Hubungan Pola Makan dan Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Hiperglikemik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSU Herna dan RSU Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2013

(1)

KEJADIAN HIPERGLIKEMIK PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSU HERNA DAN RSU PUSAT

H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Oleh

MARTAULINA SINAGA 117032005/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE CORRELATION OF EATING PATTERN AND COMPLIANCE IN TAKING MEDICINES WITH THE INCIDENT OF HYPERGLYCEMIC IN DIABETES MELLITUS TYPE 2 OUTPATIENTS IN RSU HERNA

AND IN RSUP H. ADAM MALIK, MEDAN, IN 2013

THESIS

BY

MARTAULINA SINAGA 117032005/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN KEJADIAN HIPERGLIKEMIK PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSU HERNA DAN RSU PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

MARTAULINA SINAGA 117032006/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : HUBUNGAN POLA MAKAN DAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN KEJADIAN

HIPERGLIKEMIK PADA PENDERITA

DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSU HERNA DAN RSU PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Martaulina Sinaga Nomor Induk Mahasiswa : 117032005

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H) (Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes)

Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 21 Oktober 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H Anggota : 1. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes

2. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si 3. Drs. Jemadi, M.Kes


(6)

PERNYATAAN

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN KEJADIAN HIPERGLIKEMIK PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSU HERNA DAN RSU PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2014

Martaulina Sinaga 117032006/IKM


(7)

ABSTRAK

Diabetes Melitus (DM) tipe 2 adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas menghasilkan cukup insulin tetapi tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Jumlah penderita DM tipe 2 rawat jalan di RSU Herna dan RSU H. Adam Malik Medan meningkat dari tahun 2010 hingga 2012 dan peningkatan ini diduga disebabkan oleh pola makan dan ketidakpatuhan minum obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola makan dan kepatuhan minum obat terhadap kejadian hiperglikemik pada penderita DM tipe 2 di RSU Herna Medan dan RSUP H. Adam Malik Medan.

Penelitian ini adalah penelitian cross sectional. Sampel sebanyak 100 penderita DM tipe 2 diambil secara consecutive. Data primer tentang pola makan dan kepatuhan minum obat dengan menggunakan kuesioner, analisis data dilakukan menggunakan analisis regresi logistik. Hubungan pola makan dan ketidakpatuhan minum obat terhadap kejadian hiperglikemik ditentukan berdasarkan nilai probabilitas (p) pada taraf nyata  = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan asupan kalori dengan kejadian hiperglikemik pada penderita DM tipe 2 dengan RP=2,81; CI 95% (1,6-4,8) jenis makanan RP=3,69; CI 95% (1,4-9,3), dan kepatuhan minum obat RP=3,17; CI 95% (1,8-5,5) berhubungan dengan kejadian hiperglikemik pada penderita DM tipe 2.

Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa teradapat hubungan jumlah kalori, jenis makanan, dan kepatuhan minum obat terhadap kejadian hiperglikemik pada penderita DM tipe 2. Disarankan kepada institusi RSU Herna dan RSUP H Adam Malik Medan meningkatkan strategi promosi tentang diet DM tipe 2 serta kepatuhan minum obat.

Kata Kunci : DM tipe 2, Hiperglikemik, Pola Makan, Kepatuhan Minum Obat


(8)

ABSTRACT

DM (diabetes mellitus) type 2 is a chronic disease which occurs when pancreas produces enough insulin while the body cannot effectively use the insulin. The DM type 2 outpatients in RSU Herna and in RSUP H. Adam Malik, Medan, increased from 2010 to 2012. This increase was probably caused by the eating pattern and the noncompliance in taking medicines. The objective of the research was to find out the correlation of eating pattern and compliance in taking medicines with the incident of hyperglycemic in DM type 2 patients in RSU Herna and in RSUP H. Adam Malik, Medan.

The research was a cross sectional study. The samples consisted of 100 DM type 2 patients, taken consecutively. The primary data were about eating pattern and compliance in taking medicines by using questionnaires and analyzed by using logistic regression analysis. The correlation of eating pattern and noncompliance in taking medicines with the incident of hyperglycemic was determined by probability value (p) at the significance level α = 0.05.

The result of the research showed that there was the correlation between calorie intake and the incident of hyperglycemic in DM type 2 patients at RP = 2,81; 95% CI(1,6-4,8), type of food RP = 3,69;95% CI(1,4-9,3), and compliance in drug administrator medicines RP = 3,17; CI(1,8-5,5) which were correlated with the incident of hyperglycemic in DM type 2 patients.

It was concluded that there was the correlation of the number of calories, types of food, and compliance in taking medicines with the incident of hyperglycemic in DM type 2 patients. It is recommended that the management of RSU Herna and RSUP H. Adam Malik increase the promotion strategy about DM type 2 diet and about the compliance in taking medicines.

Keywords: DM Type 2, Hyperglycemic, Eating Pattern, Compliance in Taking Medicines


(9)

KATA PENGANTAR

Pujian dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang atas segala berkat dan anugerahNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul ”Hubungan Pola Makan dan Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Hiperglikemik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSU Herna dan RSU Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2013” ini dengan baik.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari begitu banyak dukungan, bimbingan, bantuan yang diberikan dari berbagai pihak sehingga tesis dapat diselesaikan.

Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada: 1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(10)

4. Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes sebagai Anggota Komisi Pembimbing, yang dengan penuh perhatian, kesabaran, mengarahkan, membagi ilmu, memberikan waktu dan pemikiran kepada penulis mulai dari penyusunan proposal hingga penulisan tesis ini hingga selesai.

5. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si dan Drs. Jemadi, M.Kes selaku komisi penguji yang banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

6. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

7. dr. Richard A Siregar, MM selaku direktur RSU Herna Medan dan dr. Purnamawati, MARS direktur SDM dan Pendidikan RSU Pusat H. Adam

Malik Medan yang telah memberikan izin penelitian.

8. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Univesitas Sumatera Utara khususnya Minat Studi AKKm/Epidemiologi angkatan 2011.

9. Ayahanda M. Sinaga dan Ibunda H. Br Purba atas segala kasih dan sayang yang telah penulis terima, dan terkhusus buat suami tercinta Gerald Ford Purba, SP dan anak-anak tersayang Winter Ford, Yoel Sniders Ford, Gemar Eskiel Ford,


(11)

Radiman Tuah Ford yang membuat penulis tetap kuat dan semangat menjalani perkuliahan dan menyelesaikan penulisan tesis ini.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Januari 2014 Penulis

Martaulina Sinaga 117032005/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Martaulina Sinaga dilahirkan pada tanggal 21 September 1974 di Tinjowan Kabupaten Simalungun. Anak ketujuh dari 7 (tujuh) bersaudara, dari pasangan ayahanda M. Sinaga dan Ibunda H. Br.Purba. Tahun 2003 menikah dengan Gerald Ford Purba, SP dan telah dikaruniai anak Winter Ford Purba, Yoel Sniders Ford Purba, Gemar Eskiel Ford Purba, Radiman Tuah Ford Purba.

Pendidikan Sekolah Dasar dimulai tahun 1981-1987 di SD Negeri Tinjowan, tahun 1987-1990 pendidikan SMP Yapendak Tinjowan, tahun 1990-1993 pendidikan di SMA Sei Bejangkar Kabupaten Asahan, tahun 1993-1996 pendidikan Program D-III Keperawatan di Fakultas Non Gelar Kesehatan Universitas Darma Agung Medan, tahun 1997-1998 Pendidikan AKTA III di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Medan, tahun 2000-2002 pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan tahun 2011 sampai sekarang pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Sejak tahun 1997-1998 bekerja sebagai pegawai di Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Herna Medan, 1998-1999 bekerja sebagai perawat penanggung jawab di RSU Herna Medan dan 1999 sampai sekarang bekerja sebagai staf pengajar di Akademi Keperawatan RSU Herna Medan.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Hipotesis Penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 DM ... 8

2.1.1 Gejala DM ... 9

2.1.2 Diagnosis DM ... 9

2.1.3 Komplikasi DM ... 11

2.1.4 Pengendalian DM ... 15

2.1.5 Pencegahan DM ... 16

2.2 Pola Makan untuk Penderita DM ... 17

2.3 Kepatuhan Minum Obat ... 33

2.3.1 Tingkat Kepatuhan untuk DM Tipe 2 ... 34

2.4 Epdemiologi DM ... 40

2.4.1 Distribusi DM ... 40

2.4.2 Determinan DM ... 44

2.5 LandasanTeori ... 45

2.6 Kerangka Konsep ... 46

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 48

3.1 Jenis Penelitian ... 48

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 48

3.2.2 Waktu Penelitian ... 48

3.3 Populasi dan Sampel ... 48


(14)

3.3.2 Sampel ... 49

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 49

3.4.1 Pengumpulan Data ... 50

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 51

3.5.1 Variabel Independen ... 51

3.5.2 Variabel Dependen ... 51

3.5.3 Definisi Operasional ... 51

3.6 Metode Pengukuran ... 52

3.6.1 Pengukuran Variabel Independen ... 52

3.6.2 Pengukuran Varabel Dependen ... 55

3.6.3 Aspek Pengukuran ... 56

3.7 Metode Analisis Data ... 56

3.7.1 Analisis Univariat ... 56

3.7.2 Analisis Bivariat ... 57

3.7.3 Analisis Multivariat ... 57

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 58

4.1 Gambaran Penderita DM Tipe 2 di RSU Herna dan RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012 ... 58

4.2 Karakteristik Penderita DM Tipe 2 di RSU Herna dan RSUP H. Adam malik Medan Tahun 2013 ... 61

4.2.1 Pola Makan Penderita DM Tipe 2 di RSU Herna dan RSUP H. Adam Malik Medan ... 62

4.2.2 Kepatuhan Minum Obat Penderita DM Tipe 2 di RSU Herna dan RSUP H. Adam Malik Medan ... 64

4.3 Hubungan Asupan Kalori dengan Kejadian Hiperglikemik ... 65

4.4 Hubungan Jenis Makanan dengan Kejadian Hiperglikemik ... 66

4.5 Hubungan Jadwal Makan dengan Kejadian Hiperglikemik ... 67

4.6 Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Hiperglikemik ... 68

BAB 5. PEMAHASAN ... 72

5.1 Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Hiperglikemik pada Penderita DM Tipe 2 di RSU Herna dan RSUP H Adam Malik Medan ... 72

5.2 Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Hiperglikemik pada Penderita DM Tipe 2 di RSU Herna dan RSUP H Adam Malik Medan ... 77


(15)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

6.1. Kesimpulan ... 79

6.2. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 81


(16)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1 Tingkat Kegiatan Sehari-hari untuk Perhitungan Kalori ... 22

