Bahasa Indonesia SMK MAK Set ara Tingkat Unggul Kelas XII
13
Ia yang menciptakan tokoh, menjelaskan jalan pikiran tokoh, mengatur dan mereka semua unsur yang ada di dalam cerita.
Selain itu, pengarang berada di luar cerita dapat hanya menjadikan pengarang sebagai pengamat atau disebut sudut pandang panoramik.
Pengarang menceritakan apa yang dilihatnya, sebatas yang dilihatnya. Ia tidak mengetahui secara bathin tokoh-tokoh cerita.
Posisi pengarang seperti ini biasanya terdapat pada cerita narasi yang berupa kisah perjalanan.
g. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah bagaimana pengarang menguraikan ceritanya. Ada yang menggunakan bahasa yang lugas, ada yang bercerita dengan
bahasa pergaulan atau bahasa sehari-hari. Ada juga yang bercerita dengan gaya satire atau sindiran halus, menggunakan simbol-simbol,
dan sebagainya. Penggunaan bahasa ini sangat membantu menimbulkan daya tarik dan penciptaan suasana yang tepat bagi pengembangan
tema serta alur cerita. Setiap pengarang besar biasanya sudah memiliki ciri khas penggunaan bahasa dalam ceritanya.
Contoh Cerpen populer perhatikan gaya bahasanya. S I T I
Tadi pagi aku ngamuk. Rasanya ini amukanku yang terdahsyat sepanjang sejarah. Keseeel ..... banget. Sumbernya, yah, siapa lagi kalau
bukan si Siti. Itu pembantu baru yang kelakuannya suka bikin takjub orang serumah. Bayangkan saja, masak dra paper kewiraan yang sudah setengah
mati kubuat, seenaknya saja dia lempar ke tempat sampah. Dia tidak tahu berapa besarnya pengorbananku untuk membuat paper itu. Tiga malam
nyaris tidak tidur. Bahkan Hunter, pujaan hatiku yang setiap Minggu malam selalu kunantikan kehadirannya, kali ini terpaksa aku cuekin. Eh ..... tahu-
tahu hasil kerja kerasku itu dilempar ke tempat sampah. Gimana aku tidak kesal setengah mati. Dasar bego si Siti itu. Aku ‘kan sudah wanti-wanti
ribuan kali agar dia jangan sekali-kali menyentuh kertas-kertasku. Biar kamarku berantakan kayak kapal pecah juga, nggak apa, asal kertas-kertas
berhargaku aman. Siti, Siti, kamu kira gampang bikin paper, segampang bikin sambal terasi?
Bahasa Indonesia SMK MAK Set ara Tingkat Unggul Kelas XII
14
Si Siti ini memang lain. Umurnya baru sekitar delapan belas tahun, sedang centil-centil-nya. Kerjanya sih cukup lumayan. Dia juga cukup
rajin. Cuma yang namanya centil ..... aujubilah, deh. Setiap pagi kalau ayah- ibuku sudah berangkat kerja, dia selalu menyetel dangdut di ruang tamu,
keraaaaas ..... banget. Mau tuli rasanya kuping mendengarkan lagu-lagu supernorak itu. Kepala pun jadi pusing. Paling malu kalau ada teman yang
telepon. Pasti yang nelpon langsung komentar, “Eh, ketahuan, ya, kamu suka lagu gituan. Ngaku aja deh.”
Belum lagi kalau teman-teman datang. Dia mulai bertingkah kayak cacing kepanasan, sibuk cari perhatian. Apalagi kalau yang datang itu
cowok , wah, langsung resek, deh, dia, ketawa-ketawa centil dengan suara
cempreng -nya. Ingin rasanya aku bentak dia. Sayang Ibu selalu melarang,
“Sabar, Rit,” kata Ibu berulang-ulang. Penyakit si Siti bukan cuma centil saja. Dia juga superbego. Disuruh
ini, dia kerjakan yang lain. Pernah ketika Ibu mau pergi ke pesta, si Siti disuruh menyetrika gaun yang akan dipakai. Tahu apa yang
dilakukannya? Itu baju malahan dicuci Sinting nggak tuh? Pernah dia kusuruh membeli Sunsilk, eh, pulang-pulang dia membawa semangkuk
mie pangsit
Selama hampir empat bulan dia bekerja, entah sudah berapa kali dia memperlihatkan kebegoannya. Bukan sekali dua kali aku dibuatnya
senewen. Tapi yang dilakukannya tadi pagi betul-betul sudah keterlaluan dan aku tidak tahan lagi untuk tidak memakinya. Semua kejengkelanku
harus kutumpahkan, kalau tidak, bisa aku yang gila. Ya, tadi pagi Siti kubentak-bentak sepuas hati. Semua koleksi kata-kata kasarku kukeluarkan.
Seisi kebun binatang Afrika kusebut satu per satu.
Si Siti menunduk. Entah dia menyesali perbuatannya, entah mengumpat di dalam hati, aku tidak peduli. Tidak sedikit pun tersirat rasa kasihan di
hatiku. Yang ada saat itu hanya kemarahan yang meluap-luap. Dar
Kewiraan yang sudah lecak kupungut dari tong sampah dan kuseterika. Dengan susah payah aku berusaha mengenali kembali huruf-
huruf yang ada di situ, dan aku salin lagi ke kertas baru. .......................
Ting-tong. Wah siapa yang siang-siang begini bertamu, pikirku. Ketika pintu
kubuka, Evi, Uci, Tini, dan Ani cengar-cengir di hadapanku. Tanpa