155
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
pada reproduksi, seperti masturbasi dan homoseksual, menjadi korban penindasan. Selain itu, norma ini juga menuntut kesesuaian antara jenis kelaminm identitas gender, dan
identitas seksual. Nilai-nilai tersebut pulalah yang menyebabkan pengarang enggan mengangkat tema homoseksual dalam karyanya. Akan tetapi, semangat kebebasan
pasca-Reformasi mulai mengikis keengganan tersebut. Hal ini juga didukung dengan maraknya pengungkapan fenomena homoseksual ke ruang publik. Menurut situs
http: www.goodreads.com, terdapat sembilan belas novel dan kumpulan cerpen I ndonesia yang mengangkat atau menyinggung tema homoseksualitas, seperti Gerhana
Kembar Clara Ng, Cinta Tak Berkelamin Andy Stevenio, Pria Terakhir Gusnaldi, Garis Tepi Seorang Lesbian Herlinatiens, Rahasia Bulan Is Mujiarso, Kembang Kertas Eni
Martini, Sanubari Jakarta Laila Lele Nurazizah, Club Camilan Bella Widjaja, dan sebagainya.
Salah satu pengarang yang menulis tema tersebut adalah Andrei Aksana. Dalam novelnya, Lelaki Terindah, Aksana menggambarkan bagaimana kisah cinta dan
romantisme sepasang lelaki, Rafky dan Valent. Kisah cinta seperti ini kebanyakan ditentang oleh masyarakat. Sangat sedikit yang mau mengerti dan menerima keadaan
seperti ini, bahkan pelakunya pun merasa bersalah dan tidak menerima keadaan mereka sehingga tak jarang mereka depresi tanpa diketahui orang lain karena berusaha
menutupinya. Mereka takut dengan stigma masyarakat yang mengecap mereka sebagai pendosa yang tak layak bergaul dengan masyarakat dan menganggapnya sebagai
penderita gangguan jiwa. Belum lagi konsekuensi lain, seperti diskriminasi dan ketidakadilan, yang harus mereka terima. Akhirnya, sebagian besar memilih untuk
menyembunyikan orientasi seksualnya atau melakukan penyamaran dengan berpura-pura sebagai heteroseks. Hal ini, salah satunya, disebabkan oleh nilai heteronormativitas yang
berakar di masyarakat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dibahas mengenai isu heteronormativitas yang selalu bersinggungan dengan isu homoseksualitas dalam novel
Lelaki Terindah.
2. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif. Metode ini lebih mementingkan proses daripada hasil. Berbeda dengan metode kuantitatif, dalam analisis
datanya, metode ini tidak menggunakan analisis statistik, tetapi lebih banyak secara naratif. Oleh karena itu, agar dapat mengumpulkan data kualitatif dengan baik, peneliti
harus mengetahui apa yang harus dicari, asal muasalnya, dan hubungannya dengan yang lain, yang tidak terlepas dari konteksnya Yusuf, 2007: 53. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan dua model data kualitatif, yaitu deskripsi yang mendetail tentang situasi, kegiatan, atau peristiwa maupun fenomena tertentu dan cuplikan dari dokumen, dokumen
laporan, arsip-arsip, dan sejarahnya. Untuk model pertama, penulis mencoba menggunakannya dalam mendeskripsikan fenomena tertentu yang unik, yaitu isu
heteronormativitas dan homoseksualitas dalam novel Lelaki Terindah. Untuk model kedua, penulis mencuplik data penelitian dari dokumen-dokumen yang menunjang penelitian ini.
3. Landasan Teori 3.1 . Sosiologi Sastra
Ketika akan memahami manusia, sosiologi dan sastra saling melengkapi. Sosiologi cenderung ke arah kehidupan manusia yang nyata, sedangkan sastra mengimajinasikan
kehidupan manusia dan kadang menyembunyikan fakta kemanusiaan Endraswara, 2011: 2. Menurut Peter L. Berger, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari hubungan
antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok dalam Laning, 2009: 8. Sosiologi sastra adalah ilmu yang memanfaatkan
faktor sosial sebagai pembangun sastra; faktor sosial diutamakan untuk mencermati karya sastra Endraswara 2011: 5. Menurut Junus 1986: 2, terdapat dua metode sosiologi
156
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
sastra, yakni literaty sociology pandangan sastra sebagai gambaran kehidupan sosial; fenomena sastra untuk memahami gejala sosial di luar sastra dan sociology of literature
memanfaatkan fakta sosial untuk menelusuri sastra.
