Analisis Rancangan Fasilitas Kerja Pada Stasiun Pembentukan Untuk Meningkatkan Produktivitas di Cirasa Bakery

(1)

ANALISIS RANCANGAN FASILITAS KERJA PADA STASIUN

PEMBENTUKAN UNTUK MENINGKATKAN

PRODUKTIVITAS DI CIRASA BAKERY

TUGAS SARJANA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh, FASTI FITRA NIM. 050403006

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah sebagai rasa Syukur tak terhingga penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini dengan baik.

Kegiatan penelitian ini dilakukan di industri kecil roti dengan nama Cirasa Bakery yang beralamat di Jalan Seto No 74 Medan, Sumatera Utara yang dijadikan sebagai salah satu dari beberapa syarat yang telah ditentukan untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul Tugas Sarjana ini adalah “Analisis Rancangan Fasilitas Kerja

Pada Stasiun Pembentukan Untuk Meningkatkan Produktivitas di Cirasa Bakery”.

Penulis menyadari bahwa Tugas Sarjana ini belum sepenuhnya sempurna dan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan Tugas Sarjana ini dan penulis berharap agar laporan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Medan, Juni 2010


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah yang tak hentinya terucap atas selesainya Tugas Sarjana ini, banyak pihak yang telah membantu baik itu berupa bimbingan ataupun berupa bantuan moril dan materil, sehingga Tugas Sarjana ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, teristimewa kepada Ibunda Yusti Ruzan, Ayahanda Eddy Fast, Abangda Fasti Nova dan kakanda Fasti Rola yang senantiasa ada dan selalu memberikan perhatian, doa dan semangat dalam bentuk apapun kepada penulis.

Pada kesempatan ini pula, penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ir. Rosnani Ginting, MT, selaku Ketua Departemen Teknik Industri yang telah memberikan izin pelaksanaan Tugas Sarjana ini.

2. Bapak Ir. Mangarah M. Tambunan, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing I atas waktu untuk bimbingan, arahan, dan masukan serta ilmu yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

3. Ibu Ir. Dini Wahyuni, MT, selaku Dosen Pembimbing II atas kesediaannya meluangkan waktu dan pikiran yang diberikan untuk bimbingan, arahan dan masukan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

4. Ir. Nazlina. MT, Buchari.ST. M.kes, DR. ENG. Ir. Liskani Nurul Huda. MT selaku dosen pembanding saya yang telah memberi masukan dan bimbingan terhadap saya.


(7)

5. Bapak Ir. Abadi Ginting, MSIE, selaku Dosen Pembimbing Akademis yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta perhatian yang diberikan kepada penulis dalam menjalani kegiatan akademis.

6. Pegawai administrasi Departemen Teknik Industri, Bang Bowo, Kak Dina, Bang Mijo, Bang Nur, Bang Ridho dan Bu Ani yang telah membantu penulis dalam melakukan urusan administrasi di Departemen Teknik Industri USU. Bang Kumis dan Kak Rahma atas kebaikan hatinya meminjamkan buku demi kelancaran pembuatan laporan Tugas Akhir ini.

7. Bapak Yusuf serta karyawan Cirasa Bakery yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian dan meluangkan waktu untuk bimbingan penulis selama melaksanakan penelitian.

8. Teman seperjuangan di Cirasa Bakery Fakhrurrazi Suzli.

9. Afriani Melda Dewi, ST, Gagah Sinaga, ST, Yandre Permana, ST, Rajendra, Khafyan Siregar, ST, Adelisa, ST, Doddi Trisna, ST, Teddy Mahel, ST, Fadillah Amelia, ST, Eka Rizky,ST Ricky Haryadi, Adlin Tambunan, ST, Ardiansyah, ST, Martina Dwi,ST, M. Agustiar, Fauzan, Abdul Hafis, Arih Mende, Dwi Indriyani, Nella Siregar, ST, Reviana Riza, ST dan T Fahlani Tiara Karmen, Rio Handoko, Synthia, Eliston, Ferdy, Ardo dan SUPER 05 lainnya yang tak dapat disebutkan satu persatu.

10.TT 66 Corporation dan Putri Nahrisyah yang telah memberikan support kepada penulis sehingga laporan ini selesai.


(8)

Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan laporan ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis ucapkan terima kasih. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2010


(9)

DAFTAR ISI

BAB Halaman

LEMBAR PENGESAHAN

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

ABSTRAK ... xiii

I PENDAHULUAN ... I-1

1.1. Latar Belakang ... I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-2 1.3. Tujuan Penelitian ... I-3 1.4. Manfaat Penelitian ... I-3 1.5. Batasan Masalah dan Asumsi ... I-3 1.6. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana ... I-4


(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB Halaman II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1

2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha... II-2 2.3. Organisasi dan Manajemen ... II-2 2.3.1. Struktur Organisasi ... II-2 2.3.2. Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-3 2.3.3. Sistem Pengupahan ... II-4 2.4. Proses Produksi ... II-4 2.4.1. Bahan ... II-4 2.4.2. Uraian Proses Produksi ... II-5 2.4.3. Pengolahan Limbah ... II-8 2.4.4. Mesin dan Peralatan ... II-9

III LANDASAN TOERI

3.1. Ergonomi ... III-1 3.2. Keluhan Muskuloskeletal ...III-2 3.3. Standard Nordic Questionaire ...III-5 3.4. Antropometri...III-7


(11)

3.4.1. Aplikasi Data Antropometri Dengan Menggunakan Persentil ..III-14 3.4.2. Pengolahan Data Antropometri ...III-16 3.5. Uji Distribusi Normal dengan Kolmogorov - Smirnov Test ...III-20 3.6. Pengukuran Waktu ...III-22 3.6.1. Pengukuran Waktu dengan Stop Watch ...III-23 3.6.2. Tahapan Penentuan Waktu Baku...III-26 3.7. Perancangan Produk ...III-29 3.8. Konsep Umum Produktivitas Kerja ...III-32 3.8.1. Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas kerja ...III-33 3.9. Teori Kelelahan ...III-34 3.9.1. Jenis Kelelahan ...III-36 3.9.2. Mekanisme Kelelahan...III-38 3.9.3. Penyebab Kelelahan...III-40 3.9.4. Akibat Kelelahan ...III-45 3.10. Kelelahan ...III-46

IV METODOLOGI PENELITIAN...IV-1

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ...IV-1 4.2. Jenis Penelitian ...IV-1 4.3. Kerangka Konseptual ...IV-2 4.4. Objek Penelitian ...IV-2


(12)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB Halaman

4.5. Metode Pengumpulan Data ...IV-3 4.6. Instrumen Penelitian ...IV-3 4.7. Pengumpulan Data ...IV-3 4.7.1. Data Primer ...IV-3 4.7.2. Data Sekunder ...IV-5 4.8. Pengolahan Data...IV-6 4.9. Analisis Pemecahan Masalah ...IV-6 4.10. Kesimpulan dan Saran ...IV-6

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA... V-1

5.1. Pengumpulan Data ...V-1 5.1.1. Metode Kerja Awal ...V-1 5.1.2. Bahan-Bahan,Peralatan dan Mesin yang Digunakan Pada Industri Roti Kompetitor dan UK ………..V-2 5.1.3. Data Hasil Kuesioner SNQ……….…. V-4 5.2. Pengolahan Data...V-8 5.2.1. Dimensi Tubuh ...V-8 5.2.2. Perancangan Fasilitas Kerja Usulan ...V-15


(13)

5.2.3. Perancangan Metode Kerja Usulan ...V-19 5.2.4. Hasil Kuesioner SNQ dengan Fasilitas Usulan ...V-20 5.2.5. Perhitungan Waktu Siklus Aktual dan Usulan ...V-21 5.2.6. Proses Pembuatan Roti Pada Industri Kompetitor dan UK ...V-29

VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ...VI-1

6.1. Analisis Peningkatan Produktivitas

6.1.1. Analisis Tingkat Keluhan Muskuloskeletal ... VI-1 6.1.2. Analisis Fasilitas Kerja Aktual Dan Usulan ... VI-2 6.1.3. Analisis Kondisi Kerja Aktual dan Usulan ... VI-2 6.1.4. Perbandingan Waktu Standart Dengan Menggunakan

Fasilitas Aktual dan Usulan……….. VI-3 6.2. Analisis Perbandingan Proses Pembuatan Roti, Mesin, peralatan

Kompetitor dan Kualitas Antara Industri Kompetitor dan UK……. VI-4 6.3. Aspek Ekonomis……….. VI-6

VII KESIMPULAN DAN SARAN ...VII-1

7.1. Kesimpulan ...VII-1 7.2. Saran ...VII-2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1. Antropometri Posisi Berdiri dan Posisi Dudu k ... III-13 3.2. Nilai Persentil dan Cara Perhitungannya dalam Distribusi Normal ... III-16 5.1. Bahan-Bahan Yang Digunakan Dalam Pembuatan Roti ... V-3 5.2. Peralatan dan Mesin Yang Digunakan ... V-3 5.3. Data Antropometri Tubuh Operator ... V-9 5.4. Perhitungan Nilai Rata-Rata, Standart Deviasi, Nilai Minimum dan

Maximum Data Antropometri ... V-11 5.5. Uji Keseragaman Data... V-12 5.6. Uji Kecukupan Data ... V-13 5.7. Uji Kenormalan dengan Kolmogorov-Smirnov ... V-14 5.8. Dimensi Tubuh dengan Prinsip Ekstrim ... VI-16 5.9. Penentuan Waktu Siklus ... V-21 5.10. Waktu Siklus Operator Normal Selama 4 Hari Pengamatan ... V-22 5.11. Data Waktu Siklus Dengan Menggunakan Fasilitas Kerja Usulan... V-25 5.12. Perbandingan Proses Pembuatan Roti Pada Industri Kompetitor

Dengan UK ... V-29 7.1. Perbandingan Antara Fasilitas Aktual dan Fasilitas Usulan…………. VII-2


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Struktur Organisasi Cirasa Bakery ... II-3 2.2. Proses Pengadonan ... II-6 2.3. Proses Pemotongan Adonan ... II-6 2.4. Proses Pembentukan Adonan ... II-7 2.5. Proses Fermentasi... II-8 2.6. Proses Pemanggangan ... II-8 2.7. Blok Diagram Pembuatan Roti ... II-9 3.1. Standard Nordic Questionaire (SNQ) ...III-6 3.2. Pengukuran Antropometri Posisi Berdiri dan Posisi Duduk ...III-13 3.3. Kurva Distribusi Normal dengan Data Anthropometri Persentil

