Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung

(1)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

FARMASI INDUSTRI

di

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

Plant Bandung

Disusun Oleh:

Riza Fahlevi Wakidi, S. Farm. Nim: 073202155

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga Praktek Kerja Profesi (PKP) di industri farmasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung dapat berjalan dengan baik.

PT. Kimia Farma Plant Bandung bagian dari PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. merupakan salah satu industri farmasi BUMN yang mempunyai komitmen terhadap mutu. Seluruh proses produksi tidak hanya telah diakui oleh pemerintah dengan diberikannya sertifikat CPOB tetapi juga telah memperoleh sertifikat ISO 9001 versi 2000 yang merupakan pengakuan internasional atas dijalankannya sistem manajemen mutu yang dari penerapannya diharapkan terwujud suatu produk yang bermutu.

Penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan. Pelaksanaan PKP ini berlangsung sejak tanggal 13 Oktober – 28 November 2008. Dalam menjalankan Praktek Kerja Profesi, banyak pihak yang membantu dan membimbing kami dalam melaksanakan PKP tersebut. Pada kesempatan ini, kami memberikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Bapak Wiryanto, M.S., Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Universitas Sumatera Utara, Medan.


(4)

3. Bapak Drs. Abdullah Basuki, Apt. selaku Plant Manager PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Bandung yang telah memberikan kesempatan mengizinkan Plant Bandung sebagai tempat Praktek Kerja Lapangan.

4. Ibu Dra. Wartiyas Tuti, Apt. selaku pembimbing dari PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Bandung yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan pengetahuan selama pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan.

5. Bapak Drs. Yanyan Solehuddin, Apt. yang banyak memberikan bimbingan dalam menyelesaikan tugas khusus.

6. Semua Manager, Asisten Manager beserta staf dan karyawan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung, khususnya bagian Produksi I: Pak Sony, Pak Ade, Pak Supandi, dan Pak Wawan yang telah membimbing dan membantu kami selama menjalankan Praktek kerja Lapangan.

7. Seluruh dosen Fakultas Farmasi dan Program Profesi apoteker Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan ilmu pengetahuan bagi kami. 8. Kedua orang tua atas semangat, bantuan moril dan materil yang tak ternilai. 9. Teman senasib seperjuangan Peppi dan Aulia (UNPAD Bandung), Wati dan

Radis (UGM Yogyakarta), Sherly dan Yuli (UBAYA Surabaya), Veny dan Tyas (UNAIR Surabaya), Mas Kobo dan Adhi (SADAR Yogyakarta), atas kerja sama dalam Praktek Kerja Profesi ini.

10.Rekan-rekan Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan yang saling mendukung dalam pelaksanaan Program Profesi Apoteker.


(5)

Sepenuhnya kami menyadari bahwa penyusunan laporan Praktek Kerja Profesi ini masih terdapat banyak kekurangan sehingga masih banyak memerlukan perbaikan - perbaikan. Karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kebaikan bersama.

Akhir kata, semoga laporan Praktek Kerja Profesi ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi pembaca serta bermanfaat bagi perkembangan industri farmasi.

Bandung, November 2008


(6)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... vi

Daftar Gambar... viii

Daftar Tabel ... ix

Ringkasan... x

BAB I Pendahuluan ... 1

1.1Latar Belakang... 1

1.2Tujuan ... 3

BAB II Tinjauan Tentang PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. ... 4

2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk... 4

2.2 Struktur Organisasi ... 7

2.3 Tinjauan Umum P.T. Kimia Farma ... 9

BAB III Kegiatan Praktek Kerja Profesi di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Bandung ... 12

3.1 Umum dan Personalia ... 14

3.2 Bagian PPPI ... 16

3.3 Bagian Pembelian... 20

3.4 Bagian Produksi... 26

3.4.1 Bagian Produksi I ... 29

3.4.2 Bagian Produksi II ... 35

3.4.2.1 Produksi Serbuk Oralit ... 35

3.4.2.2 Produksi Sirup ... 37

3.4.2.3 Produksi Suspensi... 39

3.4.2.4 Produksi Fitofarmaka ... 42

3.4.2.5 Pembuatan Aqua Demineralisata ... 44


(7)

3.4.3.1 Tablet Hormon... 46

3.4.3.2 Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR).... 52

3.4.3.3 Produksi Kina ... 55

3.5 Bagian Teknik dan Pemeliharaan ... 57

3.6 Bagian Gudang ... 59

3.7 Bagian Pengelolaan Mutu... 63

3.7.1 Bagian Pemastian Mutu... 64

3.7.2 Bagian Laboratorium Pengujian... 69

3.7.3 Bagian Teknologi Formulasi ... 73

3.8 Instalasi Pengolahan Air Limbah ... 75

3.9 Sistem Managemen Mutu... 78

BAB IV Pembahasan ... 81

BAB V Kesimpulan dan Saran ... 89

5.1 Kesimpulan... 89

5.2 Saran ... 89

Daftar Pustaka ... 90 Lampiran


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Sruktur Organisasi PT. Kimia Farma... 8

Gambar 3.1. Struktur Organisasi Perencanaan Produksi dan pengendalian Inventori 16 Gambar 3.2 Sruktur Organisasi Bagian Pembelian ... 20

Gambar 3.3 Skema Pengadaan Bahan Produksi ... 23

Gambar 3.4 Skema Pengadaan Barang Teknik... 25

Gambar 3.5 Skema Alur Produksi Tablet Non Hormon... 34

Gambar 3.6 Skema Alur produksi Serbuk Oralit... 36

Gambar 3.7 Skema alur Produksi sirup ... 38

Gambar 3.8 Skema Alur Produksi suspensi... 41

Gambar 3.9 Skema Alur Produksi Batugin Elixir ... 42

Gambar 3.10 Skema Alur Pembuatan Aqua Demineralisata... 45

Gambar 3.11 Skema Alur Produksi Tablet Hormon... 50

Gambar 3.12 Skema Alur Produksi Tablet Placebo ... 51

Gambar 3.13 Skema Alur Proses Pembuatan AKDR ... 54

Gambar 3.14 Struktur Organisasi bagian Teknik dan Pemeliharaan ... 57

Gambar 3.15 Struktur Organisasi Penyimpanan... 59

Gambar 3.16 Struktur Organisasi Pengelolaan Mutu ... 63


(9)

TABEL

Tabel 3.1 Parameter Pemeriksaan Air Limbah ... 76


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan manusia sehingga menjadi prioritas dalam pembangunan nasional suatu bangsa. Hal ini terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya bangsa tersebut. Dengan sumber daya manusia yang berkualitas maka akan semakin meningkatkan daya saing bangsa dalam era persaingan global saat ini.

Salah satu tujuan dari pembangunan nasional adalah pembangunan di bidang kesehatan dengan mewujudkan dan meningkatkan derajat kesehatan seluruh masyarakat Indonesia. Beberapa langkah kerja yang dilakukan pemerintah dalam rangka pembangunan nasional di bidang kesehatan meliputi tercukupinya ketersediaan obat, meratanya pendistribusian obat, serta terjangkaunya harga obat oleh masyarakat. Oleh karena itu, pengadaan dan produksi obat yang dalam hal ini dilakukan oleh industri farmasi akan mempengaruhi ketersediaan obat yang dibutuhkan masyarakat.

Dalam era globlalisasi sekarang ini, dimana industri farmasi dituntut untuk dapat bersaing dengan industri farmasi baik dalam maupun luar negeri untuk dapat memperebutkan pangsa pasar dan memenuhi kebutuhan obat bagi masyarakat. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan pemenuhan kebutuhan obat yang bermutu bagi masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan pedoman bagi industri farmasi untuk dapat menghasilkan produk yang


(11)

bermutu yaitu dengan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Pada tahun 2006, pemerintah telah memperbarui CPOB ini, yang kemudian lebih dikenal dengan CPOB Terkini atau cGMP (Current GMP).

Di sisi lain, pemberlakuan c-GMP bagi industri farmasi di Indonesia ternyata membawa berbagai konsekuensi, salah satunya adalah meningkatnya peran apoteker (pharmacist) di industri farmasi. Hal ini tentunya harus diimbangi dengan kesiapan dan profesionalisme para apoteker itu sendiri.

Dalam era perdagangan bebas dimana industri farmasi di Indonesia akan bersaing dengan industri farmasi dari negara lain maka penerapan CPOB saja belum cukup maka dari itu dituntut untuk memenuhi persyaratan sistem mutu yang berlaku secara internasional, salah satunya dengan mendapatkan sertifikat International Organization for Standardization (ISO).

Sertifikat ISO 9000 merupakan jaminan sistem pengelolaan mutu dan memberikan kerangka kerja untuk pengolahan yang efektif dan dengan seri ISO 9000 sekaligus merupakan promosi pengembangan perdagangan. Sedangkan sistem manajemen lingkungan, sistem ramah lingkungan yang menekankan pada dokumentasi dan penerapannya sebagai bukti obyektif dari jaminan mutu diatur dalam seri ISO 14000. Dengan memperoleh pengakuan ISO maka akan meningkatkan kredibilitas perusahaan dalam hal kemudahan memasuki pasar bebas dan sekaligus merupakan kemajuan perusahaan.

Keberhasilan pelaksanaan CPOB dan penerapan ISO dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia yang terlibat dalam industri farmasi. Apoteker adalah salah satu profesi yang memegang peranan penting di industri farmasi.


(12)

Calon apoteker yang ingin terjun di industri farmasi perlu melihat langsung penerapan dari konsep-konsep farmasi industri yang ada di lapangan dan mengetahui aplikasi ilmu selain ilmu kefarmasian yang tidak didapat di pendidikan formal kuliah.

Untuk mendukung tercapainya hal tersebut, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara bekerja sama dengan industri farmasi PT. Kimia Farma (Persero) Plant Bandung melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Profesi (PKP) bagi peserta program profesi yang telah memilih bidang industri farmasi.

1.1 Tujuan PKP

Setelah mengikuti Praktek Kerja Profesi diharapkan peserta program profesi mampu:

1. Memahami peran dan tanggung jawab apoteker di industri farmasi.

2. Mengetahui pelaksanaan CPOB yang telah dilaksanakan oleh industri farmasi.

3. Mengetahui kegiatan yang dilakukan di industri farmasi secara utuh dan terpadu.


(13)

BAB II

TINJAUAN TENTANG PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk

2.1 Sejarah PT Kimia Farma (Persero) Tbk

PT Kimia Farma (Persero) Tbk merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang kefarmasian, mulai dari produksi bahan baku obat, produksi obat jadi, sampai pada pemasaran yang meliputi Apotek dan Pedagang Besar Farmasi (PBF).

Pada tahun 1896, melalui akte notaris B.V. Houthuisen No. 12 tanggal 29 Juni 1896 di Bandung, didirikan sebuah pabrik kina oleh pemerintah Hindia Belanda dengan nama Bandoengsche Kinine Fabriek N. V, yang mula-mula hanya menghasilkan garam kina dari kulit kina. Pengolahan pabrik kina ini kemudian diserahkan pada Indische Combinatie Voor Chemische Industrie (Inschen) pada tanggal 14 Januari 1939 dan Inschen sendiri telah memiliki pabrik yodium di Watudakon yang didirikan pada tahun 1926.

Pada tahun 1942 dalam perang dunia II, pabrik kina Bandung dikuasai oleh angkatan darat Jepang yang diberi nama Rikuyun Kinine Seizoshyo. Selama Jepang berkuasa pembuatan pil dan tablet kina masih dilakukan, tetapi hasil kina tersebut diangkut ke Jepang dan sebagian lagi dikirim ke tempat-tempat lain untuk kepentingan Jepang dalam perang di Pasifik. Untuk keperluan dalam negeri, yaitu orang Indonesia, Jepang hanya menyediakan hasil pabrik yang disebut tota kina, yaitu kina yang belum dipisahkan dari alkaloid-alkaloid lainnya.


(14)

Setelah Jepang dikalahkan Sekutu pada tahun 1945, pabrik kina diambil alih oleh pemiliknya, yaitu perusahaan swasta Belanda dengan nama Bandoengsche Fabriek N. V pada tahun 1955, pabrik kina ini diserahkan pada Combinatie Voor Chemische Industrie dengan akte Mr. R. Soewardi No. 47/1954 tanggal 3 November 1954.

