakan kembali.

3. Untuk mengetahui perbedaan jumlah dan sifat fisis biodiesel turunan minyak kacang tanah dengan menggunakan katalis KOH dan CaO.

1.5 HIPOTESIS

Sistem katalis KOH tidak dapat diperoleh kembali sedangkan sistem katalis CaO dapat diperoleh kembali setelah reaksi transeseterifikasi dan menghasilkan jumlah dan sifat fisis biodiesel turunan minyak kacang tanah yang berbeda.


(24)

1.6 MANFAAT PENELITIAN

1. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat yang melakukan penelitian tentang biodiesel bahwa CaO dapat digunakan sebagai katalis.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa minyak kacang tanah dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar alternatif untuk mengatasi kelangkaan bahan bakar minyak bumi (minyak Solar) dimasa yang akan datang.

3. Sebagai suatu usaha untuk memberdayakan kacang tanah sebagai bahan bakar elternatif (sumber energi).


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIODIESEL

Biodiesel merupakan bahan bakar yang diperoleh dari proses esterifikasi atau transesterifikasi asam lemak dengan alkohol dan bantuan katalis. Asam lemak tersebut berasal dari tumbuh-tumbuhan ataupun dari hewan yang viskositasnya hampir sama dengan solar. Biodiesel dapat diperoleh melalui suatu proses yang disebut reaksi esterifikasi asam lemak bebas atau reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol dan dari reaksi ini akan dihasilkan metil ester/etil ester asam lemak dan gliserida.

Katalis

Trigliserida + Metanol /Eter Metil ester/Etil ester + Gliserol Kadar polusi yang ditimbulkannya rendah dibandingkan solar, emisi gas buang lokal lebih aman. Emisi langsung kendaraan diesel dengan bahan bakar biodiesel lebih tidak beracun dibandingkan dengan bahan bakar solar. Efek pengurangan karbon monoksida yang sangat beracun, efek pengurangan emisi hidrokarbon tak terbakar (unburn hydrocarbon) adalah keuntungan pemakaian biodiesel secara langsung karena membantu pengurangan efek pemanasan global yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia.

Biodiesel memiliki efek pelumasan yang sangat tinggi, sehingga membuat mesin diesel lebih awet. Biodiesel juga memiliki angka setana relatif tinggi, mengurangi ketukan pada mesin sehingga mesin bekerja lebih mulus. Biodiesel juga memiliki flash point yang lebih tinggi dibandingkan dengan solar, tidak menimbulkan bau yang berbahaya sehingga lebih mudah dan aman untuk ditangani. Keunggulan biodiesel lainya seperti dapat diperbaharui, biodegradabel (dapat terurai oleh mikroorganisme), tidak mengandung sulfur dan benzene yang mempunyai sifat karsinogen. Dapat dengan mudah dicampur dengan solar dalam berbagai komposisi dan tidak memerlukan modifikasi mesin apapun. Mengurangi asap hitam dari gas buang mesin diesel secara signifikan walaupun penambahan hanya


(26)

5%–10% volum biodiesel kedalam solar, memberikan nilai tambah pada sektor agribisnis mendorong penggunaan biodiesel mulai mendapat perhatian dunia sebagai alternatif bahan bakar pengganti solar.

2.2 BAHAN BAKU BIODIESEL

Indonesia sebagai daerah tropis yang subur diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai keanekaragaman hayati, tabel 2.1 daftar beberapa jenis tanaman yang dapat di kembangkan sebagai bahan baku untuk menghasilkan energi alternatif (biodiesel). Salah satu diantaranya adalah kacang tanah untuk menggantikan bahan bakar minyak bumi sebagai pengganti minyak solar.

Tabel 2.1 Jenis Tanaman Bahan Baku Biodiesel

Sumber:Eka Tjipta Foundatiaon, 2008

No Nama Lokal Nama Latin Sumber Minyak

Isi % Berat Kering

1 Jarak Pagar Jatropha Curcas Inti biji 40-60

2 Jarak Kaliki Riccinus Communis Biji 45-50

3 Kacang Suuk Arachis Hypogea Biji 35-55

4 Kapok/ Randu Ceiba Pantandra Biji 24-40

5 Karet Hevea Brasiliensis Biji 40-50

6 Kecipir Psophocarpus Tetrag Biji 15-20

7 Kelapa Cocos Nucifera Inti biji 60-70

8 Kelor Moringa Oleifera Biji 30-49

9 Kacang tanah Aleurites Moluccana Inti biji 57-69

10 Kusambi Sleichera Trijuga Sabut 55-70

11 Nimba Azadiruchta Indica Inti biji 40-50

12 Saga Utan Adenanthera Pavonina Inti biji 14-28

13 Sawit Elais Suincencis Sabut dan biji 45-70 + 46-54 14 Nyamplung Callophyllum

Lanceatum

Inti biji 40-73

15 Randu Alas Bombax Malabaricum Biji 18-26

16 Sirsak Annona Muricata Inti biji 20-30

17 Srikaya Annona Squosa Biji 15-20

18 Sawit Elais Guineensis Pulp+Kernel 45-70+46-54

Minyak nabati mengandung 90-98% trigliserida dan sejumlah kecil mono dan digliserida. Trigliserida adalah ester dari tiga asam lemak rantai panjang yang terikat pada satu gugus gliserol. Dalam minyak nabati pada umumnya terdapat


(27)

lima jenis asam lemak yaitu: asam stearat, asam palmitat, asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat. Asam stearat dan asam palmitat termasuk jenis asam lemak jenuh, asam oleat, asam linoleat, asam linolenat termasuk asam lemak tak jenuh, jika asam lemak terlepas dari trigliseridanya maka akan menjadi lemak asam bebas (free fatty acids = FFA). Minyak nabati sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis berdasarkan kandungan FFA (Kinast, J. A., 2003) yakni Refined Oil, minyak nabati dengan kandungan FFA kurang dari 1,5%, minyak nabati dengan kandungan FFA rendah kurang dari 4%, minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi lebih dari 20%. Berdasarkan kandungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan biodiesel dapat dibedakan atas dua bagian yaitu:

1. Transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa untuk refined Oil atau minyak nabati dengan kandungan FFA rendah.

2. Esterifikasi dengan katalis asam untuk minyak nabati dengan kandungan FFA yang tinggi di lanjutkan dengan transesterifikasi dengan katalis basa.

Dari hasil uji Gascromatografi (GC) terhadap minyak kacang tanah yang digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan biodiesel diperoleh kandungan asam lemak bebas (FFA) 0,58 lebih kecil dari 1,5%, berdasarkan kandungan FFA maka untuk memperoleh biodiesel turunan minyak kacang tanah dapat dilakukan dengan proses transesterifikasi dengan katalis basa.


(28)

Minyak kacang tanah mengandung asam lemak jenuh dengan komposisi sebagai berikut tabel dibawah ini.

Tabel 2.2 Jenis Asam Lemak Yang Terkandung Dalam Minyak Kacang Tanah

Nama asam Struktur %

Asam Palmitat CH3(CH2)14 CO2H atauC16H32O2 12,2

Asam Stearat CH3(CH2)16CO2H atau C18H36O2 4,5

Asam Oleat CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7CO2H atau

C18H34O2{C18F1}

40,2

Asam Linoleat CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CO2H atau

C18H32O2{C18F2}

36,8

Asam Linolenat CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2=CH(CH2)7CO2

H atau C18H30O2{C18F3}

1,3

2.3 PROSES PRODUKSI BIODIESEL TURUNAN MINYAK KACANG TANAH

Proses produksi biodiesel dari bahan baku minyak nabati berkadar FFA yang rendah dengan metode transesterifikasi terdiri dari:

1. Pencampuran katalis dan metanol pada konsentrasi katalis antara 0,5-1 wt% dan 10-20 wt% metanol terhadap massa minyak nabati.

2. Pencampuran katalis dan metanol dengan minyak pada temperatur

55-65 oC dengan kecepatan pengadukan yang konstan. 3. Setelah reaksi berhenti, campuran didiamkan sehingga terjadi

pemisahan metil ester dengan gliserol.

4. Pencucian metil ester dengan menggunakan air hangat untuk memisahkan zat-zat pengotor seperti sisa metanol, sisa katalis, gliserol, dan sabun, kemudian dilanjutkan dengan drying untuk menguapkan air yang terkandung dalam biodiesel (Hambali, E., 2008).