95-th...III-15 3.4. Sistem Saraf Manusia ...III-47 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ...IV-2 4.2. Flow Proceesing Chart Pembuatan Roti ...IV-7 5.1. Tata Letak Komponen Pada Stasiun Pembentukan ... V-1 5.2. Metode Kerja Awal ... V-2 5.3. Identifikasi Keluhan MSDs Operator 1 ... V-4


(16)

5.4. Identifikasi Keluhan MSDs Operator 2 ... V-5 5.5. Identifikasi Keluhan MSDs Operator 3 ... V-6 5.6. Identifikasi Keluhan MSDs Operator 4 ... V-7 5.7. Gambar Kursi Kerja Usulan ... V-17 5.8. Alat Bantu Penipisan Adonan Usulan ... V-18 5.9. Metode Kerja Usulan... V-19 5.10. Identifikasi Keluhan MSDs Operator 1 ... V-20 6.1. Metode Kerja Usulan... VI-3


(17)

ABSTRAK

Cirasa Bakery merupakan Industri kecil yang bergerak dalam bidang pembuatan roti. Proses produksi pada Cirasa Bakery sebagian besar dilakukan secara manual dengan posisi tubuh yang tidak ergonomis. Pada stasiun pembentukan dilakukan proses penipisan adonan. Operator melakukan pekerjaannya dengan posisi kerja berdiri, dan alat bantu penipisan adonan yang digunakan tidak sesuai dengan antropometri pekerja. Aktifitas kerja tersebut dilakukan secara berulang-ulang dalam waktu yang cukup lama sehingga menimbulkan musculosceletal disorder. Timbulnya musculosceletal disorder pada operator dapat mengurangi waktu kerja produktif operator sehingga waktu proses penipisan adonan menjadi menjadi lebih panjang.

Penelitian ini bertujuan merancang alat bantu penipisan adonan dan fasilitas kerja berupa kursi kerja untuk meningkatkan produktivitas kerja dan mengurangi tingkat keluhan pekerja

Hasil SNQ menunjukkan setiap operator memiliki keluhan yang tidak jauh berbeda, hal ini disebabkan karena setiap pekerja mempunyai tugas yang sama.

Salah satu tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi tersebut adalah dengan merancang alat bantu penipisan adonan dan menambahkan fasilitas kerja berupa kursi kerja. Perbaikan juga dilakukan terhadap metode kerja sesuai dengan usulan rancangan fasilitas kerja yang baru. Dengan mengimplementasikan alat Bantu penipisan adonan dan fasilitas kerja usulan di peroleh penurunan waktu kerja sebesar 8.2 % dan hasil dari rekapitulasi SNQ berkurang sebesar 33.3 %.


(18)

ABSTRAK

Cirasa Bakery merupakan Industri kecil yang bergerak dalam bidang pembuatan roti. Proses produksi pada Cirasa Bakery sebagian besar dilakukan secara manual dengan posisi tubuh yang tidak ergonomis. Pada stasiun pembentukan dilakukan proses penipisan adonan. Operator melakukan pekerjaannya dengan posisi kerja berdiri, dan alat bantu penipisan adonan yang digunakan tidak sesuai dengan antropometri pekerja. Aktifitas kerja tersebut dilakukan secara berulang-ulang dalam waktu yang cukup lama sehingga menimbulkan musculosceletal disorder. Timbulnya musculosceletal disorder pada operator dapat mengurangi waktu kerja produktif operator sehingga waktu proses penipisan adonan menjadi menjadi lebih panjang.

Penelitian ini bertujuan merancang alat bantu penipisan adonan dan fasilitas kerja berupa kursi kerja untuk meningkatkan produktivitas kerja dan mengurangi tingkat keluhan pekerja

Hasil SNQ menunjukkan setiap operator memiliki keluhan yang tidak jauh berbeda, hal ini disebabkan karena setiap pekerja mempunyai tugas yang sama.

Salah satu tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi tersebut adalah dengan merancang alat bantu penipisan adonan dan menambahkan fasilitas kerja berupa kursi kerja. Perbaikan juga dilakukan terhadap metode kerja sesuai dengan usulan rancangan fasilitas kerja yang baru. Dengan mengimplementasikan alat Bantu penipisan adonan dan fasilitas kerja usulan di peroleh penurunan waktu kerja sebesar 8.2 % dan hasil dari rekapitulasi SNQ berkurang sebesar 33.3 %.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada saat ini, banyak industri-industri roti yang bermuculan dengan berbagai rasa dan variasi jenis yang ditawarkan. Banyak perbedaan proses pembuatan roti tersebut, antara lain dari segi bahan-bahan yang digunakan serta alat yang digunakan sangatlah berpengaruh dalam hasil akhir pembuatan roti tersebut. Menurut penelitian yang dilakukan Wahyudi tepung yang baik digunakan untuk pembuatan roti hendaklah menggunakan tepung kuat (hard wheat) yang mampu menyerap air dalam jumlah yang banyak untuk mencapai konsistensi adonan yang tepat. Selain itu tepung harus mempunyai kandungan protein sebesar 11- 13% agar volume pengembangan menjadi lebih baik. Glutenin dan gliadin pada kondisi tertentu misalnya dalam pengadonan bila dicampur dengan air akan dapat membentuk massa yang elastis dan ekstensibel, yang populer dalam dunia roti dikenal dengan gluten. Selain menggunakan tepung yang baik, adonan roti harus mempunyai bahan-bahan tambahan yang baik seperti, gula, produk susu, telur, air dan shortening.

Industri roti terbagi dalam tiga jenis klasifikasi yaitu usaha kecil, usaha menengah dan usaha besar. Dalam hal ini Cirasa Bakery termasuk dalam klasifikasi usaha kecil, UK (menurut undang-undang Deperindak).


(20)

Persaingan industri roti sekarang ini semakin meningkat dalam memenuhi permintaan pasar. Pada usaha kecil menengah mereka berlomba untuk memenuhi permintaan pasar tersebut. Pada proses pembuatannya, UK tidak menggunakan bahan tambahan, dengan alasan agar harga penjualan produk dapat menjadi murah dan terjangkau. Tidak digunakannya bahan tambahan menyebapkan perlunya tambahan alat bantu penipisan adonan untuk mempermudah pengisian pada adonan roti dan mempermudah pengembangan roti pada proses fermentasi

Pada penelitian awal di Cirasa Bakery, khususnya pada stasiun pembentukan yang terdiri dari pengerjaan penipisan adonan, pengisian, pembentukan. Operator sering melakukan gerakan relaksasi yaitu gerakan untuk perenggangan otot agar dapat menghilangkan rasa lelah pada tangan dan kaki. Selain itu kelelahan diduga karena para operator bekerja secara berdiri dan melakukan pekerjaan berulang serta menggunakan alat bantu penipisan adonan yang tidak sesuai dengan dimensi tubuhnya, dengan metode kerja yang tidak effektif.

Oleh karena itu peneliti harus melakukan penambahan fasilitas kerja pada operator pada stasiun pembentukan di Cirasa Bakery

1.2. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan beberapa keluhan yang dirasakan oleh operator pada stasiun pembentukan, perlu dilakukan perancangan fasilitas kerja. Penelitian ini selain membuat rancangan fasilitas kerja penipisan adonan yang akan dibandingkan dengan


(21)

berberapa alat penipisan adonan yang ada di pasaran. Penelitian juga menganalisis proses pembuatan roti pada industri roti kompetitor agar dapat dibandingkan kualitasnya dengan hasil yang di produksi pada Cirasa Bakery.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian yang dilakukan ini adalah merancang fasilitas kerja penipisan adonan untuk meningkatkan produktivitas kerja dan mengurangi tingkat keluhan pekerja serta mebandingkan kualitas roti kompetitor dengan yang ada pada Cirasa Bakery.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengurangi keluhan musculoskeletal pada operator

2. Membuat rancangan alat penipisan adonan di Cirasa Bakery

3. Membandingkan fasilitas kerja hasil rancangan dengan alat yang ada di pasaran

4. Membandingkan hasil akhir dari industri roti kompetitor dengan roti yang ada pada Cirasa Bakery

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan hasil rancangan fasilitas kerja yang ergonomis.

2. Sebagai masukan bagi Cirasa Bakery dalam melakukan perancangan fasilitas kerja yang efektif, aman, sehat, nyaman dan efisien (EASNE).


(22)

1.5. Batasan Masalah dan Asumsi

Adapun batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Pengukuran hanya dilakukan pada operator di bagian penipisan adonan di Cirasa Bakery.

2. Tidak ada dilakukan kajian aspek biaya dalam perancangan fasilitas kerja.

Sedangkan asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Operator yang diamati dalam keadaan sehat dan bekerja dalam kondisi normal/wajar.

2. Rancangan yang di buat dapat diterapkan pada Cirasa Bakery

1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Agar lebih mudah untuk dipahami dan ditelusuri maka sistematika penulisan tugas sarjana ini akan disajikan dalam beberapa bab sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Penelitian ini dilakukan karena adanya keluhan yang dirasakan oleh operator pada bagian pembentukan, sehingga perlu diadakan perancangan fasilitas kerja.


(23)

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Peralatan yang digunakan masih manual. Fasilitas kerja yang terdapat masih tergolong sederhana. Struktur organisasi yang di gunakan adalah struktur organisasi lini. Cirasa Bakery bertempat di jalan Seto no 74 medan

BAB III LANDASAN TEORI

Berisi teori-teori tentang ergonomi, antropometri, keluhan muskoloskeletal, pengukuran waktu, produktivitas dan teori relaksasi.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Menjelaskan tahapan-tahapan penelitian yakni pemilihan tempat penelitian, kerangka fikir penelitian, rancangan penelitian, objek penelitian, pengumpulan data, instrumen yang digunakan pada penelitian, metode pengolahan data, analisis pemecahan masalah dan kesimpulan dan saran.

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Mengumpulkan data aktual yang terdapat pada Cirasa Bakery, serta mencari literatur yang berhubungan pada penelitian ini. Pengolahan data terdiri dari pengolahan SNQ, penilaian pengukuran waktu siklus,


(24)

pengolahan uji keseragaman data, kecukupan data, kenormalan data antropometri dan proses pembuatan roti kompetitor.

