Bagian Ketiga, I vy

100 Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012

2. Bagian Kedua, The Journey

Paragraf pembuka teks The Journey ini 97 mengungkapkan konsep “kehidupan kedua” dan “kesadaran kedua” yang menjadi kata-kata kunci penting. Kedua konsep tersebut adalah ‘tanda”, karena di balik ini sebenarnya ada makna yang hendak diungkapkan. Secara harafiah, berdasarkan konteks yang “aku” kemukakan sebenarnya pengalaman di kebun Jack bukanlah pengalaman kedua dari tokoh ini. Sejak keberhasilannya menghasilkan berbagai tulisan, di antaranya “Gala Night”, “Life in London”, dan “Angela,” tokoh ini pun telah menjelma menjadi penulis, I had made a start as a writer 150, dan perjalanan ke I nggris pun semakin sering dijalani 148. Bahkan, baginya, Yet every journey home and every journey back to England was to qualify the one that had gone before, … 148, yang berarti bahwa setiap perjalanan pulang dan kemudian balik lagi ke I nggris semakin menambah nilai atau kualitas perjalanan sebelumnya. Namun demikian, lambat laun muncul dalam dirinya bentuk kepenatan atau kepayahan setelah melewati proses “bekerja keras” untuk menjadi penulis, I had written a lot, done work of much difficulty; had worked under pressure more or less since my schooldays 100. Yang muncul kini adalah perasaan bosan yang sangat mendalam dan penderitaan terhadap masa depan karir sebagai penulis, There was a special anguish attached to the career: whatever the labor of any piece of writing, …, time had always taken me away from it… Emptiness, restlessness built up again 101. Dalam kondisi yang tanpa daya, tanpa semangat untuk menulis, karena kehilangan energi atau kekuatan untuk menulis, namun didorong oleh keinginan bangkit lagi, ia kembali ke I nggris menuju kawasan perkebunan, tempat kebun Jack, di Wiltshire 102. Maka terjadilah perjalanan kedua baginya. Tanda “kehidupan kedua”, yang secara tekstual bermakna ekstasi atau perasaan senang dengan kondisi yang dialami kini, jika ditarik dalam konteks sejarah Masyarakat Karibia, ialah masa saat mereka mengalami peristiwa dekolonisasi, yaitu peristiwa perginya the colonizer dari wilayahnya. Masyarakat Karibia mendapat kesempatan melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Demikianlah ekstasi yang dialami mereka setelah bertahun-tahun tercengkeram dalam genggaman penjajah. Namun demikian, dalam perjalanan sejarah selanjutnya, kenyataaan bahwa masyarakat tidak memiliki identitas, yang disebabkan oleh fakta bahwa semua orang atau semua etnik merupakan kaum pendatang, 17 membawa permasalahan atau konflik yang tidak mudah diatasi. Masalah-masalah lain, seperti pengangguran, pendidikan, dan lain sebagainya, akhirnya menjerumuskan pada masa krisis. Kemauan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut, khususnya berkaitan dengan identitasnya, tentu bakal menjadi “kehidupan kedua”, dan kehidupan ini akan menyediakan masa depan yang lebih baik.