Tahun 1958, berhubung adanya sengketa Irian Barat antara Indonesia dan Belanda, maka semua perusahaan Belanda yang ada di Indonesia dikuasai oleh pemerintah RI dengan membentuk Badan Pimpinan Umum (BPU) berdasarkan PP No. 23 tahun 1958. Berdasarkan UU No. 86 tahun 1958, perusahaan di bawah BPU ini menjadi milik RI yang pelaksanaannya diserahkan kepada Badan Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan Belanda (BANAS). Pada tahun 1960, pabrik kina diberi nama Perusahaan Negara (PN) Farmasi dan Alat Kesehatan Bhinneka Kina Farma berdasarkan SP Menkes No. 57/959/BPK/Kob tanggal 18 Juli 1960. Pada tahun 1961, berdasarkan PP No. 85 tanggal 17 April 1961, namanya diubah menjadi Perusahaan Negara Farmasi (PNF) dan Alat-alat Kesehatan Bhinneka Kina Farma yang meliputi pabrik Yodium di Watudakon Mojokerto, Jawa Timur.

Sekitar tahun 1969, berdasarkan PP No. 3 tanggal 25 Januari 1969, empat PNF yaitu PN Radja Farma, PN Nakula Farma, PN Bhinneka Kina Farma dan PN Sari Husada dilebur menjadi satu PN dengan nama Perusahaan Negara Farmasi dan Alat-alat Kesehatan Bhinneka Kimia Farma. Keempat perusahaan tersebut masing-masing menjadi satu unit dengan susunan yaitu PNF Radja Farma (Jakarta) menjadi PNF Bhinneka Kimia Farma Unit I Bidang Perdagangan, PNF Nakula Farma (Jakarta) menjadi PNF Bhinneka Kimia Farma Unit II Bidang


(15)

Produksi Jakarta, PNF Bhinneka Kina Farma (Bandung) menjadi PNF Bhinneka Kimia Farma Unit III Bidang Produksi Bandung, dan PNF Sari Husada (Yogyakarta) menjadi PNF Bhinneka Kimia Farma Unit IV Bidang Produksi Yogyakarta.

Pada tahun 1971, berdasarkan PP No. 16 tahun 1971 dalam lembaran negara RI No. 18 tahun 1971, PNF dan Alat-alat Kesehatan Bhinneka Kimia Farma unit I sampai unit IV diubah menjadi PT (Persero) Kimia Farma terhitung mulai bulan Agustus 1971 melalui Akte Notaris Sulaeman Ardjasasmita tanggal 16 Agustus 1971 dan mengganti nama semua unit perusahaan yaitu Unit I menjadi Unit Perdagangan, Unit II menjadi Unit Produksi Jakarta, Unit III menjadi Unit Produksi Bandung, Unit IV menjadi Unit Produksi Yogyakarta. Pada pertengahan 1974, PNF Sari Husada (PT Kimia Farma Unit Produksi Yogyakarta) memisahkan diri dari PT (Persero) Kimia Farma.

Tahun 1990, Unit Produksi Bandung menjadi tiga unit yaitu Unit Formulasi Bandung, Unit Produksi Manufaktur Bandung, dan Unit Produksi Manufaktur Watudakon. Pemisahaan unit ini diikuti dengan penggabungan pabrik pil KB ke dalam Produksi Formulasi Bandung.

Pada bulan Juli 2002, dilakukan perubahan struktur organisasi dimana Unit Produksi Formulasi Bandung, Unit Produksi manufaktur Bandung, serta Unit Produksi Manufaktur Semarang bergabung menjadi Plant Bandung. Begitu pula dengan Unit Produksi Jakarta dan Unit Produksi Tanjung Morawa Medan bergabung menjadi Plant Jakarta. Penggabungan ini dilakukan sebagai langkah


(16)

efisiensi dan efektivitas untuk meningkatkan kempetensi guna pengembangan perusahaan.

2.2 Struktur Organisasi

Manager Plant Bandung membawahi tiga manager yaitu Manager Produksi, Manager Pemastian Mutu dan Manajer PPPI, serta tujuh bagian yang dikepalai oleh Asisten Manager yaitu Bagian Teknik dan Pemeliharaan, Bagian Penyimpanan, Bagian Pembelian, K3L, Bagian Umum & Administrasi Personalia, Bagian Akuntansi Bandung, Bagian Keuangan Bandung, Bagian Teknologi Informasi plant Bandung. Bagian lainnya dikepalai oleh supervisor yaitu Bagian KTO Bintang.

Struktur Organisasi PT Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Bandung dapat dilihat pada gambar 2.1.


(17)

STRUKTUR ORGANISASI

PLANT BANDUNG

PLANT BANDUNG

PRODUKSI PEMASTIAN MUTU

PRODUKSI I PRODUKSI II TEKNIK & PEMELIHARAAN PENYIMPANAN PEMBELIAN UMUM & ADMINISTRASI

PERSONALIA

AKUNTANSI BANDUNG SISTEM MUTU

PENGAWASAN MUTU

PENGEMBANGAN PRODUK

PERENCANAAN, PENGENDALIAN PRODUKSI & INVENTORI

TEKNOLOGI INFORMASI PLANT BANDUNG PERENCANAAN &

PENGENDALIAN BAHAN PRODUKSI

PRODUKSI III

PENGENDALIAN MUTU

K3L PERENCANAAN & PENGENDALIAN PRODUKSI KEUANGAN BANDUNG KTO BINTANG


(18)

2.3 Tinjauan Umum PT kimia Farma (Persero) Tbk Plant Bandung

Plant Bandung merupakan penggabungan dari Unit Produksi Formulasi Bandung, dan Unit Produksi Manufaktur Bandung. Semula Unit Produksi Formulasi Bandung melakukan pengelolaan tablet non hormon, serbuk, liquid (sirup, suspensi) serta tablet hormon (pil KB). Sedangkan Unit Produksi Manufaktur Bandung melakukan pengelolaan produk kina, produk AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), serta produk fitofarmaka. Sebelum penggabungan, kedua unit tersebut sejak tanggal 2 Desember 1999 telah berhasil mendapatkan sertifikat ISO 9002 untuk penerapan sistem manajemen mutu sehingga mempermudah pabrik bila mengadakan ekspor produk jadinya. Namun setelah penggabungan, seluruh bagian tersebut tercakup dalam satu Plant Bandung. Jadi jenis produksi yang dihasilkan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Bandung berdasarkan jenis dan bentuk sediaan adalah sebagai berikut:

1. Produksi bahan baku obat yang menghasilkan: - Kina Sulfat

- Kina HCl

2. Produksi formulasi obat yang menghasilkan: - Tablet non hormon

- Tablet hormon Mikrodiol (Pil KB)

- AKDR : Copper T Limas Safe Load, Copper T Libi Safe Load, Copper T BKKBN.

- Serbuk : Garam oralit


(19)

- Suspensi: Kloramfenikol, Kotrimosazol. - Fitofarmaka : Enkasari, Batugin.

Sebagai penunjang pelaksanaan kegiatan perusahaan, terdapat sarana-sarana yang digunakan dalam produksi di Bandung, antara lain:

1. Bangunan yang mendukung produksi yang dikondisikan sesuai dengan sediaan yang akan dibuat. Sistem sarana penunjang produksi, misalnya sumber air dari PDAM, sumber listrik dari PLN, pengolahan air demineralisata, sistem uap atau steam untuk pemanasan, udara bertekanan untuk kompresor, sarana penunjang perbaikan alat-alat.

2. Alat-alat yang digunakan, baik itu alat- alat produksi misalnya Fluid Bed Dryer, Super Mixer, Granulator Diosna, Ultra Turax, maupun alat-alat laboratorium misalnya HPLC, Spektrofotometer dan Polarimeter.

3. Bangunan penunjang kebutuhan para pekerja misalnya kantin, mushola, toilet, poliklinik.


(20)

BAB III

KEGIATAN PRAKTEK KERJA PROFESI DI PT. KIMIA FARMA (Persero) Tbk

PLANT BANDUNG

PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk Visi :

Perusahaan farmasi utama di Indonesia dan berdaya saing di pasar global. Misi :

̇ Menyediakan, mengadakan dan menyalurkan sediaan farmasi, alat kesehatan dan jasa kesehatan lainnya, yang berkualitas dan bernilai tambah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

̇ Mengembangkan bisnis farmasi dan jasa kesehatan lainnya untuk meningkatkan nilai perusahaan bagi pemegang saham, karyawan dan pihak lain yang berkepentingan, tanpa meninggalkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance.

̇ Mengembangkan SDM perusahaan untuk meningkatkan kompetensi dan komitmen guna pengembangan perusahaan serta dapat berperan aktif dalam pengembangan industri farmasi nasional.

PT. KIMIA FARMA (PERSERO) Tbk terdiri dari 2 bidang usaha: Holding Kantor Pusat

Plant Jakarta Plant Bandung


(21)

Plant Semarang

Plant Watudakon, Mojokerto Plant Tanjung Morawa, Medan Unit Riset dan Pengembangan Unit Logistik Sentral

Anak perusahaan Trading and Distribution (PBF) Apotek

3.1 Umum dan Administrasi Personalia

STRUKTUR ORGANISASI UMUM & ADMINISTRASI PERSONALIA

PLANT BANDUNG

-Direktur Umum & SDM………. -Tanggal : 22 November 2007

UMUM & ADMINISTRASI PERSONALIA

UMUM RUMAH TANGGAPELAYANAN ADMINISTRASI PERSONALIA PELATIHAN

Gambar 3.1 Struktur Organisasi Umum & Administrasi Personalia Plant Bandung

Bagian Personalia secara struktural dibawah langsung oleh Plant Manager, oleh karena itu dalam tugasnya, Asisten Manajer Bagian Personalia


(22)

bertanggung jawab langsung kepada Plant Manager. Secara umum tugas dan wewenang dari Asisten Manajer adalah:

a. Mengawasi kebenaran laporan absensi dan penilaian prestasi kerja pegawai. b. Mengusulkan kenaikan pangkat dan golongan pegawai atas rekomendasi dari

pemimpin setiap bagian.

c. Menyelenggarakan kegiatan rekruitmen dan seleksi pegawai baru. d. Mengawasi kegiatan identifikasi kebutuhan pelatihan bagi pegawai. e. Mengawasi kegiatan penggantian pengobatan pegawai.

Asisten manajer Bagian Personalia dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dibantu oleh 4 orang supervisor, yaitu:

1. Supervisor bagian Administrasi 2. Supervisor bagian Pelatihan 3. Supervisor bagian Rumah tangga 4. Supervisor bagian Umun

Saat ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Bandung mempunyai tenaga kerja yang dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Pegawai Struktural

Pegawai struktural mempunyai status kepangkatan, seperti di Plant Bandung terdapat tiga pangkat struktural di bawah Plant Manager yaitu: Manajer, Asisten Manajer dan Supervisor.

Secara struktural, setiap jabatan bertanggung jawab kepada atasannya dan diwajibkan untuk membuat laporan tertulis kepada atasannya sebagai bentuk pertanggung jawaban tugas.


(23)

2. Pegawai Non Struktural

Pegawai non struktural adalah pegawai yang secara struktur tidak mempunyai status kepangkatan dan tidak dibebani tanggung jawab secara struktural kepada atasannya (tidak diwajibkan untuk membuat laporan tertulis kepada atasannya sebagai bentuk pertanggung jawaban tugasnya).

Sistem rekruitmen pegawai dilakukan melalui 2 jalur yaitu untuk lulusan Sarjana dilaksanakan di Kantor Pusat Jakarta dan penempatannya dilaksanakan oleh Pusat sesuai dengan kebutuhan masing-masing unit. Sedangkan yang berasal dari lulusan Program Diploma III kebawah dapat dilakukan rekruitmen pada unit produksi setempat setelah mendapat izin prinsip dari pusat.

Pembagian gaji dilakukan 2 kali dalam sebulan yang terdiri dari gaji pokok, tunjangan jabatan, tunjangan perusahaan dan upah lembur. Selain penghasilan tersebut perusahaan juga memberikan tunjangan lainnya, misal tunjangan hari raya (THR), tunjangan hari tua, tunjangan intensif lainnya dan pensiun.

Sistem Penilaian Kinerja Pegawai (PKP) dilakukan setiap tahun sekali berdasarkan hasil kerja yang dicapai dimana proses penilaian dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif seperti penilaian tugas pokok, tugas individual, perilaku dan juga absensi. Penilaian dilakukan oleh masing-masing bagian (oleh atasan masing-masing) dan terakhir diserahkan ke Bagian Personalia. Dalam hal pengembangan sumber daya manusia, disusun rencana training selama 1 tahun dengan tujuan untuk peningkatan kompetensi, sedangkan untuk peningkatan SDM perusahaan dilakukan pelatihan bagi pegawai yang berprestasi (tingkat Kepala


(24)

Bagian) yang selanjutnya ilmu yang diperoleh dapat diinduksi kepada pegawai-pegawal lainnya. Masa kerja pegawai sampai usia 55 tahun.