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

Menganalisis alat penipisan yang diusulkan, membandingkan rancangan alat aktual dengan alat usulan, analisis tingkat keluhan muskuloskeletal, Membandingkan proses pembuatan industri roti kompetitor dengan usaha kecil menengah, untuk melihat kualitas pada produk akhir.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpuan yang diperoleh dari hasil penelitian ini antara lain adalah bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan roti sangat berpengaruh terhadap kualitas akhir. Alat penipisan adonan hanya dapat digunakan pada Cirasa Bakery.


(25)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

Cirasa Bakery merupakan usaha pembuatan roti yang didirikan pada tahun 1991 oleh bapak M. Ali yang juga merupakan pemilik usaha tersebut. Kemudian pada tahun 2000 Cirasa Bakery diserahkan kepada bapak M. Yusuf selaku anak dari bapak M.Ali, untuk melanjutkan usaha tersebut. Usaha ini mulai beroperasi di Jalan Seto No. 74 Medan dan sampai saat ini usaha ini masih berlokasi di tempat tersebut.

Usaha pembuatan roti ini menjadi pilihan karena pada awal tahun 1990 bapak M. Ali mengalami kebangkrutan dalam usaha grosir. Kemudian bapak M. Ali melihat peluang yang cukup besar untuk menjalankan usaha ini karena di daerah tempat tinggalnya memiliki jumlah penduduk yang padat. Terbukti pilihan usaha ini sangat tepat karena seiring berjalannya waktu jumlah permintaan terhadap produk yang dihasilkan terus meningkat dan kini usaha Cirasa Bakery semakin berkembang. Pada awalnya bapak M. Ali memulai usaha ini secara kecil-kecilan bersama keluarganya. Keahlian membuat roti ini di peroleh bapak M. Ali dengan mempelajarinya sendiri.


(26)

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

Cirasa Bakery merupakan usaha yang bergerak dalam pembuatan roti. Roti-roti yang diproduksi oleh perusahaan ini beraneka ragam rasa dan jenisnya, yaitu Roti-roti manis, roti tawar, roti melon, roti selai, roti srikaya, roti kacang ijo, roti mocca, roti kelapa, donat kolong, donat sate, donat tepung, keju coklat, keju salju, dan roti coklat. Sistem produksi berdasarkan make to order, yaitu memproduksi sesuai dengan pesanan pelanggan.

2.3. Organisasi dan Manajemen 2.3.1. Struktur Organisasi

Organisasi merupakan sekumpulan orang yang bekerja untuk mencapai suatu

tujuan yang sama dan diantara mereka diberikan pembagian tugas untuk pencapaian tujuan tersebut. Struktur organisasi merupakan gambaran skematis tentang hubungan-hubungan dan kerjasama diantara fungsi-fungsi, bagian-bagian yang menggerakkan organisasi untuk mencapai tujuan. Struktur ditentukan atau dipengaruhi oleh badan usaha, jenis usaha, besarnya usaha dan sistem produksi perusahaan tersebut.

Struktur organisasi yang digunakan pada Cirasa Bakery adalah struktur organisasi yang berbentuk garis. Organisasi garis (simple Organizations) adalah merupakan stuktur yang sederhana sekali yang dikesankan sebagai struktur yang tidak formal. Tipe ini umum dijumpai dalam perusahaan yang berskala kecil, dimana manager umumnya juga pemilik dari perusahaan itu sendiri. Disini semua keputusan baik yang bersifat strategis maupun operasional akan diambil sendirian oleh sang


(27)

manager (pemilik). Dalam bentuk organisasi seperti ini, tidak seorang bawahan pun yang mempunyai atasan lebih dari satu orang, jadi kesimpangsiuran perintah yang diterima oleh bawahan sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi.

Berikut Struktur organisasi pada usaha Cirasa Bakery dapat dilihat pada Gambar 2.1.

PEMIMPIN

PEKERJA

Gambar 2.1. Struktur Organisasi Cirasa Bakery

2.3.2. Tenaga Kerja dan Jam Kerja

Jumlah tenaga kerja di Cirasa bakery saat ini adalah 7 orang. yang terdiri dari 4 orang pekerja di bagian pembentukan, 1 orang bagian pemanggangan, 1 orang di bagian pengadonan dan 1 orang dibagian fermentasi. Masin-masing pekerja bertanggung jawab dengan stasiun kerjanya masing-masing.

Hari kerja di Cirasa Bakery sebanyak enam hari kerja, dari hari Senin hingga hari Sabtu. Jam kerja per hari dari pukul 08.00 WIB sampai 15.00 WIB dengan waktu istirahat selama satu jam yaitu dari pukul 12.00 WIB sampai 13.00 WIB.


(28)

2.3.3. Sistem Pengupahan

Sistem gaji karyawan adalah harian. Gaji pekerja diberikan perhari sebesar Rp. 20.000 karena para pekerja hanya bertanggungjawab pada satu pekerjaan saja dan proses produksi berjalan dengan cepat.

Dalam setiap organisasi, yang merupakan aktivitas yang bertanggung jawab, terkadang pimpinan usaha memberikan bonus apabila penjualan mereka melewati target serta memberikan tunjangan pada hari besar keagamaan (seperti THR).

2.4. Proses Produksi

Proses Produksi merupakan fungsi pokok untuk menciptakan nilai tambah produk yang merupakan output dari setiap organisasi industri. Proses produksi merupakan bagian yang sangat penting di dalam suatu perusahaan. Dimulai dari keinginan untuk dapat memproduksi suatu produk tertentu, proses produksi membantu perusahaan untuk menemukan teknik-teknik pengerjaan maupun pengolahan bahan yang efektif dan efisien untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan.

2.4.1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan untuk melancarkan kegiatan proses produksi roti pada Cirasa Bakery dapat dibagi atas tiga, yaitu bahan baku, bahan penolong dan bahan tambahan.


(29)

2.4.1.1. Bahan Baku

Bahan baku adalah bahan yang digunakan dalam pembuatan produk, ikut dalam proses produksi dan memiliki persentase yang besar dibandingkan bahan-bahan lainnya. Jadi bahan-bahan baku ini dapat juga disebut bahan-bahan utama. Adapun bahan-bahan baku yang digunakan oleh Cirasa Bakery adalah tepung terigu, gula, garam, dan mentega.

2.4.1.2. Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan yang digunakan untuk menyelesaikan suatu produk dan keberadaannya untuk memperlancar proses. Bahan penolong yang dipergunakan dalam proses produksi adalah air, pewarna makanan, minyak goreng.

2.4.1.3. Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan dan ditambahkan pada proses produksi untuk membantu meningkatkan kualitas produk. Bahan tambahan yang dipergunakan dalam proses produksi ini adalah wijen, kelapa, coklat dan pisang. Plastik digunakan dalam pengemasan produk.

2.4.2. Uraian Proses Produksi

Tahapan proses produksi yang dilakukan pada Cirasa Bakery adalah sebagai


(30)

1. Pengadonan

Proses pertama yang dilakukan adalah memasukkan bahan-bahan yang telah ditimbang takarannya, seperti tepung, mentega, garam, dan air ke dalam mesin pengadon untuk dicampur/diadon. Proses pencampuran ini berlangsung 30 menit.


(31)

2. Pemotongan

Proses selanjutnya adalah membawa adonan ke lokasi pemotongan untuk dipotong-potong. Biasanya dipotong dalam ukuran sedang yang bisa dilihat pada gambar, Tiap potongan adonan yang nantinya akan menjadi satu buah roti.

Gambar 2.3. Proses Pemotongan Adonan

3. Pembentukan

Tiap-tiap adonan yang telah dipotong ini selanjutnya ditipiskan dengan menggunakan rol. Proses selanjutnya adalah mengisi adonan yang telah dipres dengan isi yang diinginkan. Misalnya jika ingin membuat roti coklat maka diisi dengan coklat, jika ingin roti pisang diisi dengan potongan pisang dan lain-lain.


(32)

Agar tampilan roti nantinya lebih menarik bagi konsumen, setelah diberi isi dan digulung, roti tersebut perlu diberi bentuk dengan menggunakan cetakan yang sudah tersedia. Sesudah dibentuk adonan tersebut diletakkan dalam loyang, dimana dalam satu loyang dapat memuat 12 adonan. Sesudah semua adonan dibentuk dan diletakkan dalam loyang, semua loyang dibawa kedalam ruang fermentasi.

Gambar 2.4. Proses Pembentukan Adonan

4. Fermentasi

Di dalam ruang fermentasi ini, adonan-adonan yang tersusun dalam loyang diuapkan agar mengembang. Proses pengembangan ini berlangsung sekitar 2 jam. Perlu diketahui bahwa ruang fermentasi ini adalah sebuah ruang yang tidak


(33)

berventilasi. Pada saat fermentasi dilakukan, sebuah kompor (yang sedang memasak air mendidih dengan mulut panci terbuka) diletakkan di tengah ruangan.

Gambar 2.5. Proses Fermentasi

5. Pemanggangan

Setelah dilakukan fermentasi sekitar 2 jam, adonan-adonan ini sudah mengembang. Adonan ini selanjutnya dimasukkan ke dalam mesin pemanggang. Pemanggangan berlangsung sekitar 30 menit. Setelah pemanggangan selesai maka roti tersebut sudah siap untuk diambil oleh pedagang eceran untuk selanjutnya di pasarkan.


(34)

Gambar 2.6. Proses Pemanggangan

Adapun blok diagram proses pembuatan roti pada UK Cirasa Bakery dapat dilihat pada Gambar 2.7.


(35)

(36)

FLOW PROCESS CHART

Pekerjaan :

Peta :

Dipetakan Oleh :

Proses Pembuatan Roti Kelapa Sekarang Fasti Fitra S-1 O-1 T-1 S-2 T-2 S-3 T-3 S-4 T-4 S-5 T-6 S-6 T-9 Tepung terigu Mentega Ragi Air Minyak Kelapa T-5 O-2 T-7 O-3 O-4 O-5 T-10 O-6 T-11 O-7 T-12 S-7

Dibawa ke mesin pengadonan secara manual Dibawa ke mesin pengadona n secara manual Dibawa ke mesin pengadonan secara manual Dibawa ke mesin pengadonan secara manual

Dicampur di mesin pengadonan Dibawa ke stasiun pemotongan secara manual

Dipotong menggunakan lempengan seng Dibawa ke stasiun pembentukan secara manual Ditipiskan menggunakan alat

bantu penipisan adonan Diisi dengan bahan tambahan

kelapa Dibentuk menggunakan

tangan Dibawa ke stasiun fermentasi

secara manual

Di fermentasi

Dibawa ke stasiun pembakaran secara manua

Dibakar di mesin pembakaran Dibawa ke tempat

peyimpanan Disimpan di tempat

penyimpanan Dibawa ke stasiun pemotongan secara manual T-8 Dibawa ke stasiun pembentuka n secara manual

Dibawa ke stasiun pembentukan secara manual

Simbol Keterangan Jumlah Storage 7 Transportation 12 Operation 7 Inspection -Inspection Operation


(37)

Gambar 2.7. Flow Process Chart pembuatan Roti di Cirasa Bakery 2.4.3. Pengolahan Limbah

Setiap penyelenggaraan kegiatan industri hampir selalu menghasilkan limbah yang apabila tidak ditangani secara tepat akan menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan. Namun hal ini tidak terjadi pada proses pembuatan roti karena setiap bahan yang di gunakan akan habis terpakai.