3. Bagian Ketiga, I vy

Di sini, teks Ivy yang secara eksplisit menghadirkan tanda ivy, tanaman pengganggu, yang diusung lewat kehadiran beberapa tokoh sebagai “tanda.” Tokoh pertama yang dihadirkan adalah the landlord. Eksistensi “the landlord”, si empu perkebunan, menjadi penting untuk dihadirkan karena secara fisik penampilan the 17 Komposisi masyarakat karibia pada awal 50an 101 Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012 landlord hampir tidak ada bedanya dengan penampilan tukang kebunnya, Pitton, 230. Tokoh kedua yang dihadirkan oleh “aku” dalam refleksinya yang tertuang di bagian teks I vy ini ialah Pitton. Dalam pandangan “aku”, secara fisik ia tidak tampil sebagaimana layaknya tukang kebun atau pekerja kasar 224. Aspek lain dari Pitton yang menarik perhatian “aku” adalah bahwa sebenarnya Pitton tidak kompeten sebagai tukang kebun 237. Tokoh atau karakter ketiga merupakan gabungan dari suami-istri, the Phillipses, yang di dalam teks I vy ini tidak dibedakan antara Pak Phillips dan Ny Phillips. Pasangan suami-istri Phillips ini juga berprofesi sebagi pekerja atau pegawai di area perkebunan, namun karakter mereka yang menempatkan kepentingan diri melebihi kepentingan perkebunan menjadi aspek yang menarik bagi diri “aku.” Karakter penting selanjutnya, yang diangkat dalam teks I vi oleh “aku” ialah karakter gabungan, Bray dan Alan. Bray, seorang sopir dari sebuah tempat persewaan mobil, bertempat tinggal di luar area perkebunan dan tokoh inilah yang banyak memberi informasi tambahan tentang orang-orang perkebunan kepada “aku” 240. Sementara itu, Alan adalah seorang penulis, sama dengan “aku”, yang tinggal di London, dan kadang-kadang datang mengunjungi “aku.” Signifikansi kedua tokoh ini berkaitan dengan posisi mereka sebagai orang luar dan menjadi alat pembanding karakter. Kehadiran mereka berdua, sebagai orang luar perkebunan, sepertinya hendak memperlihatkan relasi yang bisa dipahami antara mereka yang disebut orang dalam, yakni yang memiliki kaitan dan kepentingan langsung dengan perkebunan, dan mereka yang disebut orang luar, yang sama sekali tidak memiliki kepentingan dengan perkebunan. Bahwa tanda “ivy” dijabarluaskan ke dalam pemaparan kehadiran para tokoh setidaknya menjadi kunci pembuka terhadap makna yang tersembunyi di tanda tersebut. Secara implisit, kehadiran ivy mengungkapkan juga hadirnya pihak lain, tanaman inang induk. I vy pada dasarnya adalah pendatang. Ada hubungan atau relasi antara “yang sudah ada”, yakni tanaman inang, dan “yang datang”, ivy, tetapi relasi ini bukan relasi saling menguntungkan, atau relasi sinergis, melainkan relasi yang merugikan salah satu pihak sehingga ini menjadi relasi parasit. Bagi the landlord perkebunan yang kini dimiliki tersebut, sebagaimana dijelaskan teks, adalah harta warisan 211, bagi Pitton, the Phillipses, Bray, dan juga Alan, jelas bahwa mereka adalah pendatang bagi perkebunan tersebut. Karakter para tokoh tersebut bagi perkebunan adalah karakter yang bersifat parasit atau bersifat “memusnahkan” bagi perkebunan. The landlord, secara sengaja membiarkan tumbuhnya tanaman pengganggu, dan justru memberi instruksi untuk tidak memusnahkan ivy. Pitton, sang tukang kebun, bekerja di sana tetapi tidak memiliki kapasitas dan kompetensi sebagai tukang kebun karena ketidaktahuannya tentang hal-hal yang berkaitan dengan tanam- tanaman. Jelas, kondisi ini adalah syarat bagi rusak atau musnahnya perkebunan di kemudian hari. The Phillipses, suami-istri yang diserahi mengelola perkebunan, melakukan pekerjaannya sebatas memenuhi hasrat sesaat dan pekerjaan ini bukan karena panggilan demi suatu keberhasilan 240. Terlebih lagi, hubungan antara “orang luar”, yakni Bray dan Alan, menggambarkan relasi antara mereka yang sama sekali tidak merasa berkepentingan bagi pertumbuhan atau perkembangan perkebunan karena yang mereka harapkan dari relasi itu adalah keuntungan bagi mereka sendiri. Bagi Bray, perkebunan adalah memori yang membuatnya terus 102 Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012 terluka, karena dulu ayahnya pernah bekerja sebagai tukang kebun di sana, sehingga secara implisit untuk menyembuhkan luka tersebut jalan satu-satunya ialah ketiadaan memori tersebut, yang berarti ketiadaan perkebunan itu sendiri. Bagi Alan, relasinya dengan perkebunan lebih karena ia merasa senang karena memiliki teman, atau famili, yang Dalam sejarah tanah Karibia hubungan antara tanah tersebut dengan orang- orang yang berdatangan ke sana adalah hubungan antara “yang sudah ada” dan “yang datang”. Relasi parasitis dapat dikaji dari eksistensi “penjajah”, I nggris, yang merasa memiliki otoritas penuh atas tanah Karibia sehingga kerusakan Karibia yang disebabkan oleh sistem penjajahan yang hanya menguntungkan pihak penjajah. Relasi parasitis semacam ini pun merujuk pada mereka, yang di satu sisi merasa bagian dari tanah Karibia, atau “orang dalam” dalam perkebunan, tetapi di sisi lain memiliki paradigma bekerja bukan untuk masa depan, seperti karakter the Phillipses, dan yang juga sama sekali tidak memiliki kompetensi dalam bidangnya, seperti karakter Pitton. Dalam hal ini, semiotika karakter the Phillipses dan Pitton adalah kritik tajam bagi mereka-mereka tersebut, karena eksistensi mereka sebenarnya hanya membuat tanah Karibia lambat-laun hancur atau musnah. Relasi parasitis pun bisa terjadi pada mereka, yang menjadi “orang luar”, seperti Bray dan Alan bagi perkebunan milik the landlord, karena eksistensi mereka pada dasarnya sekadar mencari keuntungan demi diri sendiri dan sama sekali tidak memikirkan nasib “perkebunan”, atau tanah Karibia. I nilah kritik untuk mereka yang mencoba memahami Karibia tetapi di balik itu mereka justru membawa percepatan bagi hancurnya Karibia.

4. Bagian Keempat, Rooks