Minyak kacang tanah sebelum dimasukkan kedalam reaktor terlebih dahulu ditambahkan katalis dalam larutan metanol, sedangkan hasil produksi dari reaktor


(29)

tersebut adalah biodiesel yang masih memerlukan prosses pencucian dan pemurnian sehingga diperoleh biodiesel yang memenuhi syarat sebagai bahan bakar. Proses pembuatan biodiesel turunan minyak kacang tanah dapat dilihat pada diagram berikut ini:

Biji

kacang tanah

Ekstraksi kacang

tanah

Rotavapour hasil ekstraksi

Minyak kacang tanah

Titrasi/GC

Katalis KOH/CaO

Gambar 2.1 Proses Pembuatan Biodiesel Turunan Minyak Kacang Tanah

Gliserol Biodiesel Pemurnian

biodiesel 

FAME

Cosolvent Eter

Reaktor

Pencucian


(30)

2.4 STANDART BIODIESEL DI INDONESIA

Biodiesel yang dihasilkan diuji apakah memenuhi standart (Kualitas) yang sudah dibakukan dalam SNI -04-7182-2006, yang telah disahkan dan diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) tanggal 22 Pebruari 2006 berlaku di Indonesia seperti tabel dibawah ini:

Tabel 2.3Persyaratan Kualitas Biodiesel Menurut SNI-04-7182-2006

Parameter dan satuannya

Batas nilai Metode uji Metode

setara

Massa jenis pada 40 oC, kg/m3 850 – 890 ASTM D 1298 ISO 3675

Viskositas kinematik pada 40

o

C, mm2/s (cSt)

2,3 – 6,0 ASTM D 445 ISO 3104

Angka setana min. 51 ASTMD 613 ISO 5165

Titik nyala (mangkok tertutup),

o

C

min. 100 ASTM D 93 ISO 2710

Titik kabut, oC maks. 18 ASTM D 2500 -

Korosi bilah tembaga ( 3 jam, 50 oC)

maks. no. 3 ASTM D 130 ISO 2160

Residu karbon, %-berat, - dalam contoh asli

- dalam 10% ampas distilasi

Maks. 0,05 (maks 0,03)

ASTM D 4530 ISO 10370

Air dan sedimen, %-vol. maks. 0,05 ASTM D 2709 -

Temperatur distilasi 90%, oC maks. 360 ASTM D 1160 -

Abu tersulfatkan, %-berat maks. 0,02 ASTM D 874 ISO 3987

Belerang, ppm-b (mg/kg) maks. 100 ASTM D 5453 Pr EN ISO

20884

Fosfor, ppm-b (mg/kg) maks. 10 AOCS Ca 12-55 FBI-A05-03

Angka asam, mg-KOH/g maks. 0,8 AOCS Cd 3-63 FBI-A01-03

Gliserol bebas, %-berat maks. 0,02 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03

Gliserol total, %-berat maks. 0,24 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03

Kadar ester alkil, %-berat Min. 96,5 Dihitung *) FBI-A03-03

Angka iodium, g-I

2/(100 g) maks. 115 AOCS Cd 1-25 FBI-A04-03

Uji Halphen Negative AOCS Cb 1-25 FBI-A06-03


(31)

2.5 KATALIS

Katalis adalah suatu zat yang mempercepat suatu laju reaksi dan menurunkan energi aktivasi, namun zat tersebut tidak habis bereaksi. Ketika reaksi selesai, kita akan mendapatkan massa katalis yang sama seperti pada awal kita tambahkan. Zat yang menghambat berlangsungnya reaksi disebut inhibitor. Dalam suatu reaksi kimia, katalis tidak ikut bereaksi secara tetap sehingga dianggap tidak ikut bereaksi. Secara umum, katalis yang digunakan dalam reaksi kimia ada tiga jenis, yaitu katalis homogen, katalis heterogen, biokatalis(Enzim),

dan Autokatalis.

2.5.1 Katalis Homogen

Adalah katalis yang wujudnya sama dengan wujud reaktannya. Dalam reaksi kimia, katalis homogen berfungsi sebagai zat perantara (fasilitator). Beberapa jenis katalis homogen yang telah digunakan antara lain NaOH, KOH, ZA, ZA kering, ZKOH, dan Z-KOH kering terjadi reaksi dibawah ini:

R-COOH + NaOH RCOONa + H2O

O

H2C C

CH O

O R'

H C2

C O O R'' C O R'''

+ CH3OH 3 R C

O

OCH3 +

OH H2C

HC OH

H2C OH

katalis

Trigliserida Metanol Metil Ester Gliserol

Gambar 2.2 Reaksi Transesterifikasi Dengan Katalis Homogen

Penggunaan katalis ini mempunyai kekurangan seperti sifat korosif yang tinggi dan katalis ini tidak mungkin digunakan kembali sehingga dalam proses pembuatan metil ester ini NaOH dibuang dalam bentuk larutan dan mengganggu lingkungan.


(32)

2.5.2 Katalis Heterogen

Adalah katalis yang wujudnya berbeda dengan wujud reaktannya. Reaksi zat-zat yang melibatkan katalis jenis ini, berlangsung pada permukaan katalis tersebut. Reaksi fase gas dan fase cair dikatalisa oleh katalis heterogen biasanya lebih mungkin terjadi di permukaan katalis dari pada di fase gas atau fase cair. Untuk alasan ini maka kadangkala katalis heterogen disebut katalis kontak. Beberapa jenis katalis heterogen yang telah dilaporkan antara lain CaO, MgO. Proses katalis heterogen sedikitnya dapat melalui 4 tahap yakni:

1. Difusi produk dari permukaan katalis 2. Reaksi reaktan yang diserap

3. Aktivasi penyerapan reaktan

4. Adsorpsi reaktan pada permukaan katalis

Reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis heterogen (CaO) seperti dibawah ini:

R' C O

O CH2

CH O C O "R

CH2 O C R"' +

O

R' C

O

O CH2

CH O C O "R

CH2 O C R"' OCH3

O

-R' C

O

O CH2

CH O C O "R

CH2 O C R"' OCH3

O

-R' C

O

O CH2

CH O C O "R

CH2 O

-+ R C

O

OCH3

R' C

O

O CH2

CH O C O "R

CH2 O

-+

R' C

O

O CH2

CH O C O "R

CH2 OH

+ CaO

CaO + CH3OH

Ca O

OCH3 H

Ca O

H

Ca O

OCH3 H

R' C

O

O CH2

CH O C O "R C O

O CH2

R

+ 3 CH3OH 3 R C

O

OCH3 + HC OH

CH2

CH2

OH

OH

(Hue, L., 2007) Gambar 2.3 Reaksi Transesterifikasi Dengan Katalis Heterogen


(33)

2.5.3 Biokatalis (Enzim)

Adalah katalis yang memiliki keunggulan sifat (aktivitas tinggi, selektivitas dan spesifitas) sehingga dapat dapat membantu proses–proses kimia kompleks pada kondisi lunak dan ramah lingkungan. Kelemahannya antara lain sangat mahal, sering tidak stabil, mudah terhambat, tidak dapat diperoleh kembali setelah dipakai. Salah satu Biokatalis yang telah dilaporkan penggunaanya adalah Enzim lipase (Triacylglycerol Acllydrolases).

Enzim lipase atau enzim pemecah lemak dipakai dalam reaksi pembuatan biodiesel. Enzim itu dapat mengatalisis, menghidrolisis, serta menyintesis bentuk ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang seperti halnya minyak goreng dan jelantah. Berbeda dengan katalis soda api yang masih menghasilkan limbah, katalis enzim tidak menghasilkan limbah. Pasalnya, dengan menggunakan enzim lipase, asam lemak bebas akan larut dan menjadi biodiesel. “Yang diperlukan hanya menyaring kotoran-kotoran berupa kerak yang sering ada, khususnya pada minyak jelantah”, (Luthfi, 2009). Untuk membuat biodiesel dengan katalis enzim lipase, hal yang harus dilakukan pertama kali adalah menyiapkan enzim lipase ke dalam sebuah penampang berupa membrane tertentu. Dengan menggunakan dua filter lipase sebagai katalisnya. Filter pertama digunakan untuk menyaring 60 persen kotoran, dan sisa kotoran yang sebanyak 40 persen disaring oleh filter kedua. Alhasil, total kotoran yang berhasil disaring mencapai 100 persen “Enzim ditempelkan pada filter”. Ketika minyak lewat, berarti telah menjadi biodiesel. Sekarang ini harga enzim masih berkisar satu juta hingga tiga juta rupiah per kilogram. Untuk filter berukuran satu meter persegi, dibutuhkan tiga gram enzim . 

