Rancangan Fasilitas Kerja Akibat Panas Untuk Meningkatkan Produktivitas Di Pabrik Tahu

(1)

RANCANGAN FASILITAS KERJA AKIBAT PANAS

UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS

DI PABRIK TAHU

TUGAS SARJANA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

William

NIM. 070403095

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini dengan baik.

Tugas Sarjana ini berjudul “Rancangan Fasilitas Kerja Akibat Panas

Untuk Meningkatkan Produktivitas di Pabrik Tahu. Tugas Sarjana ini

merupakan sarana bagi penulis untuk melakukan studi terhadap salah satu permasalahan nyata dalam perusahaan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Sarjana ini belum sepenuhnya sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan Tugas Sarjana ini. Akhir kata, penulis berharap agar Tugas Sarjana ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Medan, September 2011


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penulisan Tugas Sarjana ini, penulis telah mendapatkan bimbingan dan dukungan yang besar dari berbagai pihak, baik berupa materi, spiritual, informasi maupun administrasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT, selaku Ketua Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Ukurta Tarigan, MT, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Poerwanto, M.Sc, selaku Dosen Pembimbing I atas bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

4. Ibu Dr. Eng. Ir. Listiani Nurul Huda, MT, selaku Dosen Pembimbing II sebagai dosen pembimbing yang paling banyak memberikan masukan dan arahan dalam penyusunan Tugas Sarjana ini. Terima kasih juga kepada Ibu yang telah berbagi cerita tentang pengalaman semasa di Jepang yang membuat penulis menjadi termotivasi.

5. Ibu Ir. Elisabeth Ginting, MSi, selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan banyak masukan-masukan positif dalam penyelesaian laporan Tugas Sarjana ini.


(7)

6. Bapak Buchari, ST, M.Kes selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan banyak masukan-masukan positif dalam penyelesaian laporan Tugas Sarjana ini.

7. Ibu Tuti Sarma Sinaga, ST, MT selaku Dosen Penguji III yang telah memberikan banyak masukan-masukan positif dalam penyelesaian laporan Tugas Sarjana ini.

8. Bapak Ponimin selaku Pimpinan UD. Ponimin yang memberikan izin melakukan penelitian ini.

9. Orang tua dan Adik tersayang (Theresia) yang telah memberikan dukungan sepenuhnya kepada penulis baik doa, moral maupun materi dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

10.Semua teman angkatan 2006 dan 2007 di Departemen Teknik Industri USU yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis.

11.Rekan seperjuangan penyelesaian Tugas Sarjana, Fahri Zulmy dan Eveleen. 12.Ketua Laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja, Ir. Dini

Wahyuni, MT dan teman-teman serekan kerja di Laboratorium (Bang Andi, Bang Zuhri, Irwan, Nanda, Eka, Ajeng, Ira, Kristoffel, Marta, Clara, Silvia, Suriadi, Uci, Hasianna, Vachiona, Poppy, dan Donny) yang mendukung penulis dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

13.Sahabat penulis, Jimmi Yapper, Endy, Yessi, Reny, Liske, Lany, Lisabella, Juliana, Fensi, Suhartono, Anni. ST, Susanto, Anton, Hendro Jensen, Steven Yawin, Jose, Meity, Tommy. ST, Willy, Thahar. ST, Aidil, Jurista, Andri, Aulia, Firdaus, Gudiman, Lukman, Bang Habib, dan lain-lain.


(8)

14.Bang Nurmansyah, Bang Mijo, Kak Dina, Kak Ani, dan Bang Ridho atas bantuan dan tenaga yang telah diberikan dalam memperlancar penyelesaian Tugas Sarjana ini.

Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaian laporan ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua

Medan, September 2011


(9)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

I PENDAHULUAN ... I-1

1.1. Latar Belakang Permasalahan ... I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-3 1.3. Tujuan Penelitian ... I-3 1.4. Manfaat Penelitian ... I-4 1.5. Batasan dan Asumsi Masalah ... I-4 1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir ... I-5

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1

2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-2 2.3. Lokasi Perusahaan ... II-2 2.4. Daerah Pemasaran ... II-2


(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

2.5. Organisasi dan Manajemen ... II-3 2.5.1. Struktur Organisasi ... II-3 2.5.2. Uraian dan Tanggung Jawab ... II-3 2.5.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-5 2.5.3.1. Jumlah Tenaga Kerja ... II-5 2.5.3.2. Jam Kerja ... II-5 2.5.4. Sistem Pengupahan ... II-5 2.6. Proses Produksi ... II-5 2.6.1. Standar Mutu Produk ... II-6 2.6.2. Bahan yang Digunakan ... II-6 2.6.2.1. Bahan Baku... II-6 2.6.2.2. Bahan Penolong ... II-7 2.6.2.3. Bahan Tambahan ... II-7 2.6.3. Uraian Proses Produksi ... II-8 2.7. Mesin dan Peralatan ... II-10 2.7.1. Mesin Produksi ... II-10 2.7.2. Peralatan (Equipment) ... II-10

III LANDASAN TEORI ... III-1

3.1. Lingkungan Termal Manusia ... III-1 3.1.1. Suhu Radiasi ... III-2 3.1.2. Suhu Udara (T) ... III-3


(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.1.3. Kecepatan Udara (v) ... III-4 3.1.4. Kelembaban (RH) ... III-5 3.2. Keseimbangan Panas ... III-6 3.3. Keseimbangan Panas dalam Tubuh Manusia ... III-10 3.3.1. Metabolisme Tubuh Manusia (Metabolic Rate) ... III-11 3.3.2. Luas Permukaan Tubuh (Body Surface Area) ... III-12 3.3.3. Perpindahan Panas dari Tubuh ke Kulit ... III-13 3.3.4. A Simple Clothing Model ... III-13 3.4. Kenyamanan Termal ... III-16 3.5. Parameter Tekanan Panas ... III-17 3.6. Effective Temperature (ET) ... III-19 3.7. Pengendalian Lingkungan Kerja Panas ... III-21 3.8. Pengaruh Fisiologis Akibat Tekanan Panas ... III-23 3.9. Psychrometric dan Psychrometric Chart ... III-25 3.10. Jenis Alat Ukur ... III-36

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1

4.1. Objek dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Sifat Penelitian ... IV-1


(12)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

4.3. Subjek Penelitian ... IV-1 4.4. Kerangka Konseptual ... IV-2 4.5. Tahapan Penelitian ... IV-2 4.6. Penentuan Variabel Penelitian ... IV-4 4.7. Definisi Operasional ... IV-5 4.8. Instrumen Penelitian ... IV-6 4.9. Metode Pengumpulan Data ... IV-12 4.10. Instalasi Peralatan Pengukuran di Lantai Produksi ... IV-12 4.11. Metode Pengolahan Data ... IV-14 4.12. Analisis Pemecahan Masalah ... IV-15 4.13. Kesimpulan dan Saran ... IV-15

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1

5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Pengumpulan Data Ketinggian Terhadap Suhu

Lantai Produksi ... V-1 5.1.2. Pengumpulan Data Kecepatan Angin ... V-3 5.1.3. Pengumpulan Data Kelembaban ... V-4 5.1.4. Pengumpulan Data Suhu Basah, Suhu Kering, dan

Suhu Globe ... V-5 5.1.5. Pengumpulan Data Pribadi Operator ... V-6 5.1.6. Pengumpulan Data Denyut Nadi Operator ... V-6


(13)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.1.7. Data Suhu Tubuh Operator ... V-7 5.1.8. Thermal Insulation Clo (IClo) Operator ... V-8

5.1.9. Data Sensasi Termal dan Preferensi Termal ... V-9 5.1.10. Data Sensasi Aliran Udara dan Preferensi Aliran

Udara ... V-10 5.1.11. Data Kondisi Termal dan Efek Lingkungan Kerja .. V-11 5.1.12. Data Kelelahan Tangan, Kelelahan Bahu, Kelelahan

Punggung, dan Kelelahan Kaki ... V-13 5.2. Pengolahan Data ... V-15 5.2.1. Penentuan Kategori Beban Kerja ... V-15 5.2.2. Perhitungan ISBB (Indeks Suhu Bola Basah) ... V-16 5.2.3. Perhitungan Persentasi Jam Kerja dan Jam Istirahat V-18 5.2.4. Perhitungan Dubois Area... V-19 5.2.5. Perhitungan Keseimbangan Termal ... V-20 5.2.6. HSI (Heat Stress Index) ... V-27 5.2.7. Effective Temperature (ET) ... V-27 5.2.8. Psychrometric Chart... V-27

VI ANALISA DAN PEMBAHASAN ... VI-1

6.1. Analisa ... VI-1 6.1.1. Analisis Pengaruh Ketinggian Terhadap Suhu Lantai


(14)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

6.1.2. Analisis Pengaruh Kecepatan Angin Terhadap Suhu

Lantai Produksi ... VI-2 6.1.3. Analisis Pengaruh Kelembaban Terhadap Suhu Lantai

Produksi ... VI-3 6.1.4. Analisis Fisiologis Pekerja ... VI-3 6.1.5. Analisis ISBB (Indeks Suhu Bola Basah) ... VI-5 6.1.6. Analisis Keseimbangan Panas, Heat Stress Index

(HSI), dan Psychrometric Chart ... VI-5 6.1.7. Analisis Effective Temperature (ET) ... VI-6 6.2. Evaluasi ... VI-8 6.2.1. Evaluasi Fasilitas Kerja ... VI-8 6.2.2. Evaluasi Rancangan Pakaian Kerja ... VI-14 6.2.3. Evaluasi HSI (Heat Stress Index) ... VI-23 6.2.4. Evaluasi Effective Temperature (ET) ... VI-29 6.2.5. Evaluasi Psychrometric Chart ... VI-39

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1

7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

2.1. Peralatan yang Digunakan ... II-11 3.1. Aktivitas dan Kecepatan Metabolisme ... III-11 3.2. Nilai Insulasi Panas (IClo) untuk Setiap Jenis Pakaian ... III-14

3.3. Bilangan Serap ... III-15 3.4. Kep-51 Men/1999 Tentang NAB Iklim Kerja yang Diperkenankan . III-18 3.5. Kaitan ET dengan Loss in Output dan Loss in Accuracy... III-20 5.1. Data Rata-Rata Gradien Tingkat Suhu Dikaitkan dengan

Ketinggian ... V-2 5.2. Data Rata-Rata Kecepatan Angin di Lantai Produksi... V-3 5.3. Data Rata-Rata Kelembaban di Lantai Produksi ... V-4 5.4. Data Rata-Rata Suhu Basah, Suhu Kering, dan Suhu Globe ... V-5 5.5. Data Operator ... V-6 5.6. Data Rata-Rata Denyut Nadi Operator Sebelum dan Sesudah

Bekerja ... V-6 5.7. Data Rata-Rata Suhu Tubuh Pekerja Sebelum dan Sesudah Bekerja V-7 5.8. Jenis Pakaian dan Thermal Insulation Clo (IClo) Pekerja ... V-8

5.9. Data Sensasi Termal dan Preferensi Termal ... V-9 5.10. Data Sensasi Aliran Udara dan Preferensi Aliran Udara ... V-10 5.11. Data Kondisi Termal dan Efek Lingkungan Kerja ... V-12 5.12. Data Kelelahan Tangan, Kelelahan Bahu, Kelelahan Punggung, dan