2.2 Kebutuhan Kalori pada Pasien DM ... 23

2.3 Jumlah Total Zat Makanan yang Dikonsumsi ... 27

2.4 Bahan Makanan Penukar Karbohidrat ... 29

2.5 Bahan Makanan Penukar Hewani ... 29

2.6 Bahan Makanan Penukar Protein Nabati ... 30

2.7 Jenis Sayuran ... 31

2.8 Bahan Makanan Penukar Buah ... 31

2.9 Bahan Makanan Penukar Susu ... 32

2.10 Bahan Makanan Penukar Minyak ... 32

2.11 Jadwal Makan Penderita DM ... 33

2.12 Kejadian DM di Beberapa Negara Tahun 2000 dan 2030 ... 42

3.1 Perhitungan Kebutuhan Energi ... 53

3.2 Varabel, Indikator, Kategori, Kategori Dikotomi, Skala Ukur, dan Cara Ukur ... 56

4.1 Kunjungan Kasus Baru Penderita DM Tipe 2 di RSUP H. Adam Malik dan RSU Herna Medan Tahun 2012 ... 60

4.2 Karakteristik Penderita DM Tipe 2 di RSU Herna dan RSU Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2013 ... 61

4.3 Distribusi Proporsi Asupan Kalori Penderita DM Tipe 2 di RSU Herna dan RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013 ... 62


(17)

4.4 Distribusi Proporsi Jenis Makanan yang Dikonsumsi Penderita DM Tipe 2 di RSU Herna dan RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013 ... 63 4.5 Distribusi Proporsi Jadwal Makan Penderita DM Tipe 2 di RSU Herna dan

RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013 ... 63 4.6 Distribusi Proporsi Kepatuhan Minum Obat Penderita DM Tipe 2 di RSU

Herna dan RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013 ... 64 4.7 Distribusi Proporsi Kepatuhan Minum Obat Penderita DM Tipe 2 di RSU

Herna dan RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013 ... 65 4.8 Hubungan Asupan Kalori Menurut Status KGD di RSU Herna dan RSUP H.

Adam Malik Medan Tahun 2013 ... 65 4.9 Hubungan Jenis Makanan Menurut Status KGD di RSU Herna dan RSUP H.

Adam Malik Medan Tahun 2013 ... 66 4.10 Hubungan Jadwal Makan Menurut Status KGD di RSU Herna dan RSUP H.

Adam Malik Medan Tahun 2013 ... 67 4.11 Hubungan Kepatuhan Minum Obat Menurut Status KGD di RSU Herna dan

RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013 ... 68 4.12 Hasil Analisis Regresi Backward Selection Unconditional Logistic ... 69


(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Kurva Toleransi Glukosa pada Orang yang Normal dan Orang dengan

DM ... 10 2.2. Model Segitiga Epidemiologi ... 46 2.3. Kerangka Konsep ... 47

4.1. Jumlah Kunjungan Rawat Rawat Jalan Kasus Baru Penderita DM Tipe 2 di RSUP H Adam Malik Medan Tahun 2012... 58 4.2 Jumlah Kunjungan Rawat Rawat Jalan Kasus Baru Penderita DM Tipe 2


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 85

2. Standar Pembagian Jenis Makanan Sehari Diet Penderita DM dan Nilai Gizi ... 88

3. Hasil Uji Statistik Bivariat ... 89

4. Regresi Logistik ... 93

5. Data Mentah Penderita DM Tipe 2 di RSU Herna dan RSUP H. Adam Malik Medan ... 99

6. Data Regresi Logistik ... 103

7. Surat Izin Penelitian ... 105


(20)

ABSTRAK

Diabetes Melitus (DM) tipe 2 adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas menghasilkan cukup insulin tetapi tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Jumlah penderita DM tipe 2 rawat jalan di RSU Herna dan RSU H. Adam Malik Medan meningkat dari tahun 2010 hingga 2012 dan peningkatan ini diduga disebabkan oleh pola makan dan ketidakpatuhan minum obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola makan dan kepatuhan minum obat terhadap kejadian hiperglikemik pada penderita DM tipe 2 di RSU Herna Medan dan RSUP H. Adam Malik Medan.

Penelitian ini adalah penelitian cross sectional. Sampel sebanyak 100 penderita DM tipe 2 diambil secara consecutive. Data primer tentang pola makan dan kepatuhan minum obat dengan menggunakan kuesioner, analisis data dilakukan menggunakan analisis regresi logistik. Hubungan pola makan dan ketidakpatuhan minum obat terhadap kejadian hiperglikemik ditentukan berdasarkan nilai probabilitas (p) pada taraf nyata  = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan asupan kalori dengan kejadian hiperglikemik pada penderita DM tipe 2 dengan RP=2,81; CI 95% (1,6-4,8) jenis makanan RP=3,69; CI 95% (1,4-9,3), dan kepatuhan minum obat RP=3,17; CI 95% (1,8-5,5) berhubungan dengan kejadian hiperglikemik pada penderita DM tipe 2.

Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa teradapat hubungan jumlah kalori, jenis makanan, dan kepatuhan minum obat terhadap kejadian hiperglikemik pada penderita DM tipe 2. Disarankan kepada institusi RSU Herna dan RSUP H Adam Malik Medan meningkatkan strategi promosi tentang diet DM tipe 2 serta kepatuhan minum obat.

Kata Kunci : DM tipe 2, Hiperglikemik, Pola Makan, Kepatuhan Minum Obat


(21)

ABSTRACT

DM (diabetes mellitus) type 2 is a chronic disease which occurs when pancreas produces enough insulin while the body cannot effectively use the insulin. The DM type 2 outpatients in RSU Herna and in RSUP H. Adam Malik, Medan, increased from 2010 to 2012. This increase was probably caused by the eating pattern and the noncompliance in taking medicines. The objective of the research was to find out the correlation of eating pattern and compliance in taking medicines with the incident of hyperglycemic in DM type 2 patients in RSU Herna and in RSUP H. Adam Malik, Medan.

The research was a cross sectional study. The samples consisted of 100 DM type 2 patients, taken consecutively. The primary data were about eating pattern and compliance in taking medicines by using questionnaires and analyzed by using logistic regression analysis. The correlation of eating pattern and noncompliance in taking medicines with the incident of hyperglycemic was determined by probability value (p) at the significance level α = 0.05.

The result of the research showed that there was the correlation between calorie intake and the incident of hyperglycemic in DM type 2 patients at RP = 2,81; 95% CI(1,6-4,8), type of food RP = 3,69;95% CI(1,4-9,3), and compliance in drug administrator medicines RP = 3,17; CI(1,8-5,5) which were correlated with the incident of hyperglycemic in DM type 2 patients.

It was concluded that there was the correlation of the number of calories, types of food, and compliance in taking medicines with the incident of hyperglycemic in DM type 2 patients. It is recommended that the management of RSU Herna and RSUP H. Adam Malik increase the promotion strategy about DM type 2 diet and about the compliance in taking medicines.

Keywords: DM Type 2, Hyperglycemic, Eating Pattern, Compliance in Taking Medicines


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) tipe 2 adalah suatu penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas menghasilkan cukup insulin akan tetapi tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Hal ini bisa diakibatkan dari kebiasaan pola makan yang tidak sehat. Bila pasien DM tipe 2 yang mengalami resistensi insulin sehingga gula darah akan meningkat, maka akan mengakibatkan terjadinya resiko tinggi komplikasi.

Menurut data WHO tahun 2000 dunia kini didiami oleh 171 juta penderita DM dan akan meningkat 2 kali, 366 juta pada tahun 2030 (Baradero, 2009). Pada tahun 2005 sebanyak 1,1 juta orang meninggal karena DM, hampir 80% di antaranya terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah, dan setengah dari pada orang di bawah usia 70 tahun, 55% dari kematian DM pada wanita. (Sambo, 2012). Di Amerika Serikat, DM adalah penyebab ke-4 kematian. DM merupakan penyakit kronis tanpa penyembuhan. Sekitar 50 % dari pria dan 15 % dari wanita dengan DM mengalami masalah seksualitas karena neuropati (Baradero, 2009).

Prevalensi di Afrika bervariasi antara 1% dan 20%. Penyebaran global DM telah memberikan karakteristik pandemi. Bentuk yang paling sering adalah DM tipe 2 yang mewakili lebih dari 85% dari kasus. Bentuk lain adalah Tipe 1 (10%), DM tertentu dan DM gestasional (5%).


(23)

DM dapat menyebabkan komplikasi diantaranya, yaitu: penyakit kardiovaskular, kecelakaan pembuluh darah otak, insufisiensi ginjal, kebutaan, impotensi dan gangren pada kaki yang mengarah ke amputasi, keadaan ini merupakan masalah kesehatan utama (Sambo, 2012).

Prevalensi DM di Indonesia besarnya 1,2%-2,3% dari penduduk usia lebih 15 tahun. Kecenderungan peningkatan prevalensi akan membawa perubahan posisi DM yang semakin menonjol, yang ditandai dengan perubahan atau kenaikan peringkatnya dikalangan 10 besar penyakit. Sambo, (2012) menyatakan bahwa DM juga makin memberi konstribusi yang lebih besar terhadap kematian (ten diseases leading cause of disease).

Bila dilihat berdasarkan 10 peringkat terbesar penyakit penyebab rawat jalan dari seluruh penyakit rawat jalan di rumah sakit di Indonesia tahun 2009 dan tahun 2010, DM terletak pada urutan ke tujuh, sedangkan persentase kasus baru rawat jalan enam kelompok penyakit tidak menular terhadap seluruh kasus baru rawat jalan tahun 2009 dan 2010, DM urutan ketiga setelah Hipertensi dan penyakit Jantung (Kementrian Kesehatan RI, 2012).

Berdasarkan Riskesdas Indonesia tahun 2007, masih banyak diantara penderita DM yang kadar gula darahnya tidak terkontrol yaitu 75,9% (kadar glukosa

≥ 140 mg/dl). Prevalensi DM dan Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) lebih tinggi pada kelompok hipertensi dibandingkan yang tidak hipertensi serta menujukkan lebih tinggi pada kelompok yang mengkonsumsi sayur buah < 5 porsi/hari, dan menurut


(24)

aktivitas fisik prevalensi DM dan TGT lebih tinggi pada kelompok yang mempunyai aktivitas fisik kurang (Riskesdas, 2007).

Penelitian Juleka (2005) mengemukakan bahwa DM terjadi akibat tidak seimbangnya asupan energi karbohidrat, melebihi kebutuhan mempunyai resiko 31 kali lebih besar untuk mengalami kadar glukosa darah tidak terkendali dibandingkan dengan asupan energinya sesuai kebutuhan, dan mereka yang menderita DM mengonsumsi tinggi protein mempunyai risiko 0,44 kali terhadap kejadian hiperglikemi, dibandingkan subjek dengan konsumsi rendah protein (Rahmawaty, dkk, 2009), serta yang sering mengonsumsi makanan berlemak mempunyai risko 1,14 kali lebih tinggi untuk memiliki kendali gula darah yang buruk dibandingkan yang tidak sering mengonsumsi makanan yang berlemak (Luciana, 2008 dalam Rahmawaty, dkk, 2009).