3.2 Bagian PPPI

Supervisor Manager Pengendalian Produksi Perencanaan Produksi Perencanaan & Pengendalian Bahan Kemas Perencanaan & Pengendalian Bahan Baku Perencanaan & Pengendalian Bahan Perencanaan & Pengendalian Produksi Asisten Manager Perencanaan Produksi & Pengendalian Inventori

Gambar 3.2 Struktur Organisasi Perencanaan, Pengendalian Produksi & Inventori Plant Bandung

Bagian PPPI bertanggung jawab memenuhi pesanan pemasaran secara tepat, baik tepat mutu, tepat jumlah maupun tepat waktu. Fungsi dari PPPI antara lain adalah:

1. Menerima target pesanan dari pemasaran sesuai dengan Prosedur Sistem Mutu Penanganan Pesanan


(25)

3. Evaluasi kapasitas produksi

4. Melakukan pemesanan bahan baku/bahan kemas 5. Melakukan perencanaan dan pengendalian produksi 6. Monitoring kedatangan bahan dan pengendalian bahan

PPPI terdiri dari dua bagian yang ditangani oleh Asisten Manager dan mempunyai rincian tugas masing-masing, yaitu:

1. Bagian Perencanaan dan Pengendalian Bahan (Rendal Bahan) a. Perencanaan dan Pengendalian bahan baku

b. Perencanaan dan Pengendalian bahan kemas

Bagian Rendal Bahan bertugas menjamin ketersediaan bahan baku maupun kemas sehingga tidak terjadi kekosongan bahan maupun kelebihan stok untuk proses produksi. Rincian tugasnya antara lain:

1) Merencanakan kebutuhan bahan baku/bahan kemas 2) Melakukan pemesanan bahan baku/bahan kemas 3) Melakukan evaluasi stok bahan

2. Bagian Perencanaan dan Pengendalian Produksi (Rendal Produksi) a. Perencanaan produksi

b. Pengendalian produksi

Rincian tugas bagian ini meliputi : 1) Penjadwalan produksi

2) Penerbitan SPK produksi, SPK coating dan SPK kemas 3) Evaluasi hasil produksi


(26)

Evaluasi produksi meliputi:

1. Ketepatan waktu pengiriman ke Unit Logistik Sentral (ULS) 2. Nilai pesanan

3. Evaluasi mutu

4. Evaluasi Harga Pokok Produksi (HPP), yaitu total biaya yang diperlukan untuk jadinya suatu produk.

SPK yang dikeluarkan oleh PPPI ada 3 macam:

1. Untuk bagian produksi: mengolah bahan baku menjadi produk ruahan. SPK ini disertai dengan CPB dan BSTBB

2. Untuk bagian pengemasan: mengolah produk ruahan sampai produk jadi yang sudah dikemas. SPK ini disertai dengan CKB dan BSTBK.

3. Untuk bagian coating: mengolah tablet inti menjadi tablet salut.

Dalam operasionalnya, bagian PPPI selalu melakukan koordinasi terkait dengan bagian-bagian lain seperti produksi, pengawasan mutu, gudang, pemasaran, akuntansi, supplier, ULS dan juga maklooner. PPPI dalam menyusun rencana dan pelaksanaan produksi berdasarkan permintaan dari pemasaran. Selanjutnya PPPI akan menyusun kebutuhan bahan dengan selalu memperhitungkan jumlah stok bahan baku di gudang dan produk yang ada di ULS. Idealnya stok bahan baku di gudang tidak terlalu sedikit atau terlalu banyak (over stock). Untuk mengatasinya, maka diperlukan adanya buffer stock, yaitu jumlah minimal persediaan yang harus ada di gudang. Masing-masing bahan dihitung berdasarkan rata-rata pemakaian per bulan, prediksi kebutuhan yang akan datang, dan lead time pengadaan barang. Buffer stock untuk setiap bahan dapat


(27)

berbeda, tergantung dari rata-rata pemakaian per bulan dan lead time bahan tersebut. Buffer stock untuk bahan baku fast moving atau lead time-nya lama biasanya lebih banyak daripada barang yang slow moving atau lead time-nya pendek. Untuk bahan baku lokal, lead time-nya 1-2 bulan, sedangkan untuk bahan baku impor lead time-nya sekitar 3-4 bulan.

Selanjutnya PPPI akan melakukan pesanan bahan baku/kemas dengan mengeluarkan Bon Pembelian Bahan Baku (BPBB) dan Bahan Kemas (BPBK), yang disahkan oleh Plant Manager. Setelah barang yang dipesan datang kemudian diperiksa oleh Bagian Pengawasan Mutu sesuai dengan spesifikasi, jika memenuhi persyaratan maka dapat dimasukkan stok dalam gudang , kemudian dilakukan rencana produksi.

Bagian PPPI akan mengeluarkan Surat Perintah Kerja Produksi (SPK Produksi) disertai Bon Serah Terima Bahan Baku (BSTBB) dan Catatan Pengolahan Batch (CPB). Setelah proses produksi berakhir kemudian PPPI akan mengeluarkan Surat Perintah Kerja Pengemasan disertai Bon Serah Terima Bahan Kemas (BSTBK) dan Catatan Pengemasan Batch (CKB) untuk selanjutnya dilakukan proses pengemasan. Setelah proses pengemasan selesai, obat jadi diserahkan ke gudang obat jadi yang selanjutnya akan dikirim ke Unit Logistik Sentral (ULS).

Bagian Perencanaan dan Pengendalian Produksi bersama bagian akuntansi melakukan analisa harga pokok produk (HPP). HPP yang rendah merupakan standar agar dapat bersaing dan mendapatkan margin laba yang akan dicapai untuk selanjutnya.


(28)

Perencanaan produksi dapat dibagi menjadi 4 triwulan per tahun, yaitu: 1. Triwulan I : Januari – Maret

2. Triwulan II : April – Juni 3. Triwulan III : Juli – September 4. Triwulan IV : Oktober – Desember

3.3 Bagian Pembelian

Asisten Manager

--- Pembelian

Supervisor

pembe Pembelian Bahan Produksi Pembelian Bahan Non Produksi

Gambar 3.3 Struktur Organisasi Bagian Pembelian Plant Bandung

Tugas Bagian Pembelian adalah:

1. Melakukan pembelian bahan produksi yaitu bahan baku dan bahan kemas 2. Melakukan pembelian bahan non produksi yang meliputi alat-alat teknik, alat

tulis kantor, alat-alat penunjang produksi, alat laboratorium dan keperluan laboratorium.


(29)

Ada 2 jenis kegiatan permintaan barang yang dilakukan oleh PT. Kimia Farma:

1. Permintaan bahan baku utama, bahan baku pendukung dengan jumlah kebutuhan besar dan bahan kemas primer seperti botol, polycel, dimana pengadaannya ditangani oleh Bagian Pengadaan di kantor pusat, Jakarta.

2. Permintaan bahan baku dengan jumlah kebutuhan kecil, bahan alam dan bahan kemas sekunder dimana pengadaannya ditangani sendiri oleh Bagian Pembelian PT. Kimia Farma Plant Bandung.

Bagian Pembelian harus dapat menjamin bahwa bahan dan jasa yang dibeli memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dan pengadaannya dilakukan dari supplier handal yang telah diaudit dan dipercaya oleh PT. Kimia Farma. Supplier dikatakan mempunyai kinerja baik apabila memenuhi persyaratan kualitas barang yang ditawarkan, waktu pengiriman yang tepat, serta harga yang kompetitif. Bagian pembelian juga melakukan penilaian terhadap supplier dalam hal ketepatan waktu dan mutu. Jika nilainya:

> 85% : Predikat Baik sekali < 85%-70% : Predikat baik < 70%-55% : Predikat sedang < 55%-20% : Predikat kurang baik < 20% : Predikat buruk

Untuk pembelian yang pengadaannya ditangani oleh kantor pusat, maka bagian PPPI membuat Surat Permohonan Pengadaan Barang, yang disahkan


(30)

oleh Plant Manager dan ditujukan ke Manajer Pengadaan Produksi, selanjutnya kantor pusat akan memesan bahan ke supplier dan menerbitkan Surat Pesanan (SP) yang juga dikirimkan ke Plant Bandung.

3.3.1 Pembelian Bahan Produksi

Manager PPPI mengeluarkan Bon Permintaan Pembelian Bahan Baku/Bahan Kemas (BPPBB/BK) yang disertai spesifikasi untuk bahan baku dan spesifikasi serta contoh untuk bahan kemas dari Bagian Teknologi Formulasi. Bon ini disetujui dan ditandatangani oleh Manager Plant Bandung. Kemudian bon tersebut diserahkan ke Bagian Pembelian untuk dilakukan pemilihan supplier. Bagian Pembelian akan mengundang supplier untuk mendapatkan penawaran harga (yang diundang oleh Bagian Pembelian adalah supplier dari daftar supplier handal). Bagian Pembelian akan melakukan evaluasi supplier handal tersebut berdasarkan harga yang ditawarkan, mutu bahan (sesuai spesifikasi atau tidak) dan ketepatan pengiriman. Bagian Pembelian akan mengeluarkan Surat Pesanan (SP) rangkap 7 yang ditandatangani oleh Plant Manager: 1 lembar asli untuk supplier, 3 lembar untuk Bagian Keuangan, 1 lembar untuk gudang, 1 lembar untuk Manager PPPI dan 1 lembar untuk arsip Bagian Pembelian. Supplier akan mengirimkan barang dengan disertai Sertifikat Analisis yang akan diterima oleh Bagian Gudang. Kemudian Bagian Gudang akan mengeluarkan Bukti Terima Barang Sementara (BTBS) kepada Laboratorium Pengujian, melakukan sampling untuk menyatakan apakah barang tersebut di terima atau ditolak (sesuai


(31)

spesifikasi atau tidak) melalui Laporan Analisis yang diterbitkan oleh Bagian Laboratorium Pengujian. Jika barang diterima akan disimpan di gudang penyimpanan dan jika ditolak akan dikembalikan ke supplier.

3.3.2 Pembelian Bahan Non Produksi

User yang mempunyai alat atau mesin rusak meminta perbaikan dengan mengisi formulir surat permintaan barang tehnik (SPPTek). Kemudian SPPTek ini diserahkan ke Bagian Tehnik dan Pemeliharaan, lalu AMTP menugaskan supervisor sesuai dengan jenis perbaikan yang diminta untuk ditindaklanjuti. Supervisor mengeluarkan berita acara untuk menugaskan pelaksana tehnik dan pemeliharaan untuk memeriksa alat atau mesin yang rusak tersebut. Bila bisa diperbaiki maka alat langsung diperbaiki, tetapi bila membutuhkan bahan perbaikan maka pelaksana tehnik pemeliharaan mengisi kebutuhan bahan dalam berita acara dan melaporkannya ke supervisor, supervisor mengecek apakah barang tersebut masih ada stok digudang tehnik. Bila gudang tehnik mempunyai stok maka dibuat Bon Permintaan Intern Barang Tehnik (BPITek). Lalu pelaksana tehnik dan pemeliharaan mengirim BPTIek ke gudang tehnik. Pelaksana gudang tehnik melakukan pengecekan barang, bila barang ada maka langsung diserahkan, tetapi bila barang tidak ada maka dibuat Surat Permintaan Pembelian Barang Tahnik (SPPBT). SPPBT ini diserahkan ke AMTP untuk ditandatangani, lalu diserahkan ke Plant Manager (PM) untuk mendapatkan persetujuan. Jika disetujui maka diteruskan kebagian pembelian. Asman Pembelian memeriksa dan menandatangani dan dilanjutkan ke supervisor pembelian bahan non produksi untuk ditindaklanjuti.


(32)

Alur Pengadaan Bahan Produksi Oleh Bagian Pembelian Bagian PPPI membuat BPPBB/K

Dilampirkan spesifikasi BB/BK. Untuk BK disertai contoh

Disahkan Plant Manager

Bagian Pembelian mengundang supplier untuk mendapatkan penawaran harga (yang diundang dari daftar supplier handal)

Evaluasi : harga murah, sesuai spesifikasi, barang tersedia. Terbit Surat Pesanan : 7 rangkap.

3 lembar : Bag Keuangan. 1 lembar : Asli supplier.

1 lembar : Gudang. 1 lembar : PPPI. 1 arsip pembelian.