2.5.4 Autokatalis.

Adalah zat hasil reaksi yang berfungsi sebagai katalis. Artinya, produk reaksi yang terbentuk akan mempercepat reaksi kimia. Reaksi antara kalium permanganat (KMnO4) dengan asam oksalat (H2C2O4) salah satu hasil reaksinya


(34)

berupa senyawa mangan sulfat (MnSO4). Semakin lama, laju reaksinya akan

semakin cepat karena MnSO4 yang terbentuk berfungsi sebagai katalis.

2KMnO4(aq) + 5H2C2O4(aq) + 3H2SO4(aq) 2MnSO4(aq) + 10CO2(g) + K2SO4(aq) + 8H2O(l)

Untuk meningkatkan laju reaksi kita perlu untuk meningkatkan jumlah tumbukan-tumbukan yang menghasilkan reaksi. Salah satu cara yang efektif adalah dengan menurunkan energi aktivasi. Penambahan katalis dapat menurunkan energi aktivasi. Suatu reaksi eksoterm AB(g) + C(g) --> AC(g) + B(g). Reaksi ini berlangsung lambat, karena energi aktivasinya (Ea) lebih besar dibanding energi molekulnya. Hanya sebagian kecil molekul yang mencapai Ea.

Gambar 2.4 Perubahan Energi Aktivasi Setelah Menggunakan Katalis Berdasarkan diagram di atas, Ea' dengan katalis lebih rendah. Katalis itu berupa zat yang dicampurkan dengan reaktan. Jika reaksi di atas tanpa katalis, AB dan C bertumbukan sampai mencapai Ea yang relatif tinggi. Karena umumnya energi molekulnya rendah, jadi tumbukan yang terjadi tidak efektif. Ea sangat sulit dicapai. Untuk itu maka ditambahkan zat yang bertindak sebagai katalis.

Ternyata pada saat katalis dicampurkan reaksi makin cepat. Jelas bahwa katalis itu dapat mempengaruhi salah satu reaktan. Misalnya dalam reaksi ini katalis cocok


(35)

sifatnya dengan AB. Maka seperti robot AB tertarik ke katalis membentuk KAB. KAB tergolong kompleks teraktivasi yang merupakan tahap reaksi hipotesis; KAB kemudian terurai menjadi KA dan B. Setelah itu terjadi tahap reaksi berikutnya, yaitu C ditarik oleh KA menjadi KAC yang kemudian langsung K lepas dan terbentuklah AC.

Mekanisme reaksi di atas adalah:

K + AB --> KAB --> KA + B (lambat) KA + C --> KAC --> K + AC (cepat) K+AB+C-->K+AC+B

Jadi katalis ikut ambil bagian dalam reaksi, memberi jalan baru melalui mekanisme reaksi baru yang energi aktivasinya lebih rendah, kemudian terbentuk kembali dalam keadaan yang sama. Katalis dapat berfungsi sebagai zat perantara maupun sebagai zat pengikat.

2.5.4.1 Katalis sebagai zat parantara Perhatikan contoh berikut ini:

Reaksi tanpa katalis: A+B ---> AB (lambat) Reaksi dengan katalis: A+B ---> AB (cepat) Mekanisme reaksi dapat dijelaskan sebagai berikut:

B + K ---> BK BK+A ---> A-B-K A-B-K ---> A-B +K

Dengan terikatnya zat B pada katalis, senyawa B-K yang terbentuk menjadi lebih reaktif ketika bereaksi dengan A sehingga terbentuk senyawa AB-K. Pada tahap berikutnya, dihasilkan senyawa AB dan katalis K diperoleh kembali dalam jumlah yang sama seperti semula. Jadi, katalis ikut bereaksi, namun pada akhir reaksi bentuk dan jumlahnya tidak berubah.


(36)

2.5.4.2 Katalis sebagai zat pengikat

Katalis yang berfungsi sebagai zat pengikat, yaitu logam-logam seperti Pt, Cr, dan Ni. Permukaan logam-logam ini memiliki kemampuan mengikat zat yang akan bereaksi sehingga terbentuk spesi yang reaktif. Logam-logam ini mempercepat reaksi-reaksi gas dengan cara membentuk ikatan lemah antara gas dan atom-atom logam pada permukaan, proses ini disebut adsorpsi. Gas-gas yang terikat pada permukaan logam lebih mudah bereaksi dibandingkan jika gas-gas tersebut berada di udara. Setelah terjadi reaksi, produk hasil reaksi melepaskan ikatannya dengan permukaan logam, proses ini disebut dengan desorpsi. Katalis hanya mempengaruhi laju mencapaian kesetimbangan, tidak berpengaruh dalam hasil reaksi dan konsentrasi atau massa zat setelah reaksi. Jumlah katalis setelah reaksi berlangsung akan sama dengan jumlah katalis sebelum terjadinya reaksi.

2.6 ALKOHOL

Kekentalan minyak nabati dapat dikurangi dengan memotong cabang rantai carbon dengan proses transesterifikasi dengan menggunakan alkohol rantai pendek. Alkohol yang biasa digunakan adalah metanol dan etanol. Metanol merupakan jenis alkohol yang paling disukai dalam pembuatan biodiesel karena metanol (CH3OH) mempunyai keuntungan lebih mudah bereaksi atau lebih stabil

dibandingkan dengan etanol (C2H5OH) karena metanol memiliki satu ikatan

karbon sedangkan etanol memiliki dua ikatan karbon, sehingga lebih mudah memperoleh pemisahan gliserol dibanding dengan etanol, untuk mendapatkan hasil biodiesl yang sama penggunaan etanol 1,4 kali lebih banyak dibanding dengan metanol. Kerugiannya metanol merupakan zat beracun dan berbahaya bagi kulit, mata, paru-paru dan pencernaan dan dapat merusak plastik dan karet terbuat dari batu bara. Metanol berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air. Etanol lebih aman, tidak beracun dan terbuat dari hasil pertanian, etanol memiliki sifat yang sama dengan metanol yaitu berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah


(37)

bercampur dengan air. Pemisahan gliserin dengan menggunakan etanol lebih sulit dari metanol dan jika tidak berhati-hati akan berakhir dengan emulsi. Metanol dan etanol yang dapat digunakan hanya yang murni 99%. Metanol memiliki massa jenis 0,7915 g/m3 dan titik didih 65 oC, sedangkan etanol memiliki massa jenis 0,79 g/m3 dan titik didih 79 oC.

2.7 REAKSI TRANSESTERIFIKASI

Transeseterifikasi adalah proses yang mereaksikan trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek hingga menghasilkan metal ester asam lemak (Fatty Acids Methyl Esters = FAME) atau biodiesel dan gliserol sebagai produk samping. Reaksi transesterifikasi diperlihatkan pada gambar 2.1, proses ini akan dapat berlangsung dengan mengunakan katalis alkali/basa pada tekanan 1 atmosfer temperatur 65 oC dengan menggunakan Alkohol, katalis yang biasa digunakan adalah Kalium Hidroksida atau Natrium Hidroksida. Proses transesterifikasi meliputi: Katalis basa (KOH) dicampur dengan alkohol (metanol) dan minyak nabati dengan perbandingan katalis basa 1% dari minyak nabati sedangkan perbandingan molar antara metanol dengan minyak nabati adalah 1:6 dengan kadar asam lemak bebas (FFA) di bawah 1% untuk mengasilkan rendemen yang maksimum (Darnoko, D., 2000).

Fartor-faktor yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi: 1. Pengaruh air dan kandungan asam lemak bebas

Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus bebas air, karena air akan bereaksi dengan katalis sehingga jumlah katalis akan berkurang, dan harus memiliki angka asam lemak bebas < 1.

2. Perbandingan molar alkohol dengan minyak nabati

Secara stoikiometri jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1


(38)

mol gliserol. Semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan maka konversi ester yang dihasilkan akan bertambah banyak dan pada rasio molar 1:6 setelah 1 jam konversi yang dihasilkan 98-99%, sedangkan pada rasio molar 1:3 adalah 74-89%. Maka rasio molar yang terbaik adalah 1:6 karena dapat menghasilkan rendemen yang optimum.