Penderita DM harus menerapkan pola makan seimbang untuk menyesuaikan kadar glukosa darah. Hal ini senada dengan pendapat Suyono (2002) bahwa dalam rangka pengendalian kadar glukosa darah 86,2% penderita DM mematuhi pola diet DM yang dianjurkan, namun secara fluktual jumlah penderita DM yang disiplin menerapkan program diet hanya berkisar 23,9%. Hal ini menjadi faktor risiko memperberat terjadinya gangguan metabolisme tubuh sehingga berdampak terhadap terjadinya komplikasi. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Yoga (2011) pengaturan pola makan yang baik akan berhasil 4 kali dalam pengelolaan DM dibandingkan yang tidak.


(25)

Mengingat morbiditas dan mortalitas yang tinggi berhubungan dengan penyakit, terutama karena komplikasi makrovaskuler, DM tipe 2 merupakan perhatian utama kesehatan masyarakat, selain menerapkan pola makan yang sesuai dengan diet DM juga kepatuhan terhadap obat yang diresepkan.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kepatuhan adalah sejauh mana perilaku seseorang minum obat, mengikuti diet, dan/atau melaksanakan perubahan gaya hidup yang disepakati dari penyedia perawatan kesehatan. Namun, ketidakpatuhan pengobatan sangat umum di antara pasien dengan DM tipe 2 yang menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas dengan biaya langsung dan tidak langsung yang cukup besar (Tiv M, dkk, 2012).

Dalam penelitian yang dilakukan untuk menilai pola pemantauan diri glukosa darah di bagian utara California, Amerika Serikat, 67% pasien dengan DM tipe 2 dilaporkan tidak melakukan pemantauan glukosa darah sesering direkomendasikan (yaitu sehari sekali untuk DM tipe 2 yang minum obat). Temuan serupa dilaporkan dalam sebuah penelitian yang dilakukan di India, di mana hanya 23% dari peserta penelitian melaporkan melakukan pemantauan glukosa di rumah.

Kelalaian dosis mewakili bentuk paling umum dari ketidakpatuhan obat hipoglikemik oral sebanyak 75%, lebih dari sepertiga dari pasien mengambil dosis yang lebih dan dijumpai pada pasien dengan dosis tunggal perhari. Di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa pasien dengan DM tipe 2 rata-rata sekitar 130 hari per tahun dengan terapi obat terus menerus, dan pada akhir 1 tahun, hanya 15% dari


(26)

pasien yang telah diresepkan obat oral tunggal masih mengonsumsinya secara teratur (WHO, 2003).

Tahun 2009 Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita DM. Sementara di Medan sendiri menempati urutan pertama diatas penyakit jantung koroner. Pada tahun 2009 ini diperkirakan terdapat lebih dari 14 juta orang dengan DM, tetapi baru 50% yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30% yang datang berobat teratur (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2009).

Jumlah penderita DM di Sumut lebih banyak dibandingkan daerah lain akibat pola hidup masyarakatnya yang cenderung mengonsumsi karbohidrat seperti nasi yang berlebihan. Tren tingginya penyakit DM di Sumut karena kebiasaan masyarakat yang mengonsumsi nasi yang mengandung karbohidrat yang tinggi, kebiasaan konsumsi makanan siap saji, goreng gorengan dan berlemak yang diikuti kurangnya mengonsumsi buah dan sayuran. Peningkatannya mencapai 20-30 persen per tahun (Noor, 2013).

Penderita DM tipe 2 yang rawat jalan RSU Herna Medan setiap tahunnya meningkat, tahun 2010 urutan keenam dari sepuluh penyakit terbanyak, sedangkan ditahun 2011 urutan kelima dengan jumlah kasus mulai Januari s/d Desember 2011 sebanyak 102 kasus, dan ditahun 2012 tetap pada urutan kelima hanya saja jumlah kasusnya bertambah sebanyak 132 kasus.

Dalam kasus yang sama di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011 ditemukan rata-rata jumlah kunjungan rawat jalan per bulan penderita DM tipe 2


(27)

sebanyak 36 penderita. Jumlah kunjungan ini meningkat di tahun 2012 hingga mencapai rata-rata 54 penderita per bulan. Hal ini menunjukan lonjakan peningkatan penderita DM tipe 2 dari tahun ke tahun.

Pada survei awal yang dilakukan terhadap 10 orang penderita DM yang mengalami komplikasi dislipedemia, hipertensi dan tuberculosis mempunyai pola makan yang tidak sehat yaitu mereka sering mengonsumsi karbohidrat, lemak dan protein yang tidak sesuai dengan takaran dalam arti tidak sesuai dengan diet DM, didukung dengan tidak teratur minum obat sehingga pada saat pemeriksaan kadar gula darah > 300 mg/dl (hiperglikemik) tanpa disadari tentu hal ini berdampak pada proses metabolisme yang mempercepat terjadi komplikasi pada mereka.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti akan melakukan penelitian hubungan pola makan dan kepatuhan minum obat terhadap kejadian hiperglikemik pada penderita DM tipe 2.

1.2 Permasalahan

Dari latar belakang diatas dapat di tarik permasalahan dalam penelitian ini

adalah “bagaimana hubungan pola makan dan kepatuhan minum obat terhadap

kejadian hiperglikemik pada penderita DM tipe 2”.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan pola makan dan kepatuhan minum obat terhadap kejadian hiperglikemik pada penderita DM tipe 2 di RSU Herna Medan dan RSUP H. Adam Malik Medan.


(28)

1.4 Hipotesis Penelitian

Ada hubungan pola makan dan kepatuhan minum obat terhadap kejadian hiperglikemik pada penderita DM tipe 2.

1.5 Manfaat Penelitian

Sebagai bahan masukan bagi RSU Herna Medan dan RSUP H. Adam Malik Medan meningkatkan strategi promosi kesehatan pengendalian kadar gula darah pada penderita DM tipe 2.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DM

DM merupakan suatu sindrom dengan terganggunya metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin (Guyton, Arthur, 2007).

DM merupakan penyakit sistemik, kronis, dan multifaktor yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hiperlipedemia. Gejala yang timbul adalah akibat kurangnya sekresi insulin atau ada insulin yang tidak cakup tetapi tidak efektif.

Pada tahun 1997, Expert Comittee on the Diagnosis and Classification of DM of the American DM Association menerbitkan klasifikasi baru DM : Tipe 1 adalah insulin-dependent DM (IDDM) dan Tipe 2 non-insulin-dependent DM (NIDDN) (Baradero, 2009).

DM tpe 2 lebih sering dijumpai dari pada tipe 1, dan kira-kira ditemukan sebanyak 90 persen dari seluruh kasus DM. Pada kebanyakan DM terjadi diatas umur 30 tahun, seringkali diantara usia 50 dan 60 tahun, dan ini timbul secara berlahan-lahan. Oleh karena itu sindrom sering disebut sebagai DM onset-dewasa. Akan tetapi akhir-akhir ini dijumpai peningkatan kasus yang terjadi pada individu yang berusia lebih muda, sebagian berusia kurang dari 20 tahun dengan DM tipe 2. Tren tersebut berkaitan dengan peningkatan prevalensi obesitas, yaitu faktor risiko terpenting untuk DM tipe 2 pada anak-anak dan dewasa (Guyton, Arthur, 2007).


(30)

2.1.1 Gejala DM

Gejala DM adalah rasa haus yang berlebihan, sering kencing terutama malam hari, banyak makan serta berat badan yang turun dengan cepat. Disamping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh.

Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan adanya keluhan, mereka mengetahui adanya DM hanya karena pada saat periksa kesehatan ditemukan kadar glukosa darahnya tinggi dan jika kadar glukosa darah yang tinggi dalam jangka panjang akan menimbulkan komplikasi. (Soegondo, dkk 2007).

2.1.2 Diagnosis DM

Cara yang umum dipakai untuk mendiagnosa penyakit DM didasarkan pada tes kimiawi terhadap urin dan darah.

a. Glukosa Urin

Ada tes yang sederhana atau tes kuantitatif laboratorium yang lebih rumit, yang mungkin dapat digunakan untuk menentukan jumlah glukosa yang hilang dalam urin. Pada umumnya jumlah glukosa yang dikeluarkan dalam urin orang normal sukar dihitung, sedangkan ada kasus DM, glukosa yang dilepaskan jumlahnya dapat sedikit sampai banyak sekali, sesuai dengan berat penyakitnya dan asupan karbohidratnya b. Kadar Glukosa Darah Puasa dan Kadar Insulin.

Kadar glukosa darah puasa sewaktu pagi hari normalnya adalah 80 sampai 90 mg/100 ml, dan nilai 110 mg/100 ml dipertimbangkan sebagai batas nilai kadar normal. Kadar glukosa darah puasa diatas nilai ini, seringkali menunjukkan adanya


(31)

penyakit DM atau setidaknya resistensi insulin. Pada DM tipe 2, konsentrasi insulin plasma dapat beberapa kali lipat lebih tinggi dari nilai normal dan biasanya meningkat lebih banyak bila pemberian sejumlah glukosa standar selama tes toleransi glukosa.

Gambar 2.1 Kurva Toleransi Glukosa pada Orang yang Normal dan Orang dengan DM (Guyton, Arthur, 2007)

c. Tes Toleransi Glukosa

Gambar 2.1 yang disebut “kurva toleransi glukosa,” didapatkan bila orang normal yang puasa memakan 1 gram glukosa per kilogram berat badan, kadar glukosanya akan meningkat dari kadar kira-kira 90 mg/100 ml menjadi 120-140 mg/100 ml dan dalam waktu kira-kira dua jam kadar ini akan menurun lagi kenilai normalnya.

Pada pasien DM konsentrasi glukosa darah puasa hampir selalu diatas 110 mg/100 ml dan sering diatas 140 mg/100 ml. Selain itu uji toleransi glukosa hampir


(32)

selalu abnormal. Sewaktu mencernakan glukosa, orang-orang ini memperlihatkan peningkatan kadar glukosa darah yang jauh lebih besar daripada peningkatan yang normal seperti yang ditunjukkan oleh kurva bagian atas pada gambar 2.1, dan kadar glukosa kembali kenilai kontrol hanya setelah 4-6 jam; lebih lanjut glukosa darah gagal untuk turun dibawah kadar kontrol.

Penurunan kurva yang lambat dan gagalnya glukosa turun dibawah kontrol menunjukkan bahwa (1) peningkatan normal sekresi insulin setelah makan glukosa tidak terjadi atau (2) adanya penurunana sensitivitas terhadap insulin.

Diagnosa DM biasanya dapat ditegakkan berdasarkan kurva tersebut, dan DM tipe 2 menunjukkan insulin plasma yang meningkat.

d. Pernapasan Aseton

Aseton bersifat mudah menguap dan dikeluarkan dalam udara ekspirasi. Pada tahap dini DM tipe 2, asam keto biasanya tidak diproduksi dalam jumlah berlebih. Namun bila resistensi insulin sangat parah dan terdapat peningkatan penggunaan lemak sebagai sumber energi, asam keto akan dihasilkan pada orang dengan DM tipe 2 (Guyton, Arthur, 2007).

