paru. Gold, 2001 dalam Santoso et al., 2004. Asap rokok merupakan radikal bebas yang mengandung lebih dari 1500 bahan yang merupakan campuran kompleks. Asap
rokok yang dihisap terdiri dari 2 komponen, yaitu yang cepat menguap berbentuk gas dan komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi komponen partikulat, dengan
demikian asap  rokok yang terhisap dapat berupa gas sejumlah 85 dan sisanya berupa partikel dan zat yang menyebabkan penyakit  paru. Asap rokok yang masuk ke
dalam saluran pernapasan dapat menyebabkan gangguan refleks saluran napas, gangguan fungsi silier siliotoksik dan meningkatkan produksi mukus. Pada perokok
didapatkan pengurangan hantaran udara pada saluran pernapasan. Perokok berat jelas menunjukkan adanya bronkokonstriksi dibandingkan dengan perokok ringan atau
bukan perokok. Demikian pula perokok yang menghisap rokok dalam-dalam, akan memperlihatkan respon bronkokonstriksi lebih jelas Dastyawan, 2000 dalam Santoso
et al., 2004.
Perbedaan  insiden  kanker  paru  pada  orang  non   perokok  di  beberapa negara  berbeda  membuktikan  bahwa  lingkungan  dapat  mempengaruhi  resiko.
Polusi udara merupakan  gabungan kompleks  gas dan komponen partikel yang berperan sebagai faktor resiko  sedang  terhadap  kanker  paru.  Polusi  udara  yang
berasal  dari  lalu  lintas  padat, pembakaran  minyak  serta  pabrik  industri bertanggung  jawab  terhadap  insiden  kanker  paru. Hubungan  antara  kanker  paru
dengan  polusi  udara  telah  dilaporkan  dalam  berbagai penelitian  dari  berbagai negara.  Penduduk  kota  yang  mengalami  paparan  yang  tinggi mempunyai resiko
kanker paru 1.5 lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk desa. Oleh  karena  paru mempunyai  vulome  respirasi  yang besar  500-600  liter  oksigenjam,  disertai
dengan  area  yang  luas  75-85  m
2
dengan perfusi  yang  banyak  terpapar  oleh udara  beracun  disekitarnya  akan  mencetuskan keracunan  paru  dan  pertumbuhan
kanker  paru  walau  dengan  kadar  yang  rendah sekalipun Aage  Steen, 2008.
4.4 Hasil Pemeriksaan Histopatologis
Setelah dilakukan pembuatan preparat histologi paru-paru dengan metode parafin, maka  dilakukan  pengamatan histologis  pada  sel paru-paru dengan menggunakan
Universitas Sumatera Utara
mikroskop  video micrometer  dengan perbesaran 400x. Gambar 4.4 menunjukkan grafik rerata skor derajat kerusakan dari jaringan paru-paru.
Gambar  4.4 Pengaruh Rokok Elektrik terhadap Kerusakan Jaringan Paru Mencit.
Huruf yang Sama  Menyatakan  Tidak  Berbeda  Nyata pada Taraf 5 tn=p0,05.
Untuk kerusakan jaringan paru-paru dilakukan dengan uji Kruskall-Wallis untuk melihat perbedaan dari ketiga perlakuan. Dari hasil uji analisa statistik menunjukkan
bahwa untuk kerusakan membran,  kerusakan lumen, serta hubungan antara alveolus memiliki skor  derajat kerusakan yang tidak berbeda nyata yaitu skor 2, dimana
keadaan membran alveolus masih utuh dengan sel-sel endotelium disekelilingnya, alveolus relatif masih utuh membulat, dan hubungan antar alveolus relatif masih rapat.
Hal ini kemungkinan dikarenakan terlalu singkatnya waktu pemaparan dan kandungan nikotin yang rendah pada rokok elektrik. Epler 2000 menyatakan bahwa, berbagai
faktor yang berpengaruh dalam timbulnya penyakit atau gangguan pada saluran pernapasan yaitu faktor debu yang meliputi ukuran partikel, bentuk konsentrasi, daya
larut serta  sifat  kimiawi dan faktor  individual yang  meliputi mekanisme pertahanan paru, anatomi dan fisiologi  saluran nafas serta faktor imunologis. Penilaian paparan
pada manusia perlu dipertimbangkan antara  lain sumber paparan,  lamanya paparan, paparan dari sumber lain, aktifitas fisik dan faktor penyerta yang potensial seperti
umur, gender, etnis, kebiasaan merokok, dan faktor alergen.
Gambaran  kerusakan  histologis paru-paru antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.5.
