Sisi Positif dan Negatif Perfeksionisme

23 alamiah, adanya standar umur mental yang lebih tinggi dari umur kronologis, teman bermain yang lebih tua atau dewasa, tingginya pemikiran mengenai kesuksesan yang akan diraih, serta pekerjaan yang terlalu mudah. Hal-hal inilah yang menyebabkan seseorang menjadi perfeksionis. Tingkat inteligensi tinggi yang ditandai dengan adanya standar umur mental yang lebih tinggi dari umur kronologis ini kemudian diasumsikan dapat menyebabkan perfeksionisme pada siswa di kelas akselerasi. Inteligensi adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif Wechler, dalam H. Sunarto B. Agung Hartono, 2002: 100. Sedangkan Alferd Binet H. Sunarto B. Agung Hartono, 2002: 100-101 berpendapat bahwa inteligensi merupakan kemampuan yang diperoleh melalui keturunan, kemampuan yang diwarisi dan dimiliki sejak lahir dan tidak terlalu banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam batas-batas tertentu lingkungan turut berperan dalam pembentukan kemampuan inteligensi. Pengukuran tingkat inteligensi dalam bentuk perbandingan antara umur kemampuan mental atau kecerdasan mental age disingkat MA dan umur kalender chronoligical age disingkat CA dikenal dengan sebutan Intelligence Quotient yang disingkat IQ dan hasilnya dinyatakan dalam bentuk angka. 24 Pendapat berbeda dikemukakan oleh Tisna Chandra yang dikutip dalam Denissa 2012 mengungkapkan bahwa asal usul seseorang menjadi perfeksionis adalah : a. Meniru orang tua yang perfeksionis Ada banyak hal yang bisa membentuk anak menjadi perfeksionis. Yang paling utama, orang tua perfeksionis akan menciptakan anak perfeksionis pula. Prosesnya berhubungan erat dengan perilaku anak yang paling menonjol saat balita, yakni kekuatan peniruan. Anak akan meniru dari lingkungannya, terutama lingkungan terdekat, seperti orang tua dan keluarga. b. Dituntut selalu berdisiplin tinggi Sejak anak masih bayi, orang tua perfeksionis biasanya menerapkan berbagai aturan yang kaku dan harus selalu dipenuhi. Hal ini berpengaruh terhadap pembentukan sikap anak yang perfeksionis. Bila orang tua meminta anak untuk mematuhi segala peraturan dan tidak boleh sedikit pun melanggarnya, maka wujud perfeksionis akan muncul dengan sendirinya. c. Dituntut tanggung jawab di luar kemampuan usia Anak yang terlalu dituntut bertanggung jawab terhadap hal- hal di luar kemampuan usianya, secara tidak langsung juga dibentuk berperilaku perfeksionis. Lambat laun, karena terbiasa 25 dengan berbagai tanggung jawab, sikap perfeksionis itu akan semakin terpupuk. d. Selalu menerima kritik Demikian pula dengan orang tua yang terlalu banyak mengkritik. Anak akan berusaha tampil atau menghasilkan sesuatu sesempurna mungkin demi menghindari kritikan dan memenuhi kemauan orang tuanya. Bila anak melakukan kesalahan, kemudian berbagai teguran diterimanya, ia akan ketakutan dan berusaha melakukan tugasnya dengan benar. Dengan kata lain, ia tidak akan berhenti mengerjakan atau meminta sesuatu sampai dia merasa terpuaskan. Selanjutnya pendapat lain menyebutkan bahwa “found greater degrees of perfectionism in gifted than in nongifted teens, and more perfectionistic tendencies in females than male s” Kramer, dalam Silverman, 2007: 237, yang berarti bahwa derajat yang lebih besar dari perfeksionisme pada remaja berbakat maupun tidak berbakat, kecenderungan lebih perfeksionis pada perempuan dibandingkan laki- laki. Dari teori ini dapat diasumsikan bahwa tinggi rendahnya perfeksionisme dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin. Akan tetapi menurut Schuler Silverman, 2007: 237 dalam studinya, “of 112 gifted adolescents in a rural setting indicated that 87.5 had perfectionistic tendencies; no gender differences were found”. Ini