2.1.3 Komplikasi DM

DM dapat menyerang hampir seluruh sistem tubuh manusia. Komplikasi DM diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, DM ketoasidosis (DKA) dan hyperglicemic hyperosmolar nonketotic coma (HHNC). Yang termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopatik diabetik, nepropati diabetik, neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.


(33)

1. Komplikasi Akut a. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah dibawah 60 mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemia pada pasien yang sedang menerima pengobatan insulin eksogen atau hipoglikemikoral antara lain :

1) Regimen insulin yang tidak fisiologis 2) Overdosis insulin atau sulfonilurea 3) Tidak makan

4) Tidak mengonsumsi kudapan yang telah direncanakan 5) Gerak badan tanpa kompensasi makanan

6) Penyakit ginjal stadium akhir 7) Konsumsi alkohol

b. DM ketoasidosis

Ketoasidosis DM adalah akibat yang berat dari defisit insulin yang berat pada jaringan adiposa, otot skletal, dan hepar. Jaringan tersebut sangat sensitif terhadap kekurangan insulin. DM ketoasidosis dapat dicetuskan oleh infeksi (penyakit)

c. Hyperglicemic hyperosmolar nonketotic coma (HHNC).

Patofisiologi dan tanda-tanda klinis yang terjadi sama dengan DKA dengan beberapa pengecualian. HHNC terdapat (Baradero, 2009)

1) Dehidrasi berat pasien bisa mengalami defisit cairan sebanyak 8-9 liter 2) Tingkat hiperglikemia juga lebih berat, bisa 600-2.000 mg/dl


(34)

3) Osmolaritas serum adalah 350 mOsm/L atau lebih

4) Tidak ada ketosis karena orang dengan DM tipe 2 mempunyai cukup insulin 5) Biasanya ada gangguan dasar pada sistem saraf sentral (serebrovaskular) yang

bisa mengganggu persepsi pasien terhadap rasa haus sehingga cairan yang hilang tidak dapat diganti dan dehidrasi bertambah berat.

6) Biasanya ada infeksi atau penyakit. 2. Komplikasi Kronis

a. Retinopati diabetik, merupakan penyebab utama kebutaan dan cacat visual. Hal ini disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah kecil pada lapisan belakang mata, retina, menyebabkan hilangnya progresif penglihatan, bahkan kebutaan.

b. Nefropati (penyakit ginjal) Penyakit ginjal DM juga disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah kecil dalam ginjal. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal, dan akhirnya menyebabkan kematian. Di negara maju, ini adalah penyebab utama dialisis dan transplantasi ginjal.

c. Neuropati DM menyebabkan kerusakan saraf melalui mekanisme yang berbeda, termasuk kerusakan langsung oleh hiperglikemia dan penurunan aliran darah ke saraf dengan merusak pembuluh darah kecil. Kerusakan saraf dapat menyebabkan hilangnya sensorik, kerusakan anggota badan, dan impotensi pada pria DM. Ini adalah komplikasi yang paling umum dari DM. Gejalanya banyak, tergantung pada saraf yang terkena: misalnya, mati rasa pada kaki, nyeri pada ekstremitas, dan impotensi. Sensasi menurun terjadi pada kaki dapat


(35)

menyebabkan pasien tidak merasakan luka dan mengembangkan infeksi kaki. Jika tidak diobati dini, ini dapat menyebabkan amputasi (WHO, 2011).

d. Dislipidemia

Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia. Ada peningkatan kolesterol LDL (low-density lipoprotein) dan trigleserida yang bisa mengakibatkan aterosklerosis. Karena resistensi insulin, profil lipid pasien dengan DM tipe 2 adalah hipertrigliseridemia dan hiperkolesterolemia (Baradero, 2009).

e. Hipertensi

Sebanyak 60%-65% pasien dengan DM mengalami hipertensi. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial. Hiperteni harus secepat mungkin diketahui dan ditangani secara agresif karena bisa memperberat retinopati, nefropati, dan penyakit makrovaskular. Tujuan penangan hipertensi adalah tekanan darah mencapai 130/85 mmHg (Baradero M, 2009).

f. Kaki diabetik

Seiring dengan meningkatnya angka kejadian DM, komplikasi DM pun kian meningkat. Salah satu dampak buruk DM yang sering terjadi adalah kaki DM. Gangguan pada kaki DM tidak hanya melibatkan unsur metabolik, tetapi juga struktur vaskular, fungsional, perawatan, serta nutrisi. Selain itu, kaki DM tercatat sebagai komplikasi penyebab morbiditas pada seorang DM. Di Amerika Serikat, DM termasuk penyebab utama amputasi ekstremitas bawah


(36)

nontraumatik. Oleh karena itu, pengelolaan kaki DM menjadi permasalahan yang penting dalam menjaga kualitas hidup pasien (Perkeni, 2011).

g. Penyakit jantung koroner, kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita DM. Akibat aterosklerosis akan menyebabkan penyumbatan dan kemudian menjadi penyakit jantung koroner (Waspadji, 2006).

2.1.4 Pengendalian DM

Secara umum, pengendalian DM dimaksudkan untuk mengurangi gejala, membentuk berat badan ideal, dan mencegah akibat lanjut atau komplikasi. Prinsip dasar manajemen pengendalian atau penanganan DM meliputi :

a. Pengaturan makanan; yang pertama dan kunci manajemen DM b. Latihan jasmani

c. Obat antidiabetik

Prinsip pengobatan DM tipe 2 dengan obat hipoglikemik oral (OHO), insulin dan terapi kombinasi (pemberian OHO dan insulin). Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :

1. Pemicu sekresi insulin : sulfonilurea dan glinid

2. Menambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion 3. Menghambat glukoneogenesis (metformin)


(37)

d. Intervensi bedah: sebagai pilihan terakhir, kalau memungkinkan dengan cangkok pankreas (Bustan, 2007).

2.1.5 Pencegahan DM

Kunci utama pencegahan DM terletak pada tiga titik yang saling berkaitan pengendalian berat badan, olahraga dan makanan sehat. Pencegahan DM meliputi : a. Pencegahan premodial kepada masyarakat yang sehat, untuk berperilaku positif

mendukung kesehatan umum dan upaya menghindarkan diri dari risiko DM, misalnya, berperilaku hidup sehat, tidak merokok, makanan bergizi dan seimbang, ataupun diet, membatasi diri terhadap makanan tertentu, kegiatan jasmani yang memadai.

b. Promosi kesehatan, ditujukan pada kelompok berisiko, untuk mengurangi atau menghilangkan risiko yang ada. Dapat dilakukan penyuluhan dan penambahan ilmu terhadap masyarakat.

c. Pencegahan khusus, ditujukan pada mereka yan mempunyai risiko tinggi untuk melakukan pemeriksaan atau upaya sehingga tidak menjadi DM. Upaya ini dapat berbentuk konsultasi gizi/diatetik.

d. Diagnosis awal, dapat dilakukan dengan penyaringan (screening), yakni pemeriksaan kadar gula darah kelompok risiko.

e. Pengobatan yang tepat, upaya pengobatan pada penderita DM agar tidak menjadi komplikasi.

f. Disability limitation; pembatasan kecacatan yang ditujukan pada upaya maksimal mengatasi dampak komplikasi DM sehingga tidak menjadi lebih berat.


(38)

g. Rehabilitasi, sosial maupun medis. Memperbaiki keadaan yang terjadi akibat komplikasi atau kecacatan yang terjadi karena DM. Upaya rehabilitasi fisik berkaitan dengan akibat lanjut DM yang telah menyebabkan adanya amputasi (Bustan, 2007).

2.2 Pola Makan untuk Penderita DM

Pola makan seseorang berkaitan erat dengan budaya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi bagaimana seseorang memilih makanannya. Faktor-faktor tersebut adalah kesenangan serta ketidaksenangan (food like and dislake), kebiasaan (food habit), daya beli serta ketersediaan makanan (purchasingpower and food availability), kepercayaan serta ketahyulan (food believe and food fadism), aktualisasi diri (self-actualization), faktor agama serta psikologis, dan pertimbangan gizi serta kesehatan.

Tujuan terapi nutrisi pada manajemen DM meliputi pengendalian gula darah pada tingkat mendekati normal, pemeliharaan tekanan darah dan kadar kolesterol yang sehat, dan pencapaian berat badan yang sehat. Pedoman saat ini dari American DM Association menganjurkan rencana makan dengan kalori terkontrol yang menggunakan daftar pergantian makanan agar asupan karbohidrat tetap stabil sepanjang hari dan dari hari demi hari. Sehingga perubahan pola makan sangat membantu untuk pasien dengan DM (Anonim, 2012)

Balagopal, dkk 2008, mengevaluasi intervensi gaya hidup terhadap 703 penduduk yang terdiri dari dewasa dan remaja usia 10-92 tahun di Desa Tamilnadu,


(39)

India. Intervensi tersebut bertujuan untuk mencegah atau mengurangi risiko perkembangan DM dan komplikasinya. Salah satu edukasi yang diberikan adalah tentang diet. Perbaikan obesitas dan pola makan merupakan salah satu hasil intervensi karena dari studi diketahui bahwa prevalensi DM dan praDM di desa tersebut mengalami peningkatan.

Penatalaksanaan gizi pada penderita DM yaitu : a. Nutrisi Preventif

Intervensi gizi yang bersifat preventif untuk mengurangi resiko terjadinya DM tipe 2 harus berfokus pada :

a.1 Pencegahan obesitas pada pasien-pasien berisiko DM

a.2 Asupan serat pangan 25 gram/1000 kalori, khususnya serat larut atau solubel dapat membantu mengendalikan kadar glukosa darah dan menambah rasa kenyang

a.3 Menghindari asupan kalori yang berlebihan

a.4 Olahraga raga teratur (3 kali seminggu atau lebih selama waktu >30 menit dengan intensitas 50-60% dari frekuensi jantung maksimal [120-usia]) ternyata dapat mencegah atau menunda onset DM pada mereka yang mempunyai predisposisi untuk terkena DM tipe 2

b. Nutrisi Kuratif

Intervensi diet untuk mengendalikan glukosa darah merupakan salah satu intervensi penting bagi pasien-pasien DM tipe 2. Terapi nutrisi mencakup :


(40)

b.1 Jadwal makan yang teratur; jumlah kalori dari makanan sesuai dengan kebutuhan; dan jenis makanan dengan indeks glikemik yang tinggi harus dibatasi b.2 Asupan kolesterol <300 mg/hari karena pasien DM tipe 2 menghadapi resiko

lebih tinggi untuk terkena penyakit kardiovaskuler. Pada pasien DM dengan dislipidemia, asupan kolesterol bahkan harus <200 mg perhari.

b.3 Asupan serat 25 gram/hari; meningkatkan konsumsi serat pangan yang larut maupun tak larut.

b.4 Menghindari suplemen niasin yang berlebihan karena dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Suplemen ini biasanya digunakan untuk mengendalikan kadar kolesterol darah.

b.5 Pengendalian berat badan b.6 Olehraga aerobik yang teratur b.7 Pemantauan kadar glukosa darah. c. Preskripsi Diet

c.1 Makan 3 kali makanan utama dan 2-3 kali camilan per hari dengan interval waktu sekitar 3 jam

c.2 Makan camilan yang rendah kalori dengan indeks glikemik yang rendah dan indeks kekenyangan yang tinggi, seperti kolang kaling, agar-agar, rumput laut, pisang rebus, kacang hijau serta kacang-kacangan lainnya, sayuran rendah kalori dan buah-buahan yang tidak manis (apel, belimbing, jambu) serta alpukat. Makan buah berserat, seperti apel dengan kulitnya, setiap hari merupakan kebiasaan ngemil yang baik.


(41)

c.3 Hindari kebiasaan minum sari buah secara berlebihan, khususnya pada pagi hari dan gantikan dengan minuman berserat dari kelompok sayuran yang rendah kalori seperti blender tomat, ketimun dan labu siam yang sudah direbus.

c.4 Sertakan rebusan buncis atau sayuran lain yang dapat membantu mengendalikan glukosa darah dalam menu sayuran sedikitnya dua kali sehari. Buncis, bawang dan beberapa sayuran lunak lainnya (pare, terong, gambas, labu siam) dianggap dapat membantu mengendalikan kadar glukosa darah karenakandungan seratnya. c.5 Biasakan sarapan dengan sereal serat tinggi, seperti kacang hijau, jagung rebus,

atau roti bekatul setiap hari.

c.6 Makanan pokok bisa bervariasi antara nasi (sebaiknya nasi beras merah/beras tumbuk), kentang, roti (sebaiknya roti bekatul) dan jagung. Jangan menggabungkan dua atau lebih makanan pokok seperti nasi dengan lauk mi goreng dan perkedel kentang (karena ketiganya memiliki indeks glikemik yang tinggi)

c.7 Hindari penambahan gula pasir pada minuman (kopi, teh) dan makanan sereal. c.8 Makanan camilan dan minuman bebas gula yang tersedia dipasar seperti cookies

diet, sirup diet, coke diet, dapat digunakan jika diinginkan tetapi jangan mengkonsumsinya secara berlebihan. Penyandang DM yang gemar memasak dapat membuat kue-kue basah seperti wafel yang terdiri dari tepung gangum utuh, havermout, putih telur, susu skim dan sedikit buah-buahan dengan aroma yang mengundang selera (misalnya pisang, stroberi, nanas).


(42)

c.9 Biasakan membuang lemak/gaji dari daging sebelum memasaknya. Kurangi konsumsi daging merah yang dapat diganti dengan daging putih seperti ayam atau ikan. Hindari kulit, kepala serta brutu ayam dan daging ikan yang berlemak karena kandungan kolesterol yang tinggi dalam bahan makanan hewani. Daging ikan yang berwarna gelap lebih banyak mengndung lemak dibandingkan dengan daging ikan yang putih.

c.10 Gunakan minyak goreng dalam jumlah terbatas (kurang lebih setengah sendok makan untuk sekali makan). Biasakan memasak dengan cara menumis, merebus, memepes, memanggang, serta menanak, dan hindari kebiasaan menggoreng makanan dengan banyak minyak.

c.11 Biasakan makan makanan vegetarian pada waktu santap malam

c.12 Dalam membuat menu yang menggunakan telur, setiap merah telur dapat diganti dengan dua buah putih telur, santan dapat diganti dengan susu skim, dan minyak dapat diganti dengan saus apel. Untuk menu yang menggunakan kecap diet dalam jumlah terbatas.

c.13 Biasakan berjalan sedikitnya 3 kali dalam seminggu selama >30 menit (Hartono A, 2006).

Menurut Waspadji (2007) mengutip pendapat Joslin dari Medical Centre Institute, dalam penatalaksanaan DM ada 3 (tiga) J yang harus diketahui dan dilaksanakan oleh penderita DM, yaitu jumlah makanan, jenis makanan, dan jadwal makan. Berikut ini uraian mengenai ketiga hal tersebut.


(43)

1. Jumlah Makanan

Jumlah makanan yang diberikan disesuaikan dengan status gizi penderita DM, bukan berdasarkan tinggi rendahnya gula darah. Jumlah kalori yang disarankan berkisar 1100-2900 Kkal. Sebelum menghitung berapa kalori yang dibutuhkan seorang pasien DM terlebih dahulu harus diketahui berapa berat badan ideal (idaman) seseorang. Yang paling mudah adalah dengan rumus Brocca : Berat Badan Idaman : 90% x (tinggi badan dalam cm - 100) x 1 kg.

Tabel 2.1 Tingkat Kegiatan Sehari-hari untuk Perhitungan Kalori

Ringan Sedang Berat

Mengendarai mobil Kerja rumah tangga Aerobik

Memancing Bersepeda Bersepeda

Kerja laboratorium Bowling Memanjat Kerja sekretaris Jalan cepat Menari

Mengajar Berkebun Lari

Sumber : Waspadji, 2007

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan seorang pasien DM :

a. Menghitung kebutuhan basal dahulu dengan cara mengalikan berat badan idaman dengan sejumlah kalori :

1) Berat badan idaman dalam kg x 30 Kkal untuk laki-laki 2) Berat badan idaman dalam kg x 25 Kkal untuk perempuan

Kemudian ditambahkan dengan jumlah kalori yang diperlukan untuk kegiatan sehari-hari (lihat tabel 2.1). Tampak pada tabel itu ada tiga jenis kegiatan, dari yang ringan sampai yang berat


(44)

1) Kerja ringan : tambah 10% dari kalori basal 2) Kerja sedang : tmbah 20% dari kalori basal 3) Kerja berat : tambah 40-100% dri kalori basal 4) Tambah kalori sekitar 20-30% pada keadaan sbb :

- Pasien kurus

- Pasien masih tumbuh kembang

- Ada stres misalnya infeksi, hamil atau menyusui

5) Kurangi kalori bila gemuk sekitar 20-30% tergantung tingkat kegemukannya b. Cara lain tertera pada tabel 2.2 yang tampaknya lebih mudah. Tampak pada tabel

itu bahwa seseorang dengan berat badan normal yang bekerja santai memerlukan 30 Kkal/kg BB idaman. Bagi orang yang kurus dan bekerja berat memerlukan 40-50 Kkal/kg BB idaman. Dengan cara ini tidak perlu ditambah-tambahkan lagi c. Untuk gampangnya, secara kasar dapat dibuat suatu pegangan sbb :

- Pasien kurus : 2300-2500 Kkal - Pasien berat normal : 1700-2100 Kkal - Pasien gemuk : 1300-1500 Kkal

Tabel 2.2 Kebutuhan Kalori pada Pasien DM

Dewasa Kkal/kg BB Kerja

Santai Kerja Sedang Kerja Berat

Gemuk 20-25 30 35

Normal 30 35 40

Kurus 35 40 40-50


(45)

Diit tepat jumlah kalori memiliki peranan yang lebih signifikan terhadap kadar gula darah karena metabolisme gula darah didalam tubuh tidak akan berjalan baik jika gula atau kalori yang dikonsumsi terlalu besar dan terus menerus. Pada penderita DM tipe 2 sebaiknya mengikuti diit sesuai dengan jumlah kalori yang dikonsumsi dalam satu hari sesuai dengan aktivitas dan kebutuhan metabolisme tubuh (Juwi P dan Suprihatin, 2012).

Perkumpulan Endrikonologi Indonesia (PERKENI) telah menetapkan standar jumlah gizi pada diet DM, dimana telah ditetapkan proporsi yang ideal untuk zat makanan seperti karbohidrat, protein, lemak, kolesterol, serat, garam dan pemanis dalam satu porsi makanan utama. Pengaturan jumlah makanan yng harus dikonsumsi oleh penderita DM adalah sebagai berikut :

a. Karbohidrat

Sampai saat ini sebagian orang berpendapat bahwa pasien DM harus mengonsumsi makanan rendah krobohidrat. Namun belakangan banyak dilakukan penelitian dan ditemukan bahwa justru diet tinggi karbohidrat dan rendah lemak lebih unggul daripada diet rendah karbohidrat. Tetapi harus diingat, walaupun pasien dianjurkan diet tinggi karbohidrat, pasien tersebut harus menghindari karbohidrat yang mudah diserap tubuh seperti sirup, gula, sari buah dan makanan lain yang manis atau mengandung gula. Selain itu penderita DM harus mengetahui bahwa jumlah karbohidrat dalam makanan untuk setiap kali makan harus diatur sedemikan rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan hidrat arang sepanjang hari.


(46)

b. Protein

Protein merupakan bahan dasar untuk zat pembangun, pertumbuhan, hormon dan antibodi. Pada penderita DM kebutuhan protein akan meningkat akibat digunakannya protein sebagai energi sedangkan karbohidrat sendiri tidak dapat diserap oleh tubuh sehingga penderita merasa lemas. Berdasarkan hal terebut maka seorang penderita DM memerlukan protein sebanyak 10-15% untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya.

c. Lemak

Pada penderita DM penggunaan lemak dibatasi, terutama lemak jenuh yang secara tidak langsung dengan mekanisme tertentu dapat mempengaruhi kenaikan kadar gula darah. Makanan yang mengandung lemak jenuh antara lain minyak kelapa, margarin, santan, keju, dan lemak hewan. Sedangkan lemak tidak jenuh efeknya jauh lebih kecil terhadap kadar gula darah daripada lemak jenuh.

d. Kolesterol

Kadar kolesterol yang tinggi dalam tubuh dapat menimbulkan hiperkolesterolemia yang berkaiatan dengan terjadinya aterosklerosis. Pada penderita DM, kadar kolesterol yang tinggi dapat memperberat penyakitnya. Oleh karena itu konsumsi yang berkolesterol harus dibatasi, dengan perkiraan jumlah dibutuhkan <300 mg per hari.

Mengonsumsi makanan yang mengandung kolesterol akan berpengaruh terhadap terjadinya komplikasi Yanti, dkk meneliti tentang kadar kolesterol terhadap terjadinya komplikasi pada penderita DM tipe 2 menunjukkan bahwa


(47)

1) Kadar kolesterol HDL ≤ 45 mg/dl, merupakan faktor risiko terjadinya PJK pada penderita DM tipe 2

2) Penderita DM tipe 2 dengan kadar kolesterol total yang tidak terkontrol secara baik mempunyai risiko terjadi PJK sebesar 2,313 kali lebih besar. 3) Penderita DM tipe 2 dengan kadar trigliserida yang tidak terkontrol secara

baik mempunyai risiko terjadi PJK sebesar 6,765 kali lebih besar.