3. Katalis

Katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi dan menurunkan energi aktiviasi sehingga reaksi dapat berlangsung pada suhu kamar sedangkan tanpa katalis reaksi dapat berlangsung pada suhu 250 oC, katalis yang biasa digunakan dalam reaksi transesterifikasi adalah katalis basa seperti Kalium Hodroksida dan Natrium Hidroksida. Reaksi transesterifikasi dengan katalis basa akan menghasilkan konversi minyak nabati menjadi ester yang optimum (94-99%) dengan jumlah katalis 0,5–1,5% wt minyak nabati. Jumlah katalis KOH yang efektif untuk menghasilkan konversi yang optimum pada reaksi transesterifikasi adalah 1% wt minyak nabati (Darnoko, D., 2000).

4. Suhu

Suhu mempengaruhi kecepatan reaksi transesterifikasi dalam pembentukan biodiesel. Pada umumnya reaksi transesterifikasi dilakukan pada suhu 60–65 oC pada tekanan atmosfer. Kecepatan reaksi akan meningkat sejalan dengan kenaikan temperatur yang berarti semakin banyak energi yang dapat digunakan reaksi untuk mencapai energi aktivasi sehingga akan menyebabkan semakin banyak tumbukan yang terjadi antara molekul-molekul reaktan.


(39)

5. Lama Reaksi

Semakin lama waktu reaksi semakin banyak eter yang dihasilkan karena situasi ini akan memberikan kesempatan terhadap molekul-molekul reaktan untuk semakin lama bertumbukan.

6. Pengadukan

Pengadukan dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan campuran yang homogen antara gliserida dan alkohol pada saat terjadi reaksi transesterifikasi.

2.8 SIFAT – SIFAT PENTING DARI BIODIESEL 2.8.1 Massa Jenis ( Densitas )

Kerapatan suatu fluida (ρ) dapat didefinisikan sebagai massa persatuan volume.

v

m

=

ρ

(2.1)

Dengan: ρ = rapat massa (kg/m3) m = massa (kg)

v = volume (m3)

Yang mempengaruhi densitas adalah faktor gliserol yang terdapat dalam metil ester (FAME). Semakin besar kadar densitas menunjukkan bahwa proses pencucian dan pemurnian kurang sempurna dilakukan. Densitas dari suatu FAME sebanding dengan viskositas, artinya semakin besar densitasnya semakin besar pula viskositasnya (Benedict, 2010).


(40)

2.8.2 Viskositas

Viskositas (kekentalan) merupakan sifat intrinsik fluida yang menunjukkan resistensi fluida terhadap aliran. Hubungan antara tegangan geser dinding dengan viskositas untuk fluida Newton bisa dilihat pada persamaan berikut ini:

(

)

y o

W

=

u

/

y

=

τ

(2.2)

Dengan: µ = kekentalan dinamik (Poise)

τ = tegangan geser fluida (Newton/m 2 )

∂u = kecepatan relatif kedua permukaan (m/s)

∂y = tebal lapisan filem fluida (m)

Sedangkan hubungan antara tegangan geser dinding dengan penurunan tekanan (pressure drop) adalah sebagai berikut:

       (2.3) Dengan: D = diameter pipa (m)

∆p = penurunan tekanan (Pa)

L = panjang pipa yang ditinjau (m)

Dari Persamaan diatas dapat dilihat bahwa viskositas fluida berpengaruh langsung terhadap besarnya penurunan tekanan yang dialami oleh fluida tersebut. Penurunan tekanan (pressure drop) fluida berkaitan dengan energi pengaliran fluida sebagai berikut:

(2.4) Dengan: P = daya (Watt)

Q = debit fluida (m3/s)

Persamaan–persamaan diatas menunjukkan bahwa fluida dengan viskositas tinggi lebih sulit untuk dialirkan dibandingkan dengan fluida dengan viskositas rendah. Bila energi pengaliran yang tersedia tetap, maka fluida dengan viskositas tinggi


(41)

akan mengalir dengan kecepatan lebih rendah. Gesekan yang terjadi didalam bagian cairan yang berpindah dari suatu bahan ke bahan lain mempengaruhi pengontrolan bahan bakar dengan injeksi ke ruang pembakaran, Akibatnya terbentuk endapan pada mesin (Knothe, G., 2005).

Kecepatan alir bahan bakar melalui injektor akan mempengaruhi derajat atomisasi bahan bakar di dalam ruang bakar. Viskositas bahan bakar juga berpengaruh secara langsung terhadap kemampuan bahan bakar tersebut bercampur dengan udara. Visikositas yang tinggi cenderung menjadi masalah dari bahan bakar, dan ini menjadi salah satu faktor yang menentukan dalam produksi dan pemakaian biodiesel. Tingginya harga viskositas SVO (straight vegetable oil) atau refined fatty oil yang mendasari perlu dilakukannya proses kimia, transesterifikasi, untuk menurunkan harga viskositas minyak tumbuhan sehingga mendekati viskositas solar.

Dengan demikian, viskositas bahan bakar yang tinggi, seperti yang terdapat pada SVO, tidak diharapkan pada bahan bakar mesin diesel. Oleh karena itulah penggunaan SVO secara langsung pada mesin diesel menuntut digunakannya mekanisme pemanas bahan bakar sebelum memasuki sistem pompa dan injeksi bahan bakar. Untuk menjamin bahan bakar dapat bercampur baik dengan udara dan selanjutnya siap terbakar, maka diperlukan proses atomisasi yang baik pula.

2.8.3 Titik Kabut

Suhu yang dingin menyebabkan titik-titik kristal seperti lilin yang ukurannya sangat kecil tidak dapat dilihat mata. Penurunan temperatur yang lebih jauh akan membentuk kristal. Temperatur pada saat terjadi kristal yang dapat dilihat dengan mata disebut titik kabut (cloud point). Meski bahan bakar masih bisa mengalir pada titik ini, keberadaan kristal di dalam bahan bakar bisa mempengaruhi kelancaran aliran bahan bakar di dalam filter, pompa, dan injektor. Sedangkan pour point adalah temperatur terendah yang masih memungkinkan terjadinya aliran bahan bakar; di bawah pour point bahan bakar tidak lagi bisa


(42)

mengalir karena terbentuknya kristal/gel yang menyumbat aliran bahan bakar. Pada umumnya permasalahan pada aliran bahan bakar terjadi pada temperatur diantara cloud dan pour point; pada saat keberadaan kristal mulai mengganggu proses filtrasi bahan bakar. Dilihat dari definisinya, cloud point terjadi pada temperatur yang lebih tinggi dibandingkan dengan pour point. Pembentukan kristal umumnya akan membentuk suspensi agak berkabut, temperatur dibawah cloud point terbentuk kristal lebih besar.

Pada umumnya, cloud dan pour point biodiesel lebih tinggi dibandingkan dengan solar. Hal ini bisa menimbulkan masalah pada penggunaan biodiesel, terutama, di negara-negara yang mengalami musim dingin. Untuk mengatasi hal ini, biasanya ditambahkan aditif tertentu pada biodiesel untuk mencegah aglomerasi kristal-kristal yang terbentuk dalam biodiesel pada temperatur rendah. Selain menggunakan aditif, bisa juga dilakukan pencampuran antara biodiesel dan solar. Pencampuran (blending) antara biodiesel dan solar terbukti dapat menurunkan cloud dan pour point bahan bakar.

Teknik lain yang bisa digunakan untuk menurunkan cloud dan pour point bahan bakar adalah dengan melakukan “winterization(Knothe,G., 2005). Pada metode ini, dilakukan pendinginan pada bahan bakar hingga terbentuk kristal-kristal yang selanjutnya disaring dan dipisahkan dari bahan bakar. Proses kristalisasi parsial ini terjadi karena asam lemak tak jenuh memiliki titik beku yang lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak jenuh. Maka proses winterization sejatinya merupakan proses pengurangan asam lemak jenuh pada biodiesel. Di sisi lain, asam lemak jenuh berkaitan dengan angka setana. Maka proses winterization bisa menurunkan angka setana bahan bakar.

Namun demikian, karakteristik biodiesel pada temperatur rendah ini tidak terlalu menjadi masalah untuk negara dengan temperatur tinggi sepanjang tahun, seperti India.


