Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Iman dan ilmu adalah karakteristik kemanusiaan, maka pemisahan keduanya akan menurunkan martabat manusia. Iman tanpa ilmu akan mengakibatkan
fanatisme dan kemunduran, takhayul dan kebodohan. Ilmu tanpa iman akan digunakan untuk memuaskan kerakusan, kepongahan, ambisi, penindasan,
perbudakan, penipuan dan kecurangan. Muthahhari menegaskan bahwa Islamlah satu-satunya agama yang memadukan iman dan ilmu sains.
13
Keterkaitan antara iman dan ilmu serta pertalian keduanya yang tidak dapat dipisahkan selalu mewarnai pemikiran dan dasar tujuan pendidikan Muthahhari.
Lazimnya para ulama yang lain, Muthahhari menegaskan bahwa kewajiban menuntut ilmu tidak bisa tergantikan.
Banyak sekali hadis-hadis yang mewajibkan menuntut ilmu. “Mencari ilmu
wajib hukumnya bagi setiap muslim”.
14
Arti dari hadis ini adalah bahwa salah satu kewajiban Islam, yang sejajar dengan semua kewajiban lainnya adalah
mencari dan menuntut ilmu. Mencari ilmu adalah wajib hukumnya bagi setiap orang muslim; tidak hanya dikhususkan bagi satu kelompok dan tidak bagi
kelompok yang lain.
15
Di dalam sejarah disebutkan bahwa pada masa sebelum datangnya Islam, sebagian masyarakat berperadaban pada waktu itu memandang bahwa mencari
ilmu adalah hak sebagian kelompok, dan tidak mengakui bahwa mencari ilmu adalah hak seluruh lapisan masyarakat. Di dalam Islam, ilmu bukan hanya
dianggap sebagai hak setiap orang, melainkan Islam menganggapnya sebagai tugas dan kewajiban bagi semua orang. Mencari ilmu adalah sebuah kewajiban
sebagaimana kewajiban-kewajiban yang lain seperti sholat, puasa, zakat, dan haji.
13
Murtadha Muthahhari, Man and Universe Qum: Ansariyan Publication, 1401 H Cet. Ke-1, h.
11.
14
Ushul al-Kafi, Jld. I, h. 30.
15
Murtadha Muthahhari, Ceramah-ceramah Seputar Persoalan Penting Agama dan Kehidupan,
Jakarta: Lentera, 1999 Cet. Ke-1, h. 157.
Islam pada abad keemasan bagaikan harta karun kekayaan peradaban intelektual yang tidak ternilai harganya, menyebar hampir seluruh dunia.
Kehebatan imperium Islam dalam abad keemasan tersebut melampaui kehebatan imperium Romawi 7 abad sebelumnya. Di antara nilai peradaban intelektualnya
yaitu:
16
Pertama, semangat mencari ilmu yang luar biasa dari orang-orang Islam. Hal ini bisa terjadi karena dipicu oleh doktrin Islam, bahwa mencari ilmu,
mengembangkan dan kemudian mengamalkannya untuk membangun kehidupan, adalah wajib hukumnya. Semangat pencarian ilmu tersebut menjadi kunci
penjelajahan intelektual Islam pada puncaknya abad ke-9, 10, dan 11M.
17
Kedua, semangat pencarian ilmu tersebut menemukan momentumnya dalam imperium Islam di bawah bimbingan para khalifah. Pada masa itu dana serta
fasilitas dari istana untuk mempercepat perkembangan peradaban baru yang berbasis pengetahuan
knowledge based merupakan kebijakan prioritas.
18
Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap orang baik laki-laki ataupun perempuan. Menuntut ilmu juga tidak memiliki batasan waktu atau masa tertentu,
sebagaimana hadis Nabi saw, “Carilah Ilmu dari buaian sampai ke liang kubur”
Bukhari Muslim . Pada setiap zaman manusia haruslah menggunakan
kesempatan yang ada untuk mencari ilmu. Keluasan kewajiban menuntut ilmu juga digambarkan dalam hadis,
“Carilah ilmu walaupun di negeri Cina”. Artinya
bahwa mencari ilmu tidak memiliki batasan tempat tertentu.
