Manusia Bersahabat dengan Alam

74 Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012 Dalam cerita Semokel, pengarang menggambarkan upaya manusia dalam mendayagunakan alam melalui praktik semokel atau penyelundupan tradisional kayu lintas batas 2010: 167. Dalam cerita ini, tokoh utama Umang yang sudah renta dan tinggal di Teluk Beranti, di seberang Semenanjung Kembar di Riau dilukiskan sedang menonton berita di TV yang sedang menayangkan konferensi internasional tentang lingkungan COP Conference of Partnership 15 di Copenhagen. Berita konferensi itu seketika mengingatkan Umang pada masa mudanya ketika dia dan kawan-kawannya membalak kayu di hutan dan menyelundupkan kayu-kayu itu melalui sungai. Praktik semokel tersebut menjadi mata pencaharian orang-orang Melayu pada masa itu. Namun pada masa kini, pembalakan liar masih berlangsung di kawasan hutan itu dengan menjual kayu-kayu hutan itu kepada para tauke di Malaysia atau bahkan menyelundupkan hingga ke negeri Jepang atau Cina 2010: 163. Kawasan itu kini semakin gundul. Para pembalak sesudah zamannya berlalu masih terus saja melakukan penebangan kayu di kawasan hutan yang semestinya dilindungi itu. Pokok-pokok kayu semakin banyak yang meranggas 2010: 162. Gambaran hutan yang porak-poranda oleh praktik pembalakan pada masa kini dalam kutipan tersebut menunjukkan kerisauan Umang sekaligus kritik pengarang terhadap kondisi hutan yang tidak lebih baik dari masa-masa ketika Umang muda dahulu. Dalam cerita itu upaya manusia dalam mendaya-gunakan alam melalui praktik semokel tidak hanya mengambil kayu untuk memenuhi kebutuhan melainkan cenderung mengeksploitasi sumber alam di hutan untuk mendapatkan keuntungan finansial yang lebih – “Atau kayu balak itu langsung dijual lagi secara selundupan ke negeri Jepun atau Cina dengan nilai yang lebih besar” 2010: 163. Pembalakan liar itu tetap menjadi problema yang tidak kunjung usai sepanjang penampung atau pembeli kayu-kayu selundupan itu masih melegitimasi dan melegalisasi pembelian kayu-kayu hasil pembalakan itu.

b. Manusia Bersahabat dengan Alam

Dengan merujuk pada dimensi hubungan manusia dengan alam seperti yang dikemukakan oleh Suroso, dkk. 2008: 215, beberapa cerita dalam kumpulan cerpen Ongkak ini menunjukkan relasi tersebut yang bersumber pada kearifan lokal masyarakat Melayu Riau. Suroso, dkk. mengemukakan bahwa persahabatan manusia dengan alam diwujudkan melalui perilaku manusia dalam memelihara kelestarian alam, menjaga lingkungan hidup, dan menyayangi makhluk hidup lainnya 2008: 215. Dalam cerita Ongkak, persahabatan manusia dengan alam ditunjukkan melalui kearifan lokal masyarakat setempat dalam mendayagunakan sumber alam di hutan dengan seperlunya – “Tapi sejak dulu, tak ada rimba yang gundul. Pokok kayu itu ditebang seperlunya. Diambil buat kebutuhan kayu menanak nasi, tiang rumah atau keperluan pagar” 2010: 20. Kearifan lokal juga diperlihatkan melalui kesadaran untuk tidak merusak hutan sesukanya karena hal tersebut akan menimbulkan bencana – “Kawan-kawan, tak elok membabat rimba ini suka-suka kita. Bila rimba dirusaki maka banyak mudharat yang akan datang. Lebih baiklah kita menyesali diri sejak sekarang….” 2010: 22. 75 Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012 Dalam cerita Republik Banjir, persahabatan dengan alam direfleksikan dalam kesadaran manusia akan pentingnya air sebagai sumber kehidupan. Sumber air yang berlimpah tersimpan di dalam tanah dibawah pepohonan, tumbuh-tumbuhan, dan akar-akar pepohonan. Namun air sebaliknya akan menjadi bencana ketika bukit-bukit sebagai wadah air dialih-fungsikan menjadi area bangunan villa atau lapangan golf. Begitu pula pepohohan yang ditebangi dapat mengurangi sumber mata air yang tersimpan dibawah akar-akar pohon sehingga air itu akan melimpah dan menyeruak keluar menjadi banjir. Hal itu digambarkan melalui kerisauan pengarang akan alih fungsi lahan di perbukitan di Puncak menjadi area villa yang menyebabkan terkikisnya sumber air tanah – “Sejak lama kawasan ini menjadi kawasan hijau dan hutan konservasi yang memungkinkan para air hidup dengan nyaman dan tenang” 2010: 80. Dalam cerita Parit Dorba, persahabatan dengan alam ditunjukkan melalui kearifan lokal masyarakat Melayu Sakai yang hidup selaras dengan alam dan hutan ulayat mereka – Orang-orang Sakai sangat bersebati dengan rimba. Oleh sebab itu, rimba bagi mereka laksana supermarket dan apotik hidup yang menyediakan segala keperluan. Sumber penghidupan sehari-hari dapat dipenuhi dari tanaman rimba yang amat beragam. Mulai dari damar, rotan, sakat dan ubi manggalo yang beracun namun bisa jadi tawar setelah dioleh dengan cara mereka yang khas 2010: 84-85. Kata bersebati dari bahasa Melayu berarti ‘menyatu bagai tak terpisahkan’ menunjukkan relasi erat antara manusia dengan alam. Manusia menghormati alam sebagai tempat yang memberikan berbagai kebutuhan hidup. Rasa hormat dan cinta masyarakat Melayu terhadap alam ditunjukkan dalam tindakan memelihara dan melestarikan alam mereka dengan tidak menebangi pepohonan secara berlebihan, atau menyetujui tindakan para tauke atau pemerintah dalam mengalih-fungsikan hutan ulayat mereka menjadi lahan perkebunan atau proyek-proyek lainnya.

3.2. Relevansi Visi dan Kritik Pengarang dengan Prinsip- prinsip Kritik Sastra Lingkungan