(43)

2.8.4 Angka Iodium

Asam lemak yang tidak jenuh dalam minyak, mampu menyerap sejumlah iod dan membentuk senyawa yang jenuh. Besarnya jumlah iod yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tak jenuh (Ketaren, S., 2006). Angka iodium pada biodiesel menunjukkan tingkat ketidakjenuhan senyawa penyusun biodiesel. Naiknya ketidakjenuhan metil ester dapat meningkatkan emisi gas NOX , sehingga makin tnggi angka iod makin tinggi gas NOX yang

dihasilkan.

Di satu sisi, keberadaan senyawa lemak tak jenuh meningkatkan performansi biodiesel (angka setana) pada temperatur rendah, karena senyawa ini memiliki titik leleh (melting point) yang lebih rendah (Knothe, G., 2005) sehingga berkorelasi pada cloud dan pour point yang juga rendah. Namun di sisi lain, banyaknya senyawa lemak tak jenuh di dalam biodiesel memudahkan senyawa tersebut bereaksi dengan oksigen di atmosfer dan.bisa terpolimerisasi membentuk

material serupa plastik. Oleh karena itu, terdapat batasan maksimal harga angka iod yang diperbolehkan untuk biodiesel, yakni 115 berdasarkan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006. Di samping itu, konsentrasi asam linolenic dan asam yang memiliki 4 ikatan ganda masing-masing tidak boleh melebihi 12 dan 1%. Sebuah penelitian yang dilakukan di Mercedez-Benz menunjukkan bahwa biodiesel dengan angka iodine lebih dari 115 tidak bisa digunakan pada kendaraan diesel karena menyebabkan deposit karbon yang berlebihan. Meski demikian, terdapat studi lain yang menghasilkan kesimpulan bahwa angka iodine tidak berkorelasi secara signifikan terhadap kebersihan dan pembentukan deposit di dalam ruang bakar.

2.8.5 Kadar Air

Kadar air menunjukkkan persentase air yang terkandung dalam bahan bakar. Schindlbauer (1998) menyebutkan bahwa fattty Acid Methyl Esters (FAME) bersifat higroskopis dan dapat mengandung air sampai 1600 ppm yang


(44)

terlarut sempurna dengan biodiesel. Pada temperatur yang sangat dingin, air yang terkandung dalam bahan bakar membentuk kristal dan menyumbat aliran bahan bakar dan bersifat korosif. Kadar air tinggi yang terdapat pada biodiesel diduga bahwa reaksi transesterifikasi dan proses pencucian masih belum sempurna. Pada saat penyimpanan akan menimbulkan reaksi balik kekiri atau dengan kata lain akan terbentuk kembali trigliserida dan basa.


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN METODE PENELITIAN

3.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN 3.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

a. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik USU, Laboratorium Perusahaan Swasta dan Laboratorium PPKS Medan.

a. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik USU, Laboratorium Perusahaan Swasta dan Laboratorium PPKS Medan.

b. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Mei 2010. b. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Mei 2010.

3.2 BAGAN PENELITIAN 3.2 BAGAN PENELITIAN

3.2.1 Pembuatan Minyak Kacang 3.2.1 Pembuatan Minyak Kacang

Untuk mendapatkan minyak kacang tanah dari biji kacang tanah dilakukan seperti bagan dibawah ini:

Untuk mendapatkan minyak kacang tanah dari biji kacang tanah dilakukan seperti bagan dibawah ini:

Dihaluskan Ekstraksi Sokletasi n –heksan

Ampas Larutan Minyak

Vakum

Minyak Kacang

Uji GC Biji Kacang

Gambar 3.1 Bagan Pembuatan Minyak Kacang Tanah Gambar 3.1 Bagan Pembuatan Minyak Kacang Tanah


(46)

3.2.2 Pembuatan FAME

Minyak kacang tanah yang diperoleh, kemudian dilakukan transesterifikasi untuk mendapatkan FAME seperti bagan dibawah ini:

udian dilakukan transesterifikasi untuk mendapatkan FAME seperti bagan dibawah ini:

Minyak Kacang

Gambar 3.2 Bagan Pembuatan FAME Gambar 3.2 Bagan Pembuatan FAME n –heksan

CH3OH

Dietil Eter Autoclave Katalis

CaO 

KOH

Lapisan Bawah

(Gliserol)

Lapisan Atas (Metil Ester)

Destilasi


(47)

3.2.3 Uji Karakteristik FAME

FAME yang telah diperoleh dari proses transesterifikasi trigliserida dgn menggunakan katalis KOH dan CaO, diuji karakteristiknya seperti bagan dibawah ini:

Sifat Kimia Sifat Fisis

1. Monogliserida 2. Digliserida 3. Trigliserida 4. Freegliserol

 

1. Massa Jenis 2. Viskositas 3. Titik Kabut 4. Angka Iodium 5. Kadar Air FAME


(48)

3.3PEMBUATAN MINYAK KACANG TANAH

3.3.1 Alat dan Bahan

a. Alat yang dibutuhkan:

- Blender - Termometer

- Soxhlet apparatus - Alat Rotavapour

- Tungku pemanas - Corong

- Statif - Neraca

- Gelas labu - Gelas ukur

b. Bahan yang diperlukan:

- Kacang tanah (Aleurites moluccana) sebagai bahan baku dari biodiesel

- n-Heksan

- Kertas saring

3.3.2 Prosedur Kerja:

a. Kacang tanah yang telah kering di giling hingga halus dengan menggunakan blender.

b. Kacang yang telah halus dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan kedalam alat sokletasi.

c. Isi gelas labu dengan n-heksan ± 250 ml, letakkan diatas pemanas (lampiran B gambar 1).


(49)

d. Hubungkan alat pemanas dengan sumber arus listrik, biarkan ±3 jam, atau tetesan n-heksan dan minyak tidak lagi keruh (dari soklet ke gelas labu).

e. Putuskan hubungan listrik alat pemanas dengan sumber arus listrik, Biarkan hingga dingin.

f. Tuang campuran minyak dan n-heksan kedalam wadah lain. g. Ulangi cara diatas dengan sampel yang lain.

h. Setelah diperoleh 8 liter lalu di rotavapour, Untuk memisahkan minyak kacang tanah dari n-heksan (lampiran B gambar 2).

i. Minyak kacang tanah yang diperoleh kemudian di uji GC untuk mengetahui kandungan asam lemak bebas (FFA).

3.4 PROSES PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN MENGGUNAKAN KATALIS KOH DAN COSOLVENT ETER

3.4.1 Alat dan Bahan

a. Alat yang dibutuhkan:

- Labu leher tiga - Corong

- Gelas Ukur - Neraca

- Pompa Vakum - Hotplate Stirer

- Reaktor - Autoclave

- Corong Pemisah - Termometer

b. Bahan yang diperlukan:

- Minyak kacang tanah - Kertas Saring

- KOH - Kertas Lakmus

- Metanol - Eter

- HCl4 - n-heksan

- Na2SO4 - Aquades


(50)

3.4.2 Prosedur Kerja

a. Menentukan jumlah Metanol, katalis KOH dan Eter

Dalam reaksi transesterifikasi untuk mendapatkan jumlah biodiesel yang maksimal perbandingan molar metanol terhadap minyak nabati 1:12 dan konsentrasi katalis 0,5%-1,5% wt, massa minyak kacang tanah ditimbang dengan neraca sebanyak 884,0 gr (1 mol), massa metanol 384,0 gr (12 mol), Jumlah katalis 1,5% wt = 13,2 gr, dan eter sebanyak 200 ml.

b. Mencampurkan katalis KOH dengan Metanol

Katalis KOH dalam bentuk padat dilarutkan kedalam metanol, lalu diaduk selama lebih kurang 15 menit dengan tujuan agar KOH dan Metanol membetuk potassium methoxide (K2OCH3) kemudian

dimasukkan kedalam Autoclave.

c. Mencampur minyak kacang tanah, potassium methoxide dan eter Minyak kacang tanah, potasuim methoxide, eter dimasukkan kedalam autoclave, lalu reaktor dipanaskan didalam oilbath pada suhu 65 oC dan campuran diaduk dengan menggunakan Hotplate Stirer dengan kecepatan pengadukan 2700 rpm selama 3 jam (lampiran B gambar 3).

d. Hasil transesterifikasi dimasukkan kedalam labu leher tiga, kemudian didiamkan terlihat ada 3 lapisan yang terbentuk (lampiran B gambar 4). Lapisan atas merupakan metil ester, lapisan bawah merupakan gliserol dan kotoran.

e. Proses pencucian

• Campuran dikeluarkan dari Autoclave dimasukkan kedalam labu leher tiga, pH-nya diukur dengan menggunakan kertas lakmus didapat pH = 10 (campuran bersifat basa), Sifat basa ini


(51)

diturunkan dengan menggunakan cairan HCL4–normal

sebanyak 67 ml hingga pH campuran = 7 (lampiran B gambar 5).