(16)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.13. Hasil Perhitungan Beban Kerja Untuk Setiap Operator ... V-16 5.14. Hasil Perhitungan ISBB ... V-17 5.15. Nilai Ambang Batas Sesuai Dengan Keputusan Mentri Tenaga

Kerja Nomor: Kep/51/51MEN/1999 ... V-18 5.16. Hasil Perhitungan Dubois Area Tiap Operator ... V-19 5.17. Hasil Perhitungan Iterasi untuk Nilai hr dan tcl... V-23

6.1. Korelasi Antarfaktor ... VI-2 6.2. Hubungan ET dengan Output dan Akurasi ... VI-7 6.3. Perbandingan ISBB Sekarang dengan Usulan ... VI-15 6.4. Nilai IClo yang Ditentukan untuk Selisih Nilai ISBB ... VI-15

6.5. Daftar Harga yang Harus Dikeluarkan UD. Ponimin ... VI-16 6.6. Hasil Perhitungan Iterasi untuk Nilai hr dan tcl... VI-25

6.7. Hasil Perhitungan HSI dengan Perubahan Mean Radiant

Temperature ... VI-29 6.8. Peningkatan Produktivitas Karena Penurunan Effective

Temperature ... VI-30


(17)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi UD. Ponimin ... II-3 3.1. Pertukaran Panas Tubuh Ke Lingkungan ... III-1 3.2. Thermal Comfort ... III-2 3.3. Keseimbangan Pans Antara Panas yang Dihasilkan dengan Panas

yang Dikeluarkan ... III-6 3.4. Model Perpindahan Panas Sederhana dengan Insulasi Pakaian .... III-13 3.5. Respon Penghuni Terhadap Energi yang Diterima dan Energi

yang Hilang ... III-16 3.6. Representasi Yagloulo Terhadap Suhu Efektif ... III-19 3.7. Psychrometric Chart ... III-25 4.1. Kerangka Konseptual ... IV-2 4.2. Blok Diagram Metodologi Penelitian ... IV-3 4.3. Thermohygrometer ... IV-6 4.4. Black Globe Termometer ... IV-7 4.5. Anemometer ... IV-8 4.6. Automatic Blood Pressure ... IV-9 4.7. Termometer Telinga ... IV-9 4.8. Kuesioner Penelitian Lingkungan Kerja ... IV-11 4.9. Layout dan Titik-Titik Pengukuran Termal ... IV-13 4.10. Langkah-Langkah Pengolahan Data ... IV-14 5.1. Grafik Tingkat Gradien Suhu Dikaitkan dengan Ketinggian ... V-2


(18)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

5.2. Grafik Kelembaban di Lantai Produksi ... V-4 5.3. Grafik Suhu Basah, Suhu Kering, dan Suhu Globe ... V-5 5.4. Fluktuasi Denyut Nadi Operator Sebelum dan Sesudah Bekerja .. V-7 5.5. Grafik Peningkatan Suhu Tubuh Operator Sebelum dan Sesudah

Bekerja ... V-8 5.6. Grafik Sensasi Termal ... V-9 5.7. Grafik Preferensi Termal ... V-10 5.8. Grafik Sensasi Aliran Udara ... V-11 5.9. Grafik Preferensi Aliran Udara ... V-11 5.10. Grafik Efek Kondisi Termal ... V-12 5.11. Grafik Efek Lingkungan Kerja ... V-13 5.12. Kelelahan Anggota Tubuh Sebelum dan Sesudah Bekerja ... V-14 5.13. Psychrometric Chart ... V-28 6.1. Langkah-Langkah Analisis ... VI-1 6.2. Turbin Ventilator ... VI-9 6.3. Layout Hasil Pemasangan Turbin (Tampak Atas) ... VI-13 6.4. Hasil Perancangan Turbin Pada Lantai Produksi ... VI-14 6.5. Hasil Simulasi untuk Nilai Clo = 0 s/d 0,1 ... VI-17 6.6. Hasil Simulasi untuk Nilai Clo = 0,2 s/d 0,3 ... VI-18 6.7. Hasil Simulasi untuk Nilai Clo = 0,4 ... VI-19 6.8. Hasil Simulasi untuk Nilai Clo = 0,5 s/d 0,6 ... VI-20


(19)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

6.9. Hasil Simulasi untuk Nilai Clo = 0,7 s/d 1,4 ... VI-21 6.10. Hasil Simulasi untuk Nilai Clo = 1,5 s/d 2,2 ... VI-22 6.11. Hasil Simulasi untuk Nilai MRT = 32oC ... VI-31 6.12. Hasil Simulasi untuk Nilai MRT = 31oC ... VI-32 6.13. Hasil Simulasi untuk Nilai MRT = 30oC ... VI-33 6.14. Hasil Simulasi untuk Nilai MRT = 29oC ... VI-34 6.15. Hasil Simulasi untuk Nilai MRT = 28oC ... VI-35


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

L.1. Perhitungan Pengujian Kecukupan Data ... L-1 L.2. Uji Validitas Kuesioner ... L-6 L.3. Uji Reliabilitas ... L-9 L.4. Perhitungan Regresi Ketinggian Terhadap Temperatur ... L-12 L.5. Perhitungan Regresi Kecepatan Angin Terhadap Temperatur ... L-16 L.6. Perhitungan Regresi Kelembaban Terhadap Temperatur ... L-18 L.7. Spesifikasi Cooler Turbin Ventilator ... L-20 L.8. Tabel Nilai r Product Moment ... L-21 L.9. Tabel Harga Kritik Untuk t ... L-22 L.10. NASA CR-1205-1 ... L-23


(21)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan di UD. Ponimin yang bertujuan untuk mengkaji keseimbangan panas yang terjadi di lantai produksi untuk mencegah heat stress

pada operator. Sifat penelitian ini adalah penelitian korelasional dengan metode pengambilan sampel untuk data kuesioner adalah total sampling dan metode pengambilan sampel untuk data lingkungan fisik adalah non probability sampling, yaitu judgement sampling. Adapun subjek penelitiannya adalah seluruh operator yang berada di lantai produksi dengan jumlah operator sebanyak 6 orang.

Beban kerja operator di lantai produksi dikategorikan sedang, sedangkan nilai ISBB yang diperoleh adalah sebesar 28,419oC sehingga persentasi waktu kerja operator di lantai produksi adalah 67,5% dan 32,5% istirahat. Nilai Heat Stress Index (HSI) yang didapatkan adalah sebesar 101,5%., sedangkan nilai

Effective Temperature (ET) yang didapatkan adalah sebesar 28,37oC, yang sesuai dengan NASA CR-1205-1 akan berdampak pada kehilangan output dan akurasi masing-masing sebesar 14% dan 16%. Setelah dilakukan perbaikan dalam hal insulasi pakaian untuk operator, maka dapat mengurangi nilai ISBB sebesar 2oC sehingga persentasi kerja akan menjadi 100% untuk 8 jam kerja. Selain itu, dengan perancangan dua buah cooler turbine ventilator type L-45, akan mengurangi nilai HSI menjadi 54,1% dan nilai ET akan menjadi 25,11oC yang akan mengurangi persentasi kehilangan output dan akurasi masing-masing menjadi 5% dan 2%. Dengan hal tersebut, maka dapat diketahui bahwa perbaikan yang dilakukan selain meningkatkan persentasi jam kerja dan menurunkan heat stress, juga akan meningkatkan produktivitas 9% dengan berkurangnya persentasi

output yang hilang.

Dari penelitian yang dilakukan maka saran bagi pihak perusahaan adalah membuat seragam untuk meningkatkan kenyamanan pekerja, membuat ventilasi untuk mengurangi paparan panas terhadap operator, atau dengan menyeimbangan jam kerja dan jam istirahat operator

Kata Kunci : Indeks Suhu Bola Basah (ISBB), Heat Stress, Keseimbangan Panas, Effective Temperature (ET)


(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Permasalahan

Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup, terbuka, bergerak ataupun tetap dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dimana terdapat sumber-sumber bahaya (UU 1/1970 tentang Keselamatan Kerja), sedangkan fasilitas adalah properti industri yang permanen, semi permanen, atau sementara seperti tanaman, bangunan, atau struktur, yang dibangun, didirikan, atau dipasang untuk meningkatkan kinerja dari aktivitas atau fungsi tertentu. Sumber bahaya yang ditemukan di tempat kerja sangatlah beragam, salah satunya adalah bahaya kondisi fisik berupa paparan panas. Kondisi ini sangatlah sering ditemukan di industri di Indonesia seperti industri dan pengecoran logam baja, batu bata, dan keramik.

Tiga faktor penting kenyamanan termal yang diteliti oleh Sangkertadi dan Ahmed C.Megri yaitu pakaian, kondisi lingkungan, dan aktivitas. Metode yang digunakan adalah PMV (Predicted Mean Vote) dan DISC (Discomfort). Penelitian ini difokuskan pada pengaruh kecepatan angin dalam kenyamanan termal. Hasil yang dicapai dalam penelitian ini adalah beberapa keadaan lingkungan fisik beserta nilai DISC dan PMV-nya, dimana salah satu hasilnya adalah pada keadaan temperatur udara 27oC, mean radiant temperature 27oC, kecepatan angin 1 m/s, kelembaban relatif 90%, suhu kulit rata-rata 34,60oC, % of


(23)

skin wetness 6%, tingkat keringat 7,87 g/hr akan menghasilkan keadaan DICS dan PMV masing-masing sebesar 0,03 dan 0,15.

Paparan panas ini terjadi di salah satu lantai produksi tahu yang berlokasi di Karang Rejo Medan. Lantai produksi di pabrik tahu ini memiliki temperatur yang sudah berada pada kondisi yang tidak nyaman, yaitu 33oC-34oC. Hal ini disebabkan karena ruangan kerja operator pada lantai produksi cukup sempit dengan jarak operator yang sangatlah dekat dengan panci pemasakan bubur tahu yang suhunya hampir 100oC. Akibatnya, operator yang bekerja di sekitar daerah panci pemasakan bubur terpapar panas. Gangguan akibat panas sekitar fisik juga terlihat dari keluarnya keringat yang berlebihan dari tubuh operator. Paparan panas terhadap operator akan mempengaruhi produktivitas operator. Produktivitas operator dipengaruhi persentasi jam kerja dan jam istriahat serta persentasi loss in output. Persentasi jam kerja dan jam istirahat yang tidak sebanding akan mempengaruhi kesehatan operator. Ir. Suyatno Sastrowinoto dalam bukunya yang berjudul “Meningkatkan Produktivitas Dengan Ergonomi” menyatakan bahwa salah satu wahana peningkatan produktivitas adalah dengan memperhatikan kesehatan operator menjadi pedoman bahwa salah satu upaya umum yang dilakukan perusahaan untuk menjaga kesehatan operator adalah dengan memperhatikan jam kerja dan jam istirahat. Berdasarkan pada masalah-masalah tersebut di atas, dilakukanlah penelitian untuk memberikan sebuah rancangan fasilitas kerja untuk meningkatkan produktivitas operator. Hal ini disebabkan karena dengan dilakukan perancangan fasilitas kerja yang berkaitan dengan


(24)

termal, maka akan terjadi penurunan temperatur di lantai produksi yang akan memberikan penurunan terhadap persentasi loss in output.