2.4.4. Mesin dan Peralatan

Mesin dan peralatan merupakan alat-alat yang digunakan dalam kegiatan produksi. Mesin dan peralatan digunakan dari awal proses produksi sampai terbentuk produk yang siap untuk dipasarkan.

2.4.4.1. Mesin Produksi

Mesin yang digunakan di Cirasa Bakery untuk pembuatan roti sebagai berikut:

1. Mesin pengadon, berfungsi untuk mencampur bahan-bahan seperti tepung, gula, telur, kelapa, mentega, susu dan penyedap seperti garam, dengan air. Mesin ini berjumlah 1 buah.


(38)

2. Mesin pemanggang, berfungsi untuk memanggang adonan yang sudah dibentuk dan diberi isi. Loyang-loyang yang berisi adonan ini di masukkan pada mesin pemanggang ini secara manual. Jumlah mesin ini hanya 1 buah.

3. Mesin pemarut, berfungsi untuk memarut kelapa yang akan digunakan sebagai pengisi roti. Kelapa yang di parut ini digunakan sebagai bahan tambahan untuk menambah rasa roti.

2.4.4.2. Peralatan

Adapun peralatan yang digunakan untuk membantu dalam pembuatan roti ini adalah:

a. Ember (5 buah)

Ember berfungsi sebagai tempat air. b. Alat pemotong (3 buah)

Alat pemotong ini berfungsi untuk memotong adonan sesuai dengan ukuran yang sudah ditentukan.

c. Rol/alat penggiling (5 buah)

Alat ini berfungsi untuk menggiling atau mengepres adonan yang sudah dipotong. d. Alat pencetak (7 buah)

Alat ini berfungsi untuk memberi bentuk pada roti, agar nantinya roti lebih menarik dilihat oleh calon pembeli.

e. Loyang (300 buah)

Loyang berfungsi sebagai tempat adonan yang sudah dibentuk. f. Kompor (3 buah)

Alat ini berfungsi untuk memanggang roti dan untuk memanaskan air agar menghasilkan uap dalam proses pengembangan.


(39)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Ergonomi

Ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon yang berarti “kerja” dan

nomos yang berarti “hukum alam”. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai studi

tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan (Nurmianto, 2004)1. Ergonomi ialah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman dan nyaman (Sutalaksana dkk., 1979)2

Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah (Tarwaka, 2004) .

3

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

:

1

Eko Nurmianto, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya, edisi kedua, Guna Widya, Surabaya, 1998

2

Sutalaksana, I.Z., dkk. 1979. ”Teknik Tata Cara Kerja”. Bandung.

3

Tarwaka, Dkk. 2004. “Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas”. Surakarta : Uniba Press


(40)

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.

3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

Salah satu tujuan dari ergonomi adalah membuat suatu keadaan ataupun kegiatan menjadi efektif dan efisien yang hasil akhirnya agar dapat meningkatkan produktivitas. Produktivitas dapat dicapai bila ouput yang dihasilkan lebih besar. Dalam ergonomi, mengatasi keluhan MSDs pada pekerja pun merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas, oleh karena itu untuk mengurangi keluhan MSDs yang dirasakan pekerja, perlu diketahui terlebih dahulu sebab dan akibat ari keluhan MSDs tersebut.

3.2. Keluhan Musculoskeletal

Pekerja yang melakukan kegiatan berulang-ulang dalam satu siklus sangat rentan mengalami gangguan musculoskeletal. Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian–bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit (Tarwaka;2004)4

4

Tarwaka, Dkk. 2004. “Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas”. Surakarta : Uniba Press


(41)

beban statis secara berulang dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligemen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan Musculoskeletal disorsders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Apabila pekerjaan berulang tersebut dilakukan dengan cara yang nyaman, sehat dan sesuai dengan standar yang ergonomis, maka tidak akan menyebabkan gangguan muskuloskeletal dan semua pekerjaan akan berlangsung dengan efektif dan efisien.

Secara garis besar keluhan otot yang terjadi dapt dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan hilang apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.

Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah. Diantara keluhan otot skeletal tersebut, yang paling banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (low back pain = LBP).

Peter vi (2000) menjelaskan bahwa, terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadi keluhan musculoskeletal sebagai berikut.


(42)

1. Peregangan otot yang berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh para pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, menarik, mendorong dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karna pengerahan otot yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapt mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan keluhan.

2. Aktivitas berulang

Aktivitas berulang merupakan pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkut dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tenpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.

3. Sikap kerja tidak alamiah

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Semakin jauh posisi tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal.


(43)

Faktor penyebab sekunder ini adalah berupa tekanan langsung dari jaringan otot yang lunak atau getaran dengan frekwensi tinggi yang menyebabkan kontraksi otot bertambah.

Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik dengan resiko keluhan otot skeletal. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor subjektif seperti kinerja, motivasi, harapan dan toleransi kelelahan. Alat ukur yang digunakan dpat dilakukan dengan berbagai cara mulai metoda yang sederhana sampai menggunakan sistem komputer. Salah satu dari metode tersebut adalah melalui Standard Nordic Questionnaire.

3.3. Standard Nordic Questionnaire (SNQ)

Standard Nordic Questionnaire (SNQ) merupakan alat yang dapat mengetahui

bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari Tidak Sakit (TS), agak sakit (AS), Sakit (S) dan Sangat Sakit (SS). Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh seperti pada Gambar 3.1. maka dapat diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja (Tarwaka;2004)5

Cara ini merupakan cara yang cukup sederhana dan mengandung nilai subjektivitas yang tinggi. Untuk menekankan bias yang terjadi, maka sebaiknya pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas kerja. Cara ini

5

Tarwaka, Dkk. 2004. “Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas”. Surakarta : Uniba Press


(44)

dilakukan agar dapat diketahui perbedaan sebelum dan sesudah berkerja agar dapat diketahui perbandingannya.


(45)

Gambar 3.1. Standard Nordic Questionnaire (SNQ) 3.4. Antropometri

Istilah Antropometri berasal dari kata “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran. Antropometri dapat diartikan sebagai satu studi yang

KETERANGAN

NO JENIS KELUHAN

1 Sakit kaku di bagian leher bagian bawah 2 Sakit di bahu kiri

3 Sakit di bahu kanan 4 Sakit lengan atas kiri 5 Sakit di punggung 6 Sakit lengan atas kanan 7 Sakit pada pinggang 8 Sakit pada bokong 9 Sakit pada pantat 10 Sakit pada siku kiri 11 Sakit pada siku kanan

12 Sakit pada lengan bawah kiri 13 Sakit pada lengan bawah kanan 14 Sakit pada pergelangan tangan kiri 15 Sakit pada pergelangan tangan kanan 16 Sakit pada tangan kiri

17 Sakit pada tangan kanan 18 Sakit pada paha kiri 19 Sakit pada paha kanan 20 Sakit pada lutut kiri 21 Sakit pada lutut kanan 22 Sakit pada betis kiri 23 Sakit pada betis kanan

24 Sakit pada pergelangan kaki kiri 25 Sakit pada pergelangan kaki kanan 26 Sakit pada kaki kiri


(46)

berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia (Sritomo Wignjosoebroto, 1995)6

a) Umur

. Manusia pada umumnya memiliki bentuk, ukuran, berat dan lain-lain yang berbeda satu dengan lainnya. Data antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal :

- Perancangan areal kerja (work station, interior mobil, dan lain-lain)

- Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas, dan sebagainya. - Perancangan produk konsumtif seperti pakaian, kursi, meja, komputer, dan lain-lain. - Perancangan lingkungan kerja fisik.

Pada dasarnya peralatan kerja yang dibuat dengan mengambil referensi dimensi tubuh tertentu jarang sekali bisa mengakomodasikan seluruh range ukuran tubuh dari populasi yang akan memakainya. Kemampuan penyesuaian (adjustability) suatu produk merupakan satu prasyarat yang sangat penting dalam proses perancangan, terutama untuk produk yang berorientasi ekspor.

Beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh manusia dan seorang perancang produk harus memperhatikan faktor tersebut, yaitu :

6


(47)

Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar dengan bertambahnya umur sejak awal kelahiran sampai dengan umur sekitar 20 tahunan.

b) Jenis kelamin (Sex)

Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan dengan ukuran tubuh wanita, kecuali untuk beberapa ukuran tubuh tertentu seperti pinggul, dan sebagainya.

c) Suku/bangsa (Ethnic)

Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnik akan memiliki karekteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainnya.

d) Posisi tubuh (Posture)

Posisi tubuh standar harus diterapkan untuk survei pengukuran karena berpengaruh terhadap ukuran tubuh. Pengukuran posisi tubuh dapat dilakukan dengan dua cara pengukuran yaitu:

- Pengukuran dimensi struktur tubuh (Structural Body Dimension).

Posisi tubuh diukur dalam berbagai posisi standar dan tidak bergerak. Istilah lain dari pengukuran tubuh dengan cara ini dikenal dengan “Static

Anthropometry”. Ukuran diambil dengan persentil tertentu seperti 5-th, 50-th


(48)

- Pengukuran dimensi fungsional tubuh (Functional Body Dimensions).

Disini pengukuran dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat melakukan gerakan tertentu. Hal pokok yang ditekankan dalam pengukuran dimensi fungsional tubuh ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang nantinya berkaitan erat dengan gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan tertentu. Cara pengukuran semacam ini juga biasa disebut dengan “Dynamic Anthropometry”.

e) Cacat tubuh

Data antropometri diperlukan untuk perancangan produk bagi orang cacat seperti kursi roda, kaki/tangan palsu, dan lain-lain.

f) Tebal/tipisnya pakaian yang dipakai

Faktor iklim yang berbeda akan memberikan variansi yang berbeda pula dalam bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian. Dengan demikian dimensi tubuh orangpun akan berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain.

g) Kehamilan (Pregnancy)

Kondisi ini jelas akan mempengaruhi bentuk dan ukuran tubuh (khusus bagi perempuan). Hal tersebut jelas membutuhkan perhatian khusus terhadap produk yang dirancang bagi segmentasi ini.