4) Kadar kolesterol LDL tidak terkontrol secara baik menunjukkan ada hubungan yang bermakna dengan kejadian PJK pada DM tipe 2 sebesar 2,530 kali dibandingkan dengan penderita DM tipe 2 dengan kadar kolesterol terkontrol baik

5) Kadar kolesterol HDL tidak terkontrol menunjukkan ada hubungan dengan kejadian PJK pada DM tipe 2 (P=0,0001) sebesar 9,877 kali daripada penderita DM tipe 2 dengan kadar kolesterol HDL yang terkontrol baik. Hastuti, (2008) meneliti faktor-faktor risiko ulkus diabetika pada penderita DM (studi kasus di RSU dr.Moewardi Surakarta) dengan hasil penelitian bahwa tidak patuh diet DM (kurang atau lebih 30 % dari diet DM) sehingga kadar glukosa darah tidak terkontrol mempunyai risiko terjadi ulkus diabetika sebesar 6,2 kali dibandingkan dengan yang patuh diet.

e. Serat

Serat yang dikonsumsi sebanyak 25 gram per hari akan mempercepat pergerakan makanan disaluran pencernaan dan membentuk massa sehingga absorbsi glukosa dan lemak diusus akan berkurang.


(48)

Diet kaya serat cenderung menghasilkan tingkat gula darah yang lebih rendah setelah makan, dibandingkan dengan diet miskin-serat, dan diet tinggi serat telah terbukti memperbaiki pengendalian gula darah dan kolesterol pada individu dengan DM tipe 2 (Anonim, 2012).

f. Garam

Penggunaan garam yang tinggi dalam makanan dapat meningkatkan kerja jantung. Oleh karena itu pada penderita DM dengan hipertensi pemakaian garam dibatasi.

g. Pemanis

Selama ini pemanis yang ada dipasaran adalah sukrosa, fruktosa, sorbitol, manitol, xylol, sakkarin, siklamat dan aspartam. Pemanis yang mengandung kalori adalah sukrosa dan fruktosa. Berikut ini tabel perbandingan jumlah total zat makanan yang terdapat dalam satu porsi makanan utama penderita DM.

Tabel 2.3 Jumlah Total Zat Makanan yang Dikonsumsi

Jenis Zat Makanan Jumlah

Karbohidrat 60-70%

Protein 10-15%

Lemak 20-25%

Kolesterol <300 mg/hari

Serat 25 g/hari

Garam Dibatasi terutama bila ada hipertensi


(49)

2. Jenis Makanan

Penderita DM harus mengetahui dan memahami jenis makanan apa yang boleh dimakan secara bebas, makanan yang mana harus dibatasi dan makanan apa yang harus dibatasi secara ketat. Makanan yang mengandung karbohidrat mudah diserap seperti sirup, gula, sari buah harus dihindari. Sayuran dengan kandungan karbohidrat tinggi seperti buncis, kacang panjang, wortel, kacang kapri, daun singkong, bit, dan bayam harus dibatasi. Buah-buahan berkalori tinggi seperti pisang, pepaya, mangga, sawo, rambutan, apel, duku, durian, jeruk dan nanas juga dibatasi. Sayuran yang boleh dikonsumsi adalah sayuran dengan kandungan kalori rendah seperti oyong, ketimun, kol, labu air, labu siam, lobak, sawi, rebung, selada, toge, terong dan tomat (Waspadji, 2007).

Cukup banyak pasien DM mengeluh karena makanan yang tercantum dalam daftar menu diet kurang bervariasi sehingga sering terasa membosankan. Untuk itu agar ada variasi dan tidak menimbulkan kebosanan dapat diganti dengan makanan penukar lain. Perlu diingat dalam penggunaan makanan penukar, kandungan zat gizinya harus sama dengan makanan yang digantikannya (Suyono, 1996). Contoh-contoh bahan makanan penukar adalah sebagai berikut :

a. Golongan I : Sumber Karbohidrat

Sumber bahan makanan penukar karbohidrat mempunyai takaran 1 satuan penukar = 15 kal, 4 gr protein, 40 gr karbohidrat.


(50)

Tabel 2.4 Bahan Makanan Penukar Karbohidrat

Bahan Makanan URT Berat (gr)

Bihun ½ gelas 50

Havermount 6 sendok makan 50

Kentang 2 biji sedang 200

Krekers 5 buah besar 50

Mi kering ½ bugkus 50

Nasi ¾ gelas 100

Roti putih 2 potong sedang 80

Sumber : Suyono, 1996

b. Golongan II : Sumber Protein Hewani

Sumber protein hewani ini dapat diperoleh dari bahan makanan yang lazim dikonsumsi sehari-hari dengan takaran 1 satuan penukar = 95 kal, 10 gr protein, 6 gr lemak. Adapun jenis makanan penukar protein hewani dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.5 Bahan Makanan Penukar Protein Hewani

Bahan Makanan URT Berat (gr)

Ayam 1 potong sedang 50

Daging sapi 1 potong sedang 50

Hati sapi 1 potong sedang 50

Ikan segar 1 potong sedang 50

Ikan asin 1 potong sedang/1 ekor 25

Telur ayam 1 butir 50

Telur bebek 1 butir 60

Udang segar ¼ gelas 50

Keju 1 potong kecil 30


(51)

c. Golongan III : Sumber Protein Nabati

Sumber protein nabati mempunyai takaran 1 satuan penukar = 80 kal, 6 gr protein, 3 gr lemak, 8 gr karbohidrat. Jenis bahan makanan penukar protein hewani dapat dilihat pada tabel 2.6

Tabel 2.6 Bahan Makanan Penukar Protein Nabati

Bahan Makanan URT Berat (gr)

Kacang hijau 2 sendok makan 20

Kacang merah segar 2 ½ sendok makan 25

Kacang tanah 2 sendok makan 20

Keju kacang tanah 2 sendok makan 20

Tahu 1 biji besar 100

Tempe 2 potong sedang 50

Susu kedelai 1 gelas 100

Sumber : Suyono, 1996

Pola makan nabati yang rendah lemak, dapat lebih efektif menurunkan berat badan, pengendalian gula darah, dan pengurangan faktor risiko kardiovaskular, terutama kolesterol darah. Diet seperti ini juga dapat lebih mudah bagi pasien untuk mengikutinya. Pola makan nabati yang rendah lemak, bekerja dalam beberapa cara. Pertama, karena diet tersebut rendah lemak, pola makan ini cenderung rendah kalori. Dan karena pola makan ini tinggi serat, maka mengenyangkan (Anonim, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawaty, dkk (2009) terdapat pengaruh frekuensi konsumsi tinggi protein terhadap kejadian hiperglikemia. Nilai OR didapatkan 0,440, yang berarti pada subjek dengan konsumsi tinggi protein mempunyai risiko 0,44 kali terhadap kejadian hiperglikemi dibandingkan subjek dengan konsumsi rendah protein.


(52)

d. Golongan IV : Sayuran

Jenis sayuran yang dapat dijadikan bahan penukar adalah sayuran A dan sayuran B bebas dimakan, seperti pada tabel 2.7

Tebel 2.7 Jenis Sayuran

Sayuran A Sayuran B

Kangkung Bayam

Tomat Buncis

Toge Daun singkong

Jamur segar Jagung muda

Ketimun Labu siam

Kol Nangka muda

Rebung Jagung putren

Sawi Kacang panjang

Oyong

Sumber : Suyono, 1996 e. Golongan V : Buah

Sumber bahan makanan bersumber dari buah-buahan mempunyai takaran 1 satuan penukar = 40 Kal, 40 gr karbohidrat, seperti pada tabel 2.8.

Tabel 2.8 Bahan Makanan Penukar Buah

Bahan Makanan URT Berat (gr)

Pisang 1 buah 50

Pepaya 1 potong 100

Apel ½ buah 75

Jeruk 2 buah 100

Duku 15 buah 75

Sumber : Suyono, 1996

Makanan rendah indeks glikemik cenderung memiliki lebih sedikit efek pada gula darah. Ini termasuk kacang-kacangan, ubi jalar, oatmeal, sereal kulit padi, dan


(53)

sebagian besar sayuran dan buah-buahan. Memilih makanan rendah indeks glisemik dapat membantu pengendalian glukosa darah dan juga dapat mengurangi trigliserida (lemak darah) (Anonim, 2012).

f. Bahan Makanan Golongan Susu

Sumber bahan makanan golongan susu mempunyai takaran 1 satuan penukar = 130 Kal, 7 gr protein, 7 gr lemak, 9 gr karbohidrat, seperti tabel 2.9

Tabel 2.9 Bahan Makanan Penukar Susu

Bahan Makanan URT Berat (gr)

Susu sapi 1 gelas 200

Tepung whole 5 sendok makan 25

Yogurt 1 gelas 200

Sumber : Suyono, 1996

g. Golongan VII : Minyak

Bahan makanan penukar minyak mempunyai takaran 1 satuan penukar = 45 Kal, 5 gr lemak, seperti pada tabel 2.10

Tabel 2.10 Bahan Makanan Penukar Minyak

Bahan Makanan URT Berat (gr)

Minyak kelapa ½ sendok makan 5

Margarin ½ sendok makan 5

Minyak kacang/kedelai/jagung ½ sendok makan 5

Kelapa parut 5 sendok makan 30

Santan ½ sendok makan 50


(54)

3. Jadwal Makan

Penderita DM harus membiasakan diri untuk makan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Penderita DM makan sesuai jadwal yaitu 3 kali makan utama, 3 kali makan selingan dengan interval waktu 3 jam. Ini dimaksudkan agar terjadi perubahan pada kandungan glukosa darah penderita DM, sehingga diharapkan dengan perbandingan jumlah makanan dan jadwal yang tepat maka kadar glukosa darah akan tetap stabil dan penderita DM tidak merasa lemas akibat kekurangan zat gizi. Jadwal makan standar yang digunakan oleh penderita DM disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 2.11 Jadwal Makan Penderita DM

Waktu Jadwal Total Kalori

Pukul 07.00 Makan Pagi 20%

Pukul 10.00 Selingan 10%

Pukul 13.00 Makan Siang 30%

Pukul 16.00 Selingan 10%

Pukul 19.00 Makan Malam 20%

Pukul 21.00 Selingan 10%

2.3 Kepatuhan Minum Obat

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kepatuhan adalah sejauh mana perilaku seseorang minum obat, mengikuti diet, dan / atau melaksanakan perubahan gaya hidup yang disepakati dari penyedia perawatan kesehatan. Namun, ketidakpatuhan pengobatan sangat umum di antara pasien dengan DM tipe 2 yang menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas dengan biaya langsung dan tidak langsung yang cukup besar untuk sistem kesehatan (Tiv M, dkk, 2012).


(55)

2.3.1 Tingkat Kepatuhan untuk DM tipe 2

Variabel yang telah dianggap berhubungan dengan kepatuhan pada DM dapat akan dibagi dalam empat kelompok :

a. Pengobatan dan karakteristik penyakit.

