133
Konferensi Int ernasional Kesusast raan XXII UNY-HISKI, 2012
2.  Kerangka Teori
Menurut  Maman  S.  Mahayana,  lokalitas  menjadi  ruang  sosio-budaya  yang  harus diterjemahkan  berdasarkan  pemahaman  tiga  kode:  kode  bahasa,  kode  sastra,  kode
budaya.  Pemahaman  kode  budaya  dapat  ditafsirkan  dengan  pemahaman  latar  budaya http:  kem.ami.or.id 2012 01 membangun-bangsa-melalui-pendidikan-multikultural .
Karya  pada  dasarnya  tercipta  atas  dasar  dari  realitas  masyarakat  dan  juga  segala  unsur atau  aspek  yang  terdapat  dalam  lingkungan  sosial.  Menurut  Damono  2003:3,
pendekatan
sosiologi sastra
merupakan pendekatan
terhadap sastra
yang mempertimbangkan  segi  kemasyarakatan  itu  dengan  menyertakan  pula  analisis  teks
untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala  sosial  yang  berada  di  luar  sastra.  Menurut  Wellek  dan  Warren  dalam  Damono
2003:3,  pengertian  pendekatan  sosiologi  sastra  mencakup  3  hal  yakni  1  sosiologi pengarang,  mencakup  masalah  tentang  status  sosial,  ideologi,  politik  yang  menyangkut
diri  pengarang,  2  sosiologi  karya  sastra,  mencakup  masalah  tentang  apa  yang  tersirat dalam karya sastra dan tujuan apa yang hendak disampaikan, dan 3 sosiologi pembaca,
mencakup masalah tentang pembaca dan pengaruh sosial terhadap masyarakat.
Menurut  Tihami,  jawara  itu  adalah  murid  kiai.  Kiai  di  Banten  pada  tempo  dulu tidak  hanya  mengajarkan  ilmu-ilmu  agama  Islam tetapi  mengajarkan  ilmu  persilatan  atau
kanuragan.  Hal  itu  disebabkan  pesantren,  pada masa  yang  lalu,  berada  di  daerah-daerah terpencil,  kurang  aman,  dan  sangat  jauh  dari  pusat  kekuasaan.  Murid  kiai  yang  berbakat
secara  intelektual,  mendalami  ilmu  agama  I slam  disebut  santri,  sedangkan  murid  kiai yang  berbakat  secara  fisik  dan  condong  kepada  persilatan  atau  ilmu  kanuragan  disebut
jawara.  Karena  itu  dalam  tradisi  kejawaraan,  jawara  yang melawan  perintah  kiai itu  akan kawalat.  Dalam  dunia  persilatan  dan seni  budaya  Banten,  jawara  dikenal  sebagai  khodim
pembantu  nya  kiai  atau  juga  juwara  iku  tentrane  kyai    yang  berarti  jawara  itu tentaranya kiai http:  babadbanten.blogspot.com .
Jawara  memiliki  peran  sosial  yang  tidak  dapat  dilepaskan  dari  kehidupan masyarakat  Banten.  Peran-peran  tradisional  jawara  dalam  masyarakat  Banten
berlangsung turun naik. Hal ini pula yang merubah persepsi masyarakat terhadap jawara. Pada  waktu  situasi  sosial  kurang  stabil,  peran  jawara  biasanya  sangat  penting,  tetapi
ketika masyarakat dalam keadaan damai peran mereka kurang diperlukan. Bahkan sering dipandang  negatif  karena  perilakunya  yang  sering  melakukan  kekacauan  dan  kekerasan
dalam  masyarakat  dan melakukan  tindakan  kriminal. Namun  demikian  peran-peran  sosial yang sering dimainkan oleh para jawara adalah di seputar kepemimpinan seperti menjadi
jaro  lurah,  penjaga  keamanan  desa  jagakersa  dan  guru  silat  dan  guru  ilmu  magis endibiaro.blogdetik.com ?p= 346.
3.  Sinopsis