0,5 1
1,5 2
2,5 3
3,5
P0 P1
P2 S
k o
r D
era ja
t K
e r
us a
ka n
P a
ru -p
a ru
Kelompok  Perlakuan
a a
a
Universitas Sumatera Utara
Gambar  4.5  Efek Asap Rokok Elektrik terhadap Mikroanatomi  Paru-paru Mencit
Mus musculus  L.,  P0 kontrol,  1, 2, 3 skor derajat
kerusakan, Pewarnaan HE, Perbesaran 400x, 10 μm, a membran b
lumen alveolus c hubungan antar alveolus Dari hasil gambar mikroanatomi Gambar 4.5 di atas dapat dilihat bahwa kerusakan
yang terjadi antara kelompok perlakuan pemaparan asap rokok elektrik dengan kandungan rasa strawberry tidak berbeda nyata p0,05 dengan kelompok perlakuan
pemaparan asap rokok elektrik dengan kandungan rasa gudang garam. Hal ini juga sesuai dengan hasil analisa statistik dari data kerusakan jaringan paru-paru.  Untuk
skor 1, alveolus tersusun atas sel-sel endotel lengkap dan berinti, bentuk alveolus utuh membulat  dan struktur alveolus rapat. Pada skor 2, membran alveolus relatif masih
utuh dengan endotelium disekelilingnya, bentuk alveolus masih relatif utuh membulat, dan alveolus relatif rapat. Sedangkan pada skor 3, sel membran alveolus tidak berinti
dan sel-sel endotelium disekelilingnya tidak tampak, alveolus melebar, dan hubungan antar alveolus merenggang.  Menurut Mansyur 2002, lamanya pemaparan untuk
keracunan inhalasi  dan test-tes keracunan secara perilaku dapat berupa akut, sub
P0 1
2 3
Universitas Sumatera Utara
kronik, dan kronik. Tetapi pemahaman-pemahaman akut lebih biasa dengan toksikologi inhalasi dan pemahaman-pemahaman kronik adalah lebih biasa dengan
toksikologi perilaku.
Hubungan antar  alveolus  yang  rapat  pada kelompok   yang   tidak   dipapar asap   rokok  menunjukkan bahwa   matriks  ekstraseluler  yang antara lain terdiri atas
serabut kolagen dan  elastin masih   utuh.     Lumen   alveolus   nampak   normal tidak membesar  yang umum  terjadi  apabila  ada kelainan paru-paru. Hal ini disebabkan
paru-paru  tersebut   tidak   terpapar   dengan   toksikan   yang terkandung      dalam asap   rokok,   sehingga   sel-selnya   tidak mengalami  kerusakan Marianti, 2009.
Keadaan  ini tampak   sedikit  berbeda   dengan   paru-paru  mencit   yang dipapar dengan asap rokok elektrik secara kontinyu selama 2 minggu.
Pada  mencit  yang   dipapar   dengan   asap rokok   secara   kontinyu,   terlihat terjadinya  kerusakan  pada struktur mikroanatomi paru-parunya. Hal ini  disebabkan
telah   terjadi   perusakan   sel-sel epitelium   dan   endotelium   pada   alveolus   yang disebabkan oleh toksikan pada asap rokok.  Menurut  MacNee dan Rahman 1999
dalam  Marianti 2009, asap rokok merupakan salah satu radikal bebas yang menyebabkan kerusakan jaringan akibat proses oksidasi pada lipoprotein membran
sel. Hal ini terlihat pada kelompok perlakuan yang mengalami kerusakan membran alveolus berupa hilangnya sel-sel endotelium yang normalnya terdapat di sekeliling
alveolus, sehingga menyebabkan kematian sel. Selain itu, hubungan antar alveolus juga merenggang akibat rusaknya jaringan ikat.
Safitri 2010 menyatakan bahwa, komponen gas asap rokok adalah karbon monoksida, amoniak, asam hidrosianat,  nitrogen oksida, arsenik, aseton,  sianida  dan
formaldehid. Partikelnya berupa tar, indol, nikotin, karbarzol,  dan kresol. Zat-zat ini beracun, mengiritasi, dan diketahui  dapat  menyebabkan  kanker karsinogen  bagi
perokok  maupun  perokok pasif.  Westenberger 2009 juga menyatakan bahwa
kandungan rasa tambahan pada rokok elektrik juga mengandung bahan karsinogen yang berbahaya bagi manusia, termasuk nitrosamine, bahan-bahan kimia toksik seperti
dietilen glikol, dan komponen bahan spesifik tembakau anabasine, myosamine, dan beta-nicotyrine.
Universitas Sumatera Utara
Umumnya bahan yang paling berbahaya pada asap rokok adalah tar. Biasanya, paru-paru orang perokok aktif memiliki penampakan luar yang berwarna hitam.
Warna hitam ini merupakan penumpukan tar dalam organ paru-paru. Joel 2011, melakukan demonstrasi penelitian tentang bahaya tar pada rokok. Joel mendesain
sebuah alat mesin rokok yang dapat menghisap rokok sebanyak 2000 batang perhari. Dalam 1 hari, mesin menghasilkan tar dari 2000 batang rokok sebanyak setengah
botol. Kemudian tar ini diencerkan dan dioleskan ke permukaan kulit tikus. Dan sekitar 60 dari tikus percobaannya menderita kanker kulit dalam kurun waktu 1
tahun.
Selain menimbulkan penyakit pada paru-paru, merokok juga menyebabkan penyakit kardiovasculer. Orang yang merokok lebih dari 20 batang tembakauhari
memiliki resiko enam kali lebih besar terkena penyakit ini dibandingkan dengan yang bukan perokok. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama dari kematian di
negara – negara industri dan berkembang,  yaitu  sekitar  30  dari  semua  penyakit jantung  berkaitan  dengan tembakau Gondodiputro, 2007.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan