Pendahuluan Relevansi Visi dan Kritik Pengarang dengan Prinsip- prinsip Kritik Sastra Lingkungan

88 Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012 PERKEMBANGAN GAGASAN TENTANG PERKAWI NAN, PEKERJAAN, DAN PERGAULAN DALAM NOVEL AWAL SASTRA JAWA MODERN Darni UNESA, Surabaya darniunesayahoo.com Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan perkembangan gagasan tentang priyayi, yakni mengenai perkawinan, pergaulan, dan pekerjaan dalam novel-novel yang terbit pada awal pertumbuhan sastra Jawa modern. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan pendekatan sosiologi sastra, yang memandang adanya keterkaitan antara sastra dan sosio budaya masyarakat yang melatari kelahiran karya sastra. Ada tiga novel yang ditetapkan sebagai sumber data penelitian, yakni Serat Riyanto, Kirti Njunjung Drajat, dan Ngulandara. Hasil penelitian menunjukkan adanya perkembangan yang jelas, dari tradisonal ke modern yang tidak meninggalkan budi luhur orang Jawa. Terjadi perkembangan dari ketat ke longgar tentang perkawinan dalam novel awal sastra Jawa modern. Dalam Serat Riyanto pemilihan jodoh menuntut saling cinta dan kecocokan antar orang tua. Dalam Kirti Njunjung Drajat kriteria pemilihan jodoh menjadi longgar, yaitu hanya menuntut saling cinta antar muda-mudi. Dalam Ngulandara kriteria pemilihan jodoh tidak hanya datang dari pihak pria, seperti dalam kedua novel yang disebut lebih dahulu, pihak wanita juga berhak menentukan kriteria pria idaman. Peran orang tua dalam Serat Riyanta masih tampak meskipun tidak ikut campur dalam pemilihan jodoh. Peran orang tua berkurang dalam Kirti Njunjung Drajat. Ada pembicaraan para orang tua dalam perkawinan Darba, namun bukan pembicaraan mengenai pemilihan jodoh. Peran orang tua tidak muncul sama sekali dalam Ngulandara. Mengenai perantara, dalam Serat Riyanta perantara masih menunjukkan perannya meskipun hanya sebagai penyambung tali cinta yang sudah tumbuh antara R.M. Riyanta dan R.A. Srini. Sedangkan dalam dua novel yang lain tidak ada perantara. Gagasan tentang pekerjaan dalam novel Kirti Njunjung Drajat dan Ngulandara juga menunjukkan suatu perkembangan. Menurut tokoh muda-mudi dalam novel-novel tersebut, pekerjaan sebagai pegawai keraton dan pemerintah jajahan Belanda bukan satu-satunya pekerjaan yang dapat mengangkat harga diri seseorang. Orang akan dihargai apabila memiliki budi yang luhur, meskipun ia bekerja pada jenis pekerjaan yang kasar. Pergaulan muda-mudi sangat ketat dalam Serat Riyanta. Sedangkan dalam Ngulandara pergaulan muda-mudi menjadi longgar. Muda-mudi dapat bergaul tanpa melalui saluran orang tua. Pergaulan muda-mudi yang mengarah kepada cinta asmara juga sudah tampak. Namun pergaulan mereka tetap berpijak pada norma pergaulan Jawa. Budi luhur, dan sifat-sifat priyayi yang lain, yang selalu muncul dalam Serat Riyanta, masih merupakan dasar kuat yang membentengi pribadi para tokoh dalam dua novel yang lain, meskipun dalam dua novel tersebut ketiga gagasan di atas mengalami perkembangan. Kata Kunci : criteria jodoh, status pekerjaan, pergaulan muda-mudi

1. Pendahuluan

Sastra Jawa modern adalah sastra Jawa yang hidup di masyarakat saat ini. Kehadirannya sebagian besar tertuang dalam majalah-majalah berbahasa Jawa. Sastra Jawa modern juga hadir dalam bentuk buku dan dijual di toko-toko buku. Hasil- 89 Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012 hasil sastra Jawa modern memang berbeda dengan karya-karya pada zaman kepujanggan R.Ng. Ronggowarsita. Satra Jawa mengalami pergeseran tempat dari sastra kepujanggaan keraton menuju ke luar tembok keraton Utomo, 1993:5. Perkembangan tersebut selanjutnya disebut sastra gagrag anyar atau sastra Jawa modern. Ditegaskan oleh Ras 1979:8, bahwa bangkitnya sastra Jawa modern ditandai oleh munculnya bentuk-bentuk sastra seperti bentuk-bentuk sastra Barat, yaitu cerkak, geguritan, novel, dan drama. Sastra Jawa modern memang mengalami ketidaksinambungan dengan sastra Jawa klasik. Dikemukakan oleh Wiryamartono 1991:5, sastra Jawa modern memang meninggalkan bentuk-bentuk sastra Jawa klasik seperti macapatan, wayang, dan ketoprak, kemudian mengembangkan bentuk-bentuk sastra baru seperti disebut di atas. Di samping perbedaan tempat ada perbedaan lain berkaitan dengan para sastrawannya. Menurut Susilomurti para sastrawan keraton di bawah kendali keraton, sedangkan para sastrawan Jawa modern telah dapat menuangkan sikap sebagai individu yang bebas 1989:2. Para sastrawan keraton memang harus tunduk kepada kehendak raja, karena mereka mengabdi dengan taat kepada raja dan dihidupi oleh kerajaan. Sedangkan para pengarang sastra Jawa modern lebih mandiri. Mereka tidak berada di bawah kehendak siapa pun dan dapat menghidupi dirinya sendiri melalui hasil karyanya. Novel, merupakan salah satu hasil sastra Jawa modern yang lahir paling awal. Jenis satra Jawa modern yang lain baru muncul hampir satu dasa warsa setelah itu. Puisi Jawa modern tepatnya muncul dalam majalah Kejawen sekitar tahun 1929 Ras, 1979:20. Sedangkan cerpen muncul sekitar tahun 1935 dalam majalah Panyebar Semangat Hutomo,1975:39. Kemunculan genre novel dalam sastra Jawa modern, beberapa ahli menyebut- nyebut novel Serat Riyanto 1920 karya R.B. Sulardi sebagai tonggak kemunculan genre novel dalam sastra Jawa modern. Menurut Hutomo 1979:14 terdapat suatu gagasan yang baru dalam Serat Riyanta. Tidak berbeda dengan Hutomo, J.J. Ras juga menempatkan Serat Riyanta sebagai pembuka suatu periode baru dalam sastra Jawa modern. Menurut Ras 1979:20 Serat Riyanta merupakan buku pertama yang tidak dirusakkan oleh kecenderungan didaktik atau ajaran moral, berisi kisah dengan plot yang benar-benar bagus, dan dibangun di atas tema yang bagus pula. Perkembangan gagasan tentang priyayi, khususnya mengenai perkawinan, pergaulan, dan pekerjaan dalam tiga novel yang muncul di awal pertumbuhan sastra Jawa modern menunjukkan perkembangan yang menuju arah yang jelas. Ketiga novel tersebut salah satunya telah disebut-sebut yaitu Serat Riyanto. Kedua novel lainnya yaitu: Kirti Njunjung Drajat dan Ngulandara. Untuk menggali perkembangan gagasan yang terjadi, ketiganya akan dianalisis dengan pendekatan sosiologi sastra yang diungkapkan oleh Swingewood dan Diana Laurenson, 1972. 2. Pembahasan 2.1. Priyayi sebagai Kelompok Elit