Tiga unsur pengobatan dari penyakit telah dikaitkan dengan kepatuhan: Kompleksitas pengobatan, durasi penyakit dan pemberian perawatan. Secara umum, semakin kompleks rejimen pengobatan, semakin kecil kemungkinan pasien akan mengikutinya. Indikator kompleksitas pengobatan termasuk frekuensi perilaku perawatan diri yaitu jumlah kali per hari perilaku perlu dilakukan oleh pasien. Kepatuhan terhadap hipoglikemik oral agen telah dikaitkan dengan frekuensi tingkat kepatuhan dosis. Pasien diresepkan obat tunggal mempunyai tingkat kepatuhan yang lebih baik dibandingkan pasien diresepkan dua atau lebih obat.

Durasi penyakit tampaknya memiliki hubungan negatif dengan kepatuhan: semakin lama pasien menderita DM, semakin kecil kemungkinan untuk menjadi patuh terhadap penatalaksaan DM. Pasien yang telah menderita DM selama 10 tahun atau kurang dilaporkan lebih besar pengeluaran energi dalam kegiatan fisik, rekreasi, dan olahraga pada hari-hari per minggu, dibandingkan dengan menderita DM lebih dari 10 tahun dan makan makanan pantangan, yaitu mengonsumsi lemak jenuh lebih besar dan kurang mengikuti diet yang telah disusun. Durasi penyakit juga dikaitkan dengan kepatuhan terhadap pemberian insulin.


(56)

b. Faktor Intra-personal.

Tujuh variabel penting telah dikaitkan dengan kepatuhan: usia, jenis kelamin, harga diri, self-efficacy, stres, depresi dan penyalahgunaan alkohol. Umur juga telah dikaitkan dengan kepatuhan terhadap pemberian insulin. Dalam sebuah penelitian yang menilai kepatuhan terhadap pemantauan glukosa darah, dewasa muda melaporkan pemantauan konsentrasi glukosa darah mereka lebih sering daripada yang lebih tua. Orang dewasa muda juga bisa berlatih lebih baik untuk perewatan diri daripada orang dewasa tua.

Jenis kelamin laki-laki juga telah dikaitkan dengan kepatuhan. Pasien laki-laki dengan DM ditemukan menjadi lebih aktif secara fisik daripada wanita, tetapi mereka mengkonsumsi lebih banyak kalori.

Harga diri telah dikaitkan dengan kepatuhan terhadap manajemen diri pada pasien dengan DM. Harga diri tinggi berhubungan dengan tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap penyesuaian dosis insulin. Harga diri rendah pada dewasa dengan DM dikaitkan dengan kurang sering kontrol glukosa darah.

Self-efficacy telah dipelajari dalam kaitannya dengan kepatuhan terhadap pengobatan yang diresepkan untuk DM, self-efficacy adalah prediktor kepatuhan terhadap perilaku perawatan DM

Stres dan masalah emosional juga berkorelasi dengan kepatuhan. Stres ringan dikaitkan dengan tingkat yang lebih tinggi terhadap kepatuhan pemberian insulin dan diet pada wanita dengan DM. Dalam sebuah penelitian yang menggunakan skala stres pasien DM pada sampel gabungan orang dewasa dengan DM tipe 2 dan tipe 1, stres


(57)

ditemukan secara signifikan terkait dengan diet (jumlah dan jenis diet) ditandai dengan kontrol metabolik yang buruk . Pasien yang memiliki rasa takut terhadap suntikan insulin atau monitor glukosa darah memiliki tingkat kepatuhan yang rendah.

Depresi. Insiden depresi telah diamati dua kali lebih tinggi di antara orang-orang dengan DM dibandingkan pada populasi umum. Pasien dengan depresi lebih mungkin untuk mengalami komplikasi DM, memiliki kontrol glikemik buruk, dan kurang patuh terhadap perilaku perawatan diri dibandingkan pasien yang tidak depresi. Depresi juga berkaitan dengan biaya yang lebih tinggi dari perawatan medis pada pasien dengan DM.

Penyalahgunaan alkohol. Pola penggunaan alkohol telah terkait dengan kualitas manajemen diri pada DM Johnson, Bazargan & Bing yng dikutip oleh Tiv, dkk (2012), mempelajari 392 pasien dengan DM tipe 2 dari kelompok etnis minoritas di Los Angeles, dan menemukan bahwa konsumsi alkohol dalam 30 hari sebelumnya dikaitkan dengan ketidakpatuhan terhadap diet, monitor glukosa darah, obat-obatan oral.

c. Faktor Inter-personal.

Dua faktor penting antar-pribadi yang berhubungan dengan kepatuhan adalah kualitas hubungan antara pasien dan penyedia perawatan, dan dukungan sosial. Komunikasi yang baik antara pasien dan penyedia perawatan berkaitan dengan peningkatan kepatuhan. Komunikasi yang baik dengan penyedia layanan di antara pasien dengan DM tipe 2 berpengaruh secara singnifikan terhadap kepatuhan minum obat hipoglikemik oral dan pemantauan glukosa. Dukungan sosial seperti


(58)

keterlibatan orang tua dikaitkan dengan kepatuhan terhadap pemberian insulin dan pemantauan glukosa darah.

d. Faktor-faktor lingkungan.

Dua faktor lingkungan telah dikaitkan dengan ketidakpatuhan pada pasien dengan DM yaitu situasi berisiko tinggi dan lingkungan. Perilaku perawatan diri terjadi dalam situasi lingkungan yang terus berubah di rumah, di tempat kerja, di depan umum, dll, yang berhubungan dengan tuntutan dan prioritas yang berbeda. Keadaan yang berubah, pasien ditantang untuk menyesuaikan dan memeliharan perilaku perawatan diri mereka. Pasien memilih antara memberikan perhatian pada manajemen DM atau beberapa prioritas kehidupan lainnya. Situasi terkait dengan ketidakpatuhan tersebut disebut situasi "berisiko tinggi"

Dua belas kategori situasi makanan berisiko tinggi pada orang dewasa dengan DM tipe 1 dan tipe 2: ini termasuk menolak godaan, makan di luar, tekanan waktu, prioritas yang bersaing dan studi , faktor sosial juga menunjukkan bahwa hambatan lingkungan merupakan prediksi kepatuhan terhadap berbagai aspek perawatan DM.

Banyak faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku orang. Sistem ini meliputi lingkungan ekonomi, pertanian, politik, perawatan kesehatan, geografis, sistem ekologi dan budaya . Perubahan lingkungan skala besar yang terjadi pada abad kedua puluh menciptakan epidemi obesitas dan DM tipe 2. Perubahan ini termasuk peningkatan ketersediaan makanan cepat, murah, tinggi lemak, garam dan kalori, dan mekanisasi sistem transportasi. Perubahan dalam sistem ekonomi dan politik telah memungkinkan perempuan untuk masuk ke dunia kerja, tetapi perubahan yang sama


(59)

telah mengubah komposisi keluarga dan cara di mana keluarga berurusan dengan pilihan dan persiapan makanan.

Lingkungan saat ini dikatakan "beracun" untuk gaya hidup sehat. Kejadian obesitas dan DM meningkat pesat di negara berkembang dan kemungkinan akan terkait dengan urbanisasi, transportasi dan perubahan luas dalam penyediaan makanan. Faktor yang sama mendorong gaya hidup menetap dan konsumsi makanan berlebihan, dan mengarah pada obesitas dan DM, mungkin juga membuat sulit bagi orang-orang yang menderita DM untuk mematuhi praktek yang baik.

Edukasi dan informasi yang tepat dapat meningkatkan kepatuhan penderita dalam menjalani program pengobatan yang komprehensif, sehingga pengendalian kadar glukosa darah dapat tercapai. Ada beberapa parameter laboratorium yang dapat dilakukan untuk menilai tingkat kepatuhan berobat penderita DM, salah satunya adalah hemoglobin A1c (HbA1c ), yaitu glukosa yang terikat pada N- terminal valin hemoglobin rantai ß, yang terjadi melalui reaksi non enzymatik (Soegondo S, 2004)

Hemoglobin pada manusia terdiri dari HbA1, HbA2, HbF (fetus) Hemoglobin A (HbA) terdiri atas 91 sampai 95 % dari jumlah hemoglobin total. Molekul glukosa berikatan dengan HbA1 yang merupakan bagian dari hemoglobin A. Proses pengikatan ini disebut glikosilasi atau hemoglobin terglikosilasi atau hemoglobin A. Dalam proses ini terdapat ikatan antara glukosa dan hemoglobin.

Hasil pemeriksaan hemoglobin A1c merupakan pemeriksaan tunggal yang sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan berguna pada semua tipe penyandang DM (Soewondo P, 2004). HbA1c yang terukur sekarang atau


(60)

“sewaktu” mencerminkan kadar glukosa pada waktu 3 bulan yang lampau (sesuai

dengan umur sel darah merah manusia kira-kira 100-120 hari), sehingga hal ini dapat memberikan informasi seberapa tinggi kadar glukosa pada waktu 3 bulan yang lalu. Dengan melakukan pemeriksaan ini kita juga dapat mengetahui seberapa besar kepatuhan dalam berobat pada penderita DM.

Semakin tinggi HbA1c menunjukkan semakin buruk kepatuhan seorang penderita dalam berobat. Peningkatan kadar HbA1c >8% mengindikasikan DM yang tidak terkendali dan beresiko tinggi untuk menjadikan komplikasi jangka panjang seperti nefropati, retinopati, atau kardiopati (Soewondo P, 2004)

Hasil dari Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) menunjukkan bahwa pengendalian DM yang baik dapat mengurangi komplikasi kronik DM antara 20-30%, bahkan hasil dari United Kingdom Proporsive Diabetes Study (UKPDS) menunjukkan setiap penurunan 1% dari HbA1c akan menurunkan komplikasi sebesar 35%.

Wiyono (2004) menyatakan bahwa pengendalian glukosa darah penting mengingat peranan hiperglikemia terhadap terjadinya komplikasi kronis dengan pengukuran HbA1c yaitu pengukuran hemoglobin terglikosilasi dalam eritrosit karena HbA1c terkandung dalam eritrosit yang hidup sekitar 100-120 hari, maka HbA1c mencerminkan pengendalian metabolisme glukosa selama 3-4 bulan. Hal ini lebih menguntungkan secara klinis karena memberikan informasi yang lebih jelas tentang keadaan penderita dan seberapa efektif terapi diabetik yang diberikan. Target penurunan HbA1c antara 6,5 – 7,0 %. Hal ini juga dilakukan oleh Nanri A, dkk


(61)

(2008) meneliti pola makan dan kadar A1c di Fukuoka, Jepang. Pola makan subjek diperoleh melalui analisis komponen utama terhadap konsumsi 49 jenis makanan yang diketahui dari kuesioner frekuensi makanan hal ini untuk menilai odds ratio

(OR) peningkatan kadar A1c (≥5,5%) yang spesifik terhadap jenis kelamin. Pola makan seperti negara Barat, dimana seafood memiliki hubungan positif dengan kadar A1c hanya pada pria (p=0,01).

