Teori Poskolonialitas Bagian Pertama, Jack’s Garden

97 Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012 diangkat dari sebuah judul lukisan, sebagaimana telah disinggung di atas. Tanda ini merupakan struktur besar yang terbangun atas unsur-unsur yang saling berkaitan sama lain untuk menopang kekokohan tanda tersebut, dan unsur-unsur tersebut pun berupa tanda-tanda, sebagaimana terwujud dalam Jack’s Garden, The Journey, I vy, Rooks, dan The Ceremony of Farewell. Dalam konteks poskolonialitas yang umum The Enigma of Arrival setidaknya membawa paradigma baru karena acuan perjuangan the colonized adalah masa depan, dan bukan masa lalu, sehingga konsep oposisi biner, yang mempertentangkan antara Timur dan Barat, diperbaharui atau didekonstruksi. Bagaimana novel The Enigma of Arrival mengungkapkan ini lewat semiotikanya menjadi topik yang menarik untuk dikaji.

B. Landasan Teori 1. Teori Semiotika

I stilah “semiotika” pada dasarnya turunan dari kata dalam bahasa Inggris, “semiotics” 11 , yang pada intinya berarti pemanfaatan “tanda” sebagai sarana berkomunikasi karena di dalam tanda tersebut terkandung makna. Dua kata kunci penting di sini ialah “tanda”, yang bermakna, dan “komunikasi”. Model semiotika semacam ini adalah konsep yang dikemukakan oleh Umberto Eco dengan mengembangkan teori-teori tanda, baik yang berasal dari Saussure dan Peirce. 12 Berdasarkan konsep komunikasi communication dan pemaknaan tanda signification dari Umberto Eco tersebut 8, terdapat beberapa pemahaman, yakni pertama, semiotika mengkaji semua proses kultural dalam konteks berkomunikasi “…semiotics studies all cultural processes as processes of communication.”, kedua, setiap proses dalam konteks berkomunikasi hanya bisa terjadi lewat sistem pemaknaan tanda “… each of these processes would seem to be permitted by an underlying system of signification.”, dan, ketiga, pemaknaan tanda terjadi ketika “sesuatu” dapat dipahami oleh si komunikan sebagai sarana menyampaikan “sesuatu yang lain” karena dilandasi oleh aturan yang berlaku “When—on the basis of an underlying rule—something actually presented to the perception of the addressee stands for something else, there is signification.”. Dari konsep pemahaman yang pertama dan kedua secara singkat Eco menyatakan bahwa pada dasarnya setiap komunikasi antar-manusia menghadirkan atau terjadi dalam proses kultural, yang di dalamnya termaktub sistem atau kumpulan aturan yang mengatur pemaknaan terhadap tanda-tanda yang dipergunakan. Sementara itu, konsep ketiga menempatkan pihak komunikan sebagai entitas independen yang dapat menangkap tanda dan memaknainya sesuai aturan budaya tempatnya hidup atau tinggal.

2. Teori Poskolonialitas

Secara umum poskolonialitas merupakan kondisi yang mengungkapkan upaya masyarakat terjajah the colonized dalam membebaskan diri dari dominasi dan hegemoni masyarakat penjajah the colonizer. 13 Pengertian terjajah di sini bukan 11 Penulis memilih menggunakan istilah “semiotika” dibanding “semiotik” karena peneliti bermaksud menghindari pemakaian istilah asingnya secara langsung. Juga, semiotics berarti ilmu tentang tanda, sedangkan istilah semiotika di sini berarti pemanfaatan tanda untuk mengusung makna. 12 Umberto Eco, A Theory of Semiotics , I ndiana University Press, 1979. 13 Teori poskolonialitas, sebagaimana secara eksplisit diungkapkan oleh Ashcroft dan kawan-kawan, dalam The Post-Colonial Studies Reader , Routledge, 1995: 2, 98 Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012 hanya secara fisik melainkan juga non-fisik atau kultural sehingga proses pembebasan bisa berlangsung lama meskipun secara fisik the colonized sudah merdeka. Seperti dalam proses dekolonisasi, 14 yakni proses pembebasan dari kekuasaan pihak kolonial, yang secara fisik bermuara pada kemerdekaan, peristiwa-peristiwa yang terjadi merupakan fenomena poskolonialitas. Di sinilah poskolonialitas menjadi potret yang sebenarnya dari kondisi masyarakat terjajah, sebagai unsur “siapa”, yang berupaya atau bangkit atas kesadarannya sebagai bagian yang ter-represi untuk terlepas, sebagai unsur “mengapa”, dari dominasi dan hegemoni masyarakat penjajah. Masyarakat ini kemudian disebut sebagai masyarakat poskolonial. Adapun teks-teks poskolonial 15 yang hadir di tengah-tengah mereka, berupaya mendidik masyarakat pada kesadarannya untuk melepaskan diri dari cengkeraman hegemoni kultural penjajah dengan menampilkan perspektif-perspektif yang berlawanan dengan pihak kolonial atau penjajah sebelumnya.