SP disahkan Plant Manager

Monitoring (minimal ± seminggu sebelum jadwal)

Barang datang (diterima gudang)

Terbit LA (MPM) – diterima/ditolak


(33)

Alur Pengadaan Barang Teknik

Permintaan barang teknik

Asman Teknik dan Pemeliharaan

(membuat Surat Permintaan Pesanan Barang Teknik/SPPBT)

Permohonan pesanan barang teknik disetujui oleh Plant Manager

Asman Pembelian meminta penawaran ke supplier

Evaluasi harga Penentuan supplier

Asman Pembelian mengeluarkan SP yang disahkan plant Manager SP asli diserahkan supplier

Barang dikirim, diperiksa oleh Bagian Teknik dan Pemeliharaan Bila diterima masuk gudang


(34)

3.4 Bagian Pemastian Mutu

STRUKTUR ORGANISASI PEMASTIAN MUTU

PLANT BANDUNG

PEMASTIAN MUTU

SISTEM MUTU PENGAWASAN MUTU

PENGAWASAN PROSES PRODUKSI PENGAWASAN PROSES PENGEMASAN REGULASI & DOKUMENTASI STABILITAS PEMERIKSAAN BAHAN BAKU PEMERIKSAAN BAHAN KEMAS PEMERIKSAAN PRODUK ANTARA & RUAHAN

PENGEMBANGAN PRODUK

INSPEKSI & AUDIT

KALIBRASI PENGEMBANGAN

BAHAN PENGEMAS

-Direktur Umum & SDM………. -Tanggal : 22 November 2007

PENGENDALIAN MUTU

PEMERIKSAAN KINA

PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI & LIMBAH

PENANGANAN KELUHAN VALIDASI & KUALIFIKASI PEMERIKSAAN PRODUK JADI PENGEMBANGAN FORMULA

Gambar 3.6 Struktur Organisasi Pemastian Mutu Plant Bandung

Tugas Bagian Pemastian Mutu ini adalah menjamin bahwa produk yang dihasilkan terjamin mutu, khasiat dan keamanannya, yang dimulai dari bahan baku datang sampai sampai bahan tersebut diproses menjadi produk yang dilepas dipasaran. Bagian ini juga menjamin bahwa sistem, fasilitas, dan prosedur memadai untuk dijalankan dan diikuti dengan benar sehingga produk yang dihasilkan terjamin dan memenuhi spesifikasi. Bagian Pemastian mutu juga menjamin bahwa prosedur, system (Software); mesin dan alat penunjang produksi


(35)

(Hardware); dan juga personel yang terlibat (Brainware) dapat menghasilkan mutu produk yang diinginkan dan sesuai spesifikasi.

3.4.1 Sistem Mutu

Sistem Mutu adalah bagian dari seluruh sistem manajemen yang mencakup struktur organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung jawab dan wewenang, proses, prosedur dan sumber daya untuk menerapkan, mengembangkan, mencapai, meninjau dan memelihara kebijakan mutu.

Sistem mutu terdiri dari : validasi & kualifikasi, regulasi & dokumentasi, dan inspeksi & audit.

1. Validasi & Kualifikasi Tugas :

• Menyusun Rencana Induk Validasi (RIV)

• Memonitor pelaksanaan validasi

• Bersama dengan team validasi melaksanakan validasi yang dikoordinator supervisor validasi yang terdiri dari validasi proses, analisa, pembersihan, instalasi.

• Melaporkan dan menindak lanjuti hasil validasi

• Mendokumentasikan dan meregistrasi seluruh dokumen & validasi 2. Regulasi & Dokumentasi

Tugas :

• Pengawasan dan membuat dokumen


(36)

• Merevisi peraturan yang berlaku

• Mengarsipkan

• Pengarsipan pengujian produk tahunan 3. Inspeksi & Audit

Tugas :

• Mengkoordinasikan pelaksanaan dan perencanaan audit internal dan eksternal

• Membuat rencana tindak lanjut hasil audit

• Bersama dengan asman sistem mutu menyiapkan RTM (Rapat Tinjauan Manajemen)

• Membuat notulen hasil RTM dan mendokumentasikannya

• Melaporkan tindak lanjut dari RTM Adapun tujuan penerapan Sistem Mutu adalah:

1. Secara konsisten menyediakan produk yang memenuhi persyaratan pelanggan dan memenuhi peraturan-peraturan perundangan dalam hal mutu.

2. Meningkatkan kepuasan pelanggan melalui penerapan yang efektif dari sistem, termasuk melakukan perbaikan terus menerus.

Manfaat dari Sistem Mutu ini adalah:

Ü Bagi karyawan:

- Kejelasan tugas dan wewenang

- Peningkatan prestasi kerja dan kepuasan kerja karena system dan prosedur kerja yang baik.


(37)

Ü Bagi pelanggan:

- Menumbuhkan rasa yakin bahwa mereka telah berurusan dengan perusahaan yang terpercaya

- Akan mendapatkan pelayanan sesuai dengan yang diharapkan atau yang telah dijanjikan

- Menumbuhkan kepuasan pelanggan

3.4.2 Bagian Pengawasan Mutu

Bagian Pengawasan Mutu bertugas melakukan pengujian terhadap bahan baku, bahan kemas, produk ruahan, produk jadi, pengujian mikro dan limbah cair, pengawasan kina mulai dari bahan baku sampai produk jadi, IPC pengawasan produksi, dan IPC pengawasan kemasan produk jadi. Bagian Pengawasan Mutu bertanggungjawab untuk menjamin bahwa produk yang diterima oleh konsumen dan yang dilepas ke pasaran sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Tanda lulus pengujian adalah dengan menempelkan label diterima yang bewarna hijau disertai nomor Laporan Analisa (LA), sedangkan yang tidak lulus pengujian dengan menempelkan label ditolak yang bewarna merah yang juga disertai dengan nomor Laporan Analisa (LA). Bahan/ produk yang masih diperiksa diberi label karantina bewarna kuning.


(38)

Bagian Pengawasan Mutu terdiri dari 8 supervisor yang bertanggung jawab terhadap:

1. Pemeriksaan Bahan Baku

Tugasnya melakukan pemeriksaan terhadap bahan baku yang datang secara organoleptis dan kimia. Bahan baku datang akan diterima oleh Bagian Gudang, kemudian akan disampling untuk diuji di Pengawasan Mutu. Bagian Pengawasan Mutu akan mengetahui ada bahan baku datang melalui BTBS yang diberi oleh Bagian Gudang. Pedoman untuk spesifikasi pemeriksaan bahan baku ini diambil dari berbagai macam buku, misalnya Farmakope Indonesia dan USP.

Sebagai tanda bahan masih diperiksa akan diberi label kuning, label hijau berarti telah lulus pemeriksaan dan label merah berarti bahan ditolak karena out of spesification. Sebagai bukti kalau Bagian Pengawasan Mutu telah memeriksa, maka diterbitkan Laporan Analisa (LA). Semua bahan baku baik bahan aktif obat maupun bahan pembantunya, akan diperiksa oleh seksi ini kecuali kina dan bahan pembantu proses pembuatan kina. Jumlah yang disampling N+1 untuk masing-masing batch dan bila yang datang hanya 3 batch atau kurang maka akan disampling semua. Jika ada bahan baku tertentu yang masih disimpan dalam gudang dalam waktu relatif lama maka akan disampling ulang. Contohnya untuk vitamin tiap 6 bulan sekali akan diperiksa ulang, bahan aktif setahun sekali dan bahan pembantu 2 tahun sekali.

2. Pemeriksaan Bahan Kemas

Dilakukan pemeriksaan pada saat barang datang. BTBS dari Bagian Gudang akan diserahkan ke seksi pemeriksaan bahan kemas. Kemudian akan dilakukan


(39)

sampling N+1 dalam kardus-kardus yang datang itu. Bila dalam kardus tersebut bila terdapat dus yang lebih kecil lagi dalam bentuk ikatan maka akan disampling sebanyak N+1, pemeriksaan meliputi jumlah, estetika, penampilan sesuai apa tidak dengan spesifikasi, berfungsi tidaknya bahan kemas tersebut pada peralatan produksi. Bahan kemas yang disimpan dalam waktu tertentu di gudang juga akan diperiksa ulang tiap 2 tahun sekali. Contoh bahan kemas yang juga diperiksa oleh seksi ini : aluminium foil, leaflet, botol.

3. Pemeriksaan Produk Ruahan dan Pemeriksaan Produk Jadi

Pemeriksaan yang dilakukan oleh kedua seksi ini adalah pemeriksaan produk ruahan dan produk jadi dari sediaan yang diproduksi. Tiap produk mempunyai spesifikasi tersendiri dengan mengacu pada pustaka resmi. Bila hasilnya memenuhi spesifikasi akan direalese untuk mengikuti proses selanjutnya, jika tidak lulus uji akan diinvestigasi kesalahannya untuk menentukan langkah perbaikan.

4. Pemeriksaan Kina

Pada pemeriksaan kina, pemeriksaan kadar zat aktif dimulai pada saat bahan baku datang, dilakukan pemeriksaan kadar kina. Jika memenuhi persyaratan maka akan masuk gudang dan jika tidak masuk persyaratan akan dikembalikan ke supplier. Tugas dari seksi ini adalah melakukan pemeriksaan bahan baku (kulit kina), produk antara dan produk akhir termasuk bahan pembantu dalam proses pembuatan.


(40)

5. Pemeriksaan Mikrobiologi dan Limbah Cair Tugas dari seksi ini adalah melakukan:

1. Pemeriksaan bahan baku yang memerlukan pemeriksaan mikrobiologi. 2. Pemeriksaan produk jadi yang memerlukan pemeriksaan mikrobiologi,

contoh AKDR, Fitofarmaka.

3. Pemeriksaan air yang dipergunakan untuk proses produksi.

4. Pemantauan ruang proses produksi (pada saat bekerja) apakah memenuhi syarat mikrobiologi meliputi angka kuman dan angka jamur serta bakteri patogen.

5. Pemantauan terhadap air limbah. Limbah yang diperiksa hanya cair saja apakah sesuai dengan Standar Kementerian Lingkungan Hidup. Pemeriksaan meliputi bakteri pencemar dan bakteri patogen serta pemeriksaan fisik meliputi keasaman, amoniak, BOD, COD.

6. Pengawasan Dalam Proses Produksi

Supervisor ini melakukan pengawasan selama proses produksi, yaitu:

1. Pengecekan bahan sebelum proses menjadi produk ruahan yang siap kemas.

2. Hasil proses pencampuran menjadi massa cetak atau cairan (produk ruahan atau produk antara) diperiksa di Pengawasan Mutu.

3. Pada proses produksi tablet, pemeriksaan yang dilakukan IPC produksi meliputi pemeriksaan kebenaran bahan dan jumlahnya sesuai apa tidak


(41)

dengan CPB, pemeriksaan fisik granul, pemeriksaan uji kekerasan dan bobot tablet.

4. Pada proses produksi cairan dan serbuk, pemeriksaannya meliputi kebenaran bahan dan jumlah sesuai CPB, tes kebocoran, volume untuk sediaan cair, pemeriksaan berat untuk serbuk dan penandaannya (ED dan no. Batch).

7. Pengawasan Dalam Proses Pengemasan

Supervisor ini melakukan pengawasan selama proses pengemasan, yaitu: 1. Pengecekan bahan kemas sebelum dan sesudah proses pengemasan.

3.4.3 Pengembangan Produk

Teknologi Formulasi merupakan bagian dari Pengelolaan Mutu yaitu unit kerja teknologi produksi dan pengembangan dalam skala kecil. Bagian ini bertanggung jawab terhadap pengembangan produk baru dan produk lama di lingkungan Plant Bandung.

Pengembangan produk terdiri dari 2 supervisor yaitu pengembangan formula dan pengembangan bahan pengemas.

1. Pengembangan Formula Tugas & tanggung jawab :

1. Bersama dengan RISBANG melakukan trial produksi 2. Mengatasi permasalahan produk lama


(42)

4. Membuat formula bahan baku yang diusulkan CPB 5. Melakukan perbaikan metode analisa yang tidak valid 2. Pengembangan Bahan Kemas

Tugas & tanggung jawab :

1. Menyiapkan rancangan kemasan produk baru sampai spesifikasinya 2. Melakukan revisi kemasan

3. Membuat formula bahan kemas dan diusulkan ke CKB

4. Melakukan trial bahan kemas design baru atau dari suplier baru

3.4.4 Pengendalian Mutu

Pengendalian mutu terdiri dari 3 supervisor yaitu: penanganan keluhan, stabilitas, dan kalibrasi.