2.4 Epidemiologi DM 2.4.1 Distribusi DM a) Orang (Person)

Berdasarkan proses timbulnya penyakit DM dapat disimpulkan bahwa orang yang berisiko mengalami DM adalah mereka yang memiliki riwayat DM dari keluarga. Pasien DM tipe 2 umumnya dewasa usia 40-an dan mengalami kegemukan (obesitas) dan kurang aktif secara fisik.

Prevalensi dan insiden DM tipe 2 berfariasi antara jenis kelamin dari satu populasi, namun perbedaan ini relatif kecil dan tampaknya dijelaskan oleh perbedaan dalam faktor-faktor risiko lain seperti obesitas dan aktivitas fisik. Prevalensi DM tipe 2 meningkat dengan usia meskipun pola kejadian sangat bervariasi. Prevalensi dapat meningkatkan nyata pada usia dewasa muda (20-35 tahun), sedangkan di kejadian lain peningkatan prevalensi terutama pada orang tua (misalnya 55-74 tahun usia). Penurunan prevalensi terlihat dalam kelompok usia tertua (misalnya 75 tahun) karena lebih tinggi tingkat kematian karena penyakit. DM tipe 2 dalam masyarakat yang


(1)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Perkiraan risiko untuk kejadian hiperglikemik pada penderita DM tipe 2 di RSU Herna dan RSU Pusat H Adam Malik Medan 2,81 kali lebih besar dengan asupan kalori yang tidak sesuai.

2. Perkiraan risiko untuk kejadian hiperglikemik pada penderita DM tipe 2 di RSU Herna dan RSU Pusat H Adam Malik Medan 3,69 kali lebih besar dengan jenis makanan yang tidak sesuai.

3. Perkiraan risiko untuk kejadian hiperglikemik pada penderita DM tipe 2 di RSU Herna dan RSU Pusat H Adam Malik Medan 3,17 kali lebih besar yang tidak patuh minum obat.

4. Kejadian hiperglikemik pada penderita DM tipe 2 di RSU Herna dan RSU Pusat H. Adam Malik sebesar 95% yang diakibatkan oleh pola makan terutama jumlah kalori dan jenis makanan yang tidak sesuai serta tidak patuh minum obat.

6.2. Saran

1. Disarankan kepada institusi RSU Herna dan RSUP H Adam Malik Medan meningkatkan strategi promosi dalam bentuk leflet, brosur, poster tentang


(2)

asupan kalori dan kepatuhan minum obat pada penderita DM tipe 2 sehingga insiden hiperglikemik pada penderita DM tipe 2 dapat diturunkan.

2. Kepada dokter dan petugas medis lain (ahli gizi) agar dapat meningkatkan komunikasi melalui konseling kepada penderita DM tipe 2 tentang pentingnya kepatuhan pasien dalam hal mengikuti standar asupan kalori, jenis makanan yang digunakan, dan kepatuhan minum obat, sehingga insiden hiperglikemik pada penderita DM tipe 2 dapat diturunkan

3. Disarankan untuk penyediaan klinik konseling gizi untuk penderita yang memerlukan informasi tentang gizi khususnya pada penderita DM tipe 2


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. Diabetes Mellitus. http://www.nutritionmd.org/health_care_ providers/endocrinology/diabetes.html, diakses tanggal 22 januari 2013

Balagopal P, dkk, 2008. A Community-Based Diabetes Prevention and Management Education Program in a Rural Village in India, Diabetes Care, http://www.perkeni.org/?page=buletin.detail&id=134, diakses tanggal 21 Januari 2013

Baradero. M, dkk., 2009. Klien Gangguan Endokrin, Cetakan I, EGC, Jakarta.

Barcelo, A, dkk. 2003. The Cost Of Diabetes in Latin America and The Caribiean. Janeva.WHO

Bazzanao, LA. 2004. Diatary Intake Of Fruit and vegetables Risk of Diabetes Melitus. Janeva, WHO.

Buschman, H. 2013. Type 2 Diabetes: A Celluler Metabolism Problem, USA, U.S. National Institutes of Health

Bustan. M N, 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Cetakan Kedua, Jakarta. Rineka Cipta.

Crandall, J. Schade. Yong Ma. Wilfred . 2006. The Influence of Age on the Effects of Lifestyle Modification and Metformin in Prevention of Diabetes. NIH Public Access

Departemen Kesehatan RI. 2003. Peran Diit Dalam Penanggulangan Diabetes. Jakarta Ditjen Bina Kesehaatan Masyarakat

Depkes RI, 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia, Jakarta. Dinkes Kota Medan, 2009. Profil Kota Medan Tahun 2008, Medan.

Dobins, RL. Szczepaniak, LS. Myhill, J. Tamura, Y. Uchino, H. Giacca, A, McGary, JD. 2002. The Composition of Dietry Fat Directly Influences Glucose-Stimulated Insulin Secretion in Rats. Diabetes

Frank. Hu, B. Joane, E. Manson, E. 2001. Diet, Lifestyle, and the Risk of Type 2 Diabetes Melitus in Women, The New England Journal of Medicine


(4)

Giugliano, D. Ceriello, A. Esposito, K. 2013. Glucose metabolism andhyperglycemia. The American Journal and Clinical Research.

Guitierrez, M. Akhavan, M. Jovanovic L, Peterson, CM. 1998. Carbohydrate Diet and Type 2 Diabetic Patients. Pubmed

Guyton, Arthur C, 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta, EGC.

Kementrian Kesehatan RI, 2012. Buletin Jendela data Informasi Kesehatan Penyakit Tidak Menular, Jakarta.

Hartono A, 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit, Edisi 2, Jakarta, EGC.

Hastuti RT, 2008. Faktor-faktor Risiko Ulkus Diabetika pada Penderita Diabetes Mellitus Studi Kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Naskah Publikasi Tesis Epidemiologi, Universitas Diponegoro, Semarang.

James W, dkk, 2004. Carbohydrate and Fiber Recommendations for Individuals with Diabetes: A Quantitative Assessment and Meta-Analysis of the Evidence Journal of the American College of Nutrition, Vol. 23, No. 1, 5–17 Published by the American College of Nutrition

Juleka, 2005. Hubungan Pola Makan dengan Pengendalian Kadar Glukosa Darah Pengidap Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSU Gunung Jati Cirebon, Naskah Publikasi Tesis Minat Gizi dan kesehatan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Juwi P, Suprihatin 2012. Pola Diit Tepat Jumlah, Jadwal, dan Jenis terhadap Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe II, Jurnal STIKES Volume 5, No.1. Murti, B. 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi: Edisi Kedua. Yogyakarta.

Gajah Mada University Press

Muwarni A, 2009. Perawatan Pasien Penyakit Dalam, Jogjakarta, Mitra Cendikia. Nanri A, dkk, 2008. Pola Makan dan Kadara A1c pada Pria dan Wanita di Jepang,

http://www.perkeni.org/?page=buletin.detail&id=134, diakses tanggal 21 Januari 2013

Noor 2013, Warga Medan Rentan Diabetes, http://medan.tribunnews.com /2013/01/31/warga-medan-rentan-diabetes, diakses tanggal 23 Februari 2013.


(5)

Parillo M and Riccardi G, 2004. Diet Composition and the Risk of Type 2 Diabetes: Epidemiological and Clinical Evidence, British Journal of Nutrition, Italy Perkeni, 2011. Pedis Meeting RSCM, Secara Holistik Tangani Kaki Diabetes,

http://www.perkeni.org/?page=buletin.detail&id=134, diakses tanggal 21 januari 2013

Rahmawati, dkk 2009. Pengaruh Status Gizi terhadap Hejadian Hiperglikemia pada Pegawai Negeri Sipil: studi kasus di kota depok tahun 2009, Universitas Indonesia, Jakarta.

Sambo B H, 2012. Diabetes Melitus Kontrol, http://www.afro.who.int/ en/clusters-a- programmes/dpc/non-communicable-diseases-managementndm/programme-components/diabetes-mellitus.html, diakses tanggal 28 Februari 2013.

Sastroasmoro S, 2011. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi ke-4, Jakarta, Sagung Seto.

Soegondono. P Soewondo, 2004. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional RSCM, Jakarta.

Steyn, dkk. Diet, Nutrition and The Prevention of Type 2 Diabetes, Public Health Nutrition.

Suyono, S. Pengaturan Makan dan Pengendalian Glukosa Garah. Cetakan 2, Pusat Diabetes & Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo-FKUI, Jakarta Suyono, S (2010). Kecenderungan Peningkatan Penyandang Diabetes dalam

Sidartawan, S, Pradana, S., & Iman, S Penatalaksanaan Diabetes Terpadu, Jakarta, Balai penerbit FKUI.

Timmreck, CT. 2004. “Suatu Pengantar.” Epidemiologi. ED: Widyastuti, P. Jakarta, EGC.

Tiv M, dkk, 2012. Medication Adherence in Type 2 Diabetes: The Entered Study 2007, a French Population-Based Study, artikel, Lisensi Creative Commons Attribution.

Waspadji.S, 2007. Pedoman Diet Diabetes Melitus, Jakarta, FK-UI,

WHO, 2011. About diabetes, http://www.who.int/diabetes/action_ online/basics/en/index1.html, diakeses tanggal 1 Maret 2013.


(6)

____, 2003. Adherence to Long Term. Therapies Evidence for Action Organization 2003

Wiyono P, (2004). Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 sebagai Usaha Menghambat Peningkatan Prevalensi dan Komplikasinya, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Yanti, dkk (2011). Faktor-faktor Risiko Kejadian Penyakit Jantung Koroner pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 (Studi Kasus di RSUP Dr. Kariadi Semarang), artikel Publikasi, Semarang.

Yoga SU Ahmad, 2011. Hubungan Antara 4 Pilar Pengelolaan Diabetes Melitus dengan Keberhasilan Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, Universitas Diponegoro, Semarang.


Dokumen yang terkait

Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2012-2013

1 58 126

Gambaran Pola Makan Penderita Diabetes Melitus Rawat Jalan Di Puskesmas Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013

9 95 78

Identifikasi Badan Keton Pada Urin Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

9 111 63

Hubungan Penderita Diabetes Melitus Tipe-2 Dengan Terjadinya Gangguan Pendengaran Di RSUP. H. Adam Malik Medan

6 60 123

Hubungan Diabetes Melitus dengan Peningkatan Tekanan Intraokuli pada Pasien Glaukoma di Poliklinik Mata RSUP Haji Adam Malik, Medan Periode Juli-Agustus 2011

2 34 59

Gambaran Diabetes Melitus Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Tahun 2010

1 42 56

Hubungan Diabetes Melitus dengan Waktu untuk Konversi Kultur Sputum pada Pasien TB-MDR di RSUP H. Adam Malik

5 75 59

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DM - Hubungan Pola Makan dan Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Hiperglikemik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSU Herna dan RSU Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2013

0 0 40

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Pola Makan dan Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Hiperglikemik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSU Herna dan RSU Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2013

0 0 7

Hubungan Pola Makan dan Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Hiperglikemik pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di RSU Herna dan RSU Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2013

0 1 19