1.2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah di UD. Ponimin adalah:

1. Kondisi lingkungan kerja yang panas yang berkisar 33oC – 34oC yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada operator.

2. Panas yang terus berakumulasi di dalam ruangan akibat dari buruknya ventilasi udara yang ada sehingga diperlukan rancangan fasilitas kerja untuk mengurangi akumulasi panas dalam ruangan.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah perancangan fasilitas kerja untuk mengurangi paparan panas. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Melakukan kajian paparan panas di lantai produksi UD. Ponimin. 2. Menentukan persentasi waktu kerja dan waktu istirahat.

3. Menentukan heat stress index (HSI) operator di lantai produksi UD. Ponimin. 4. Menentukan persentasi loss in output dan loss in accuracy operator di lantai


(25)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Mahasiswa

a. Menerapkan teori peranan fisik lingkungan kerja sebagai salah satu disiplin ilmu dalam bidang Human Factor Engineering dalam memecahkan permasalahan keseimbangan panas yang terjadi di perusahaan.

b. Mendapatkan peluang untuk dapat memecahkan dan mencari solusi permasalahan-permasalahan di perusahaan dari sudut pandang akademis. 2.Bagi Perusahaan

a. Memberi masukan kepada pihak perusahaan dan upaya apa yang dapat dilakukan dalam mengatasi heat stress di tempat kerja untuk menjaga kesehatan pekerja.

b. Sebagai pedoman bagi pekerja yang bekerja di lingkungan panas untuk mengantisipasi terjadinya pengaruh paparan panas di tempat kerja.

3.Bagi Institusi

Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya dalam mencari solusi terbaik dalam pengendalian paparan panas di tempat pekerja.

1.5. Batasan dan Asumsi Masalah

Adapun batasan masalah dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:


(26)

2. Metode yang digunakan adalah ISBB (Indeks Suhu Bola Basah), HSI (Heat Stress Index), dan ET (Effective Temperature)

3. Pengumpulan data kenyamanan termal dilakukan dengan kuesioner.

4. Pengujian pengaruh ketinggian, kecepatan angin, dan kelembaban terhadap temperatur hanya menggunakan metode konstan, metode linier, metode kuadratis, dan metode eksponensial.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1 Kondisi psikologis pekerja dilantai produksi dianggap sama.

2. Pengukuran termal hanya dilakukan pada kondisi cuaca normal (tidak dalam cuaca hujan).

2. Pekerja memiliki tingkat metabolisme tubuh yang relatif sama.

3. Layout pabrik dan metode kerja tidak berubah saat penelitian dilakukan. 4. Alat yang digunakan dalam keadaan baik dan sesuai standar.

5. Suhu lantai produksi setelah perancangan turbin ventilator adalah 28oC dan kelembaban relatif sebesar 60%.

1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Sistematika yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Berisi permasalahan kondisi termal yang ada di UD. Ponimin khususnya di lantai produksi, identifikasi dan perumusan masalah,


(27)

tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi yang digunakan dalam penelitian.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Menjelaskan secara singkat sejarah, manajemen dan organisasi, ruang lingkup UD. Ponimin yang bergerak di bidang produksi tahu.

BAB III LANDASAN TEORI

Menyajikan teori-teori dan konsep lingkungan termal, faktor yang mempengaruhi tekanan panas, keseimbangan panas dan heat stress index.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Memuat disain penelitian yang meliputi langkah-langkah dan tahapan-tahapan dalam melakukan penelitian mulai dari awal sampai akhir dan metodologi yang digunakan dalam menentukan keseimbangan panas untuk mencegah terjadinya heat stress pekerja. Menggambarkan prosedur penelitian yang akan dilakukan, asumsi, pembatasan, kondisi dan keseluruhan persiapan yang akan dilakukan dalam pengamatan juga alat dan bahan yang digunakan selama meneliti.

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Mengidentifikasi data hasil dari pengamatan dan pengukuran yang dilakukan berupa pengumpulan data primer dan sekunder di perusahaan, serta dilanjutkan dengan pengolahan data.


(28)

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

Menganalisis hasil dari penelitian dan pengolahan data dengan cara statistik dan non statistik serta membandingkan hasil pengolahan data dengan standard yang ditetapkan oleh ASHRAE dan NAB. Analisis yang dilakukan digunakan untuk mengkaji perbaikan lingkungan termal yang baru untuk mencegah heat stress pada pekerja.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Kajian-kajian yang telah dilakukan pada bab terdahulu akan disimpulkan di bab ini dan saran-saran untuk penelitian ke depan mengenai kajian keseimbangan panas untuk mencegah heat stress


(29)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

UD. Ponimin merupakan sebuah industri kecil yang bergerak dalam bidang produksi tahu. UD. Ponimin ini didirikan oleh Bapak Ponimin pada tahun 1998. Sebelum mendirikan UD. Ponimin, Bapak Ponimin merupakan seorang karyawan pembuat tahu selama beberapa tahun. Pada tahun 1998, UD. Ponimin ini hanya terdiri dari dua pekerja, yaitu Bapak Ponimin dan Ibu Wagini, istri Bapak Ponimin. Pada awalnya, kuantitas tahu yang dihasilkan oleh suami-istri tersebut relatif rendah. Hal ini dikarenakan keterbatasan biaya dalam penyewaan karyawan. Tahu yang dihasilkan setiap harinya dipasarkan ke sekitar rumah mereka. Sejalan dengan waktu, jumlah permintaan tahu dari UD. Ponimin pun semakin meningkat, sehingga untuk memenuhi permintaan tersebut Bapak Ponimin dan Ibu Wagini mulai mempekerjakan karyawan. Hingga saat ini, UD. Ponimin telah memiliki karyawan sebanyak 10 orang dan telah memproduksi tahu dengan 2,5 ton kedelai dalam 4 hari (+ 620 kg/hari). Adapun sistem produksi tahu yang saat ini digunakan oleh UD. Ponimin adalah make to order dan make to stock. Sistem make to stock ini dilakukan dengan menjual tahu hasil produksi di rumah sendiri yang pasarnya merupakan masyarakat yang tinggal di sekitar rumah Bapak Ponimin.


(30)

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

Ruang lingkup bidang usaha UD. Ponimin hanya bergerak dalam bidang produksi tahu. Adapun jenis tahu yang diproduksi oleh UD. Ponimin adalah tahu gembur. Tahu gembur yang dihasilkan oleh UD. Ponimin selalu dijaga kualitasnya agar menjaga kepuasan pelanggan. Hal ini dilakukan dengan cara menjaga kualitas dari bahan bahu tahu. UD. Ponimin telah memiliki hubungan kerja sama dengan UD. Alam Semesta dalam hal bahan baku yang berkualitas. Selain bahan baku yang berkualitas dari mitra kerja, UD. Ponimin juga menggunakan bahan tambahan lain yang berguna untuk menambah kualitas dari tahu gembur yang dihasilkan.

2.3. Lokasi Perusahaan

UD. Ponimin terletak di jalan Jalan Jawa Kecamatan Sari Rejo No. 29 A Medan Polonia Sumatera Utara. Sampai saat ini, UD. Ponimin masih belum memiliki cabang di tempat lain.

2.4. Daerah Pemasaran

Daerah Pemasaran UD. Ponimin tidak luas. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya UD. Ponimin hanyalah sebuah industri kecil yang bergerak dalam bidang produksi tahu. Akan tetapi, UD. Ponimin juga memiliki daerah pemasaran tersendiri, yaitu daerah di sekitar UD. Ponimin. Selain itu, terkadang terdapat pelanggan lain yang langsung ke UD. Ponimin untuk membeli tahu tersebut.


(31)

2.5. Organisasi dan Manajemen 2.5.1. Struktur Organisasi

Adapun struktur organisasi yang digunakan oleh UD. Ponimin adalah struktur organisasi berbentuk garis, dimana merupakan tipe struktur organisasi yang digunakan dalam industri-industri kecil. Struktur organisasi berbentuk garis merupakan struktur organisasi yang paling sederhana dibandingkan dengan struktur organsisasi yang lain. Selain itu, struktur organisasi garis sangat mudah dimengerti oleh bawahan. Wewenang dan tanggung jawab juga tergambar dengan sangat jelas sekali pada struktur organisasi garis ini. Akan tetapi, struktur organisasi garis memiliki kekurangan, yaitu beban atasan sangat berat karena harus menanggung semua kewajiban, membatasi inisiatif bawahan karena bawahan hanya bergerak bila ada instruksi.

Adapun struktur organisasi UD. Ponimin dapat dilihat pada Gambar 2.1. Kepala Perusahaan

Operator Operator Operator Operator Operator

Gambar 2.1. Struktur Organisasi UD. Ponimin

2.5.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab

Adapun tugas dan tanggung jawab dari setiap jabatan pada UD. Ponimin dapat diuraikan sebagai berikut.


(32)

1. Pimpinan/kepala perusahaan

Pimpinan perusahaan merupakan jabatan tertinggi, yang langsung dipegang oleh Bapak Ponimin sebagai pemilik perusahaan. Adapun tugas dan tanggung jawab kepala perusahaan adalah:

a. Memimpin perusahaan.

b. Melakukan pengawasan dengan mengadakan pemeriksaan terhadap seluruh kegiatan di perusahaan

c. Melakukan tinjauan langsung pada bagian pemasaran. d. Memberi tugas kepada operator.

e. Membayar upah atau gaji operator.

f. Mengendalikan semua usaha, kegiatan pekerjaan untuk mencapai tujuan. g. Memperhatikan, memelihara, dan mengawasi kelancaran administrasi,

pengamanan dan pelaksanaan tugas secara seimbang dan berhasil. h. Merngatur pembelian dan penjualan produk.

2. Operator

Adapun tugas dan tanggung jawab operator adalah:

a. Melaksanakan segala pekerjaan yang diberikan oleh kepala perusahaan. b. Bertanggung jawab terhadap semua kegiatan dalam proses produksi yang


(33)

2.5.3. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja 2.5.3.1.Jumlah Tenaga Kerja

Jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh UD. Ponimin adalah 10 orang. Setiap operator dapat melakukan pekerkaan yang ada di lantai produksi.

2.5.3.2.Jam Kerja

Jam kerja di UD. Ponimin untuk semua karyawan adalah sama. Adapun jadwal jam kerja setiap hari adalah sebagai berikut.

a. Jam kerja : 08.00 – 16.00 b. Jam istirahat : 12.00 – 13.00

2.5.4. Sistem Pengupahan

Adapun sistem pengupahan pada UD. Ponimin adalah sistem pengupahan harian, dimana gaji diterima setiap seminggu sekali pada hari Sabtu setelah proses produksi selesai berlangsung. Besarnya gaji/upah yang diberikan kepada operator di UD. Ponimin ini berbeda-beda tergantung pada lamanya operator bekerja di usaha tersebut. Semakin lama operator bekerja, maka semakin besar gaji yang akan diterima oleh operator tersebut. Selain itu, UD. Ponimin juga memberikan tunjangan THR yang akan diberikan pada setiap karyawan.