Agar rancangan suatu produk dapat sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang akan mengoperasikannya, maka prinsip penggunaan data antropometri harus sesuai. Prinsip tersebut adalah (Sutalaksana, 1979) :


(49)

Rancangan produk dibuat agar dapat memenuhi dua sasaran produk, yaitu:

a. Dapat sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-rata.

b. Dapat digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari populasi yang ada).

Ukuran yang diaplikasikan agar memenuhi sasaran pokok tersebut yaitu :

- Dimensi minimum yang ditetapkan dari suatu rancangan produk umumnya didasarkan pada nilai persentil yang terbesar seperti 90-th, 95-th, atau 99-th. Contoh kasus ini dapat dilihat pada penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat, dan lain-lain.

- Dimensi maksimum yang ditetapkan diambil berdasarkan nilai persentil yang terendah, seperti 1-th, 5-th, atau 10-th dari distribusi data antropometri yang ada. Contohnya penetapan jarak jangkau dari suatu mekanisme kontrol yang harus dioperasikan oleh seorang pekerja.

2. Prinsip Perancangan Produk yang Dapat Dioperasikan Pada Rentang Ukuran Tertentu (Adjustable).

Rancangan dapat berubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang letaknya bisa digeser maju dan mundur, begitu juga dengan sandarannya bisa dirubah sudutnya sesuai dengan keinginan. Untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel hal semacam ini


(50)

umumnya mengaplikasikan data antropometri dalam rentang persentil 5-th s/d 95-th.

3. Prinsip Perancangan Produk dengan Ukuran Rata-rata.

Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia. Problem pokok yang dihadapi dalam hal ini adalah justru sedikit sekali mereka yang berada dalam ukuran rata-rata.

Berkaitan dengan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa saran/rekomendasi yang bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah sebagai berikut (Sanders dan Mc. Comick, 1987) :

a. Tetapkan anggota tubuh yang mana yang akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut.

b. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut, dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah mengunakan data static anthropometry atau dynamic anthropometry.

c. Tentukan apakah produk dirancang khusus untuk individu tertentu, untuk semua populasi, atau dilakukan pengambilan sampel dengan tujuan mewakili populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut.

d. Untuk perancangan fasilitas atau produk dengan target pemakainya adalah populasi, tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti misalnya apakah rancangan


(51)

tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, adjustable, ataukah ukuran rata-rata.

e. Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasi selanjutnya pilih/tetapkan nilai ukurannya apakah dilakukan pengukuran langsung terhadap dimensi tubuh tersebut atau ukurannya telah tersedia dan dapat diambil dari tabel data antropometri yang sesuai.

f. Jika data berasal dari sampel dan perancangan produk atau fasilitas kerja diaplikasikan untuk populasi atau tujuan perancangan untuk ukuran rata-rata, pilih persentil populasi yang harus diikuti; persentil 90-th, 95-th, 99-th ataukah nilai persentil yang lain yang dikehendaki.

g. Aplikasikan data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan, dan sebagainya.

Pengukuran antropometri pada posisi berdiri dan posisi duduk dapat dilihat pada Gambar 3.2. Nama dimensi tubuh untuk pengukuran antropometri dapat dilihat pada Tabel 3.2. (Eko Nurmianto ,1998).7

7


(52)

Gambar 3.2. Pengukuran Antropometri Posisi Berdiri dan Posisi Duduk

Tabel 3.1. Antropometri Posisi Berdiri dan Posisi Duduk

No. Nama Dimensi

1 Tinggi tubuh posisi berdiri tegak 2 Tinggi mata posisi berdiri tegak 3 Tinggi bahu posisi berdiri tegak

4 Tinggi siku posisi berdiri tegak (siku tegak lurus)

5 Tinggi kepalan tangan yang berjulur lepas posisi berdiri tegak 6 Tinggi tubuh posisi duduk

7 Tinggi mata posisi duduk 8 Tinggi bahu posisi duduk


(53)

9 Tinggi siku posisi duduk 10 Tebal atau lebar paha

Tabel 3.1. Antropometri Posisi Berdiri dan Posisi Duduk (lanjutan)

No. Nama Dimensi

11 Panjang paha diukur dari pantat sampai ujung lutut

12 Panjang paha diukur dari pantat sampai bagian belakang dari lutut/betis 13 Tinggi lutut diukur baik dalam posisi berdiri maupun duduk

14 Tinggi tubuh posisi duduk yang diukur dari lantai sampai paha 15 Lebar dari bahu

16 Lebar pinggul/pantat

17 Lebar dari dada (tidak tampak dalam gambar) 18 Lebar perut

19 Panjang siku diukur dari siku sampai ujung jari dalam posisi siku tegak lurus

20 Lebar kepala

21 Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai ujung jari 22 Lebar telapak tangan

23 Lebar tangan posisi tangan terbentang lebar ke samping kiri-kanan 24 Tinggi jangkauan tangan posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai

dengan telapak tangan yang terjangkau lurus keatas

25 Tinggi jangkauan tangan posisi duduk tegak (tidak ditunjukkan dalam gambar)

26 Jarak jangkauan tangan yang terjulur ke depan, diukur dari bahu sampai ujung jari tangan

3.4.1. Aplikasi Data Antropometri Dengan Menggunakan Persentil.

Data antropometri jelas diperlukan agar rancangan suatu produk bisa sesuai dengan orang yang akan mengoperasikannya. Ukuran tubuh yang diperlukan pada hakekatnya tidak sulit diperoleh dari pengukuran secara individual, seperti halnya yang dijumpai untuk produk yang dibuat berdasarkan pesanan (job order). Situasi menjadi berubah manakala lebih banyak lagi produk standar yang harus dibuat untuk dioperasikan oleh banyak orang. Mengingat ukuran individu yang bervariasi satu


(54)

dengan yang lainnya, maka perlu penetapan data antropometri yang sesuai dengan populasi yang menjadi target sasaran produk tersebut .

Permasalahan yang terdapat karena adanya variasi ukuran sebenarnya akan lebih mudah dipecahkan jika dapat merancang produk yang memiliki fleksibilitas dan adjustable dengan suatu rentang ukuran tertentu. Gambar 3.8 menjelaskan dalam anthropometi, angka 95 th akan menggambarkan ukuran tubuh manusia yang terbesar dan 5 th menggambarkan ukuran tubuh manusiayang terkecil (Sritomo 1995)8.

Gambar 3.3. Kurva Distribusi Normal dengan Data Anthropometri Persentil 95-th

Pada penetapan data antropometri ini, pemakaian distribusi normal akan umum diterapkan. Dalam statistik, distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan harga rata-rata (mean X ) dan simpangan standardnya (standard

deviation, σx) dari data yang ada. Dari nilai yang ada tersebut, maka persentil dapat

ditetapkan sesuai dengan tabel probabilitas distribusi normal.

8


(55)

Pemakaian nilai-nilai persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data antropometri dapat dijelaskan dalam Tabel 3.2 seperti berikut ini:

Tabel 3.2. Nilai Persentil dan Cara Perhitungannya dalam Distribusi Normal

Persentil Perhitungan

1-st X - 2,325 σx

2,5-th X - 1,96 σx

5-th X - 1,645 σx

10-th X - 1,28 σx

50-th X

90-th X + 1,28 σx

95-th X + 1,645 σx

97,5-th X + 1,96 σx

99-th X + 2,325 σx

Sumber: Sritomo Wignjosoebroto, ergonomi Studi Gerak dan Waktu

3.4.2. Pengolahan Data Anthropometri

Data mentah yang sudah didapatkan diuji terlebih dahulu dengan menggunakan metode statistik sederhana yaitu uji keseragaman data, uji kecukupan


(56)

data, dan uji kenormalan data. Hal tersebut dilakukan agar data yang diperoleh bersifat representatif, artinya data tersebut dapat mewakili populasi yang diharapkan.9 1. Uji Keseragaman Data

Kegunaan uji keseragaman data adalah untuk mengetahui homogenitas data. Dari uji keseragaman data dapat diketahui apakah data berasal dari satu populasi yang sama. Uji keseragaman data dilakukan melalui tahap-tahap perhitungan yaitu: a. Membagi data ke dalam suatu sub grup (kelas)

Penentuan jumlah sub grup dapat ditentukan dengan menggunakan rumus: k = 1 + 3 , 3 log N

dimana N = jumlah data.

b. Menghitung harga rata-rata dari harga rata-rata sub grup dengan :

Dimana k = jumlah subgrup yang terbentuk

i

X = harga rata-rata dari subgrup ke-i

c. Menghitung standar deviasi (SD), dengan:

Untuk sampel : Untuk populasi :

1 ) ( 2 − − =

n X Xi σ N X X

s =

i

2 ) (

9


(57)

dimana:

N = jumlah data amatan pendahuluan yang telah dilakukan Xi = data amatan yang didapat dari hasil pengukuran ke-i

d. Menghitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata sub grup dengan rumus:

Dimana n =ukuran rata-rata satu sub grup

e. Menentukan Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB) dengan rumus:

x Z X

BKA= +

σ

x Z X BKB= −

σ

Jika X min > BKB dan Xmax < BKA maka data seragam. Jika X min < BKB dan Xmax > BKA maka data tidak seragam. Nilai Z diperoleh dari tabel distribusi normal.

2. Uji Kecukupan Data

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data anthropometri yang telah diperoleh dari pengukuran sudah mencukupi atau belum. Uji ini dipengaruhi oleh:

a. Tingkat Ketelitian (dalam persen), yaitu penyimpangan maksimum dari hasil pengukuran terhadap nilai yang sebenarnya.


(58)

b. Tingkat Keyakinan (dalam persen), yaitu besarnya keyakinan/besarnya probabilitas bahwa data yang didapatkan terletak dalam tingkat ketelitian yang telah ditentukan.