1. Penanganan Keluhan

Penangana keluhan pelanggan dilakukan oleh regulasi pelaksanaan CPOB. Tugas :

1. Menangani keluhan pelanggan, meliputi: mutu & kemasan 2. Sampling pasar

3. Evaluasi CKB & CPB 4. Inspeksi diri

a. Menangani keluhan pelanggan

Keluhan terdiri dari internal dan ekternal. Keluhan internal yaitu keluhan dari produk yang tidak sesuai NCP (Non Conforming Product). Keluhan


(43)

eksternal yaitu keluhan dari pelanggan meliputi: keluhan mutu baik secara lisan maupun tertulis melalui plan Manager

b. Sampling pasar

Sampling pasar dilakukan melelui otlet–otlet apotek Kimia Farma seindonesia kemudian dilakukan pemeriksaan spesifikasi masing–masing produk. Jika tidak memenuhi syarat maka sampel petinggal diperiksa. Jika tidak ada tanggapan dari ULS maka dianggap nihil.

c. Evaluasi CKB & CPB

Pemantauan produk yang tidak sesuai bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan kegagalan pembuatan.

2. Stabilitas

Uji stabilitas dilakukan untuk produk baru dan produk lama. Alat uji stabilitas yaitu Chemetric Chambers dengan cara dipercepat dan jangka panjang.

3. Kalibrasi

Kalibrasi merupakan pengujian suatu alat ukur dengan cara membandingkan alat ukur dengan alat pembanding (standar).

Tujuan dilakukan kalibrasi :

1. Menjamin pengendalian kalibrasi dan pemeliharaan serta perawatan peralatan pengukuran sehingga selalu dalam kondisi yang siap pakai dan sesuai standart.

2. Memastikan peralatan pengukuran dan monitoring memiliki akurasi yang sesuai dengan tuntunan pengukurannya.


(44)

3.5 Bagian Produksi

STRUKTUR ORGANISASI PRODUKSI

PRODUKSI

PRODUKSI I PRODUKSI II

GRANULASI PENCETAKAN KARANTINA DALAM PROSES PENGOLAHAN & PENGEMASAN CAIRAN PENGOLAHAN & PENGEMASAN SERBUK PENGOLAHAN & PENGEMASAN FITOFARMAKA PRODUKSI III PENGOLAHAN PRODUK KB PENYALUTAN PENGEMASAN PRODUK KB

-Direktur Umum & SDM………. -Tanggal : 22 November 2007

PENGEMASAN PRIMER

PENGEMASAN SEKUNDER

EKSTRAKSI KINA

ISOLASI ALKALOID KINA

PEMURNIAN & PENGEMASAN KINA

Gambar 3.7 Struktur Organisasi Produksi plan Bandung

Manager produksi berada langsung dibawah Plant Manager Bandung, yang membawahi tiga bagian:

1. Bagian Produksi I : Tablet

2. Bagian Produksi II : Suspensi, Sirup, Oralit serbuk, Fitofarmaka 3. Bagian Produksi III :

̇ Produksi Kina

̇ Tablet Hormon


(45)

Tugas dan tanggung jawab Manager Produksi adalah sebagai berikut:

1. Bertanggung jawab atas terlaksananya pembuatan obat mulai dari perolehan bahan baku, pengolahan, pengemasan, sampai pengiriman obat ke gudang jadi.

2. Memberikan pengarahan teknis dan administratif untuk pelaksanaan pengolahan produksi dan pengemasan.

3. Bertanggung jawab untuk memeriksa catatan pengolahan batch serta menjamin bahwa produksi dilaksanakan sesuai prosedur pengolahan dan pengemasan batch.

4. Bertanggung jawab menyiapkan mesin yang dipakai, SDM yang terlatih dan terampil.

Alur kegiatan Bagian Produksi:

1. Bagian produksi bekerja berdasarkan SPK produksi dari PPPI yang disahkan oleh Plant Manager yang disertai CPB dan BSTBB.

2. Bagian Penimbangan Sentral (PS) merekap kebutuhan bahan baku dan meminta gudang, kemudian bahan baku ditimbang.

3. Proses produksi dimulai:

o Selama proses produksi dilakukan IPC (oleh bagian produksi) pada titik kritis.

o Setelah produksi selesai dan bagian laboratorium pengujian telah menyatakan produk ruahan tersebut memenuhi spesifikasi dan mengeluarkan Laporan Analisa (LA), maka PPPI akan menurunkan SPK pengemasan yang disahkan Plant Manager


(46)

beserta Catatan Kemasan Batch (CKB) dan Bon Serah Terima Bahan Kemas (BSTBK).

4. Produk Jadi yang dihasilkan akan dikirim ke gudang obat jadi.

3.5.1 Produksi I

Bagian produksi I dikepalai oleh seorang Asisten Manajer yang mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

a. Mengelola kegiatan proses pelaksanaan SPK. b. Mengelola kegiatan proses granulasi tablet. c. Mengelola kegiatan proses pencetakan tablet. d. Mengelola kegiatan proses penyalutan tablet.

e. Mengelola kegiatan penerimaan, penyimpanan dan penyerahan barang karantina. Mengelola pembinaan SDM di lingkungan bagian produksi tablet.

f. Mengusulkan rencana kerja dan mengkonsultasikan rencana pelaksanaan tugas serta melaporkan hasilnya kepada Manajer Produksi.

Bagian Produksi I membawahi lima supervisor yaitu: a. Supervisor Granulasi

b. Supervisor Pencetakan

c. Supervisor Penyalutan/Coating d. Supervisor Pengemasan Primer e. Supervisor Pengemasan Sekunder


(47)

Berikut adalah alur produksi tablet non hormon:

1. PPPI menurunkan SPK produksi beserta CPB dan BSTBB. SPK yang dikeluarkan oleh PPPI berisi target kapan produksi tersebut harus sudah selesai.Karena itu bagian produksi harus dapat merencanakan jadwal produksi dengan baik, mengecek jadwal pemakaian mesin dan merencanakan kapasitas mesin yang akan dipakai serta merencanakan lead time proses.

2. Penimbangan Sentral menimbang bahan kemudian dikirim ke Bagian Granulasi.

Ü Penimbangan dilakukan untuk bahan tambahan terlebih dahulu, sedangkan untuk bahan aktif ditimbang terakhir. Hal ini ditujukan untuk mencegah kontaminasi silang karena dalam satu hari penimbangan sentral dapat menimbang untuk produksi lebih dari satu produk.

3. Pelaksanaan proses granulasi atau pembuatan granul dengan pola/sistem granulasi basah.

a) Pengawas produksi memeriksa kebersihan alat, ruangan dan memastikan tidak ada bahan lain yang tidak berhubungan dengan proses granulasi. Jika memenuhi persyaratan diberi label hijau yang artinya ‘setuju pakai’ dan melakukan pemeriksaan kebenaran nama produk, nama bahan, nomor batch, nomor LA dan berat bahan baku semuanya harus sesuai dengan CPB.


(48)

c) Pencampuran fase dalam dengan menggunakan mesin Diosna V 250 atau dengan supermixer. Bahan aktif dan bahan pengisi dicampur terlebih dahulu kemudian ditambahkan larutan pengikat.

d) Pengeringan granul.

• Dilakukan dengan Fluid Bed Dryer (FBD) atau lemari pengering (oven). Bila pengeringan dilakukan dengan FBD maka granul diayak kasar terlebih dahulu karena bila ukuran granul terlalu besar, saat ditarik granul yang besar tidak dapat terikut sehingga pengeringan tidak merata. Pengeringan menggunakan oven dilakukan untuk bahan yang lengket atau mudah menggumpal dan bahan yang higroskopis sekali.

• Pelaksana Produksi (PP) melakukan pemeriksaan Loss On Drying (LOD) granul yang telah dikeringkan dengan alat moisture balance.

• Pengeringan granul merupakan titik kritis sehingga pada saat pengeringan tidak boleh terlalu kering agar pada saat pencetakan tidak terjadi capping, dan tidak boleh terlalu basah agar tablet tidak lengket pada mesin pencetak.

e) Pengayakan kering granul.

• Menggunakan alat Fitzmill atau Cadmill dengan ukuran mesh dan kecepatan tertentu.

• Apabila granul mudah pecah, maka pengayakan menggunakan ukuran mesh lebih besar agar tidak semakin halus.


(49)

f) Pencampuran akhir.

• Mencampur granul dengan lubrikan atau pelincir (Mg stearat, talkum), disintegran/penghancur (amilum yang dikeringkan) dan flavouring agent.

• Pencampuran granul dengan talkum dalam Double Cone Blender (DCB) selama 25 menit kemudian pencampuran dengan Mg stearat selama 5 menit.

• Setelah pencampuran selesai, masa cetak yang telah terbentuk dikarantina untuk diambil sampling oleh bagian PDPP dan kemudian dilakukan pemeriksaan kadar dan homogenitas oleh Laboratorium Pengujian.

4. Proses pencetakan

a) Penyerahan masa cetak dari karantina ke bagian pencetakan b) Sebelum proses pencetakan dimulai, dilakukan set up mesin

c) Selama proses pencetakan, Pelaksana Produksi melakukan pemeriksaan bobot tablet setiap 15 menit dan pemeriksaan kekerasan tablet setiap 1 jam. d) Hasil cetak dikarantina untuk menunggu hasil pemeriksaan dari

Laboratorium Pengujian, meliputi berat, kekerasan, keregasan, keseragaman kandungan dan disolusi. Laboratorium akan mengeluarkan Laporan Analisis (LA) produk jadi untuk tablet yang dikemas tanpa penyalutan.

5. Proses penyalutan/coating

a) Ada dua macam proses penyalutan tablet yaitu salut gula (sugar coating) dan salut film (film coating).


(50)

b) Salut film dilakukan dengan menggunakan mesin Acella Cota dan prosesnya terdiri dari dua tahap yaitu penyalutan dan polishing.

c) Proses penyalutan salut gula terdiri dari enam tahap yaitu protecting dengan mesin Acella Cota, subcoating, coating, smoothing, colouring dan polishing.

d) Penyalutan dilakukan untuk tablet yang tidak tahan cahaya, mudah teroksidasi, tidak tahan kelembaban dan untuk menutupi bau serta rasa yang tidak enak dari tablet.

6. Proses pengemasan.

a) PPPI mengeluarkan SPK pengemasan untuk tablet.

b) Macam pengemas primer yang digunakan adalah strip, blister dan botol. c) Untuk blister dan strip dilakukan pemeriksaan oleh Supervisor Dalam

Proses Pengemasan (SPDPK) meliputi estetika, tanggal kadaluwarsa, nomor batch sehari satu kali dan tes kebocoran sebanyak tiga kali yaitu awal, tengah dan akhir proses kemas oleh pelaksana produksi. Jumlah sampel yang diambil sesuai dengan row mesin striping, bila mesin memiliki 4 row (satu kali striping menghasilkan 4 strip) maka yang diuji sebanyak 4 strip.

d) Untuk kemasan botol, dilakukan pemeriksaan jumlah/isi botol.

e) Pengemasan sekunder dilakukan setelah pengemasan primer selesai dilakukan. Pemeriksaan oleh pelaksana PDPK meliputi kesesuaian jumlah blister, strip dalam dus dan botol dalam box, estetika, nomor batch, tanggal produksi dan kadaluwarsa.


(51)

7. Pemeriksaan akhir

a) Dilakukan oleh SPA dengan sampling sejumlah √n + 1

b) Pemeriksaan dilakukan dengan menimbang dus oleh pelaksana produksi, apabila terdapat nilai penimbangan terkecil maka dus tersebut dibongkar dan dilihat kesesuaian isinya, apabila jumlah/isi telah sesuai maka nilai penimbangan terkecil digunakan sebagai patokan untuk produk tersebut. c) Pemeriksaan oleh SPA meliputi pemeriksaan penandaan nama dan no

batch, isi/jumlah, tanda pengepakan, dan pemeriksaan fisik box seperti kerusakan/kotor.

d) Distempel ‘setuju keluar’ oleh SPA, merupakan jaminan bahwa produk dapat dikirim ke gudang.

8. Produk dikirim ke gudang dan selanjutnya dikirim ke Unit Logistik Sentral

3.5.2 Produksi II

Bagian Formulasi II merupakan bagian yang memproduksi sediaan serbuk, liquida dan produk fitofarmaka. Sediaan serbuk yang diproduksi adalah serbuk oralit, sedangkan yang termasuk sediaan likuida adalah adalah sirup dan suspensi. Sediaan sirupnya adalah Dekstrometorfan, sirup Parasetamol, sedang sediaan suspensi diantaranya suspensi Kotrimoksazole. Contoh produk Fitofarmaka yang dihasilkan plant Bandung adalah Batugin Eliksir dan Enkasari.