3.2 . Konsep Seksualitas dan Heteronormativitas
Berdasarkan definisi WHO, seksualitas adalah sebuah aspek kehidupan menyeluruh meliputi konsep tentang seks jenis kelamin, gender, orientasi seksual dan
identitas gender, identitas seksual, erotisme, kesenangan, keintiman, dan reproduksi. Seksualitas dialami dan diekspresikan dalam pikiran, fantasi, hasrat, kepercayaan nilai-
nilai, tingkah laku, kebiasaan, peran, dan hubungan. Akan tetapi, tidak semua aspek tersebut dialami dan diekspresikan. Seksualitas dipengaruhi oleh interaksi faktor-faktor
biologis, psikologis, sosial, ekonomi, politik, sejarah, agama, dan spiritual.
Menurut Divisi Litbang dan Pendidikan Komnas Perempuan, masyarakat I ndonesia berpendapat bahwa seksualitas bersifat terberi sehingga tidak dapat mengalami
perubahan; jenis kelamin hanya laki-laki dan perempuan; gender harus sesuai dengan jenis kelaminnya: laki-laki harus maskulin, perempuan harus feminin, serta orientasi
seksual hanya heteroseksual. Hal ini menyebabkan kelompok di luar itu tersisihkan dan dianggap tidak normal. Pandangan seperti ini karena masyarakat I ndonesia sangat
menjunjung nilai heteronormativitas.
Menurut Drs. Argyo Demartoto, M.Si., heteronormativitas adalah ideologi tentang keharusan untuk menjadi heteroseksual, yang didasarkan pada penindasan orientasi
seksual lain yang tidak berorientasi reproduksi keturunan seperti marturbasi dan homoseksual, serta keharusan terhadap kesesuaian antara identitas gender dan identitas
seksual. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa heteronormativitas merupakan sebuah pandangan, pola pikir, kerangka tindakan berbasis heteroseksis, yakni hubungan romantis
dan seksual antara laki-laki dengan perempuan. Nilai heteronormativitas diawali oleh sebuah diskursus terkenal yang disuarakan oleh antropolog feminis, Gayle Rubin 1993
bahwa heteroseksual adalah bentuk hubungan seksual yang sah dan tidak lagi dipertanyakan.
Nilai ini hanya mendukung seksualitas yang normal, baik, natural, dan ideal, yakni heteroseksual yang bertujuan reproduksi dan nonkomersial. Adapun kelompok di
luarnya—kelompok lesbian, gay, biseksual, transgender, dan interseks LGBTI —dianggap sebagai kelompok yang immoral, abnormal, penyakit sosial, tidak religius, menyalahi
kodrat, non-normatif, dan sebagainya. Mereka kerap mengalami kekerasan, baik fisik maupun batin, diskriminasi, stigmatisasi, kriminalisasi, dan ketidakadilan lainnya.
4. Andrei Aksana dan Novel Lelaki Terindah
Andrei Aksana adalah cucu sastrawan Sanusi Pane dan Armijn Pane. I a dikenal sebagai penulis novel dan juga penyanyi sekaligus penulis lagu. Debut menulisnya dimulai
tahun 1992 dengan menerbitkan Mengukir Mimpi Terlalu Pagi dan dilanjutkan dengan novel Abadilah Cinta 2003, Lelaki Terindah 2004, Pretty Prita 2005, Karena Aku
Mencintaimu 2006, Cinta Penuh Air Mata 2007, M2L Men 2 Love 2008, Janda-Janda Kosmopolitan 2010, Sebagai Pengganti Dirimu 2011, dan Mencintaimu Pagi, Siang,
Malam 2011. Novel Abadilah Cinta dan Lelaki Terindah dilengkapi dengan soundtrack lagu yang disertakan dalam bentuk CD, sedangkan Cinta Penuh Air Mata disertai dengan
soundtrack video klip. Selain dikenal sebagai penulis, Andrei berprofesi sebagai direktur marketing perusahaan retail berskala internasional.
Novel Lelaki Terindah yang mengangkat tema homoseksual gay ini merupakan cerita berbingkai cerita di dalam cerita. Novel yang diklaim sebagai novel pertama
I ndonesia yang mengangkat tema gay pertama kali diterbitkan pada April 2004 oleh PT Gramedia Pustaka Utama dan hingga kini telah enam kali dicetak cetakan keenam terbit
2011. Novel ini juga masuk dalam jajaran buku best seller seperti tertulis di sampulnya.