menurunnya fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin. Diabetes mellitus tipe 1 biasanya terjadi pada usia muda yaitu pada usia 40 tahun, sedangkan diabetes
mellitus tipe 2 biasanya terjadi pada usia ≥ 40 tahun Sukarmin, 2008. Hal ini juga
sesuai dengan pernyataan Verner dan Davison di dalam Notoatmodjo 2003 bahwa dengan bertambah usia maka akan mengurangi kemampuan untuk melihat,
mendengar yang akan mempengaruhi dirinya dalam mendapatkan pengetahuan. Peneliti berasumsi bahwa umur dapat mempengaruhi tindakan penderita
diabetes mellitus dalam pengaturan pola makan. Hal ini dikarenakan bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang
diperolehnya, dan pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.
5.1.2. Jenis Kelamin Penderita Diabetes Mellitus
Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan dalam tabel 4.2. diketahui jenis kelamin responden yang terbanyak adalah perempuan yaitu sebanyak 36 orang
54,5 dan laki-laki sebanyak 30 orang 45,5. Dalam penelitian Martono dengan desain cross sectional di Jawa Barat tahun 1999 juga ditemukan bahwa penderita
diabetes mellitus lebih banyak pada perempuan 63 dibandingkan laki-laki 37. Demikian pula pada penelitian Media tahun 1998 di seluruh rumah sakit di Kota
Bogor, proporsi pasien diabetes mellitus lebih tinggi pada perempuan 61,8 dibandingkan pasien laki-laki 38,2 PERKENI, 2002. Hal ini sejalan dengan
penelitian Istiantho 2009 dengan desain cross sectional di kota Ternate yang mendapatkan mayoritas respondennya adalah perempuan yaitu 310 orang 61,8
dibandingkan laki-laki yaitu 192 orang 38,2.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak menderita diabetes mellitus karena berhubungan dengan paritas dan kehamilan, dimana
keduanya adalah faktor resiko untuk terjadinya penyakit diabetes mellitus. Hal ini disebabkan oleh karena adanya gangguan toleransi insulin. Pada waktu kehamilan
tubuh banyak memproduksi horman estrogen, progesterone, gonadotropin, dan kortikosteroid, dimana hormon tersebut memiliki fungsi yang antagonis dengan
insulin. Untuk itu tubuh memerlukan jumlah insulin yang lebih banyak Waspadji, 2004.
5.1.3. Pendidikan Penderita Diabetes Mellitus
Dilihat dari hasil penelitian yang telah disajikan dalam tabel 4.3. diketahui bahwa pendidikan responden sebagian besar adalah Sekolah Menengah Atas yaitu
sebanyak 26 orang 39,4, sedangkan pendidikan responden sebagian kecil adalah tidak tamat Sekolah Dasar atau tidak bersekolah yaitu 1 orang 1,5. Penelitian ini
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitrania 2008 pada Majelis Dzikir SBY Nurussalam di Jakarta dengan desain cross sectional yang mendapatkan
bahwa mayoritas respondennya berpendidikan SLTA 59. Demikian juga halnya dengan hasil penelitian Mansyur 2010, yang mendapat proporsi pendidikan tertinggi
responden dalam faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diabetes mellitus di Lubuk Pakam adalah SLTA yaitu sebesar 43,1 dan terendah pada tidak tamat
SDtidak sekolah sebesar 11,3. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa cakupan
pengetahuan atas keluasan wawasan seseorang sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah diberikan
Universitas Sumatera Utara
pengertian mengenai suatu informasi. Tingkat pendidikan turut menentukan mudah atau tidak seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh,
pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula pengetahuannya Fauzi A, 2011. Menurut peneliti pendidikan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang, sehingga dapat membuat seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide dan teknologi baru. Oleh karena itu, tingkat
pendidikan penderita diabetes mellitus akan berpengaruh pada kemudahan seseorang untuk menyerap informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup
sehari-hari, khususnya dalam hal pengaturan pola makan yang baik.
5.1.4. Pekerjaan Penderita Diabetes Mellitus