2.6. Proses Produksi

Proses produksi merupakan suatu cara, metode ataupun teknik menambah kegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi yang ada.


(34)

2.6.1. Standar Mutu Produk

Mutu merupakan faktor penting yang diterapkan di industri UD. Ponimin. Hal ini disebabkan mutu produk yang tidak berkualitas akan mengurangi kepuasan pelanggan. UD. Ponimin tidak memiliki standar mutu produk dari tahu yang dihasilkan. Akan tetapi, biasanya tahu yang dikategorikan baik adalah sebagai berikut.

1. Tingkat kepadatan

Semakin padat tahu yang dihasilkan, maka mutu produk akan semakin meningkat.

2. Adanya bau asam 3. Penampilan tahu 4. Cita rasa tahu

2.6.2. Bahan yang digunakan

Adapun bahan yang digunakan oleh UD. Ponimin terdiri dari tiga bagian besar, yaitu bahan baku, bahan penolong, dan bahan tambahan.

2.6.2.1.Bahan Baku

Bahan baku merupakan bahan utama yang digunakan dalam proses produksi. Adapun bahan baku yang digunakan oleh UD. Ponimin adalah kacang kedelai, yang merupakan bahan utama dalam pembuatan tahu.


(35)

2.6.2.2.Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan-bahan yang diperlukan dalam memperlancar penyelesaian suatu produk dimana keberadaan bahan penolong ini tidak mengurangi nilai tambah produk yang dihasilkan tersebut, dan bahan penolong ini tidak terdapat pada produk akhir. Adapun bahan penolong yang digunakan oleh UD. Ponimin adalah minyak solar. Minyak solar digunakan dalam proses produksi tahu di UD. Ponimin pada proses penguapan.

2.6.2.3.Bahan Tambahan

Bahan tambahan merupakan bahan yang digunakan dalam proses produksi dan bercampur dengan bahan baku membentuk produk akhir. Bahan tambahan biasanya ditujukan untuk menambah kualitas produk yang dihasilkan. Adapun bahan tambahan yang digunakan adalah:

1. Air

Air merupakan bahan tambahan yang jumlahnya paling banyak digunakan dalam proses produksi tahu UD. Ponimin. Air ini digunakan pada setiap kegiatan kerja, mulai dari bahan baku hingga terbentuknya produk jadi (tahu). 2. Air cuka

Air cuka juga digunakan dalam proses produksi UD. Ponimin, yang merupakan resep dari pembuatan tahu yang berkualitas dan rasa tahu itu sendiri.


(36)

2.6.3. Uraian Proses Produksi

Adapun uraian proses produksi tahu pada UD. Ponimin adalah sebagai berikut:

1. Proses perendaman kacang kedelai

Perendaman kacang kedelai merupakan proses pertama dalam proses produksi tahu di UD. Ponimin. Kacang kedelai yang telah dipasok dari UD. Alam Semesta langsung dikenakan proses perendaman dalam ember yang besar. Biasanya, proses perendaman kacang kedelai ini dilakukan pada pagi hari pukul 05.00 WIB sebelum menjalankan proses produksi selanjutnya.

2. Proses penggilingan kacang kedelai

Penggilingan kacang kedelai merupakan proses yang dilakukan setelah proses perendaman kacang kedelai. Proses penggilingan kacang kedelai ini ditujukan untuk mendapatkan sari kacang kedelai. Proses penggilingan kacang kedelai menggunakan bahan penolong air dan diproses dalam mesin penggiling. 3. Proses perebusan bubur kedelai

Setelah proses penggilingan kacang kedelai, tahap selanjutnya adalah perebusan bubur kedelai. Proses perebusan ini dilakukan dengan menggunakan bantuan uap panas yang dihasilkan dari steam. Pada proses perebusan, bubur kedelai yang telah mendidih akan membentuk busa di permukaan bubur kedelai. Proses ini biasanya dilanjutkan dengan menyiram air dingin bersih secukupnya ke permukaan bubur kedelai sehingga busa tersebut tidak akan meluap. Hal ini biasanya dilakukan hingga dua kali dalam proses produksi tahu.


(37)

4. Proses penyaringan bubur kedelai

Setelah proses perebusan bubur kedelai, proses selanjutnya adalah proses penyaringan bubur kedelai. Hasil perebusan bubur kedelai kemudian disaring dengan menggunakan kain yang telah digantung pada lantai produksi. Hasil penyaringan akan ditampung dalam bak penampungan yang nantinya akan menjadi tahu setelah dilakukan proses pencetakan.

5. Proses pencampuran bahan tambahan

Proses pencampuran dilakukan setelah proses penyaringan selesai. Pada proses ini, bahan tambahan akan dicampur dan dituang sedikit demi sedikit sambil diaduk secara merata dalam bubur kedelai.

6. Proses pencetakan tahu

Proses pencetakan tahu merupakan proses terakhir dalam proses produksi tahu di UD. Ponimin. Proses pencetakan tahu ini dimulai dengan menyiapkan cetakan, kemudian diletakkan kain saring pada atas cetakan sehingga permukaan cetakan ditutup oleh kain saring tersebut. Setelah itu, bubur tahu yang telah dicampur bahan tambahan dituang dalam keadaan panas sehingga membuat cetakan penuh. Setelah penuh, sisa kain ditutup kembali ke permukaan bubur tahu dan ditutup dengan menggunakan papan yang ukurannya telah disesuaikan dengan cetakan. Di atas papan tersebut, diletakkan batu agar sebagain cairan tahu terperas keluar dari cetakan sehingga tahu yang dihasilkan cukup padat. Bubur tahu ini dibiarkan dalam cetakan selama 10-15 menit. Selanjutnya, batu dan kain saring tersebut dibuka agar tahu yang telah padat dapat dipotong. Hasil potongan tahu ini biasanya


(38)

dimasukkan dalam sebuah wadah yang berisi air dingin. Selanjutnya tahu hasil produksi UD. Ponimin siap untuk dipasarkan.

2.7. Mesin dan Peralatan

2.7.1. Mesin Produksi

Adapun mesin yang digunakan untuk mendukung proses produksi tahu di UD. Ponimin adalah sebagai berikut:

1. Mesin Penggiling

Fungsi penggiling adalah untuk menggiling kedelai hasil rendaman. Jumlah mesin ini yang dimiliki UD. Ponimin hanyalah 1 unit.

2. Mesin blower

Fungsi mesin blower adalah untuk menghasilkan angin yang digunakan untuk menghembuskan api sebagai bahan bakar pemanas steam. Jumlah mesin

blower yang dimiliki oleh UD. Ponimin adalah 2 unit. 3. Genset

Fungsi genset pada UD. Ponimin adalah sebagai sumber tenaga listrik ketika listrik PLN padam. Jumlah genset yang dimiliki UD. Ponimin hanyalah 1 unit.

2.7.2. Peralatan (Equipment)

Adapun jenis peralatan (equipment) yang digunakan oleh UD. Ponimin dapat dilihat pada Tabel 3.1.


(39)

Tabel 3.1. Peralatan yang Digunakan

Nama Fungsi Jumlah

(unit)

Steam Untuk menghasilkan uap pada proses perebusan kacang

kedelai 1

Rantang Mengukur takaran kacang kedelai yang direndam 2

Ember Untuk merendam kacang kedelai 5

Kuali besar Untuk merebus kacang kedelai yang sudah direndam 2 Kain saring Sebagai alat penyaring bubur kedelai yang sudah direbus 2

Tong (bak

penampungan) Menampung hasil penyaringan bubur kedelai 2 Gerigen Untuk menempatkan tahu yang siap untuk dipasarkan 30

Pisau Untuk memotong hasil tahu dalam pencetakan 3 Lempengan

(kayu penggaris)

Penggaris dalam ukuran pemotongan tahu 3

Batu Alat penahan cetakan tahu 18

Pengaduk

kayu Mengaduk hasil rebusan bubur kedelai untuk diayak 2 Kuali kecil Membawa hasil ayakan bubur kedelai ke pencetakan 4 Sapu Mengeringkan air yang tergenam pada lantai produksi 1 Sepatu bot Untuk melindungi operator dari kecelakaan kerja (tergelincir

di lantai produksi) 11


(40)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Lingkungan Termal Manusia

Tujuan dari rancangan lingkungan kerja yang ergonomis adalah untuk menciptakan kondisi sekitar yang nyaman, dapat diterima dan mendukung kinerja atau kesehatan pekerja. Lingkungan kerja adalah semua keadaan yang terdapat di sekitar tempat kerja seperti suhu, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, gerakan mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain (Sritomo Wignjosoebroto, 2003).

Tekanan panas merupakan perpaduan dari suhu dan kelembaban udara, kecepatan aliran udara, suhu radiasi dengan panas yang dihasilkan oleh metabolisme tubuh (Ken Parsons, 2007).


(41)

3.1.1. Suhu Radiasi1

Selain pengaruh dari suhu udara terhadap suhu tubuh manusia, ada hal lain yang ikut mempengaruhi suhu tubuh manusia yaitu suhu radiasi. Suhu radiasi adalah panas yang beradiasi dari objek yang dapat mengeluarkan panas. Suhu radiasi memberikan pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan suhu udara dalam melepas atau menerima panas dari atau ke lingkungan.

Dalam setiap lingkungan kerja akan terjadi pertukaran panas yang berkelanjutan, refleksi dan absorbsi.

Conduction

Dry-bulb temperature-oC

Wet-bulb temperature-oC Effective temperature

Normal scale

Velocity of air m/min

Gambar 3.2. Thermal Comfort

3.1.2. Suhu Udara (T)2

1

Parsons, K.C, 2007, Human Thermal Environment (London and New York: Taylor & Francis Group), hal 3.


(42)

Pada umumnya, sistem sistem termoregulasi tubuh manusia selalu mencoba untuk mempertahankan kestabilan suhu internal (inti) tubuh sekitar 36,1oC hingga 37,2oC (97oF hingga 99oF). Suhu inti harus selalu berada dalam interval tersebut untuk menghindari kerusakan terhadap tubuh dan performansi. Ketika pekerjaan fisik dilakukan, tambahan suhu tubuh akan terjadi. Jika ditambahkan keadaan yang tingkat kelembabannya tinggi terhadap suhu ambient, maka hasilnya akan mengarah pada kelelahan dan resiko kesehatan.

Tubuh manusia mempertahankan keseimbangan panas tersebut dengan meningkatkan sirkuliasi darah ke kulit, karena itu kita berkeringat pada hari panas. Ketika hari dingin, tubuh mereduksi sirkulasi darah ke kulit dan kita akan merasa sedikit hangat. Tubuh menghasilkan panas melalui metabolisme dan pekerjaan fisik. Untuk menjaga keseimbangan panas internal, tubuh melakukan pertukaran panas dengan lingkungan dengan empat cara berikut ini.

1. Konveksi

Proses ini tergantung pada perbedaan udara dan suhu kulit. Jika suhu udara lebih panas daripana kulit, maka kulit akan menyerap panas dari udara, yang dapat dikatakan berarti menambah panas ke tubuh. Akan tetapi, jika suhu udara lebih dingin daripada kulit, maka tubuh akan kehilangan panas.

2

Altwood, Dennis A, et.al., 2004, Ergonomic Solutions for the Process Industries (United States: El Sevier), hal 121.


(43)

2. Konduksi

Proses ini berkaitan dengan perbedaan suhu dari kulit dan permukaan yang mengenai kontak langsung. Contoh, jika menyentuh sesuatu yang panas, maka kulit akan menerima panas dan mungkin akan mengalami luka bakar.

3. Penguapan

Proses ini tergantung pada perbedaan tekanan uap air dari uap kulit dan uap air pada lingkungan (atau kelembaban relatif).

4. Radiasi

Proses ini tergantung pada perbedaan termperatur kulit dengan permukaan pada lingkungan. Contoh, berdiri di bawah pancaran sinar matahari akan membuat kita menerima radiasi dari matahari.

Dari suatu penelitian dapat diperoleh hasil bahwa produktivitas kerja manusia akan mencapai tingkat paling tinggi pada suhu sekitar 24oC sampai dengan 27OC.

3.1.3. Kecepatan Udara (v)3

Pergerakan udara melalui tubuh dapat mempengaruhi aliran panas ke dan dari suhu tubuh. Pergerakan udara akan bervariasi dalam setiap waktu, ruang dan arah. Gambaran kecepatan udara pada suatu titik dapat bervariasi dalam waktu dan intensitas. Penelitian terhadap respon manusia misalnya, ketidaknyamanan karena aliran udara menunjukkan pentingnya variasi kecepatan udara. Pergerakan udara (kombinasi dengan suhu udara) akan mempengaruhi tingkatan udara hangat

3


(44)

atau keringat yang 'diambil' dari tubuh, sehingga mempengaruhi suhu tubuh. Kecepatan angin yang dirasakan pekerja akan dapat membantu menetralkan suhu tubuh pekerja apabila kecepatan angin tersebut angin tersebut lebih rendah dari lingkungan. Kecepatan angin adalah faktor yang penting dalam kenyamanan suhu. Sirkulasi udara yang tidak baik dalam ruangan tertutup akan menyebabkan kelelahan pada pekerja ataupun berkeringat. Pergerakan udara dapat meningkatkan heat loss melalui konveksi tanpa mempengaruhi suhu udara keseluruhan ruangan.

3.1.4. Kelembaban (RH)

Kelembaban relatif adalah perbandingan antara jumlah uap air pada udara dengan jumlah maksimum uap air di udara yang bisa ditampung pada suhu tersebut. Kelembaban relatif antara 40%-70% tidak begitu berpengaruh terhadap

thermal comfort. Pada ruangan kantor, biasanya kelembaban dipertahankan pada 40% sampai 70% karena adanya komputer, sedangkan pada tempat kerja outdoor, kelembaban relatif mungkin lebih besar dari 70% pada hari yang panas. Lingkungan yang mempunyai kelembaban relatif tinggi mencegah penguapan keringat dari kulit. Di lingkungan yang panas, kelembaban sangat penting karena semakin sedikit keringat yang menguap pada kelembaban tinggi.


(45)

3.2. Keseimbangan Panas4,5

Pengaturan suhu atau regulasi termal adalah suatu pengaturan secara kompleks dari suatu proses fisiologis dimana terjadi kesetimbangan antara produksi panas dengan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan. Suhu tubuh manusia yang dapat kita raba/rasakan tidak hanya didapat dari metabolisme, tetapi juga dipengaruhi oleh panas lingkungan. Panas lingkungan yang semakin tinggi akan menyebabkan pengaruh yang semakin besar terhadap suhu tubuh, sebaliknya jika suhu lingkungan semakin rendah maka semakin banyak panas tubuh yang hilang. Dengan kata lain, terjadi pertukaran panas antara tubuh manusia yang didapat dari metabolisme dengan tekanan panas yang dirasakan sebagai kondisi panas lingkungan. Selama pertukaran masih seimbang, tidak akan menimbulkan gangguan, baik penampilan kerja maupun kesehatan kerja. Tekanan panas yang berlebihan merupakan beban tambahan yang harus diperhatikan dan diperhitungkan. Keseimbangan panas antara panas yang dihasilkan dengan panas yang dikeluarkan dapat dilihat pada Gambar 3.3. berikut:

Produksi Panas Panas yang Hilang Konduksi Konveksi Radiasi Evaporasi External work Nilai Metabolisme Produksi Panas Nilai Metabolisme Panas yang Hilang Konduksi Konveksi Radiasi Evaporasi External work Produksi Panas Nilai Metabolisme Panas yang Hilang Konduksi Konveksi Radiasi Evaporasi External work

Heat Stress Netral Cold Stress

Gambar 3.3. Keseimbangan Panas Antara Panas yang Dihasilkan dengan Panas yang Dikeluarkan

4

Stanton, Neville. Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods (London : CRC Press), hal. 60-2.

5


(46)

Pengeluaran panas (heat loss) dari tubuh ke lingkungan atau sebaliknya berlangsung secara fisika. Permukaan tubuh dapat kehilangan panas melalui pertukaran panas secara radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi air. Heat stress

dapat terjadi pada kondisi panas yang diproduksi lebih besar dari pada panas yang hilang. Imbangan panas yang terjadi dalam tubuh dapat dilihat pada Gambar 3.3. (Neville Stanton, 2005).

ASHRAE (1989a) memberikan persamaan keseimbangan panas sebagai berikut:

M – W = (C + R + Esk) + ( Cres + Eres) dimana :M : tingkat produksi energi metabolisme

W : tingkat pekerjaan mekanik

Qsk : total tingkat kehilangan panas dari kulit

Qres : tingkat kehilangan panas dari pernapasan

C : tingkat kehilangan panas konvektif dari kulit R : tingkat kehilangan panas radiatif dari kulit

Esk : tingkat kehilangan panas penguapan total dari kulit

Cres : tingkat kehilangan panas konvektif dari pernapasan

Eres : tingkat kehilangan panas penguapan dari pernapasan

Catatan bahwa:

Esk = Ersw + Edif

dimana:

Ersw : tingkat kehilangan panas penguapan kulit melalui keringat


(47)

Sebuah pendekatan praktis menganggap produksi panas di dalam tubuh (M – W), kehilangan panas pada kulit (C + R + Esk) dan kehilangan panas

dikarenakan pernapasan (Cres – Eres). Tujuan berikutnya adalah untuk mengukur

komponen persamaan keseimbangan panas di dalam istilah-istilah parameter yang bisa ditentukan (diukur atau ditaksir). Produksi panas di dalam tubuh dihubungkan dengan aktivitas seseorang. Pada umumnya, oksigen dibawa ke dalam tubuh (menghirup udara) dan dibawa melalui darah ke sel-sel tubuh, dimana oksigen tersebut digunakan untuk membakar makanan. Kebanyakan energi yang dilepaskan berkenaan dengan panas bergantung pada aktivitas dan beberapa pekerjaan ekstenal yang dilakukan.

) / 1 ( ) ( cl cl cl sk f R t t R C + − = + Dimana:

fcl : faktor area pakaian. Area permukaan tubuh yang ditutupi pakaian Acl

dibagi dengan area permukaan tubuh yang terbuka tanpa pakaian. Rcl : daya tahan panas pakaian (m2kW-1)

to suhu operatif (oC)

tsk : suhu kulit rata-rata (oC)

tr : suhu radian rata-rata

hc = 8.3 v 0.6 untuk 0.2 < v < 4.0

hc = 3.1 untuk 0 < v < 0.2

Dimana v adalah kecepatan udara (m/s-1)


(48)

3 D r ] 2 [273.2 /A A

4 tcl tr

hr= εσ + +

Dimana:

ε : emisifitas area permukaan tubuh

σ : konstanta stefan-boltzman 5.67 X 10-8 (Wm-2k-4) Ar : area radiatif efektif tubuh (m2)

Suhu permukaan tubuh yang tertutupi oleh pakaian dihitung dengan:

tcl =

)

(

1

)

(

1

r c cl r r a c cl

h

h

f

Rcl

t

h

t

h

f

tsk

Rcl

+

+

+

+

Mulai dengan tcl = 0,0 dan lakukan evaluasi terhadap nilai-nilai baru

untuk hr, tcl, hr, tcl, … hingga terjadi selisih antar tcl≤ 0,01.

Suhu operatif dihitung dengan rumus:

Operative temperature (to) =

(

)

(

r c

)

a c r r

h

h

t

h

t

h

+

+

Sedangkan kombinasi perpindahan panas dihitung dengan rumus: h = hc + hr

Total penguapan dari kulit dihitung denga rumus:

Esk =

(

)





+

e cl cl e a s sk

h

f

R

P

P

w

.

1

, ,

Cres + Eres = 0,0014 M (34 – ta) + 0,0173 M (5,87 – Pa)

Jumlah tetesan keringat, r (sedikit keringat menetes dan panas laten tidak hilang) ISO 7933 menggunakan rumus:


(49)

r =

2

1

w

Keringat yang dibutuhkan (untuk menyediakan penguapan yang dibutuhkan) dapat dihitung sebagai:

Sreq =

r

E

req

Wm

3.3. Keseimbangan Panas dalam Tubuh Manusia

Suhu tubuh manusia merupakan indikator penting untuk melihat kondisi lingkungan kerja (kenyamanan, stres akibat panas atau dingin dan juga produktivitas). Ketika panas hilang dari tubuh, maka suhu tubuh akan menurun dan demikian sebaliknya. Ini adalah hukum termodinamika dimana energi berpindah dari tubuh yang bersuhu lebih tinggi ke tubuh yang bersuhu lebih rendah. Manusia mempertahankan suhu tubuhnya sekitar 37,5oC. Penyimpangan suhu tubuh yang melebihi beberapa derajat dari nilai tersebut dapat membuat efek yang cukup serius. Suhu tubuh manusia sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan yang ada di sekitarnya karena hal ini mempengaruhi suhu tubuh dari dan ke tubuh manusia. Tubuh manusia umumnya dipengaruhi oleh pakaian dan udara, juga ketika tubuh berhubungan langsung dengan permukaan yang padat, air, cairan lain ataupun bahkan dipengaruhi oleh jarak.


(50)

3.3.1. Metabolisme Tubuh Manusia (Metabolic Rate)67

Metabolic rate adalah panas di dalam tubuh sepanjang beraktivitas. Nilai dari metabolic rate sangat bervariasi tergantung pada jenis pekerjaan yang dilakukan. Pada umumnya, metabolic rate diukur dalam satuan met (1 met = 50 kcal h-1 m-2). Semakin banyak melakukan aktivitas fisik maka semakin banyak panas yang dihasilkan. Metabolisme merupakan proses perubahan secara fisik dan kimiawi dalam jaringan maupun sel tubuh untuk mempertahankan hidup dan pertumbuhannya. Semakin cepat terjadinya proses metabolisme, maka semakin banyak energi yang dihasilkan dari proses pembakaran kalori tubuh.

Nilai untuk masing-masing aktivitas dan kecepatan metabolisme dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Aktivitas dan Kecepatan Metabolisme

No Aktivitas Satuan

Met W/m2

1 Berbaring 0.8 46

2 Duduk Tenang 1.0 58

3 Tukang jam 1.1 65

4 Berdiri santai 1.2 70

5 Aktivitas biasa ( kantor, rumah tangga, sekolah) 1.2 70

6 Menyetir mobil 1.4 80

7 Pekerja grafis – tukang jilid 1.5 85

8 Berdiri, aktivitas ringan(belanja, lab, industry ringan) 1.6 93

9 Guru, mengajar didepan kelas 1.6 95

10 Kerja rumah tangga (cukur, mencuci, berpakaian) 1.7 100

11 Berjalan di dataran, 2 km/jam 1.9 110

12 Berdiri, aktivitas sedang (menjaga took, rumah tangga) 2.0 116 13 Industri bangunan, memasang bata (bata 15,3 Kg) 2.2 125

14 Berdiri mencuci piring 2.5 145

15 Kerja rumah tangga- mengumpulkan daun di halaman 2.9 170 16 Kerja rumah tangga – mencuci dengan tangan dan menyetrika

2 2.9 170

17 Besi dan baja- menuang, mencetak 3.0 175

6

Auliciems, Andris and Steven V. Szokolay. Thermal Comfort (Brisband), hal 6

7


(51)

Tabel 3.1. Aktivitas dan Kecepatan Metabolisme (Lanjutan)

No Aktivitas Satuan

Met W/m2

18 Industri bangunan – mebentuk cetakan 3.1 180

Berjalan di dataran, 5 km/jam 3.4 200

20 Kehutanan – memotong dengan gergaji satu tangan 3.5 205

21 Pertanian – membajak dengan kuda 4.0 235

22 Industri bangunan – mengisi pencampuran semen dengan

spesi dan batu 4.7 275

23 Olah raga – meluncur di atas es, 18 km/jam 6.2 360 24 Peranian – menggali dengan cangkul (24 angkatan/menit) 6.5 380

25 Olah raga – ski diantara 18 km/jam 7.0 405

26 Kehutanan – bekerja dengan kapak (2 kg, 33 ayunan/menit) 8.6 500

27 Olah raga – lari 15 km/jam 9.5 550

Sumber: Neville Stanton & Auliciems, Andris and Steven V. Szokolay

3.3.2. Luas Permukaan Tubuh (Body Surface Area)8

Total luas permukaan tubuh secara manual diperkirakan dari persamaan yang disederhanakan Dubois berikut.

AD = 0.202 x W0.425 x H0.725,

Dimana,

AD = Luas permukaan tubuh (m2)

W = Berat badan (kg) H = Tinggi badan (m)

Nilai standar 1,8 m2 digunakan untuk seorang pria berberat 70 kg dan tinggi badan 1,73 m. Hal ini diakui bahwa AD membuat sebuah perkiraan

perhitungan luas permukaan tubuh. Objek yang bentuknya sama tetapi ukuran berbeda memiliki koefisien perpindahan panas yang berbeda.

8


(52)

3.3.3. Perpindahan Panas dari Tubuh ke Kulit

Metabolisme produksi panas terjadi pada semua bagian tubuh dan sistem termoregulasi mengatur berapa banyak panas yang dipindahkan ke kulit. Dari Gambar 3.4. dapat dilihat betapa pentingnya untuk mengetahui bahwa perpindahan panas dipengaruhi oleh pakaian.

Body

tcore tskin

Icl Ie

tcl

Environment Ta, tr, v

Gambar 3.4. Model Perpindahan Panas Sederhana dengan Insulasi Pakaian

3.3.4. A Simple Clothing Model9

Dalam menjaga keseimbangan panas tubuh yang mengalir ke kulit, menentukan suhu kulit, melalui perpindahan ke permukaan pakaian, menentukan suhu pakaian dan suhu lingkungan luar maka tubuh harus menjaga keseimbangan panas, panas akan mengalir keluar dari tubuh sampai mencapai kesetimbangan suhu tubuh, suhu kulit dan suhu pakaian dalam suhu lingkungan.

9


(53)

Tabel 3.2. Nilai Insulasi Panas (Iclo) untuk setiap Jenis Pakaian

Jenis Pakaian Insulasi Panas (Iclu)

Pakaian Dalam

Celana Dalam 0.03

Celana dalam berkaki panjang 0.10

Singlet 0.04

Kaos 0.09

Kemeja berlengan panjang 0.12

Celana dalam dan bra 0.03

Kemeja/blus

Lengan panjang 0.15

Tebal, lengan panjang 0.20

Normal, lengan panjang 0.25

Kemeja planel, lengan panjang 0.30 Blus tipis, lengan panjang 0.15

Celana

Pendek 0.06

Tebal 0.20

Normal 0.25

Planel 0.28

Gaun/rok

Rok tipis (musim panas) 0.15

Gaun tebal (musim dingin) 0.25 Gaun tipis, lengan pendek 0.20 Gaun musim dingin, lengan panjang 0.40

Boiler suit 0.55

Baju hangat

Rompi berlengan 0.12

Baju hangat tipis 0.20

Baju hangat 0.28

Baju hangat tebal 0.30

Jaket

Jaket musim panas 0.25

Jaket 0.35

Blazer 0.30

Insulasi tinggi, fibre-pelt

Boiler suit 0.90

Celana 0.35

Jaket 0.40


(54)

Tabel 3.2. Nilai Insulasi Panas (Iclu) untuk setiap Jenis Pakaian (Lanjutan)

Jenis Pakaian Insulasi Panas (Iclu)

Pakaian luar

Mantel 0.60

Jaket 0.55

Parka 0.70

Keseluruhan fiber-pelt 0.55

Lain-lain

Kaus kaki 0.02

Kaus kaki tebal sepanjang pergelangan kaki 0.05

Kaus kaki tebal panjang 0.10

Stoking nilon 0.03

Sepatu (bersol tipis) 0.02

Sepatu (bersol tebal) 0.04

Sepatu bot 0.10

Sarung tangan 0.05

Sumber: Human Thermal Environments, Ken Parsons

Tabel 3.3. Bilangan Serap

No. Warna α

1 Hitam merata 0,95 2 Pernis hitam 0,92 3 Abu-abu tua 0,91 4 Pernis biru tua 0,91 5 Cat minyak hitam 0,90

6 Coklat tua 0,88

7 Abu-abu biru tua 0,88 8 Biru/hijau tua 0,88 9 Coklat medium 0,84 10 Pernis hijau 0,79 11 Hijau medium 0,59 12 Kuning medium 0,58 13 Hijau/biru medium 0,57 14 Hijau muda 0,47 15 Putih agak mengilap 0,30 16 Putih mengilap 0,25

17 Perak 0,25

18 Pernis putih 0,21

Sumber: Human Thermal Environments, Ken Parsons


(55)

3.4. Kenyamanan Termal10

American Society of Heating Refrigerating and Air-Conditioning Engineers (ASHRAE) standar 55 (1992) mendefinisikan kenyamanan termal sebagai sebuah kondisi dari pikiran yang mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan termal. Definisi ini biasanya menjawab pertanyaan apakah penghuni merasa terlalu panas, terlalu dingin, atau sudah netral. Pada umumnya, kenyamanan termal berkaitan erat dengan energi (kalor) yang diserap dan dikeluarkan, seperti dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5. Respon Penghuni Terhadap Energi yang Diterima dan Energi yang Hilang

10


(56)

3.5. Parameter Tekanan Panas

Terdapat beberapa cara untuk menetapkan besarnya tekanan panas sebagai berikut (Suma’mur, 1996) :

1. Suhu efektif, yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh seseorang tanpa baju kerja ringan dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif ialah tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh sendiri. Untuk menyempurnakan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuatlah Skala Suhu Efektif Dikoreksi (Corected Effektive Temperature Scale). Namun tetap ada kekurangannya yaitu tidak diperhitungkannya panas hasil metabolisme.

2. Indeks suhu bola basah, (Wet Bulb-Globe Temperature Index), yaitu rumusan-rumusan sebagai berikut:

I.S.B.B. : 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 suhu kering. (Untuk pekerjaan dengan radiasi matahari).

I.S.B.B. : 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi. (Untuk pekerjaan tanpa radiasi matahari)

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/51/MEN/1999, tentang nilai ambang batas faktor fisika di tempat kerja adalah sebagai berikut:


(57)

Tabel 3.4. Kep-51 Men/1999 Tentang NAB Iklim Kerja ISBB yang Diperkenankan

Pengukuran Waktu Kerja setiap Jam Indeks Suhu Bola Basah

(ISBB)OC

Waktu Kerja Waktu Istirahat Beban Kerja

Ringan Sedang Berat

Beban kerja terus-menerus

(8 jam/hari) - 30,0 26,7 25,0

75% 25% 28,0 28,0 25,9

50% 50% 29,4 29,4 27,9

25% 75% 37,2 31,1 30,0

Sumber: Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-/MEN/1999

3. Indeks kecepatan keluar keringat selama 4 jam (Predicted – 4 – hour sweat rate disingkat P4SR), yaitu banyaknya keringat keluar selama 4 jam, sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan angin serta panas radiasi. Dapat pula dikoreksi dengan pakaian dan tingkat kegiatan pekerjaan-pekerjaan.

4. Heat Stress Index (HSI)

Heat stress index dirumuskan oleh Belding and Hatch (1955). Dalam lingkungan panas, efek pendinginan dari penguapan keringat adalah terpenting untuk keseimbangan panas. Maka dari itu, Belding dan Hatch mendasarkan indeknya atas perbandingan banyaknya keringat yang diperlukan untuk mengimbangi panas dan kapasitas maksimal tubuh untuk berkeringat. Untuk menentukan indeks tersebut, diperlukan pengukuran-pengukuran suhu kering dan basah, suhu globe termometer, kecepatan aliran udara, produksi panas akibat kegiatan dalam pekerjaan (Suma’mur P.K., 1996:86).


(58)

5. Required Sweat Rate (SWreq)

Bentuk dasar indeks ini dari ISO 7933 (1989). Indeks ini merupakan pengembangan dari dua indeks tekanan panas yaitu HSI dan ITS dan indeks ini dihitung untuk keseimbangan panas (Vogtet, 1981). Required Sweat Rate

(SWreq) dapat dihitung sebagai berikut: Sreq= Ereq/rreq

3.6. Effective Temperature (ET)11

Adapun formula untuk menghitung ET (Effective Temperature) adalah: ET = DBT – 0,4 (DBT – 10) (1-RH/100)  dalam oC

Gambar 3.6. Representasi Yagloulo Terhadap Suhu Efektif

11


(59)

NASA CR-1205-1 mengkaitkan nilai ET (Effective Temperature) dengan persentasi kehilangan output dan persentasi kehilangan akurasi, dimana kaitan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Kaitan ET dengan Loss in Output dan Loss in Accuracy

Effective Temperature (oF)

Loss in Output

Loss in Accuracy

75

3% Negligible

80 8% 5%

85 18% 40%

90 29% 300%

95 45% 700%

100 62% >>

105 79% ->>

Sumber: NASA CR-1205-1

Hasil penelitian NASA CR-1205-1 menunjukkan bahwa ketika temperatur meningkat lebih dari 85oF, output akan berkurang 18% dan akurasi akan meningkat secara tak pasti dari 40%. Kehilangan produktivitas akibat temperatur tinggi dapat didokumentasikan sendiri dari hasil produksi yang didapat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode Effective Temperature (ET) dapat digunakan untuk menghitung peningkatkan/penurunan produktivitas dalam bentuk persentasi


(60)

3.7. Pengendalian Lingkungan Kerja Panas

Pengendalian pengaruh paparan tekanan panas terhadap tenaga kerja perlu dilakukan untuk perbaikan tempat kerja, sumber-sumber panas lingkungan dan aktivitas kerja yang dilakukan. Koreksi tersebut dimaksudkan untuk menilai secara cermat faktor-faktor tekanan panas dan mengukur ISBB pada masing-masing pekerjaan sehingga dapat dilakukan langkah pengendalian secara benar. Di samping itu koreksi itu juga dimaksudkan untuk menilai efektifitas dari sistem pengendalian yang telah dilakukan di masing-masing tempat kerja (Tarwaka, 2004).

Teknik pengendalian terhadap pemaparan tekanan panas di perusahaan dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Mengurangi faktor beban kerja dengan mekanisasi. b. Mengurangi beban panas radiasi dengan cara:

1. Menurunkan suhu udara dari proses kerja yang menghasilkan panas. 2. Relokasi proses kerja yang menhasilkan panas.

3. Penggunaan tameng panas dan alat pelindung yang dapat memantulkan panas.

c. Mengurangi suhu dan kelembaban. Cara ini dapat diakukan melalui ventilasi pengenceran atau pendinginan secara mekanis. Cara ini telah terbukti secara dramatis dapat menghemat biaya dan meningkatkan kenyamanan (Bernard, 1996 dalam Tarwaka, 2004).

d. Meningkatkan pergerakan udara. Peningkatan pergerakan udara melalui ventilasi buatan dimaksudkan untuk memperluas pendinginan evaporasi, tetapi


(61)

tidak boleh melebihi 1,2 m/detik. Sehingga perlu dipertiombangkan bahwa menambah pergerakan udara pada suhu yang tinggi (> 40oC) dapat berakibat kepada peningkatan panas.

e. Pembatasan terhadap waktu pemaparan panas dengan cara:

1. Melakukan pekerjaan pada tempat panas pada pagi dan sore hari.

2. Penyediaan tempat sejuk yang terpisah dengan proses kerja untuk pemulihan.

3. Mengatur waktu kerja istirahat secara tepat berdasarkan beban kerja dan nilai ISBB. Menurut Suma’mur (1996) produktivitas seseorang akan menurun setelah bekerja 4 jam, keadaan ini terjadi seiring dengan menurunnya kadar gula dalam darah. Pengaturan waktu istirahat diperlukan bagi mereka yang terpapar panas selama bekerja. Periode istirahat pendek diberikan selama masa kerja yang panjang, untuk itu perlu disediakan ruangan istirahat yang tidak dingin dan tidak terpapar panas. Pengaturan waktu istirahat 15 menit setelah 2 jam bekerja teru menerus pada lingkungan kerja panas dengan tingkat beban kerja sedang harus diberikan (NIOSH, 1986).

f. Mengganti cairan yang hilang selama terpapar panas. Hilangnya air melalui keringat merupakan kehilangan cairan yang tidak disadari. Tipe kehilangan air ini meningkat pada suhu lingkungan yang tinggi. Untuk itu perlu dilakukan pemeliharaan keseimbangan cairan tubuh dengan cara:

1. Minum air dingin yang mempunyai suhu 50oF sampai 60oF.

2. Minum air sebelum bekerja dan total air yang diminum selama bekerja adalah 4 sampai 6 gelas per hari (Martin, 1987).


(62)

g. Meningkatkan kemampuan fisik pekerja terhadap lingkungan panas, yaitu: 1. Melakukan latihan/senam misalnya: aerobik.

2. Tidak meminum alkohol.

h. Menyediakan alat pelindung diri berupa: baju atau jaket dingin, pakaian yang terbuat dari katun.

3.8. Pengaruh Fisiologis akibat Tekanan Panas

Tekanan panas memerlukan upaya tambahan pada anggota tubuh untuk memelihara keseimbangan panas. Menurut Pulat (1992) dalam Tarwaka (2004) bahwa reaksi fisiologis tubuh (heat strain) oleh karena peningkatan suhu udara di luar comfort zone antara lain:

a. Vasodilatasi

b. Denyut jantung meningkat c. Suhu kulit meningkat

d. Suhu inti tubuh pada awalnya turun kemudian meningkat

Selanjutnya apabila pemaparan terhadap tekanan panas terus berlanjut, maka resiko terjadi gangguan kesehatan juga akan meningkat. Menurut Graham (1992) dan Bernard (1996) dalam Tarwaka (2004) reaksi fisiologis akibat pemaparan panas yang berlebihan dapat dimulai dari gangguan fisiologis yang sangat sederhana sampai dengan terjadinya penyakit yang sangat serius. Pemaparan terhadap tekanan panas juga menyebabkan penurunan berat badan. Menurut hasil penelitian Priatna (1990) dalam Tarwaka (2004) bahwa pekerja yang bekerja selama 8 jam/hari berturut-turut selama 6 minggu, pada ruangan


(63)

dengan Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) antara 32,02 sampai 33,01oC menyebabkan kehilangan berat badan sebesar 4,23%.

Secara lebih rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan panas yang erlebihan dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Gangguan perilaku dan performansi kerja, seperti terjadinya kelelahan, sering melakukan istirahat curian, dan lain-lain.

b. Dehidrasi, yaitu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan baik oleh pergantian cairan yang tidak cukup maupun karena gangguan kesehatan. Pada kehilangan cairan tubuh < 1,5% gejalanya tidak nampak, kelelahan muncul lebih awal dan mulut mulai kering.

c. Heat Rash, keadaan seperti biang keringat atau keringat buntat, gatal kulit akibat kondisi kulit terus basah. Pada kondisi demikian pekerja perlu beristirahat pada tempat yang lebih sejuk dan menggunakan bedak penghilang keringat.

d. Heat Cramps, merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki) akibat keluarnya keringat yang menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang kemungkinan besar disebabkan karena minum terlalu banyak dengan sedikit garam natrium.

e. Heat Syncope atau fainting, keadaan ini disebabkan karena aliran darah ke otak tidak cukup karena sebagian besar aliran darah dibawa ke permukaan kulit atau perifer yang disebabkan karena pemaparan suhu tinggi.

f. Heat Exhaustion, keadaan ini terjadi apabila tubuh kehilangan terlalu banyak cairan dan/atau kehilangan garam. Gejalanya mulut kering, sangat haus dan


(64)

lemah dan sangat lelah. Gangguan ini biasanya banyak dialami pekerja yang belum beraklimatisasi terhadap suhu udara panas.

3.9. Psychrometrics dan Psychrometrics Chart

Psychrometrics penting untuk menentukan suhu titik embun (dew point suhue) dan persoalan kondensasi yang terkait dengan pendinginan radian.

Psychrometrics chart dapat dilihat pada Gambar 3.7. Sebuah grafik yang menyediakan metode yang nyaman untuk dapat dengan cepat menentukan kelembaban relatif, rasio kelembaban, dan suhu titik embun untuk campuran udara lembab.

DBT(°C) 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

AH

5 10 15 20 25 30

0 10

20 30

40 50

60 70

80 90

100 110

120 Enthalpy (kJ/kg)

Psychrometric Chart

Human Comfort (ISO 7730-1993)

CLO: 1.0, MET: 1.5, Wind: 0.5m/s, MRT: 25°C Barometric Pressure: 101.36 kPa

© Psycho Tool '06


(65)

3.10. Jenis Alat Ukur

Pada umumnya alat yang digunakan untuk pengukuran suhu lingkungan kerja adalah:

a. Pengukuran suhu lingkungan

Pengukuran untuk setiap komponen suhu lingkungan dilakukan dengan menggunakan alat sebagai berikut:

1. Suhu kering (dry bulb/air temperature)

Pengukuran suhu kering dilakukan dengan menggunakan termometer yang terdiri dari termometer yang berisi cairan (liquid-in-glass thermometer),

thermocouples, termometer resisten (resistance thermometer). 2. Suhu basah dan bola (natural wet bulb temperature)

Pengukuran suhu basah alami dilakukan dengan menggunakan termometer yang dilengkapi dengan kain katun yang basah. Untuk mendapatkan pengukuran yang akurat, maka sebaiknya menggunakan kain katun yang bersih serta air yang sudah disuling (distilasi).

3. Suhu Radian (radiant/suhu globe)

Suhu radian diukur dengan menggunakan black globe thermometer. Termometer dilengkapi dengan bola tembaga diameter 15 cm yang dicat berwarna hitam untuk menyerap radiasi infra merah. Jenis termometer untuk mengukur suhu radian yang paling sering digunakan adalah Vernon

Globe thermometer yang mendapat rekomendasi dari NIOSH. Dalam pengukuran diperlukan waktu untuk adaptasi bergantung pada ukuran bola tembaga yang digunakan. Untuk termometer yang menggunakan bola


(66)

tembaga dengan ukuran 15 cm diperlukan waktu adaptasi selama 15 – 20 menit, sedangkan untuk alat ukur yang banyak menggunakan ukuran bola tembaga sebesar 4,2 cm diperlukan waktu adaptasi selama 5 menit. 4. Kelembaban relatif (relativehumidity)

Pengukuran kelembaban udara penting dilakukan karena merupakan salah satu faktor kunci dari iklim yang mempengaruhi proses perpindahan panas dari tubuh dengan lingkungan melalui evaporasi. Kelembaban yang tinggi akan menyebabkan evaporasi menjadi rendah. Alat yang umum digunakan untuk mengukur kelembaban udara adalah hygrometer atau psychrometer

yang bersifat direct reading. Alat ini mempunyai sensitivitas yang rendah khususnya pada suhu diatas 50oC dan kelembaban relatif di bawah 20%. 5. Kecepatan Angin

Kecepatan angin sangat penting peranannya dalam proses pertukaran panas antara tubuh dan lingkungan khususnya melalui proses konveksi dan evaporasi. Kecepatan angin umumnya dinyatakan dalam feet per minute

(fpm) atau meter per second (m/sec). Kecepatan angin diukur dengan menggunakan anemometer. Terdapat dua jenis anemometer yaitu: a) vane anemometer dan b) thermoanemometer.

6. Suhu Tubuh

Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan dengan menggunakan termometer air raksa, elektronik/termistor, telinga/infra red, kulit/TC, thermostat/bimetal.


(67)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Objek dan Waktu Penelitian

Objek penelitian yang diamati adalah bagian lantai produksi di UD. Ponimin. Penelitian dilakukan sepanjang jam kerja, yaitu dari pukul 08.00-16.00 dan dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2011.

4.2. Sifat Penelitian

Adapun sifat dari penelitian ini adalah penelitian korelasional, yaitu penelitian yang mengkaji keterkaitan antara faktor-faktor lingkungan fisik termal dengan produktivitas/performansi pekerja. Selain itu, penelitian juga akan mengkaji hubungan dari faktor-faktor lingkungan fisik termal tersebut dengan

dissatisfied (ketidakpuasan) operator.