Rumus uji kecukupan data:

2 1 2 1 1 2 / '                     −       =

= = = n i i n i i n i i

X

X

X

N s z N Keterangan:

N’ = jumlah pengukuran yang seharusnya dilakukan N = jumlah pengukuran yang sudah dilakukan

Z = diperoleh pada tabel normal untuk luasan sebesar tingkat keyakinan S = tingkat ketelitian

Jika N’ < N, maka data pengamatan cukup

Jika N’ > N, maka data pengamatan kurang, dan perlu tambahan data.

3. Uji Kenormalan Data

Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh telah memenuhi distribusi normal atau dapat didekati oleh distribusi normal. Uji kenormalan data dalam penelitian kali ini menggunakan SPSS 10 for windows. Alat uji yang digunakan disebut dengan uji Kolmogorov-Smirnov (uji K- S).


(59)

3.5. Uji Distribusi Normal dengan Kolmogorov - Smirnov Test10

Jadi sebenarnya uji Kolmogorov Smirnov adalah uji beda antara data yang diuji normalitasnya dengan data normal baku. Seperti pada uji beda biasa, jika signifikansi di bawah 0,05 berarti terdapat perbedaan yang signifikan, dan jika signifikansi di atas 0,05 maka tidak terjadi perbedaan yang signifikan. Penerapan pada uji Kolmogorov Smirnov adalah bahwa jika signifikansi di bawah 0,05 berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, berarti data tersebut tidak normal, jika signifikansi di atas 0,05 maka berarti tidak

Uji Kolmogorov Smirnov merupakan pengujian normalitas yang banyak digunakan. Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat yang lain, yang sering terjadi pada uji normalitas dengan menggunakan grafik. Data yang mempunyai distribusi yang normal merupakan salah satu syarat dilakukannya parametric-test. Untuk data yang tidak mempunyai distribusi normal tentu saja analisisnya menggunakan non parametric-test.

Untuk mengatasi subjaktivitas yang tinggi tersebut maka diciptakan model analisis untuk mengetahui normal tidaknya distribusi serangkaian data. Model analisis yang digunakan adalah tes Kolmogorov-Smirnov. Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov Smirnov adalah dengan membandingkan distribusi data (yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal baku. Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk Z-Score dan diasumsikan normal.

10

Andi Supangat, Statistika dalam Kajian Deskriptif, Inferensi dan Nonparametrik, Jakarta, Kencana, 2008, p.307-311


(60)

terdapat perbedaan yang signifikan antara data yang akan diuji dengan data normal baku artinya data yang kita uji normal tidak berbeda dengan normal baku.

Yang diperbandingkan dalam suatu uji Kolmogorov-Smirnov adalah distribusi frekuensi kumulatif hasil pengamatan dengan distribusi frekuensi kumulatif yang diharapkan (actual observed cumulative frequency dengan expected cumulative

frequency).

Langkah- langkah yang diperlukan dalam pengujian ini adalah:

1. Susun data dari hasil pengamatan mulai dari nilai pengamatan terkecil sampai nilai pengamatan terakhir.

2. Kemudian susunlah distribusi frekuensi kumulatif relatif dari nilai pengamatan tersebut, dan notasikanlah dengan Fa (X).

3. Hitunglah nilai Z dengan rumus:

σ

X X

Z = −

Dimana : Z = satuan baku pada distribusi normal X = nilai data

X = mean

σ = standar deviasi

4. Hitung distribusi frekuensi kumulatif teoritis (berdasarkan area kurva normal) dan notasikan dengan Fe (X).


(61)

6. Ambil angka selisih maksimum dan notasikan dengan D. D = Max Fa(X)-Fe(X)

7. Bandingkan nilai D yang diperoleh dengan Dα, maka kriteria pengambilan keputusannya adalah:

Ho diterima apabila D ≤ Dα ; Ho ditolak apabila D ≥ Dα Ho diterima artinya data berdistribusi normal.

3.6. Pengukuran Waktu 11

Pengukuran waktu kerja dengan jam henti (stop watch study) diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang-ulang atau

Pada dasarnya teknik-teknik pengukuran waktu kerja dibagi ke dalam dua bagian, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran waktu kerja secara langsung dapat dilakukan di tempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dilakukan. Dua metode yang termasuk pengukuran waktu secara langsung adalah metode jam henti (stop watch time study) dan sampling kerja (work sampling). Sampling kerja (work sampling) merupakan suatu prosedur pengukuran yang dilakukan pada waktu tertentu secara acak yang dikembangkan berdasarkan hukum probabilitas dimana pengamatan yang dilakukan menggunakan sampel yang diambil secara random. Pengambilan sampel dibenarkan karena adanya keterbatasan waktu, tenaga dan biaya yang tidak memungkinkan kita untuk melakukan pengamatan terhadap seluruh anggota populasi.

11


(62)

repetitif. Dari hasil pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan satu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini akan dipergunakan sebagai standard penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan yang sama seperti itu.

Satu hal yang penting dalam melaksanakan pengukuran kerja ini adalah bahwa semua pihak yang nantinya akan dipengaruhi oleh hasil studi atau waktu baku haruslah diinformasikan mengenai maksud dan tujuan dari studi, sehingga nantinya bisa tercapai kerja sama yang sebaik-baiknnya di dalam pelaksanaan pengukuran. Asumsi yang telah dinyatakan perlu sekali dibuat karena untuk berberapa kondisi secara nyata akan sulit untuk disamakan seperti halnya dengan tingkat kemampuan dan keterampilan dari pada pekerja.

3.6.1. Pengukuran Waktu dengan Stop Watch12

Pengukuran waktu dengan jam henti (stop watch) pertama kali diperkenalkan oleh Frederick W. Taylorsekitar abad 19 yang lalu. Metode ini terutama baik sekali diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang-ulang (repetitive). Dari hasil pengukuran maka akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini akan dipergunakan sebagai standar penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan yang sama seperti itu. Secara garis besar langkah-langkah untuk

12


(63)

pelaksanaan pengukuran waktu kerja dengan jam henti ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Defenisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan beritahukan maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih untuk diamati dan supervisor yang ada.

2. Catat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaaian pekerjaan, seperti

layout, karakteristik/spesifikasi mesin atau peralatan kerja lain yang digunakan dan

lain-lain.

3. Bagi operasi kerja dalam elemen-elemen kerja sedetail-detailnya tapi masih dalam batas-batas kemudahan untuk pengukuran waktunya.

4. Amati, ukur dan catat waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk menyelesaikan elemen-elemen kerja tersebut.

5. Tetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur dan dicatat. Teliti apakah jumlah siklus kerja yang dilaksanakan ini sudah memenuhi syarat atau tidak, uji pula keseragaman data yang diperoleh.

6. Tetapkan rate of performance dari operator saat melaksanakan aktivitas kerja yang diukur dan dicatat waktunya tersebut. Rate of performance ini ditetapkan untuk setiap elemen kerja yang ada dan hanya ditujukan untuk performance operator. Untuk elemen kerja yang secara penuh dilakukan oleh mesin maka performance dianggap normal (100%).

7. Sesuaikan waktu pengamatan berdasarkan performance yang ditunjukkan oleh operator tersebut sehingga akhirnya akan diperoleh waktu kerja normal.


(64)

8. Tetapkan waktu longgar (allowance time) guna memberikan fleksibilitas. Waktu longgar yang akan diberikan ini guna menghadapi kondisi-kondisi seperti kebutuhan-kebutuhan personil yanga bersifat pribadi, faktor kelelahan, keterlambatan material dan lain-lainnya.

9. Tetapkan waktu kerja baku (Standard Time) yaitu jumlah total antara waktu normal dan waktu longgar.

Berdasarkan lagkah-langkah di atas terlihat bahwa pengukuran waktu dengan jam henti ini merupakan cara pengukuran yang objektif karena di sini waktu ditetapkan berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak cuma sekedar diestimasi secara subjektif. Di sini juga akan berlaku asumsi-asumsi dasar sebagai berikut:

1. Metoda dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaan harus sama dan dibakukan terlebih dahulu sebelum kita mengaplikasikan waktu baku ini dengan pekerjaan yang serupa.

2. Operator harus memahami benar prosedur dan metoda pelaksanaan kerja sebelum dilakukan pengukuran kerja. Operator-operator yang akan dibebani dengan waktu baku ini diasumsikan memiliki tingkat keterampilan dan kemampuan yang sama dan sesuai untuk pekerjaan tersebut. Untuk ini persyaratan mutlak pada waktu memilih operator yang akan dianalisa waktu kerjanya benar-benar memiliki tingkat kemampuan yang rata-rata.

3. Kondisi lingkungan fisik pekerjaan juga relatif tidak jauh berbeda dengan kondisi fisik pada saat pengukuran kerja dilakukan.


(65)

4. Performance kerja mampu dikendalikan pada tingkat yang sesuai untuk seluruh

periode kerja yang ada.

3.6.2. Tahapan Penentuan Waktu Baku 3.6.2.1.Uji Keseragaman Data13

n X X n i i

= = 1

Kegunaan uji keseragaman data adalah untuk mengetahui homogenitas data. Dari uji keseragaman data dapat diketahui apakah data berasal dari satu populasi yang sama. Uji keseragaman data dilakukan melalui tahap-tahap perhitungan yaitu:

a. Lakukan pengukuran waktu dalam beberapa hari dimana data waktu yang berasal dari hari yang sama dikelompokkan ke dalam subgroup yang sama.

b. Menghitung harga rata-rata dari harga rata-rata sub grup dengan :

Dimana n = jumlah subgrup yang terbentuk

i

X = harga rata-rata dari subgrup ke-i

c. Menghitung standar deviasi (SD), dengan:

Untuk sampel : Untuk populasi :

1 ) ( 2 − − =

n X Xi σ N X X

s =

i

2 ) ( dimana: 13


(66)

N = jumlah data amatan pendahuluan yang telah dilakukan Xi = data amatan yang didapat dari hasil pengukuran ke-i

d. Menghitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata sub grup dengan rumus:

Dimana n = jumlah subgroup

a. Menentukan Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB) dengan rumus:

X

Z X

BKA= + σ

X

Z X

BKB= − σ

Dimana Z diperoleh dari tabel distribusi normal untuk luas sebesar tingkat keyakinan.

3.6.2.2.Uji Kecukupan Data

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data waktu yang telah diperoleh dari pengukuran sudah mencukupi atau belum. Uji ini dipengaruhi oleh:

a. Tingkat Ketelitian (dalam persen), yaitu penyimpangan maksimum dari hasil pengukuran terhadap nilai yang sebenarnya.

b. Tingkat Keyakinan (dalam persen), yaitu besarnya keyakinan/besarnya probabilitas bahwa data yang didapatkan terletak dalam tingkat ketelitian yang telah ditentukan.