• Jika pH campuran telah diperoleh 7, Campuran dimasukkan kedalam corong pisah ditambahkan aquades untuk proses pencucian.

• Pada saat proses pencucian didalam corong pisah, Campuran diaduk kemudian didiamkan hingga terjadi pemisahan antara biodiesel dengan gliserol, lapisan atas biodesel, lapisan bawah gliserol bercampur air (lampiran B gambar 6).

f. Proses pemisahan biodiesel dengan gliserol

• Kedalam corong pisah ditambahkan lagi n-hexana dengan tujuan agar zat-zat yang terlarut dan gliserol berpisah secara sempurna dengan biodesel.

• Gliserol dikeluarkan dari corong pisah

• Biodiesel dimasukkan kedalam gelas ukur lalu kedalamnya dimasukkan Na2SO4 dengan tujuan untuk mengikat air yang

terdapat didalam biodesel, didiamkan selama 24 jam hingga terbentuk serbuk putih didasar tabung reaksi (lampiran B gambar 7).

• Serbuk Na2SO4 dipisahkan dari biodesel dengan menggunakan

kertas saring.

g. Proses pemurnian biodesel

Untuk memurnikan biodiesel dari n-hexana, metanol dan eter, biodiesel didestilasi atau divakum selama 5 jam (lampiran B gambar 8).


(52)

h. Diperoleh biodiesel (FAME), hasil transesterifikasi minyak kacang tanah dengan katalis KOH, lama reaksi 3 jam (lampiran B gambar 9).

3.5 PROSES PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN MENGGUNAKAN KATALIS CaO DAN COSOLVENT ETER

3.5.1 Alat dan Bahan

a. Alat yang dibutuhkan

- Labu leher tiga - Corong

- Gelas Ukur - Neraca

- Pompa Vakum - Hotplate Stirer

- Reaktor - Autoclave

- Corong Pemisah - Termometer

b. Bahan yang diperlukan

- Minyak kacang tanah - Kertas Saring

- CaO - Kertas Lakmus

- Metanol - Eter

- HCl4-n - n-heksan

- Na2SO4 - Aquades

- Potasuim Methoxide (K2OCH3) - Kain Lap 3.5.2 Prosedur Kerja

a. Menentukan jumlah metanol, katalis CaO dan eter. CaO yang akan digunakan sebagai katalis terlebih dahulu dikalsinasi pada suhu 600

o

C selama 2 jam, sehingga ketika katalis CaO dilarutkan di dalam metanol akan terjadi reaksi:

CaO + CH3OH Ca(OCH3) + H2O

(Tobing, M., 2009)

• Kedalam autoclave dimasukkan minyak kacang tanah dengan perbandingan molar minyak kacang tanah terhadap metanol


(53)

1:12 dan konsentrasi katalis 8% wt, massa minyak kacang tanah ditimbang dengan neraca sebanyak 884,0 gr (1 mol), massa metanol 384,0 gr (12 mol), Jumlah katalis 8% wt = 70,72 gr, dan eter sebanyak 200,0 ml.

• Kemudian autoclave dipanaskan didalam oilbath pada suhu tetap 65 oC dan diaduk dengan menggunakan Hotplate Stirer selama 3 jam.

b. Proses pencucian

• Campuran dikeluarkan dari autoclave dimasukkan kedalam gelas ukur.

• Kemudian katalis CaO disaring dengan kertas saring, Untuk memisahkan metil ester dari Katalis CaO (lampiran B gambar 10).

• Setelah katalis CaO disaring, pH campuran diukur dengan menggunakan kertas lakmus didapat pH = 11 (campuran bersifat basa).

• Sifat basa ini diturunkan dengan menggunakan cairan HCL4

-normal hingga diperoleh pH campuran = 7.

c. Proses Pemisahan biodiesel dengan gliserol

• Kedalam corong pisah ditambahkan lagi n-Hexana dengan tujuan agar zat-zat yang terlarut dan gliserol berpisah secara sempurna dengan biodesel (lampiran B gambar 11).

• Biodiesel dimasukkan kedalam gelas ukur lalu kedalamnya dimasukkan Na2SO4 dengan tujuan untuk mengikat air yang

terdapat didalam biodesel lalu didiamkan selama 24 jam hingga terbentuk serbuk putih didasar tabung reaksi.

• Serbuk Na2SO4 dipisahkan dari biodesel dengan menggunakan

kertas saring (lampiran B gambar 12). d. Proses pemurnian biodesel


(54)

Untuk memurnikan biodiesel dari n-hexana, metanol dan eter , biodiesel didestilasi atau divakum selama 5 jam.

f. Diperoleh biodiesel (FAME), hasil transesterifikasi minyak kacang tanah menggunakan katalis CaO, lama reaksi 3 jam (lampiran B gambar 13).

3.6 PENGUJIAN MASSA JENIS (DENSITY)

Tujuan pengujian adalah untuk mengetahui massa jenis dari biodiesel turunan kacang tanah.

3.6.1 Alat dan Bahan

- Piknometer - n-hexane

- Beaker glass - Water bath

- Asam kromat - Petroleum eter

- Alkohol - Kain lap

3.6.2 Prosedur Kerja

I. STANDARISASI

1. Cuci piknometer (kapasitas 50 ml) dengan asam kromat. Bersihkan dan biarkan beberapa jam. Kosongkan piknometer dan timbang, lalu bilas dengan aquades (lampiran B gambar 14).

2. Isi dengan aquades yang baru mendidih hingga penuh, didinginkan sampai suhu 20 oC dan tempatkan pada waterbath pada suhu 30 oC. Tunggu atau biarkan selama 30 menit. Setelah 30 menit atur posisi aquades pada tanda batas dan tutup.

3. Keluarkan dari waterbath, lap hingga kering dengan tissu dan timbang (A).

4. Kosongkan piknometer, bilas beberapa kali dengan alkohol kemudian petroleum eter, biarkan kering sempurna (sampai hilang bau petroleum eter) dan timbang (B).


(55)

5. Hitung massa aquades pada suhu 30 oC (X) = (A - B) sebanyak 3 kali.

II. Densitas pada 30/30 oC

1. Isi piknometer yang telah kering dengan sampel hingga penuh (yang telah di cairkan).

2. Tempatkan pada waterbath selama 30 menit pada suhu 30 oC. 3. Atur volume biodiesel sampai tanda batas dan tutup.

4. Angkat dari waterbath, lap dengan tissu dan keringkan. Selanjutnya timbang (C) (lampiran B gambar 15).

5. Timbang massa piknometer kosong. Seperti halnya pada bagian I (D). Massa jenis pada 30/30 oC (Apparent) dihitung berdasarkan (C - D) / X, lakukan pengulangan sampai 3 kali.

III. Densitas pada 40/30 oC

1. Cara kerjanya hampir sama dengan cara kerja pada 30/30 oC, Hanya setting suhu waterbath pada suhu 40 oC, Biarkan selama 30 menit dan dinginkan pada temperatur kamar.

2. Bersihkan botol sampai kering dengan lap atau tissue dan timbang (lampiran B gambar 16).

3. Massa jenis sampel ditentukan pada suhu tertentu, maka massa jenis pada 30/30 oC dihitung sebagai berikut:

G = G’ + 0,00064 ( T – 30 oC ) (3.1) Dimana: G = Massa jenis pada 30/30 oC

G’ = Massa jenis pada T/30 oC

T = Suhu dimana massa jenis ditentukan pada 0,00064 adalah koreksi rata-rata untuk 1 oC


(56)

(

) (

)

C suhu pada air massa botol massa yak dan botol massa G o 30 min −

= (3.2)

Densitas pada 40/30 oC 

(

)

{

1 0,000025 35

}

' x W F G +

= (3.3)

Dimana: F = massa sampel pada suhu 40 oC 

W = massa air pada suhu 30 oC

3.7 PENGUJIAN VISKOSITAS

Tujuan pengujian viskositas adalah untuk mengukur lamanya waktu aliran minyak untuk melewati batas yang telah dikalibrasi pada alat viscositas kinematik pada suhu 40 oC.

