2.11 Pencegahan 2.11.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer pada penderita HIrschsprung dapat dilakukan dengan cara: a. Health Promotion
Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit yang disebabkan oleh pengaruh genetik yang tidak terlepas dari pola konsumsi serta asupan gizi dari ibu hamil
sehingga ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan disarankan berhati- hati terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alcohol yang dapat memberikan
pengaruh terhadap kelainan tersebut. Pada tahap health promotion ini, sebagai pencegahan tingkat pertama primary prevention adalah perlunya perhatian terhadap
pola konsumsi sejak dini terutama sejak masa awal kehamilan. Menghindari mengkonsumsi makanan yang bersifat karsinogenik, mengikuti penyuluhan mengenai
konsumsi gizi seimbang serta olah raga dan istirahat yang cukup b. Spesific Protection
Pada tahap ini pencegahan dilakukan walaupun belum dapat diketahui adanya kelainan maupun tanda-tanda yang berhubungan dengan penyakit Hirschsprung.
Pencegahan lebig mengarah pada perlindungan terhadap ancaman agent penyakitnya misalnya melakukan akses pelayanan Antenatal Care ANC terutama pada skrining
ibu hamil beresiko tinggi, imunisasi ibu hamil, pemberian tablet tambah darah dan pemeriksaan rutin sebagai upaya deteksi dini obstetric dengan komplikasi.
2.11.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan guna mengetahui adanya penyakit Hisrchsprung dan menegakkan diagnosis sedini mungkin. Keterlambatan diagnosis
Universitas Sumatera Utara
dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang merupakan penyebab kematian seperti enterokolitis, perforasi usus, dan sepsis. Pada tahun 1946 Ehrenpreis menekankan
bahwa diagnosa penyakit Hirschsprung dapat ditegakkan pada masa neonatal. Berbagai teknologi tersedia untuk menegakkan diagnosis penyakit
Hirschsprung. Dengan melakukan anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik yang teliti, pemeriksaan radiografik, serta pemeriksaan patologi anatomi biopsi isap
rektum, diagnosis penyakit Hirschsprung pada sebagian besar kasus dapat ditegakkan.
11,12
2.11.2.1 Anamnesis
11
Adapun tanda-tanda yang dapat dilihat pada saat melakukan anamnesis adalah adanya keterlambatan pengeluaran mekonium pertama yang pada umumnya keluar
24 jam, muntah berwarna hijau, adanya obstipasi masa neonatus. Jika terjadi pada anak yang lebih besar obstipasi semakin sering, perut kembung, dan pertumbuhan
terhambat. Selain itu perlu diketahui adanya riwayat keluarga sebelumnya yang pernah menderita keluhan serupa, misalnya anak laki-laki terdahulu meninggal
sebelum usia dua minggu dengan riwayat tidak dapat defekasi.
2.11.2.2 Pemeriksaan Fisik
11
Pada neonatus biasa ditemukan perut kembung karena mengalami obstipasi. Bila dilakukan colok dubur maka sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan
menyemprot keluar dalam jumlah yang banyak dan tampak perut anak sudah kembali normal. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui bau dari feses, kotoran yang
menumpuk dan menyumbat pada usus bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
Universitas Sumatera Utara
2.11.2.3 Pemeriksaan Radiologi
11,12
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penting pada penyakit Hirschsprung. Pemeriksaan foto polos abdomen dan khususnya pemeriksaan enema
barium merupakan pemeriksaan diagnostik terpenting untuk mendeteksi penyakit Hirschsprung secara dini pada neonatus. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai
gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi masih sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar.
Pemeriksaan yang merupakan standar dalam menegakkan diagnosa penyakit Hirschsprung adalah enema barium, dimana akan dijumpai tiga tanda khas yaitu
adanya daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi, terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah
daerah dilatasi, serta terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi. Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit
Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feses. Gambaran khasnya adalah
terlihatnya barium yang membaur dengan feses ke arah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang tidak mengalami Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi
kronis, maka barium terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Foto polos abdomen pada penderita penyakit Hirschsprung
Gambar 2.5 Foto barium enema pada penderita penyakit Hirschsprung
2.11.2.4 Pemeriksaan Patologi Anatomi
11
Diagnosis patologi-anatomik penyakit Hirschsprung dilakukan melalui prosedur biopsi yang didasarkan atas tidak adanya sel ganglion pada pleksus
myenterik Auerbach dan pleksus sub-mukosa Meissner. Di samping itu akan terlihat dalam jumlah banyak penebalan serabut saraf parasimpatik. Akurasi
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan akan
semakin tinggi
apabila menggunakan
pengecatan immunohistokimia asetilkolinesterase, suatu enzim yang banyak ditemukan pada
serabut saraf parasimpatik. Biasanya biopsi hisap dilakukan pada tiga tempat yaitu dua, tiga, dan lima
sentimeter proksimal dari anal verge. Apabila hasil biopsi hisap meragukan, maka dilakukan biopsi eksisi otot rektum untuk menilai pleksus Auerbach. Dalam
laporannya, Polley 1986 melakukan 309 kasus biopsi hisap rektum tanpa ada hasil negatif palsu dan komplikasi.
2.11.2.5 Manometri Anorektal
8,11
Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif yang mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan sfingter
anorektal. Dalam praktiknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis, dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini
memiliki dua komponen dasar yaitu transuder yang sensitif terhadap tekanan seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sistem pencatat seperti poligraph atau komputer.
Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit Hirschsprung adalah hiperaktivitas pada segmen dilatasi, tidak adanya kontraksi peristaltik yang
terkoordinasi pada segmen usus aganglionik, sampling reflex tidak berkembang yang artinya tidak dijumpainya relaksasi sfingter interna setelah distensi rektum akibat
desakan feses atau tidak adanya relaksasi spontan.
Universitas Sumatera Utara
a b Gambar 2.6 a Hasil pemeriksaan manometri anorektal pada pasien tanpa penyakit
Hirschsprung sedangkan gambar 2.6 b menunjukkan hasil pemeriksaan manometri anorektal pada penderita penyakit
Hirschsprung
2.12 Kerangka Konsep