(52)

a. Alur Produksi Serbuk Oralit

Bahan untuk produksi oralit bersifat higroskopis, yaitu NaCl dan KCl, oleh karena itu sebelum ditimbang bahan–bahan tersebut dikeringkan sehingga diperoleh kadar air kurang dari 0,1%. Setelah proses pengeringan, kemudian digiling menggunakan Fitzmill agar didapat ukuran partikel yang kurang lebih sama. Selanjutnya bahan–bahan tersebut ditimbang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan, pada tahap ini juga ditimbang bahan tambahan yang lain dalam formula.

Setelah penimbangan semua bahan selesai, kemudian dilakukan pencampuran bahan–bahan dalam Super Mixer yang berkapasitas sekitar 140 kg dan menghasilkan produk oralit kira–kira 34 ribu sachet. Massa oralit hasil pencampuran selanjutnya dikarantina dan dilakukan pemeriksaan di Laboratorium pengujian yang meliputi pemeriksaan pemerian, warna, kadar air dan juga kadar ion. Setelah dinyatakan lulus uji, selanjutnya adalah filling atau pengisian. Pada tahapan ini IPC yang dilakukan adalah keseragaman bobot dan uji kebocoran. Suhu dan kelembapan di ruang produksi diatur yaitu 15o–25oC dan Rh 40–70%. Setelah pengemasan primer selanjutnya pengemasan sekunder dengan jumlah 100 sachet untuk masing–masing dus, IPC yang dilakukan meliputi pemeriksaan estetika, jumlah sachet dalam dus dan juga kelengkapan identitas atau penandaan pada kemasan. Selanjutnya produk jadi dikirim ke Gudang Obat Jadi dan diteruskan ke ULS.


(53)

b. Alur Produksi Sirup

Proses produksi sediaan sirup dimulai dari penimbangan bahan aktif dan bahan tambahan di Penimbangan Sentral. Kemudian dilakukan pembuatan sirupus

simplex dalam Melting Tank pada suhu 80o-90oC dengan putaran 200–250 rpm

selama kurang lebih 4 jam. Pembuatan sirupus simplex yaitu air dipanaskan, lalu dimasukkan gula, diaduk, lalu didinginkan sampai suhu 28o–30oC, kemudian disaring masuk ke Mixing Tank.

Bahan aktif maupun bahan tambahan dilakukan pelarutan dalam Mixer berkapasitas 200 L. Kemudian dilakukan pencampuran antara bahan aktif, bahan tambahan dan sirupus simplex dalam Mixing Tank dengan kecepatan 150–200 rpm selama 0,5–1 jam. Dari Mixing Tank kemudian dipindahkan ke Storage Tank untuk dikarantina dan dilakukan pemeriksaan oleh Laboratorium Pengujian meliputi pemerian, BJ, kadar dan pH. Jika telah dinyatakan lulus uji, larutan sirup siap untuk proses pengisian. Sebelum proses pengisian, botol dan pilferproof cap yang akan digunakan dicuci lalu dikeringkan pada suhu 34o – 35oC selama 10 jam, kemudian didinginkan pada suhu kamar selama minimal 1 jam.

Proses pengisian menggunakan Filling Machine, pada tahap ini dilakukan pemeriksaan IPC yaitu volume larutan dalam botol. Selanjutnya dilakukan penutupan botol dengan Cap Sealing Machine. Pemeriksaan IPC juga dilakukan terhadap kekencangan penutupan, penempelan etiket dan penandaan kemasan. Setelah dinyatakan memenuhi syarat kemudian obat jadi dikirim ke Gudang Obat Jadi.


(54)

c. Alur Produksi suspensi

Sediaan suspensi yang diproduksi antara lain suspensi kotrimosazole dan kloramphenicole. Proses dimulai dengan pengayakan bahan aktif dan CMC, kemudian dilakukan penimbangan di Penimbangan Sentral. Bahan tambahan yang dibutuhkan untuk proses produksi juga ditimbang sesuai dengan kebutuhan.

Dalam pembuatan suspensi, diperlukan sirupus simplex dan suspending agent. Pembuatan sirupus simplex dilakukan seperti pada sirup, sedangkan untuk pembuatan suspending agent, dibuat dengan cara, menaburkan CMC Na pada air panas dalam Mixing Tank, dicampur selama 30 menit dan diputar dengan kecepatan 150–200 rpm lalu didinginkan di Ultra Turax.

Zat aktif setelah diayak dan ditimbang, selanjutnya dibasahkan dengan cara dimasukkan dalam campuran air dan surfaktan. Kemudian dilakukan penghalusan partikel dengan Colloid Mill. Sementara itu juga dilakukan pelarutan zat tambahan dengan pelarut sesuai, kemudian baru dicampur antara larutan zat tambahan, bahan aktif yang sudah dihaluskan dan campuran suspending agent– sirupus simplex pada mesin Ultra Turax selam 1 jam pada kecepatan 200 rpm. Hasil pencampuran disimpan di Storage Tank dan dikarantina untuk dilakukan pemeriksaan yang meliputi pemerian, berat jenis, viskositas, pH dan kadar. Setelah lulus uji maka dilakukan proses pengisian ke dalam botol maka dilakukan proses pengisian ke dalam botol maka dilakukan penutupan botol dengan Cap Sealing Machine. Pemeriksaan IPC dilakukan terhadap kekencangan penutupan. Selanjutnya dilakukan penempelan etiket dan juga dilakukan IPC meliputi estetika, kelengkapan etiket pada botol. Botol yang disealing dan diberi dan diberi


(55)

etiket ini akan dikemas dalam kemasan sekunder dan akan dikemas lagi dalam kardus/box. Pada proses ini dilakukan IPC estetika, kelengkapan etiket dan penandaan. Jika sudah dinyatakan memenuhi syarat maka akan dikirim ke Gudang Obat Jadi.

d. Produksi Fitofarmaka 1) Batugin Elixir

Batugin Elixir 300 ml

Besar batch 3000 L untuk 10.000 botol

Bahan yang digunakan : Tempuyung dan Keji Beling.

Proses pembuatan Batugin Elixir didahului oleh proses pembuatan infus Tempuyung 300 kg serta Keji Beling 30 kg yang ditimbang di Penimbangan Sentral. Kemudian daun (simplisia) dicuci dan dibuat infus dengan cara: masukkan ka dalam empat tangki pemanas masing-masing Aqua DM ad 700 L panaskan hingga mendidih pada suhu 90-100ºC lalu masukkan simplista yang sudah dicuci aduk hingga terendam aqua DM. Tutup kran steam dan biarkan 10-15 menit. Selanjutnya infus dipompakan ke reactor melalui saringan manel mesh 100/200. Panaskan sampai suhu 90-100oC tambahkan gula dan pengawet I sambil terus di mixer hingga larut sempurna. Dinginkan larutan sampai suhu 25-38ºC lalu tambahkan pengawet II metanol 95ºC dan oleum menthae pip sambil mixer terus dipanaskan. Hentikan mixer tambahkan aqua DM sampai dengan volume 3100 liter. Pada tahap ini dilakukan sampling untuk uji mikrobiolgi. Pindahkan larutan dari reactor memakai pompa transfer dan disaring


(56)

dengan kain flanel ke dalam tangki sedimentasi kapasitas masing-masing 1600 Liter. Tutup rapat tangki lalu sedimentasikan minimal selama 4 hari. Saring elixir hasil sedimentasi menggunakan saringan manel mesh 100/200 3 lapis ke dalam tangki S.S kapasitas 300 L. Kemudian saring lagi menggunakan Beco Seitz filter ukuran 40x40 m dan Beco Seitz filter usuran 20x2 m dan ditampung dalam tangki penampungan batugin kapasitas masing-masing 1600 L. Hasil penyaringan warna, aroma, rasa, PH, berat jenis. Jika telah dinyatakan lulus uji larutan elixir siap untuk proses pengisian. Sebelum proses pengisian, botol, perproof, gelas takar dicuci dulu dengan air pada suhu 40-50ºC. Kemudian keringkan botol filterproof dan gelas takar dalam keranjang pada ruang pengering pada temperatur 55-65ºC selama 10-48 jam, hingga botol kering sempurna. Pindahkan botol ke ruang pengisian. Botol berisi dan didinginkan hingga temperatur kamar. Proses pengisian menggunakan mesin sealing dan cap sealing.Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan IPC meliputi: volume, daya cengkram PP cap, estetika PP cap, dan kejernihan. Selanjutnya dilakukan proses labeling dan diteruskan dengan proses packaging. Pada proses ini pemeriksaan IPC kemasan, penandaan etiket dos dan botol, tanda pengepakan serta estetica etiket pada botol. Estetika itu produk diperiksa lagi oleh pemeriksa produk akhir meliputi pemeriksaan fisik. Jika sudah memenuhi syarat oleh SPA ditempel setuju dikeluarkan, kemudian dikirim ke gudang obat jadi.


(57)

2) Enkasari

Enkasari:120 ml

Besar batch:3000 L, 25000 botol

Bahan yang digunakan untuk pembuatan Enkasari adalah Tingtur sirih, Saga dan Succus Liquiritae. Proses pembuatan didahului oleh proses pencucian dan perajangan daun. Daun sirih yang digunakan adalah daun segar sedangkan daun saga yang digunakan adalah daun kering.

Cara pembuatan tingtur saga : air aqua DM dipanaskan sampai suhu 95-100ºC, didinginkan sampai suhu 30-40ºC, ditambah alkohol 95% sama banyak, ditambah daun saga kering yang sudah dicuci dilakukan proses maserasi selama minimal 5 hari lalu disaring.

Cara pembuatan tingtur sirih : air aqua DM dipanaskan sampai suhu 95-100ºC , dinginkan sampai suhu 30-40ºC, ditambah alkohol, ditambah daun sirih yang sudah dicuci dan dirajang, dimaserasi selama minimal 5 hari lalu disaring.

Cara pembuatan tingtur Succus Liquiritae : air aqua DM dipanaskan sampai suhu 95-100ºC , ditambah succus, didinginkan, ditambah alkohol 95% lalu dimaserasi selama minimal 5 hari lalu disaring dan diuji. Pemeriksaan Ph, BJ, sisa penguapan.

Setelah persediaan tingtur lengkap baru proses enkasari dilakukan pembuatan sirup gula dalam reaktor. Selanjutnya dilakukan pencampuran tingtur saga, tingtur sirih dan tingtur succus serta sirup gula dalam reaktor. Juga ditambahkan bahan tambahan lain (pengawet), lalu dilakukan proses


(58)

penyaringan dengan plat berlubang diameter 5 mm yang dilapisi dengan Seitz Filter K200 sebanyak 31 lapis. Pada proses ini dilakukan pemeriksaan meliputi BJ, pH, kejernihan dan pemeriksaan mikrobiologi. Setelah di ACC lalu disalurkan lewat pipa ke tempat pengisian. Selanjutnya dilakukan proses filling (pengisian) ke dalam botol 120 ml. Pada proses ini dilakukan IPC keseragaman volume rentang 120-122 ml. Selanjutnya dilakukan proses packaging. Pada proses ini pemeriksaan IPC kemasan, penandaan etiket dos dan botol, tanda pengepakan serta estetica etiket pada botol. Estetika itu produk diperiksa lagi oleh pemeriksa produk akhir meliputi pemeriksaan fisik. Jika sudah memenuhi syarat oleh SPA ditempel setuju dikeluarkan, kemudian dikirim ke gudang obat jadi dengan disertai bon 5. Pada akhir proses dilakukan pemeriksaan jumlah botol dalam box (1 box 48 botol) dan kelengkapan kesesuaian kemasan.

3.5.3 Produksi III 1. Tablet Hormon

Hasil produksi : Mikrodiol Limas dan Mikrodiol Program (program pemerintah) Satu blister isinya :

- 21 tablet Oral kontrasepsi yang isinya Ethynilestradiol 0,03 mg dan Levonorgestrel 0,15 mg per tablet

- 7 tablet placebo yang isinya amilum maydis dan saccharum lactis (bahan pengisi) serta bahan pengikat, bahan penghancur dan bahan pelincir.

Dalam satu batch menghasilkan 1,5 juta tablet Oral Contraceptive (OC) dan 600 ribu tablet placebo. Karena ada dua jenis tablet yang diproduksi, maka


(59)

ruang produksinya pun terdiri dari dua bagian yang terpisah, yaitu untuk pembuatan tablet placebo dan untuk pembuatan tablet OC. Ruang penyimpanan bahan dan ruang penimbangannya pun tersendiri untuk menghindari adanya kontaminasi silang. Ruang produksi tablet OC merupakan ruang abu-abu khusus yang memiliki pengaturan sistem tekanan udara yang khusus, yaitu tekanan di dalam ruang produksi tablet OC dibuat lebih negatif dibanding tekanan koridor, yang bertujuan untuk mencegah keluarnya udara dari dalam ruang produksi OC. Selain itu pada pintu keluar dilengkapi dengan air shower untuk menghilangkan partikel-partikel serbuk hormon. Penimbangan hormon dilakukan didalam Laminar Air Flow (LAF) karena jumlah yang ditimbang sangat kecil serta untuk menghindari kontaminasi hormon dalam ruangan.Terdapat juga dust collector yang digunakan untuk menghisap dan menampung debu, caranya debu yang terhisap akan disaring, kemudian debu ditampung ke bawah dan udara yang tidak mengandung debu dibuang keluar.