3. Teori I dentitas: Masyakarat Poskolonial Karibia

I dentitas masyarakat poskolonial, khususnya yang berada di kawasan Karibia, sangatlah karakteristik. Bill Ashcroft et al. mengungkapkan bagaimana proses pembentukan identitas terjadi pada masyarakat yang memiliki latar belakang sejarah diaspora atau terusir oleh karena pengaruh kolonisasi. Disebutkannya, A valid and active sense of self may have been eroded by dislocation, resulting from migration, the experience of enslavement, transportation, or ‘voluntary’ removal for indentured labour. Or it may have been destroyed by cultural denigration, the conscious and unconscious oppression of the indigenous personality and culture by a supposedly superior racial or cultural model, 16 yakni bahwa identitas diri bisa tergerus oleh karena peristiwa perpindahan karena migrasi, perbudakan, transportasi, atau perpindahan ‘atas kehendak sendiri’ dalam kasus kuli kontrak. Bisa juga hal ini terjadi karena penindasan secara kultural, penindasan yang disadari maupun tidak disadari atas kepribadian dan budaya asli lewat model superioritas rasial atau kultural. Berbagai peristiwa kemanusiaan yang banyak terjadi di berbagai belahan bumi yang mengakibatkan kesengsaraan sekelompok orang, khususnya penderitaan karena kehilangan identitas merupakan kasus yang banyak terjadi berkaitan dengan peristiwa penindasan atau penjajahan. Dan, akibat dari peristiwa inilah muncul gerakan penentangan terhadap superioritas yang menindas untuk kemudian muncul sebagai kelompok masyarakat yang benar- benar merdeka dalam identitasnya. “…involves discussion about experience of various kinds: migration, slavery, suppression, resistance, representation, difference, race, gender, place, and responses to the influential master discourses of imperial Europe such as history, philosophy and linguistics, and the fundamental experiences of speaking and writing by which all these come into being.” 14 Bill Ashcroft et al., 2000, Post-Colonial Studies; The Key Concepts, Second edition, London: Routledge, hlm. 56: “Decolonization is the process of revealing and dismantling colonialist power in all its forms.” 15 Elleke Boehmer, 1995, Colonial Postcolonial Literature, Oxford: Oxford University Press, hlm. 3: “[ Postcolonial literature] is writing that sets out in one way or another to resist colonialist perspectives.” 16 Bill Ashcroft et al., 1989, The Empire Writes Back, London New York: Routledge, hlm. 9. 99 Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012

C. Analisis

Berikut ini analisis pada berbagai tanda, yang tersebar ke dalam bagian-bagian novel, dengan tetap mengacu pada tanda utama pengikatnya.

1. Bagian Pertama, Jack’s Garden

Lewat pemaparan tiga landscapes “aku” mengungkapkan 3 perbedaan yang sangat jelas. Ketika ia mengemukakan kekagumannya pada kebun Jack “aku” hendak menyampaikan bahwa Jack sebenarnya berhasil mengatasi kesulitan masa lalu, dan bahkan seolah-olah menjadi satu-satunya yang berhasil, bak kupu-kupu yang tetap hidup di antara reruntuhan, … Jack like the butterflies had survived 16. Juga ada gambaran kerapuhan yang sangat terlihat dari eksistensi the landlord yang harus mengelola bekas pekarangan, yang sangat berhasil di masa lalu 53. Keberhasilan dan kejayaan di masa lampau, tetapi yang gagal dipertahankan di masa kini, tidak membuat siapa pun yang terlibat di dalamnya, termasuk para pegawai dan tukang kebun, untuk melakukan sesuatu sebagaimana yang telah dikerjakan Jack. Masa lalu masih menjadi tempat “aman” untuk bersembunyi, …—which was how his great security, his excessive worldly blessing, had taken him 53. Kenikmatan masa lalu yang pernah memberi kejayaan tetapi sudah lenyap adalah semangat yang dimiliki oleh orang-orang moderen yang menghendaki perubahan-perubahan yang sangat kontras dengan masa lalu. Tanda ketiga ini mengisyaratkan bahwa di balik perubahan- perubahan ada resiko yang harus ditanggung, termasuk resiko hilangnya rasa simpati atau rasa memiliki “tanah” karena tempat itu hanya sekadar untuk bekerja dan dikerjakan. Makna tekstual Jack’s Garden, yang mengusung gagasan bahwa perubahan merupakan konsekuensi atau resiko dalam proses perjalanan masa lalu ke masa kini, menjadi tanda yang penting dalam konteks poskolonialitas Masyarakat Karibia. Tiga macam perubahan yang diungkapkan dalam refleksi “aku” adalah pilihan yang bisa ditentukan oleh masyarakat, yang telah mengalami berbagai pengalaman sejarah yang pahit karena peristiwa kolonisasi. Meskipun Jack harus hidup di tengah reruntuhan, yang dapat bermakna kehidupan generasi sekarang yang berada dalam kondisi porak- poranda karena peristiwa kolonisasi di masa lalu, berhasil bangkit dari reruntuhan, yang membawa makna bahwa masih ada masa depan yang baik yang dapat dicapai. Hadirnya generasi baru, yang pada dasarnya adalah kelompok masyarakat yang tidak memiliki “satu nenek moyang”, bukan hambatan untuk berkembang, sebagaimana digambarkan lewat keberhasilan “relasi kerja sama” antara Jack dan mertuanya. Pilihan kedua ialah tetap mempertahankan masa lalu, yang mungkin memiliki kejayaannya sendiri, sebagai nampak dalam tanda “the landlord dengan pekarangan tua”, dan ini oleh teks secara implisit ditekankan bakal munculnya kepunahan selamanya karena hanya orang yang masih atau sedang sakit dan sekarat yang menghendaki kondisi aman seperti di masa lalu. Hadirnya para pekerja yang tidak memiliki empati terhadap tempat dan pekerjaannya, sebagaimana the Phillipses, Pitton, dan para pekerja pengganti, mengusung makna pentingnya kewaspadaan terhadap generasi yang merasa tidak memiliki Karibia sebagai tanah tumpah darahnya karena mereka hanya bekerja demi diri mereka sendiri. 100 Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012

2. Bagian Kedua, The Journey