(67)

Rumus uji kecukupan data: 2 1 2 1 1 2 '                     −       =

= = = n i i n i i n i i X X X N s z N Keterangan:

N’ = jumlah pengukuran yang seharusnya dilakukan N = jumlah pengukuran yang sudah dilakukan Jika N’ < N, maka data pengamatan cukup

Jika N’ > N, maka data pengamatan kurang, dan perlu tambahan data.

3.6.2.3.Penentuam Waktu Standar

Sebelum menentukan waktu standar, terlebih dahulu ditentukan waktu longgar (allowance). Waktu longgar (allowance) yang dibutuhkan akan bisa diklasifikasikan menjadi personal allowance, fatique allowance dan delay allowance. 1. Kelonggaran Waktu Untuk Kebutuhan Pribadi

Untuk pekerjaan-pekerjaan yang relatif ringan, dimana operator bekerja selama 8 jam per hari tanpa jam istirahat yang resmi sekitar 2 sampai 5 % (atau 10 sampai 24 menit) akan dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan yang bersifat personil. 2. Kelonggaran Waktu Untuk Melepaskan Lelah

Kelelahan fisik manusia bisa disebabkan oleh beberapa penyebab diantaranya adalah kerja yang membutuhkan fikiran banyak (lelah mental) dan lelah fisik. Di


(68)

sini waktu yang dibutuhkan untuk keperluan istirahat akan sangat tergantung pada individu yang bersangkutan, interval waktu dari siklus kerja dimana pekerja akan memikul beban kerja secara penuh, kondisi lingkungan fisik pekerjaan dan factor-faktor lainnya. Barangkali yang paling umum dilakukan adalah memberikan satu kali periode istirahat pada pagi hari dan sekali lagi pada saat siang menjelang sore hari lama waktu periode yang diberikan berkisar 5 samapai 15 menit.

3. Kelonggaran Waktu Karena Keterlambatan-Keterlambatan

4. Keterlambatan bisa disebabkan oleh faktor-faktor yang sulit untuk dihindarkan, tetapi bisa juga disebabkan oleh beberapa faktor yang sebenarnya masih bisa untuk dihindari.

Dengan demikian waktu baku dapat diperoleh dengan mengaplikasikan rumus:

Waktu Standar

% %

100

% 100

Allowance x

Normal Waktu

− =

3.7. Perancangan Produk

Bila dilihat dalam skema sistem produksi, berdasarkan sistem input dan output, maka sistem produksi memiliki beberapa karakteristik berikut :

1. Mempunyai komponen-komponen yang saling berkaitan satu sama lain dan membentuk satu-kesatuan yang utuh. Hal ini berkaitan dengan komponen struktural yang membangun Sistem Produksi itu.


(69)

2. Mempunyai tujuan yang mendasari keberadaannya, yaitu menghasilkan produk (barang dan/atau jasa) yang berkualitas yang dapat dijual dengan harga kompetitif di pasar.

3.Mempunyai aktivitas, berupa proses transformasi nilai tambah input menjadi output secara efektif dan efisien.

4.Mempunyai mekanisme yang mengendalikan pengoperasiannya, berupa optimasi pengalokasian sumber-sumber daya.

Output dari proses dalam sistem produksi dapat berbentuk barang dan/atau

jasa, yang dalam hal ini disebut produk. Pengukuran karakteristik output seyogianya mengacu kepada kebutuhan atau keinginan pelanggan dalam pasar yang amat sangat kompetitif sekarang ini.

Perancangan atau pengembangan produk dibutuhkan oleh produsen dalam rangka mempertahankan atau meningkatkan pangsa pasar dengan cara mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan konsumen akan manfaat produk, mendesainnya sampai ke tingkat perencanaan pembuatan produk tersebut. Hal ini berkaitan erat pula dengan siklus hidup produk tersebut. Perancangan yang baik akan menghasilkan produk unggulan yang sesuai dengan keinginan atau kebutuhan customer. Karenanya perancangan yang baik membutuhkan input dari berbagai sisi dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu.

Proses perancangan sangat mempengaruhi produk, sedikitnya dalam tiga hal, yaitu biaya pembuatan produk, kualitas produk dan waktu penyelesaian produk mulai


(70)

dari diterimanya kebutuhan akan suatu produk sampai produk tersebut dapat dipasarkan.

Pengaruh tersebut adalah akibat keputusan-keputusan yang diambil pada proses perancangan, seperti produk dan komponen-komponennya yang mudah dibuat karena itu hanya memerlukan mesin perkakas yang sederhana dan murah, dibuat dari material yang murah tetapi kuat, produk yang mudah dirakit dan dirawat, pemilihan komponen jadi yang dibeli dari pihak lain yang tepat dan murah, pemilihan teknologi yang tersedia, dan lain-lain. Khusus untuk dua hal yang terakhir, yaitu pemilihan komponen jadi yang harus dibeli dari pihak lain dan pemilihan teknologi yang tersedia adalah hal yang sangat krusial, untuk kasus perancangan di Indonesia. Jangan sampai perancangan produk dikuasai oleh perancang asing, sebab mereka dapat mengambil keputusan dalam dua hal tersebut sedemikian rupa sehingga Indonesia tidak dapat ikut dalam partisipasi dalam realisasi pembuatan produk, karena tidak bisa membuat komponen jadi yang diperlukan dan karena tidak mempunyai teknologi yang diperlukan.

Dalam hal disain produk, bila di lihat dari sisi pemakainya yang langsung, barangkali dapat dibagi peran ergonomi ini ke dalam dua kelompok, yaitu :

a. Dari sisi operator (perakit)

Pada saat suatu produk sedang berada pada tahap-tahap pembuatannya, komponen-komponen atau produk setengah jadinya mungkin (hampir) sama persis. Dalam hal ini, waktu perakitannya mungkin berbeda-beda pula akibat cara kerja dan urutan kerja yang berbeda di dalam tahap perakitan produk tersebut. Dengan bantuan


(71)

ergonomi (atau secara lebih luas dengan methods engineering) mungkin dapat disederhanakan dan didisain bentuk-bentuk (komponen) yang lebih mudah, lebih aman, dan lebih cepat dibuat/dirakit.

b. Dari sisi konsumen produk jadi

Para ahli manajemen pemasaran sering mengemukakan bahwa ada hal-hal yang berada dalam pengendalian perusahaan yang sangat berperan dalam keberhasilan memasarkan suatu produk, yang disebut sebagai bauran pemasaran 4P (product,

price, place, promotion)

3.8. Konsep Umum Produktivitas Kerja14

14

Tarwaka.dkk, Ergonomi Untuk keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas, Uniba Press, Surakarta, 2004

Produktivitas pada dasarnya merupakan sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari ini dikerjakan untuk kebaikan hari esok. Pengertian lain dari produktivitas adalah suatu konsep universal yang menciptakan lebih banyak barang dan jasa bagi kebutuhan manusia, dengan menggunakan sumber daya serba terbatas. Untuk mencapai tingkat produktivitas yang optimal, maka perlu dilakukan melalui pendekatan multidisipliner yang melibatkan semua usaha, kecakapan, keahlian, modal, teknologi, manajemen, informasi dan sumber-sumber daya lain secara terpadu untuk melakukan perbaikan dalam upaya peningkatan kualitas hidup manusia.

Konsep umum dari produktivitas adalah suatu perbandingan antara keluaran dan masukan per satuan waktu. Produktivitas dapat dikatakan meningkat apabila :


(72)

1. Jumlah produksi/keluaran meningkat dengan jumlah masukan sumber daya yang sama.

2. Jumlah produksi/keluaran sama atau meningkat dengan jumlah masukan sumber daya lebih kecil.

3. Produksi bertambah dengan pemakaian sumber daya yang lebih kecil.

4. Produksi/keluaran meningkat diperoleh dengan penambahan sumber daya yang relatif kecil.

Konsep tersebut tentunya dapat dipakai di dalam menghitung produktivitas disemua sektor kegiatan. Menurut Manuaba (1992) peningkatan produktivitas dapat dicapai dengan menekan sekecil-kecilnya segala macam biaya termasuk dalam memanfaatkan sumber daya manusia dan meningkatkan keluaran sebesar-besarnya. Dengan kata lain bahwa produktivitas merupakan pencerminan dari tingkat efisiensi dan efektifitas kerja secara total.

3.8.1. Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja15

15

Tarwaka.dkk, Ergonomi Untuk keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas, Uniba Press, Surakarta, 2004

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas kerja. Soedirman (1986) dan Tarwaka (1991) merinci factor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja secara umum:


(73)

1. Motivasi. Motivasi merupakan kekuatan atau motor pendorong kegiatan seseorang kearah tujuan tertentu dan melibatkan segala kemampuan yang dimiliki untuk mencapainya.

2. Kedisiplinan. Disiplin merupakan sikap mental yang tercermin dalam perbuatan tingah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan, ketentuan, etika, norma dan kaidah yang berlaku. 3. Etos Kerja. Etos kerja merupakan salah satu faktor penentu produktivitas, karena

etos kerja merupakan pandangan untuk menilai sejauh mana melakukan suatu pekerjaan dan terus berupaya untuk mencapai hasil yang terbaik dalam setiap pekerjaan yang dilakukan.

4. Keterampilan. Faktor keterampilan baik keterampilan teknis maupun manejerial sangat menentukan tingat pencapaian produktivitas. Dengan demikian setiap individu selalu dituntut untuk terampil dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dalam teknologi mutakhir.

5. Pendidikan. Tingkat pendidikan harus selalu dikembangkan baik melalui jalur pendidikan formal maupun informal. Karena setiap penggunaan teknologi hanya akan dapat kita kuasai dengan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang handal.

Di samping faktor tersebut diatas, Manuaba (1992) mengemukakan bahwa faktor alat, cara dan lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap produktivitas.


(74)

3.9. Teori Kelelahan

Semua jenis pekerjaan akan menghasilkan kelelahan kerja. Lelah bagi setiap orang akan mempunyai arti tersendiri dan bersifat subyektif. Lelah merupakan suatu perasaan.

Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja, yang dapat disebabkan oleh :

1. Kelelahan yang sumber utamanya adalah mata (kelelahan visual) 2. Kelelahan fisik umum

3. Kelelahan syaraf

4. Kelelahan oleh lingkungan yang monoton

5. Kelelahan oleh lingkungan kronis terus-menerus sebagai faktor secara Menetap Menurut Eko Nurmianto (2003: 264), kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerjaakan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri. Pembebanan otot secara statispun (static muscular loading) jika dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan RSI (Repetition Strain Injuries), yaitu nyeri otot, tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive). Selain itu karakteristik kelelahan akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan, sedangkan menurunnya rasa lelah (recovery) adalah didapat dengan memberikan istirahat yang cukup.

Kelelahan berbeda dengan kejemuan, sekalipun kejemuan adalah suatu faktor dari kelelahan (Suma’mur PK, 1999: 68). Menurut Tarwaka, dkk (2004:107)


(75)

kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan setelah istirahat.Kelelahan (fatigue) merupakan suatu perasan yang subyektif. Kelelahan adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja (AM.Sugeng Budiono, 2003: 82). Jadi dapat disimpulkan bahwa kelelahan kerja bisa menyebabkan penurunan kinerja yang dapat berakibat pada peningkatan kesalahan kerja dan kecelakaan kerja.

3.9.1. Jenis Kelelahan

Kelelahan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu berdasarkan proses, waktu, dan penyebab terjadinya kelelahan.

1. Kelelahan otot (muscular fatigue)

Kelelahan otot menurut Suma’mur PK (1999: 190) adalah tremor pada otot atau perasaan nyeri yang terdapat pada otot. Hasil percobaan yang dilakukan para peneliti pada otot mamalia, menunjukkan kinerja otot berkurang dengan meningkatnya ketegangan otot sehingga stimulasi tidak lagi menghasilkan respon tertentu. Manusiapun menunjukkan respon yang sama dengan proses yang terjadi pada percobaan diatas. Irama kontraksi otot akan terjadi setelah melalui suatu periode aktivitas secara terus menerus. Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu waktu tertentu disebut kelelahan otot secara fisiologis, dan gejala yang ditunjukkan tidak hanya berupa berkurangnya


(76)

tekanan fisik namun juga pada makin rendahnya gerakan (AM.Sugeng Budiono, 2003: 87).

2. Kelelahan Umum

Pendapat Grandjean (1993) yang dikutip oleh Tarwaka, dkk (2004: 107), biasanya kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja, yang sebabnya adalah pekerjaan yang monoton, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, Sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi. Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subyektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila beban kerja melebihi 30-40% dari tenaga aerobik. Pengaruh-pengaruh ini seperti berkumpul didalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah (Suma’mur PK, 1996:190).

Menurut AM. Sugeng Budiono (2003: 83), gejala umum kelelahan adalah suatu perasaan letih yang luar biasa dan terasa aneh. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan terebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa mengantuk.

3. Kelelahan akut, yaitu disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh organ tubuh secara berlebihan dan datangnya secara tiba-tiba.

4. Kelelahan kronis merupakan kelelahan yang terjadi sepanjang hari dalam jangka waktu yang lama dan kadang-kadang terjadi sebelum melakukan pekerjaan, seperti perasaan “kebencian” yang bersumber dari terganggunya emosi. Selain itu


(1)

De scri ptive Statistics

7 26,80 29,80 27,7429 1,05808

7 TS D

Valid N (lis twis e)

N Minimum Maximum Mean St d. Deviat ion

One-S am ple Kolm ogorov-Sm irnov Test

7 27,7429 1,05808 ,190 ,190 -,186 ,503 ,962 N

Mean

St d. Deviation Normal Parametersa,b

Absolute Positive Negative Most E xtreme

Differences

Kolmogorov-Smirnov Z As ymp. Sig. (2-tailed)

TS D

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.

L 3. Nilai Kritis Uji Kolmogorov-Smirnov

n ฀ = 0,20 ฀ = 0,10 ฀ = 0,05 ฀ = 0,02 ฀ = 0,01 1 0,900 0,950 0,975 0,990 0,995 2 0,684 0,776 0,842 0,900 0,929 3 0,565 0,636 0,708 0,785 0,829 4 0,493 0,565 0,624 0,689 0,734 5 0,447 0,509 0,563 0,627 0,669 6 0,410 0,468 0,519 0,577 0,617 7 0,381 0,436 0,483 0,538 0,576 8 0,359 0,410 0,454 0,507 0,542 9 0,339 0,387 0,430 0,480 0,513 10 0,323 0,369 0,409 0,457 0,486 11 0,308 0,352 0,391 0,437 0,468 12 0,296 0,338 0,375 0,419 0,449 13 0,285 0,325 0,361 0,404 0,432 14 0,275 0,314 0,349 0,390 0,418 15 0,266 0,304 0,338 0,377 0,404 16 0,258 0,295 0,327 0,366 0,392 17 0,250 0,286 0,318 0,355 0,381 18 0,244 0,279 0,309 0,346 0,371 19 0,237 0,271 0,301 0,337 0,361


(2)

20 0,232 0,265 0,294 0,329 0,352 21 0,226 0,259 0,287 0,321 0,344 22 0,221 0,253 0,281 0,314 0,337 23 0,216 0,247 0,275 0,307 0,330 24 0,212 0,242 0,269 0,301 0,323 25 0,208 0,238 0,264 0,295 0,317 26 0,204 0,233 0,259 0,290 0,311 27 0,200 0,229 0,254 0,284 0,305 28 0,197 0,225 0,250 0,279 0,300 29 0,193 0,221 0,246 0,275 0,295 30 0,190 0,218 0,242 0,270 0,290 35 0,177 0,202 0,224 0,251 0,269 40 0,165 0,189 0,210 0,235 0,252 45 0,156 0,179 0,198 0,222 0,238 50 0,148 0,170 0,188 0,211 0,226 55 0,142 0,162 0,180 0,201 0,216 60 0,136 0,155 0,172 0,193 0,207 65 0,131 0,149 0,166 0,185 0,199 70 0,126 0,144 0,160 0,179 0,192 75 0,122 0,139 0,154 0,173 0,185

80 0,118 0,135 0,150 0,167 0,179 85 0,114 0,131 0,145 0,162 0,174 90 0,111 0,127 0,141 0,158 0,169 95 0,108 0,124 0,137 0,154 0,165 100 0,106 0,121 0,134 0,150 0,161 Pendekatan 1,07/√n 1,22/√n 1,36/√n 1,52/√n 1,63/√n


(3)

Lampiran 4. Tabel Besarnya Kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh

Faktor

Contoh pekerjaan

Kelonggaran ( % )

A. Tenaga yang dikeluarkan 1. Dapat diabaikan 2. Sangat ringan 3. Ringan 4. Sedang 5. Berat

6. Sangat berat 7. Luar biasa berat

Bekerja dimeja, duduk Bekerja dimeja, berdiri Menyekop, ringan Mencangkul

Mengayun palu yang berat Memanggul beban

Memanggul karung berat

Ekivalen beban Tanpa beban 0,00-2,25 Kg 2,25-9,00 9,00-18,00 19,00-27,00 27,00-50,00 diatas 50 Kg

Pria 0,0-6,0 6,0-7,5 7,5-12,0 12,0-19,0 19,0-30,0 30,0-50,0 Wanita 0,0-6,0 6,0-7,5 7,5-16,0 16,0-30,0

B. Sikap kerja 1. Duduk

2. Berdiri diatas dua kaki 3. Berdiri diatas satu kaki 4. Berbaring

5. Membungkuk

Bekerja duduk, ringan

Badan tegak, ditumpu dua kaki Satu kaki mengerjakan alat kontrol

Pada bagian sisi, belakang atau depan badan Badan dibungkukkan bertumpu pada kedua kaki

0,00-1,0 1,0-2,5 2,5-4,0 2,5-4,0 4,0-10 C. Gerakan kerja

1. Normal 2. Agak terbatas 3. Sulit

4. Pada anggota-anggota badan terbatas

5. Seluruh anggota badan terbatas

Ayunan bebas dari palu Ayunan terbatas dari palu

Membawa beban berat dengan satu tangan Bekerja dengan tangan diatas kepala

Bekerja dilorong pertambangan yang sempit

0 0-5 0-5 5-10 10-5


(4)

Tabel Besarnya kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh (lanjutan)

D. Kelelahan mata *)

1. Pandangan yang terputus-putus 2. Pandangan yang hampir terus

menerus

3. Pandangan terus menerus dengan fokus berubah-ubah

4. Pandangan terus menerus dengan fokus tetap

Membawa alat ukur

Pekerjaan-pekerjaan yang teliti Memeriksa cacat-cacat pada kain Pemeriksaan sangat teliti

Pencahayaan baik 0,0-6,0 6,0-7,5 7,5-12,0 12,0-19,0 19,0-30,0 30,0-50,0 Buruk 0,0-6,0 6,0-7,5 7,5-16,0 16,0-30,0

E. Keadaan temperatur tempat kerja**) 1. Beku

2. Rendah 3. Sedang 4. Normal 5. Tinggi 6. Sangat tinggi

Temperatur ( OC ) Dibawah 0 0-13 13-22 22-28 28-38 diatas 38 Kelembaban normal Diatas 10 10-0 5-0 0-5 5-40 diatas 40 Berlebihan Diatas 12 12-5 8-0 0-8 8-100 diatas 100 F. Keadaan atmosfer***)

1. Baik 2. Cukup 3. Kurang Baik 4. Buruk

Ruang yang berventilasi baik,udara segar

Ventilasi kurang baik, ada bau-bauan (tidak berbahaya) Adanya debu-debu beracun, atau tidak beracun tetapi banyak Adanya bau-bauan berbahaya yang mengharuskan

menggunakan alat-alat pernafasan

0 0-5 5-10 10-20


(5)

Tabel Besarnya kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh (lanjutan)

G. Keadaan lingkungan yang baik

1. Bersih, sehat, cerah dengan kebisingan rendah 2. Siklus kerja berulang-ulang antara 5-10 detik 3. Siklus kerja berulang-ulang antara 0-5 detik 4. Sangat bising

5. Jika factor-faktor yang berpengaruh dapat menurunkan kwalitas 6. Terasa adanya getaran lantai

7. Keadaan yang luar biasa (bunyi, kebersihan, dll)

0 0-1 1-3 0-5 0-5 5-10 5-15 *) Kontras antara warna hendaknya diperhatikan

**) Tergantung juga pada keadaan ventilasi

***) Dipengaruhi juga oleh ketinggian tempat kerja dari permukaan laut dan keadaan iklim Catatan pelengkap : Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi bagi : Pria = 0-2,5%


(6)