Produksi tablet hormon dilakukan berdasarkan Surat Perintah Kerja Produksi (SPK Produksi) dan Surat Perintah Kerja Pengemasan (SPK Pengemasan) dari PPPI, dimana PPPI sebelumnya telah mengevaluasi ketersediaan bahan. SPK Produksi beserta Catatan Pengolahan Batch (CPB) dan Bon Serah Terima Bahan Baku (BSTBB) akan diserahkan ke Penimbangan Sentral khusus di bagian produksi hormon untuk dilakukan penimbangan bahan (untuk tablet hormon) sesuai dengan yang tertera pada CPB. Selanjutnya


(60)

Bagian Produksi akan memeriksa apakah sudah sesuai dengan CPB. Bahan yang telah ditimbang dibawa ke ruang produksi untuk kemudian diproses.

Pada prinsipnya, pembuatan tablet hormon sama dengan tablet non hormon, yaitu dibuat dengan proses granulasi basah. Alur kerja dibedakan menjadi dua yaitu produksi tablet plasebo dan produksi tablet OC. Untuk produksi tablet plasebo, setelah bahan ditimbang di Penimbangan Sentral dilakukan proses pencampuran bahan bahan, kemudian dilanjutkan dengan proses granulasi basah dengan mesin Roto G yang berkapasitas 40-50 kg. Selanjutnya dilakukan pengayakan massa basah dengan mesin Wet Granulator. Setelah diayak basah, dilakukan pengeringan pada Fluid Bed Dryer. Pada proses ini dilakukan In Process Control (IPC) Loss On Drying (LOD = susut pengeringan) untuk mengetahui kadar air dalam granul kering yang sudah diayak.Selanjutnya granul diayak kering dengan mesin Oscillator. Massa granul yang dihasilkan kemudian dicampur dengan fasa luar (bahan pelincir ) pada mesin Double Cone Blender. Massa yang sudah dicampur fasa luar ini disebut massa cetak, dimana kemudian akan dilakukan proses pencetakan dengan mesin Cadmach CTX. Selama proses pencetakan dilakukan pemeriksaan IPC yang meliputi keseragaman bobot, ketebalan, diameter tablet, kekerasan, kerapuhan dan waktu hancur. Tablet yang telah dicetak akan dikarantina untuk diperiksa oleh laboratorium pengujian yang meliputi pemerian, keseragaman bobot, ketebalan, diameter tablet, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur.


(61)

Sedangkan untuk produksi tablet OC, setelah bahan ditimbang di LAF, kemudian dilakukan proses granulasi basah dimana zat aktif dilarutkan larutan pengikat (di dalam Super Mixer) kemudian hasilnya disemprotkan ke Fluid bed Granulator secara bertahap selama 54 menit. Selanjutnya dilakukan pengeringan. Pada proses pengeringan ini dilakukan pemeriksaan IPC susut pengeringan (LOD) untuk mengetahui kadar air dalam granul kering. Selanjutnya granul diayak kering dengan mesin Fitz Mill. Massa granul yang yang dihasilkan kemudian dicampur dengan fasa luar (bahan pelincir) dengan mesin Double Cone Blender. Kemudian dilakukan proses pencetakan dengan mesin Killian. Selama proses pencetakan dilakukan pemeriksaan IPC yang meliputi keseragaman bobot, ketebalan, diameter tablet, kekerasan, kerapuhan. Saat tablet telah dicetak juga dilakukan pemeriksaan oleh Laboratorium Pengujian yang meliputi kadar, keseragaman kandungan, disolusi, pemerian, keseragaman bobot, ketebalan, diameter tablet, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur.

Setelah tablet plasebo dan tablet OC dinyatakan lulus uji, selanjutnya memasuki proses pengemasan blistering dengan mesin Blister Uhlmann. Disini dilakukan IPC meliputi uji kebocoran, estetika, dan kelengkapan penandaan pada kemasan. Selanjutnya dilakukan pengemasan sekunder dengan IPC meliputi estetika dan perhitungan jumlah blister.

2. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

Produk yang dihasilkan oleh bagian AKDR yaitu Copper T Limas (Lingkaran Emas), Copper T Libi (Lingkaran Biru), Copper T BKKBN untuk


(62)

program pemerintah, Copper T ekspor, yang diekspor ke luar negeri terutama negara asia seperti Korea.

Bagian-bagian yang menyusun Copper : Flange, Copper T 380 A, Copper wire, Copper collar, Frame T (dari Polietilen Barium Blended)

Alur pembuatan AKDR:

1. Produksi AKDR pertama kali dilakukan adalah membuat frame T. Frame T berasal dari bahan Polietilen Barium Blended. Pencetakan frame T dilakukan pada ruang moulding. Sekali cetak menghasilkan 4 buah frame T. Satu batch dapat menghasilkan 12.000 frame T. Kemudian dimasukkan ruang karantina untuk pemeriksaan kelenturan/ flexibility.

2. Selanjutnya pemasangan Copper Collar pada frame T. Cu yang digunakan 99.99% murni.

3. Pada ruang Copper Wiring untuk pemasangan copper wire. IPC yang dilakukan adalah kerapian dan berat Cu wire.

4. Pada ruang Copper Sleaving dan Weaging untuk pengencangan wire. 5. Pada ruang Suture Tying dilakukan pemasangan tali. Dilakukan IPC :

panjang tali, kerapian (tali warna hitam untuk diekspor, sedangkan tali putih untuk lokal).

6. Pada ruang Tubing inserting dilakukan penambahan tube plastik. 7. Pada ruang Prepacking dilakukan pengemasan sebelum disterilkan

8. Pada ruang Heat Sealing dilakukan penutupan kemasan primer (dengan suhu 130ºC-170ºC) dengan IPC tes kebocoran.


(63)

9. Pada ruang sterilisasi, dilakukan sterilisasi produk yang sudah dikemas primer dengan menggunakan gas etilen oksida selama 1 jam 45 menit pada suhu 130 ºF pada tekanan 8 mmHg. Kemudian diaerasi 7 jam agar kadar etilen dioksida tidak boleh lebih dari 5 ppm. Kemudian dilakukan uji mikrobiologi.

3. Produksi Kina

Di bagian produksi kina ada tiga seksi, yaitu bagian ekstraksi kina, bagian isolasi alkaloid kina dan bagian pemurnian dan pengemasan kina.

Contoh alkaloid kina diantaranya Quinine, Quinidine. Derivat-derivat kina yang diproduksi antara lain Quinine Sulphate, Quinine Hydrochloride. Sumber bahan untuk produksi kina berasal dari kulit kina tanaman Cinchona succirubra

dan Cinchona ledgeriana. Kedua jenis tanaman tersebut memiliki kandungan

yang berbeda, untuk tanaman Cinchona succirubra lebih banyak mengandung alkaloid cinchonidine sedangkan tanaman Cinchona ledgeriana lebih banyak mengandung alkaloid quinine.

Bagian dari tanaman kina yang diambil hanya kulit pohonnya. Sumber tanaman sebagian besar diimpor dan sebagian lagi berasal dari perkebunan sendiri yaitu dari Kebun Tanaman Obat Bintang (KTO Bintang). Tanaman yang dipanen raya yaitu tanaman pada usia 8 tahun, namun sejak usia tanaman 4 tahun dilakukan pengambilan kulit batang-batang yang kecil. Tanaman kina setelah dikelupas kulitnya, dikeringkan sampai berbentuk kulit kering/brangkal kemudian digiling kasar. Kulit kina yang disimpan di Gudang Kulit Kina sudah dalam


(64)

bentuk gilingan kasar. Selanjutnya dilakukan penggilingan halus dan siap untuk diekstraksi.

Alur produksi kina dimulai dengan ekstraksi padat-cair, yaitu 1 ton kulit kina halus diekstraksi dengan pelarut SGO (Special Gas Oil) dalam kondisi basa pada suhu 90º-95º C dalam ekstraktor. Untuk membasakan ke dalam ekstraktor ditambahkan NaOH. Diaduk selama kurang lebih 35 menit sambil ditekan. Setelah itu SGO dikeluarkan (±15.000 liter), sedangkan ampas tetap di dalam. SGO yang ditampung ini mengandung garam kina dan pada tahapan ini dilakukan IPC terhadap kadar total alkaloid menggunakan titrasi.

Selanjutnya SGO dipindahkan ke reaktor kerucut untuk dilakukan ekstraksi cair-cair dengan cara ditambahkan H2SO4 12 N dan Natrium Sulfat Water (NSW) dengan BJ 1,12-1,15, diaduk 5-10 menit. Setelah itu didiamkan 10 menit agar memisah, lapisan atas merupakan SGO sedang lapisan bawah adalah H2SO4, keduanya dipisahkan dan alkaloid yang tertarik ke fase polar H2SO4 didiamkan selama 3-5 malam (kristalisasi). Setelah itu disaring dan disentrifuse, hasilnya akan diperoleh kristal B1 (kina bisulfat 1) dan Mlq (mother liquor). Kristal yang didapat dikarantina untuk diperiksa kadarnya, sedang Mlq (bisulfat) diolah jadi sulfat dengan meningkatkan pH dan ditambah NaHCO3, disentrifuge, didapat Mlq dan kristal S1.

Mlq ditransfer ke pemurnian alkaloid kina untuk pengambilan Cd (Cinchonidine), sedang kristal S1 dikumpulkan tiap 600 kg, dan diolah jadi bisulfat dengan cara ditambah H2SO4 18 N, dipanaskan 70ºC-80ºC, kristalisasi 3-5 malam. Hasilnya diperoleh Mlq dan kristal B2 (bisulfat 2). Kristal dipisahkan,


(65)

sedang Mlq ditingkatkan pH nya dan ditambah NaHCO3, disentrifuge, didapat Mlq dan kristal S2. Mlq ditransfer ke pemurnian alkaloid kina untuk pengambilan Cd, sedang kristal S2 diperlakukan sama seperti perlakuan terhadap kristal S1. Hasil kristalisasi dari kristal S1 diperoleh kristal B3 dan Mlq. Mlq ini langsung dibuat cd tetrasulfat (bahan untuk cd base murni) dengan cara ditambah H2SO4 pekat 36 N, untuk Mlq dari proses sebelumnya yang telah dikumpulkan, ditambah asam tartrat sehingga jadi Qn, Cd tartrat, lalu dibasakan sehingga menjadi Qn dan Cd (dominan Cd). Selanjutnya ditambahkan H2SO4 18 N sampai kondisi bisulfat pH 2,8 dan ditambah H2SO4 pekat 36 N sehingga jadi Cd tetrasulfat. Kristal B1, B2, B3 dikumpulkan untuk dilakukan pemurnian dan diproses menjadi kina sulfat dan kina HCl.

3.6 Bagian Teknik dan Pemeliharaan

STRUKTUR ORGANISASI TEKNIK & PEMELIHARAAN

PLANT BANDUNG

-Direktur Umum & SDM………. -Tanggal : 22 November 2007

TEKNIK & PEMELIHARAAN

MEKANIK BANGUNAN &

LINGKUNGAN LISTRIK & ENERGI


(66)

Secara struktural, BagianTeknik dan Pemeliharaan berada langsung di bawah Plant Manager yang mempunyai tugas :

1. Menunjang keberadaan pabrik sehingga produksi dapat berjalan dengan lancar.

2. Pemeliharaan mesin-mesin, listrik dan bangunan.

3. Pemeliharaan rumah dinas baik listrik dan bangunannya.

Bagian Teknik dan Pemeliharaan membawahi 3 seksi , yaitu:

1. Seksi Bangunan dan Lingkungan yang berhubungan dengan perbaikan prasarana gedung yaitu perawatan bangunan pabrik, peralatan kantor dan pengecatan.

2. Seksi Elektrik dan Instalasi Energi yang berhubungan dengan instalasi listrik, instalasi pipa, telepon, kompresor, AC, komponen elektronik maupun komputer.

3. Seksi Mekanik yang berhubungan dengan mesin-mesin produksi.

Sumber daya manusia yang ada pada bagian ini ada 29 orang yang terdiri 3 supervisor, 11 pelaksana listrik, 10 pelaksana mekanik, 4 orang sipil bangunan, 1 orang bagian administrasi.