3.7.1 Alat dan Bahan

- Viscometer - Beaker glass

- Thermometer 2 buah - Hot plat

- Statif - Penjepit

- Balon karet - Pipet Stopwatch

- Corong glass - Biodiesel

- Kain lap 3.7.2 Prosedur kerja

1. Beaker glass yang telah diisi dengan air, diletakkan diatas hot plat. 2. Kemudian kedalam beaker yang berisi air dimasukkan viscometer. 3. Termometer yang satu diletakkan di dalam viscometer dan yang

lainnya didalam beaker glass berisi air.

4. Biodiesel dimasukkan kedalam viscometer dengan menggunakan corong glass ± 20 ml.


(57)

5. Hot plat disetting pada suhu 40 °C dan dihubungkan dengan sumber arus listrik (lampiran B gambar 17).

6. Setelah suhu biodiesel 40 °C, Lalu disedot menggunakan balon karet pipet sampai melebihi garis atas yang ada pada viscometer. Balon karet dilepas kemudian pipa kapiler ditutup dengan jari. 7. Jari dilepas sehingga biodiesel turun, lalu diukur waktu yang

diperlukan biodiesel mengalir dari garis atas hingga garis bawah. 8. Dihitung viskositas biodiesel dengan menggunakan persamaan Viskositas kinematik = konstanta x waktu ( detik ).

3.8 PENGUJIAN TITIK KABUT

Tujuan pengujian adalah temperatur dimana sampel mulai terbentuk awan dibawah kondisi test.

3.8.1 Alat dan Bahan

- Gelas ukur - Waterbath

- Waterbath - Oven

- Biodiesel (sampel) - Kain Lap - Termometer (kisaran – 40oC s/d 60 oC) 3.8.2 Prosedur Kerja

1. Sampel dimasukkan kedalam gelas ukur ± 20 ml, Kemudian dipanaskan hingga suhu 130 oC didalam sebuah oven dengan tujuan agar air yang terdapat dalam sampel menguap selama ± 5 menit.

2. Masukkan gelas ukur yang berisi sampel kedalam waterbath kemudian di dinginkan (lampiran B gambar 18).

3. Sampel diaduk dengan kecepatan konstan menggunakan termometer agar suhunya merata untuk menghindari terbentuknya kristal.


(58)

4. Amati suhu termometer, suhu dimana bacaan (skala) termometer tidak dapat dilihat merupakan titik kabut (Could Point) dari sampel yang diamati.

3.9 PENGUJIAN ANGKA IODIUM

Tujuan pengujian angka iodium adalah untuk mengetahui seberapa banyak ikatan rangkap pada biodisel turunan kacang tanah.

3.9.1 Alat dan Bahan

- Elemeyer tertutup ( 500 ml ) - Labu ukur

- Pipet 20 ml - Dua pipet 25 ml

- Buret mikro - Kertas saring

- Asam asetat - Larutan Kalium Iodida

- Larutan Indikator - Sikloheksan

- Larutan Wij’s - Aquades

- Kain lap

- Larutan Na-thiosulfat (Na2S2O3.5H2O) 0,1 N

3.9.2 Prosedur Kerja

1. Timbang dengan teliti 0,5 gr sampel yang telah homogen, lalu masukkan ke dalam elemeyer bertutup.

2. Ditambahkan 20 ml sikloheksan dan 15 ml larutan wij’s.

3. Larutan di simpan ditempat gelap selama 30 menit, kemudian ditambah 15 ml KI 15% dan 85 ml aquades lalu diguncang-guncang hingga tercampur merata (± 5 menit).

4. Larutan ditittrsi dengan larutan Na- thiosulfat (Na2S2O3.5H2O)

0,1 N menggunakan indikator pati sampai larutan menjadi jernih /warna biru hilang (lampiran B gambar 19).

5. Dilakukan hal yang sama untuk blanko (tanpa sampel). 6. Dihitung angka iodium dengan menggunakan persamaan:


(59)

(

) (

)

W x N x S B g mg iodium

Angka / = − 12,692 (3.4)

Dimana: B = volume ( ml ) tittrasi blanko S = volume ( ml ) tittrasi sampel

N = Normalitas Na-thiosulfat( Na2S2O3.5H2O)

W = massa sample (mg)

3.10 PENGUJIAN KADAR AIR

3.10.1 Prinsip Kerja

Bila air bereaksi dengan larutan pereaksi Karl Fischer, yaitu campuran dari iod, belerang dioksida, piridin dan metanol, maka elektroda platina dari alat aquatitrator tetap terpolaroid sedikit saja akan mendepolarisasi dan menyebabkan sejumlah besar arus akan mengalir ke mikro Amperemeter, kelebihan iodin sedikit saja akan mendepolarisasi elektroda dan akan menunjukkan titik akhir titrasi.

3.10.2 Alat dan Bahan

a) aquatitrator dan aquameter b) botol timbang

c) neraca analitik

d) larutan pereaksi Karl Fisher, larutan tunggal yang stabil dengan titler 5 mg H2O/ml.

e) metanol, dengan kadar air maksimum 0,1%. f) air suling.


(60)

3.10.3 Prosedur Kerja

a) masukkan sejumlah metanol ke dalam botol reaksi aquatitrator hingga elektroda platina terendam.

b) titrasi dengan larutan Karl Fischer sampai titik akhir tercapai dan diperoleh metanol bebas air.

c) timbang dengan teliti 2 g sampai dengan 3 g sampel FAME kacang tanah dan masukkan ke dalam botol reaksi aquatitrator dan aduk hingga semua contoh terlarut.

d) titrasi dengan larutan Karl Fischer hingga titik akhir tercapai dan catat volume larutan Karl Fischer yang dipakai untuk titrasi.

3.10.4 Perhitungan

Kadar air dalam sampel dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: %

100 1000 x x

W N x V air

Kadar = (3.5)

Dengan: V = Volume pereaksi Karl Fischer yang dipakai (ml) N = Normalitas pereaksi Karl Fischer yang dipakai

sebagai titran W = Massa sampel (gr)


(61)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 PEMBUATAN MINYAK KACANG TANAH

Dari 10.000 gr kacang tanah yang telah dihaluskan, di ekstraksi dengan n-heksan menggunakan alat sokletasi, kemudian di rotavapour untuk memisahkan n-heksan dari minyak kacang . Diperoleh minyak kacang tanah 4650 gr.

% 100 % x Tanah Kacang Massa Kacang Minyak Massa Tanah Kacang

Minyak = (4.1)

% 100 000 . 10 4650 % x gr gr Tanah Kacang Minyak = % 50 , 46 %MinyakKacangTanah=

Banyaknya minyak nabati yang dikandung kacang tanah 46,50 % dari kacang tanah.

4.2 PEMBUATAN BIODIESEL

Berbagai usaha yang telah dilakukan untuk mendapatkan metil ester (biodiesel) antara lain mereaksikan minyak kelapa sawit dengan katalis NaOH, minyak jarak dengan katalis KOH, minyak kelapa dengan katalis NaOH. Dalam penelitian ini dilakukan reaksi transesterifikasi minyak kacang tanah dan metanol dengan katalis Basa KOH dan CaO menggunakan eter sebagai cosolvent, lama reaksi 3 jam pada suhu 65 oC. Minyak kacang tanah sebelum di transesterifikasi terlebih dahulu dilakukan uji Gas Cromatografi (GC) untuk mengetahui jumlah/komposisi kandungan asam lemaknya (FFA). Hal ini perlu dilakukan untuk mendapatkan perbandingan berat minyak kacang tanah dan metanol yang akan direaksikan dengan tepat.


(62)

Berdasarkan hasil uji GC komposisi FFA diatas dilakukan transesterifikasi: Satu mol minyak kacang tanah massa 884,0 gr, 12 mol metanol massanya 384,0 gr, katalis basa KOH sebanyak 13,2 gr (1,5% wt) dan sebanyak 200,0 ml eter sebagai cosolvent dengan lama reaksi 3 jam pada suhu 65 oC. Terjadi reaksi transesterifikasi (gambar 2.2).

Satu mol minyak kacang tanah massa 884,0 gr, 12 mol metanol massa 384,0 gr, CaO sebagai Katalis 70,72 gr (8% bb) dan 200,0 ml eter sebagai cosolvent dengan lama reaksi 3 jam pada suhu 65 oC. Terjadi reaksi transesterifikasi (gambar 2.3). Darnoko, telah menyatakan transesterifikasi trigliserida dalam beberapa tahap seperti dibawah ini:


(63)

K1

TG + ROH DG + POME

K4

K2

DG + ROH MG + POME

K5

K3

MG + ROH GL + POME

K6

(Darnoko, D., 2000)

Hasil reaksi transesterifikasi dipisahkan metil ester dari gliserol, kemudian dicuci, dimurnikan dengan cara didestilasi dan divakum sehingga diperoleh metil ester kasar pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.2 FAME Kasar Hasil Transesterifikasi

No.