4.3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah keseluruhan operator yang berada dalam lantai produksi yang bekerja di sekitar daerah perebusan. Hal ini disebabkan karena di dekat daerah inilah, operator paling banyak terpapar pada panas dan uap-uapnya. Oleh karena itu, metode sampling yang digunakan dalam penyebaran kuesioner adalah total sampling. Sedangkan penentuan pengukuran lingkungan fisik dalam penelitian menggunakan non probability sampling, yaitu judgement sampling.


(68)

Penarikan sampel (lingkungan fisik) dengan menggunakan metode ini dengan pertimbangan dimana populasi dianggap bersifat homogen.

4.4. Kerangka Konseptual

Adapun kerangka konseptual berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.

r3 r2

Suhu Kering

Suhu Basah

Suhu

globe

Kelembaban

Kecepatan udara

Denyut nadi Psikologi

Layout r1

r4 r5

r6

Persentasi jam kerja dan jam

istirahat (Produktivitas)

Perancangan Fasilitas

Gambar 4.1. Kerangka Konseptual

4.5. Tahapan Penelitian

Adapun blok diagram langkah-langkah penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.2.


(69)

Perumusan Masalah dan Penetapan Tujuan Penelitian Analisis dan Evaluasi Kesimpulan dan Saran Pengolahan Data

Pengumpulan Data Primer

· Temperatur (T)

· Kecepatan udara (v)

· Kelembaban (Rh)

· Suhu basah

· Suhu kering

· Suhu Bola

· Clo resistance pekerja

· Kuesioner hasil pengisian operator

terhadap kenyamanan termal

· Denyut nadi operator

· Jumlah jam kerja dan jam istirahat

operator Pengumpulan Data Sekunder

· Temperatur luar ruangan

· Kecepatan udara luar ruangan

· Kelembaban luar ruangan

· Jumlah pekerja

· Data mesin

Studi Pendahuluan Melakukan penelitian awal tentang masalah lingkungan termal di lantai produksi UD.

Ponimin

Studi Kepustakaan Mempelajari varibel-variabel

lingkungan fisik termal, Heat

Stress Index, dan Effective Temperature

Identifikasi Variabel Penelitian, Objek Penelitian

Identifikasi Kebutuhan Data

Pengumpulan Data


(70)

4.6. Penentuan Variabel Penelitian

Adapun variabel-variabel yang dibutuhkan dalam pengukuran adalah variabel terikat, variabel bebas, variabel intervening, dan variabel moderator. 1. Variabel terikat

a. Energi ekspenditur

b. Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) c. HSI (Heat Stress Index)

d. ET (Effective Temperature) 2. Variabel bebas

a. Suhu (T)

b. Kelembaban (Rh) c. Kecepatan angin (v) d. Suhu basah

e. Suhu kering f. Suhu bola g. Suhu tubuh h. Clo resistance

3. Variabel intervening

a. Denyut adi

b. Kondisi psikologis c. Layout lantai produksi


(71)

4.7. Definisi Operasional

Definisi-definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kelembaban relatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

kandungan uap air dalam campuran air-udara dalam fase gas. Kelembaban relatif dari suatu campuran air-udara didefinisikan sebagai rasio dari tekanan parsial uap air dalam campuran terhadap tekanan uap jenuh air pada temperatur tersebut.

2. Suhu kering (dry bulb) adalah indikasi kandungan kalor dari campuran. Sering juga disebut suhu udara. Dinamakan suhu udara kering karena pada pengukurannya tidak dipengaruhi oleh uap air yang ada. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan thermometer yang terlindungi dari radiasi dan uap air. 3. Suhu basah (wet bulb) adalah suhu pada kondisi jenuh adiabat, diukur dengan

termometer yang diselubungi dengan kain basah. Proses penguapan terjadi dengan absorpsi kalor laten, sehingga suhu tabung basah selalu lebih rendah dari suhu tabung kering.

4. Suhu bola (globe) adalah suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola. 5. Clo resistance adalah besaran untuk resistensi pakaian terhadap panas.

7. ISBB (Indeks Suhu Bola Basah) adalah parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu udara basah, dan suhu bola.

9. HSI (Heat Stress Index) adalah perbandingan kebutuhan pendinginan evaporasi untuk menjaga keseimbangan panas terhadap pendinginan evaporasi maksimum dari kondisi lingkungan fisik yang digunakan.


(1)

x y y' y-y' (y-y')^2 0.100 32.859 32.878

-0.019 0.000 0.600 33.028 32.999 0.029 0.001 1.100 33.089 33.083 0.006 0.000 1.700 33.106 33.135

-0.029 0.001 2.500 33.134 33.122 0.012 0.000

Total 0,002

SEE = 0,032

d. SEE untuk metode eksponensial

x y y' y-y'

(y-y')^2 0.100 32.859 32.915 -0.056 0.003 0.600 33.028 32.965 0.063 0.004 1.100 33.089 33.014 0.075 0.006 1.700 33.106 33.074 0.032 0.001 2.500 33.134 33.153 -0.019 0.000

Total 0,014

SEE = 0,068

Jadi, persamaan yang dipiliha adalah Y = 32,849 + 0,294 x – 0,074 x2 (metode kuadratis)

r =

(

)( )

(

)

(

)

(

( )

)

=

2 2

2 2

Y Y

n X X

n

Y X XY

n

rxy = 0,864

Grafik Pengaruh Kecepatan Angin Terhadap Temperatur


(2)

Adapun data rata-rata pengaruh kecepatan angin terhadap suhu dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Data Rata-Rata Kecepatan Angin Terhadap Temperatur

No Kecepatan angin (x)

Temperatur (y) x

2 y2 x.y x3 x4 x2y Lny x lny

1 0.12 30.807 0.014 949.071 3.697 0.002 0.000 0.444 3.428 0.411

2 0.13 31.951 0.017 1020.866 4.154 0.002 0.000 0.540 3.464 0.450

3 0.12 34.121 0.014 1164.243 4.095 0.002 0.000 0.491 3.530 0.424

4 0.12 32.600 0.014 1062.760 3.912 0.002 0.000 0.469 3.484 0.418

5 0.12 33.360 0.014 1112.890 4.003 0.002 0.000 0.480 3.507 0.421

6 0.12 34.173 0.014 1167.794 4.101 0.002 0.000 0.492 3.531 0.424

7 0.11 34.290 0.012 1175.804 3.772 0.001 0.000 0.415 3.535 0.389

Total 0.840 231.302 0.101 7653.428 27.733 0.012 0.001 3.332 24.479 2.937

Dengan menggunakan cara yang sama seperti perhitungan sebelumnya, maka akan di dapat persamaan dan SEE untuk metode konstan, linier, kuadratis, dan eksponensial, yang hasilnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Hasil Perhitungan Persamaan dan SEE Untuk Setiap Metode

Metode Persamaan SEE

Konstan Y = 33,043 1,322

Linier Y = 47,077 – 116,950 x 1,245

Kuadratis - (tidak dapat dihitung karena nilai α dan γ bernilai 0)

-

Eksponensial Y = 44,018 e-2,400x 1,268

Jadi, persamaan yang dipiliha adalah Y = 47,077 – 116,950 x (metode linier)

(

)( )

(

)

(

)

(

( )

)

− = 2 2 2 2 Y Y n X X n Y X XY n rxy


(3)

Grafik Pengaruh Kecepatan Angin Terhadap Temperatur

Perhitungan Regresi Kelembaban Terhadap Temperatur

Adapun data rata-rata pengaruh kelembaban terhadap suhu dapat dilihat pada tabel di bawah ini,

Data Rata-Rata Kelembaban Terhadap Temperatur

No Kelembaban (x)

Temperatur

(y) x

2 y2 x.y x3 x4 x2y Lny x lny

1 77.350 30.807 5983.023 949.071 2382.921 462786.790 35796558.236 184318.974 3.428 265.156 2 77.100 31.951 5944.410 1020.866 2463.422 458314.011 35336010.248 189929.844 3.464 267.074 3 76.400 34.121 5836.960 1164.243 2606.844 445943.744 34070102.042 199162.912 3.530 269.692 4 70.200 32.600 4928.040 1062.760 2288.520 345948.408 24285578.242 160654.104 3.484 244.577 5 66.050 33.360 4362.603 1112.890 2203.428 288149.895 19032300.573 145536.419 3.507 231.637 6 67.750 34.173 4590.063 1167.794 2315.221 310976.734 21068673.754 156856.206 3.531 239.225 7 69.000 34.290 4761.000 1175.804 2366.010 328509.000 22667121.000 163254.690 3.535 243.915

Total 503.850 231.302 36406.098 7653.428 16626.367 2640628.583 192256344.094 1199713.149 24.479 1761.276

Dengan menggunakan cara yang sama seperti perhitungan sebelumnya, maka akan di dapat persamaan dan SEE untuk metode konstan, linier, kuadratis, dan eksponensial, yang hasilnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


(4)

Hasil Perhitungan Persamaan dan SEE Untuk Setiap Metode

Metode Persamaan SEE

Konstan Y = 33,043 1,322

Linier Y = 44,596 – 0,160x 1,174

Kuadratis Y = -109,444 + 4,075x – 0,029x2 1,283

Eksponensial Y = 47,304 e -0,005x 1,176

Jadi, persamaan yang dipiliha adalah Y = 44,596 – 0,160x (metode linier)

(

)( )

(

)

(

)

(

( )

)

=

2 2

2 2

Y Y

n X X

n

Y X XY

n rxy

r = -0,586


(5)

Spesifikasi

COOLER TURBINE VENTILATOR

:

1, COOL’ER TURBINE VENTILATOR TYPE L-45 Bahan : Alluminium dan Stainless Steel

Bearing : Full Stainless Steel, Made In Japan Diameter : 45 CM = 18’’

Dimensi : 75 x 68 x68 Berat : 4,5 kg s/d 8,5 kg

Kapasitas Hisap : 42,39 M³ / menit

2, COOL’ER TURBINE VENTILATOR TYPE L-60 WA SPLIT Bahan : Alluminium dan Stainless Steel

Bearing : Full Stainless Steel, Made In Japan Diameter : 60 CM = 24’’

Dimensi : 100 x 86 x86 Berat : 8,5 kg s/d 13,5 kg

Kapasitas Hisap : 75,36 M³ / menit

3, COOL’ER TURBINE VENTILATOR TYPE L-75 WA SPLIT Bahan : Alluminium dan Stainless Steel

Bearing : Full Stainless Steel, Made In Japan Diameter : 75 CM = 30’’

Dimensi : 120 x 100 x100 Berat : 13,5 kg s/d 19,5 kg


(6)

NASA CR-1205-1,

“A Compendium of Human Responses to the Aerospace Environment”,* The report shows that when in-plant temperatures rise over 85o, output drops by 18% and accuracy suffers from a 40% increace in errors, Productivity losses from high temperatures may be documented by your own production records,

Effective Temperature Loss in Output Loss in Accuracy

75o

3% Negligible

80 o 8% 5%

85 o 18% 40%

90 o 29% 300%

95 o 45% 700%

100 o 62% >>

105 o 79% ->>

*Effective Temperature is the combined effect of temperature, humidity, and air motion on the body,

*Study for NASA, “Comfort Conditioning the Plant with Evaporative Cooling” Plant Engineering July 8, 1976 Pg 76 Joseph Marg

“Evaporative Air Conditioning Handbook” John Watt, PE and Will Brown PE 3rd Edition Pg 201