Alur kerja teknik dan Pemeliharaan:

1. Dimulai apabila ada kerusakan atau gangguan pada salah satu bagian. Bagian tersebut akan membuat Surat Perintah Perbaikan Teknik (SPPT) yang ditujukan ke Bagian Teknik dan Pemeliharaan.

2. Setelah diterima, bagian Teknik dan Pemeliharaan akan memisahkan menurut seksi yang berhubungan dengan masalah tersebut.


(67)

3. Seksi akan menulis kebutuhan barang untuk perbaikan sarana. Jika sparepart tersebut sudah ada di gudang teknik maka Bagian Teknik dan Pemeliharaan dapat langsung memperbaiki peralatan tersebut dengan mengirim Surat Pemintaan Barang Teknik (SPBT) ke gudang teknik. Apabila dibutuhkan sparepart dan di gudang tidak tersedia (habis) maka diterbitkan Surat Permintaan Pesanan Barang oleh Gudang Teknik yang disahkan oleh AMTP dan disetujui oleh Plant Manager kemudian diserahkan ke AMB.

Apabila kerusakan tidak dapat diperbaiki oleh Bagian teknik dan Pemeliharaan maka dapat melibatkan pihak ketiga.

1. Bagian Pemeliharaan akan mencari pihak ketiga dan meminta penawaran terlebih dahulu dan dilaporkan kepada bagian terkait.

2. Apabila Plant Manager setuju maka bagian pemeliharaan akan membuat SPK kepada pihak ketiga.

Jika peralatan tersebut telah diperbaiki (SP), maka bagian teknik akan memeriksa peralatan tersebut dan bila sudah sesuai, maka Kepala Bagian terkait akan menandatangani SPK di kolom persetujuan dan kolom mengetahui untuk ditandatangani oleh Plant Manajer

Pengecekan rutin terhadap peralatan dilakukan setiap hari sebelum mesin digunakan oleh operator dan apabila terdapat masalah/ kerusakan maka dilaporkan ke bagian Teknik dan Pemeliharaan yang ada di Bagian Produksi.


(68)

3.7 Bagian Penyimpanan

STRUKTUR ORGANISASI PENYIMPANAN PLANT BANDUNG

-Direktur Umum & SDM………. -Tanggal : 22 November 2007

PENYIMPANAN GUDANG BAHAN BAKU GUDANG BAHAN KEMAS GUDANG PRODUK JADI GUDANG BARANG TEKNIK GUDANG BAHAN PRODUKSI KINA PENIMBANGAN

SENTRAL PENANDAAN BAHAN KEMAS

Gambar 3.18 Struktur Organisasi Penyimpanan Plant Bandung

Alur barang dimulai dari bagian PPPI dimana PPPI menyusun perencanaan pengadaan barang berdasarkan data dari pihak pemasaran dan stok barang (produk) yang tersisa di ULS. Susunan perencanaan pengadaan barang tersebut selanjutnya diserahkan ke Bagian Pembelian untuk dilakukan pemesanan kepada pemasok. Pihak pembelian akan mengeluarkan Surat Pesanan (SP) kepada supplier dan ditembuskan pada bagian bagian PPPI, pergudangan dan keuangan. Selanjutnya, pihak gudang akan mencatat pesanan barang dalam KKPB (Kartu Kontrol Pesan Barang). Barang dikirim oleh supplier dan diterima oleh Bagian Gudang untuk diperiksa kesesuaian dengan SP. Pemeriksaan di sini meliputi pemeriksaan kemasan, label, etiket, tanggal ED, dan nomer batch. Apabila


(1)

Keterangan :

Sampah plastik tempat massa cetak

Sampah plastik Pencemaran lingkungan Wadah bekas kemasan massa cetak 3 1 1 1 3 Dikumpulkan dalam kantong-kantong kemasan dan disimpan sementara di TPS-B3 Plant Bandung, dimusnahkan oleh pihak ke tiga

Debu Pecemaran udara dan gangguan pernafasan

Debu yang ada pada wadah bekas kemasan massa cetak

3 2 1 2 12 Segera dibersihkan setelah proses produksi dan penggunaan masker

Pembersihan ruangan tablet Air Cucian Penurunan kwalitas air Bekas air cucian alat dan ruangan 3 2 1 1 6 Meminimalisasi granul pada alat dan ceceran massa cetak

P = Probability (Kemungkinan): 1: Mungkin terjadi ( > 1 tahun), 2: Jarang terjadi (dalam 1 tahun ≥ 1 kali terjadi), 3: Sering terjadi (terus menerus).

Tabel 3.1. Identifikasi Aspek Dan Dampak Lingkungan pada area pencetakan tablet

D = Duration (Jangka Waktu): 1: Instan, kurang dari 1 jam, 2: 1 jam sampai sehari, 3:Lebih dari sehari.

Sv = Severity (Keseriusan): 1: Tidak Berbahaya, 2: Agak berbahaya, 3: Berbahaya.


(2)

Dari hasil pengamatan dilapangan dan juga dari hasil penjelasan para operator dan karyawan pencetakan, dapat diketahui bahwasannya kebisingan tersebut timbul karena pengoperasian dari mesin – mesin pencetakan setiap ada proses yang dalam 1 harinya dapat beroperasi selama 8 jam/shift. Hal ini juga dapat menunjukkan lamanya para operator tersebut terpapar dengan kebisingan setiap kali prosesnya. Selama dilakukan pengamatan pada proses pencetakan tablet terhadap para operator dan karyawan yang bekerja di bagian pencetakan tablet, menunjukkan bahwa selama proses produksi dilakukan mereka tidak dilengkapi dengan alat penutup telinga, sehingga walaupun berdasarkan penjelasan mereka tidak pernah mengalami gangguan yang serius selama bertahun tahun bekerja dibagian tersebut, namun dikhawatirkan akan berdampak bagi kesehatan mereka nantinya seperti gangguan pendegaran atau ketulian.

Cacat pendengaran akibat kerja adalah hilangnya sebahagian atau seluruh pendengaran seseorang yang bersifat permanen, mengenai satu atau kedua telinga yang disebabkan oleh bising terus menerus dilingkungan tempat kerja. Dalam lingkungan industri, semakin tinggi intensitas kebisingan dan semakin lama waktu pemaparan kebisingan yang dialami oleh para pekerja, semakin berat gangguan pendengaran yang ditimbulkan pada para pekerja tersebut.(www.library usu.ac.id)

Berdasarkan dari hasil Laporan Pelaksanaan Kegiatan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), PT Kimia Farma Planta Bandung Semester I tahun 2008 untuk mesin pencetakan tablet yang dalam hal ini dilakukan pengujian terhadap mesin cetak Cadmach CTX-40 diperoleh hasil pengukuran yaitu sebesar 82,3-82,4 dB sedikit lebih rendah dari nilai ambang batas untuk kebisingan ditempat kerja berdasarkan Surat


(3)

Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999 yaitu 85 dB. Dari data tersebut sangatlah wajar jika hal ini menjadi catatan yang sangat penting untuk segera ditindaklanjuti dan diantisipasi. Penelitian lebih lanjut untuk mencari penyebab suara serta melakukan pemeliharaan secara berkala terhadap mesin pencetakan juga patut menjadi perhatian, karena walaupun dari hasil pengukuran yang telah dilakukan memenuhi nilai ambang batas yang telah ditetapkan, tapi alangkah baiknya jika tindakan pencegahan terus dilakukan mengingat besarnya efek yang dapat ditimbulkan dari suara bising mesin pencetakan tersebut, juga tentunya kesehatan karyawan juga harus diprioritaskan, pemakaian alat penutup telinga saat bekerja sudah seharusnya dilakukan, sehingga dapat mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan baik jangka pendek maupun jangka panjang yang pada akhirnya juga dapat menguntungkan bagi perusahaan.

Gangguan pendengaran akibat bising terjadi secara perlahan, dalam waktu hitungan bulan sampai tahun. Hal ini sering tidak disadari oleh penderitanya, sehingga pada saat penderita mulai mengeluh gangguan pendengaran, biasanya sudah dalam stadium yang tidak dapat disembuhkan. Kondisi seperti ini akan mempengaruhi produktivitas tenaga kerja yang pada akhirnya akan menyebabkan menurunnya derajad kesehatan masyarakat pekerja. (www.ekologi.litbang.co.id).

Biaya yang harus ditanggung akibat kebisingan ini sangat besar. Misalnya, bila terjadi di tempat-tempat bisnis dan pendidikan, maka bising dapat mengganggu komunikasi yang berakibat menurunnya kualitas bisnis dan pendidikan. Gangguan pendengaran yang timbul akibat bising di tempat kerja, gangguan sistemik yang timbul akibat kebisingan, penurunan kemampuan kerja, bila dihitung kerugiannya secara nominal dapat mencapai milyaran rupiah. Untuk


(4)

itu, tenaga kesehatan perlu mengenali pengaruh bising terhadap kesehatan tenaga kerja, melakukan deteksi dini dan pengendalian bising di tempat kerja.(www.kalbe.ac.id)

Adapun upaya – upaya yang dapat dilakukan untuk penanggulangan kebisingan industri antara lain adalah:

a. Pengurangan jumlah bising di sumber bising. Di sini termasuk pengurangan bising di tahap perencanaan mesin dan bangunan, di mana mesin di tempatkan (enginering control program).

b. Pengurangan jumlah bising yang dirambatkan melalui udara atau bagian-bagian dari bangunan, di mana sumber bising itu berada. Pemasangan peredam, penyekat mesin dari bahan-bahan penyerap suara.

c. Menggunakan alat-alat pelindung telinga (ear protectors) untuk para karyawan:

Ü Menggunakan kapas (acoustic wool).

Ü Ear plug/mold, suatu alat yang dipakai dengan memasukkan ke

dalam telinga, dapat dibuat dari karet. Mold dicetak menurut kontur telinga pemakai, mengurangi 30 sampai dengan 40 dB. Ü Ear muff/valve, ini dapat menutup sendiri bila ada suara keras,

dan membuka sendiri bila suara kurang kerasnya. Alat ini cukup mahal, tetapi penderita selama kerja tak usah membuka dan menutup telinga.

Ü Helmet, suatu penutup kepala yang disamping memberi

perlindungan terhadap cidera tengkorak juga merupakan pelindung telinga.


(5)

d. Indoktrinasi tentang bahaya bising. Program ini harus dapat mencapai hasil agar masyarakat yakin dan mengerti serta rela mengusahakan perlindungan terhadap bising bagi diri sendiri dan segera memeriksakan diri begitu merasa adanya kelainan pada alat pendengarannya.

e. Pemasangan poster-poster atau tanda peringatan pada daerah bising seperti:

1. Anda diharuskan memakai alat pelindung telinga. 2. Lindungi telinga anda.

3. Apakah ada alat pelindung telinga ?

f. Penyelidikan dan penelitian terhadap bising. Tindakan dimaksudkan agar supaya ditemukan cara-cara baru dan metode-metode serta cara-cara perlindungan baru yang bisa lebih menjamin keamanan para pekerja dan masyarakat dari gangguan bising.

g. Pengukuran-pengukuran, pemeriksaan dari pendengaran para karyawan

dengan pure tone Audiometer yang terdiri atas:

1. Pengukuran pendengaran sebelum karyawan diterima bekerja di lingkungan bising (pre employment hearing test). Termasuk disini masyarakat di lingkungan bising diperiksa pendengarannya.

2. Pengukuran pendengaran secara berkala dan teratur, misalnya 6 bulan sekali, dimaksudkan pula untuk mendapatkan gambaran-gambaran dasar dari kemampuan pekerja dan masyarakat di lingkungan bising untuk dapat melihat perubahan pendengaran secara dini, agar segera diambil tindakan perlindungan. (www.kalbe.co.id).


(6)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Aspek dan dampak lingkungan yang paling signifikan terjadi pada daerah pencetakan kebisingan.

2. Penyebab kebisingan yang terjadi adalah putaran turret yang cepat, mekanisme pengempaan yang dipengaruhi oleh tekanan compression, dan kerasnya massa cetak tablet.

4.2 Saran

1. Disarankan untuk dilakukan himbauan pemakaian alat – alat pelindung telinga kepada para operator pencetakan tablet.

2. Disarankan untuk dilakukan pemeriksaan granul pada formula tertentu untuk mencegah kerasnya massa cetak tablet yang meningkatkan tekanan compression sehingga menyebabkan kebisingan.

3. Disarankan untuk melakukan autonom maintenance pada pemeliharaan alat dan dilakukan perawatan mesin secara berkala.