Jenis Katalis

Metil Ester Kasar Yang Dihasilkan

1 KOH 840,0 gr

2 CaO 696,0 gr

Dari tabel diatas dapat dilihat jumlah metil ester kasar yang dihasilkan katalis KOH lebih banyak daripada katalis CaO, ini disebabkan katalis heterogen molekul-molekulnya bergerak lambat dari katalis homogen, tetapi jika lama reaksi telah optimum FAME yang dihasilkan akan sama. Dari lampiran A grafik 1 dapat diketahui jenis dan komposisi asam lemak yang terdapat pada kacang tanah.


(64)

No. Jenis Asam lemak

Nama Asam Lemak

Rumus Molekul

Massa Rumus

Jumlah ( % )

1 C10 Asam Kaprat C10H20O2 174 0,0896

2 C12 Asam Loneat C12H24O2 200 1,9996

3 C14 Asam Miristat C14H28O2 228 1,0589

4 C16 Asam Palmitat C16H32O2 256 12,2466

5 C18 Asam Stearat C18H36O2 284 4,4871

6 C18:F1 Asam Oleat C18H34O2 210 40,1879

7 C18:F2 Asam Linoleat C18H32O2 208 36,8239

8 C20 Asam Arachidat C20H40O2 312 1,7833

9 C18:F3 Asam Linolenat C18H30O2 278 1,3220

J u m l a h 100

Asam lemak kemudian bereaksi dengan metanol membentuk metil ester, Konversi transesterifikasi minyak kacang tanah menjadi metil ester seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.4 Kandungan Asam Lemak Minyak Kacang Dalam Hitungan 100 gr


(65)

Asam lemak Metil Ester Metil Ester (gr) Rumus Metil Ester (gr) Metil Ester Rumus Trigliseri da/Ester Gliserida (gr)

Trigliserida Trigliseri da/Ester Gliserida

( gr)

1 C10 0,0896 0,0896 186 0,0005 554 0,000161 0,08896

2 C12 1,9996 1,9996 214 0,0093 638 0,003115 1,98714

3 C14 1,0589 1,0589 242 0,0044 722 0,001459 1,05307

4 C16 12,2466 12,2466 270 0,0454 806 0,015119 12,18612

5 C18 4,4871 4,4871 298 0,0151 890 0,005019 4,46723

6 C18:F1 40,1879 40,1879 296 0,1358 884 0,045257 40,00687

7 C18:F2 36,8239 36,8239 294 0,1253 878 0,041750 36,65689

8 C20 1,7833 1,7833 326 0,0055 974 0,001823 1,77601

9 C18:F3 1,3220 1,3220 292 0,0045 872 0,001510 1,31696

Jumlah Trigliserida

99,539

Dari tabel diatas tiap 100 gram metil ester dihasilkan dari trigliserida sebanyak 99,539 gram.

Pada reaksi transesterifikasi dengan katalis KOH digunakan minyak kacang tanah 884,0 gr dihasilkan FAME kasar 840,0 gr dengan kadar metil ester total 64,0% (hasil uji kimia lampiran C grafik 1). % konversi FAME dapat dihitung dengan persamaan: % 100 % x teori FAME massa eksperimen hasil FAME massa FAME

konversi = (4.2)


(66)

hitungan basis x da trigliseri massa digunakan yang yak massa Teori

FAME = min (4.3)

gr x gr gr Teori FAME 100 539 , 99 0 , 884 = gr Teori

FAME = 888,1

Artinya jika reaksi berlangsung sempurna (100%) diharapkan banyaknya FAME yang dihasilkan 888,1 gr.

Hitungan menunjukkan sebagai berikut:

GC ester metil X kasar FAME massa eksperimen hasil

FAME = (4.4)

% 0 , 64 0 ,

840 gr X

eksperimen hasil FAME = gr eksperimen hasil

FAME = 537,6

Artinya dari 840,0 gr metil ester yang dihasilkan pada reaksi transesterifikasi setelah di uji GC ternyata hanya 537,6 gr metil ester, sisanya 302,4 gr lagi dapat berupa air, metanol, n-heksan, gliserol dan pengotor lainnya.

Maka: % 100 % x teori FAME massa eksperimen hasil FAME massa FAME konversi = % 100 1 , 888 6 , 537 % x gr gr FAME konversi = % 100 6053 , 0

%konversi FAME = x

% 53 , 60

%konversi FAME =

Pada reaksi transesterifikasi dengan katalis CaO digunakan minyak kacang tanah 884,0 gr dihasilkan FAME kasar 696,0 gr dengan kadar metil ester total 74,14% (hasil uji kimia pada lampiran C grafik 2). % konversi FAME dapat dihitung dengan persamaan: % 100 % x teori FAME massa eksperimen hasil FAME massa FAME konversi = Dimana:


(67)

hitungan basis x da trigliseri massa digunakan yang yak massa Teori

FAME = min

gr x gr gr Teori FAME 100 539 , 99 0 , 884 = gr Teori

FAME = 888,1

Artinya jika reaksi berlangsung sempurna (100%) diharapkan banyaknya FAME yang dihasilkan 888,1 gram.

Hitungan menunjukkan sebagai berikut:

GC ester metil X kasar FAME massa eksperimen hasil FAME = % 14 , 74 0 ,

696 gr X

eksperimen hasil FAME = gr eksperimen hasil

FAME = 516,0

Artinya dari 696,0 gr metil ester yang dihasilkan pada reaksi transesterifikasi setelah di uji GC ternyata hanya 516,0 gr metil ester, Sisanya 179,99 gr lagi dapat berupa air, metanol, n-heksan , gliserol dan pengotor lainnya.

Maka: % 100 % x teori FAME berat eksperimen hasil FAME berat FAME konversi = % 100 1 , 888 0 , 516

%konversi FAME = gr x

% 100 5810

, 0

%konversi FAME = x

% 10 , 58

%konversi FAME =

Artinya ini bahwa minyak kacang yang telah ditransesterifikasi selama 3 jam dengan katalis CaO pada suhu 65 oC menjadi FAME baru sebesar 58,10%.

Dari perhitungan % konversi minyak kacang tanah menjadi FAME melalui reaksi transesterifikasi selama 3 jam pada suhu 65 oC dengan katalis KOH lebih besar dibandingkan dengan menggunakan katalis CaO.


(1)

Grafik 1 Hasil Uji Kimia FAME Kacang Tanah, Katalis KOH dengan Gascromatografi


(2)

L - 13

Grafik 2 Hasil Uji Kimia FAME Kacang Tanah, Katalis CaO dengan Gascromatografi


(3)

L - 14

Grafik 3 Hasil Uji Gliserol FAME Kacang Tanah, Katalis KOH dengan Gascromatografi


(4)

L - 15

Grafik 4 Hasil Uji Gliserol FAME Kacang Tanah, Katalis CaO dengan Gascromatografi


(5)

L - 16

Lampiran D Standart Solar

Tabel 1 Data Karateristik Mutu Solar Dapat Dilihat Pada Tabel Berikut:

Parameter dan satuannya Batas nilai Metode uji

Massa jenis 40 oC, gr/ml 0,82 -0,87 ASTM D - 445

Angka setana Min 45 ASTM D - 613

Titik kilat (flash point), oC Maks 150 ASTM D - 93 Korosi strip tembaga (3 jam

pada 500 C)

Min No. 1 ASTM D - 130

Residu karbon , % - b/b Min 0,1 ASTM D - 189

Kadar air dan semen, % - v/v Min 0,05 ASTM D - 96 Temperatur distilasi 300%,oC Max 40 ASTM D - 86

Abu tersulfatkan, % b Min 0,01 ASTM D - 974

Belerang, ppm % b Min 0,5 ASTM D - 1551


(6)

 

L - 17

Lampiran E Uji Fisis Biodiesel Turunan Minyak Kacang Tanah

Tabel 1 Hasil Uji Fisis Biodiesel Minyak Kacang Tanah Menggunakan Katalis KOH dan CaO dengan Lama Reaksi 3 Jam Pada Suhu 65 oC