Dalam hal ini dapat dilihat bahwa Islam telah memerintahkan menuntut ilmu dengan tiada batasan golongan tertentu, waktu, tempat dan pengajarnya tetapi
16
Mastuhu, Sistem Pendidikan Nasional Visioner, Jakarta: Lentera Hati, 2007 Cet. Ke-1, h. 71-
72.
17
Ibid, h. 71-72.
18
Ibid, h. 71-72.
mengapa Islam begitu mundur dan generasi muda saat ini selalu berteman dengan kebodohan? Hal inilah yang sangat menyedihkan karena sesungguhnya perintah-
perintah yang mulia ini telah ditinggalkan begitu saja oleh generasi muda saat ini.
Dalam mengambil ilmu sebagai hikmah Muthahhari juga tidak membatasi pada satu golongan tertentu.
Hal ini berdasarkan hadis Rasul saw, “Hikmah adalah barang orang mukmin yang hilang, yang akan diambil di mana saja
mereka menemukannya”. Dalam Nahjul Balaghah, Imam Ali sebagaimana dikutip Murtadha Muthahhari.
“Hikmah adalah barang orang mukmin yang hilang, maka ambillah hikmah itu meskipun dari orang munafik”.
19
Dilihat dari perspektif pendidikan dan pengajaran, ketentuan-ketentuan akhlak Islam ditujukan untuk mendidik manusia agar sesuai dan selaras dengan apa yang
diinginkan oleh Islam. Sasaran utama pendidikan dipandang dari sisi sebuah kerangka pengantar terbentuknya masyarakat yang baik, maka pembentukan
kepribadian seseorang sangatlah penting. Islam sangat menjaga dan menghormati kesejatian Individu dan masyarakat.
20
Al-Attas misalnya, menghendaki tujuan pendidikan Islam yaitu manusia yang baik, sedangkan Athiyah al-Abrasyi menghendaki tujuan akhir pendidikan Islam
yaitu manusia yang berakhlak mulia,
21
Munir Mursih menghendaki tujuan pendidikan Islam yaitu manusia sempurna,
22
Ahmad D Marimba berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya orang yang berkepribadian
muslim.
23
19
Murtadha Muthahhari, Ceramah-ceramah Seputar Persoalan Penting Agama dan Kehidupan,
Jakarta: Lentera, 1999 Cet. Ke-1, h.158.
20
Murtadha Muthahhari, Dasar-Dasar Epistimologi Pendidikan Islam, Jakarta: Sadra
International Institute, 2011, Cet ke-1, h.2.
21
Muhammad Athiyah al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. terj. Bustami A. Gani
dan Djohar Bahry Jakarta: Bulan bintang, 1974, h. 15
22
Muhammad Munir Mursi, at-Tarbiyah al-Islamiyah Usuluha wa Tatawwuruha fi Bilad al-
Arabiyah, Qahhirah: Alam al-Kutub, 1997, h. 18
23
Ahmad D Marimba, Pengantar FilsafatPendidikan Islam, Bandung: Al-
Ma‟rif, 1989, h. 39
Menurut Paulo Freire sebagaimana dikutip oleh Nurul Zainab “Pendidikan
merupakan yang dijalankan bersama-sama oleh pendidik dan peserta didik sehingga peserta didik tidak menjadi cawan kosong yang diisi oleh pendidik yang
mana hal tersebut merupakan penindasan terhadap potensi dan fitrah peserta didik. Sedangkan pendidikan manusiawi dalam pandangan Murtadha Muthahhari
dalam konteks pendidikan kritis adalah pendidikan yang mengembangkan potensi berpikir kreatif pada diri peserta didik serta membekali mereka dengan semangat
kemerdekaan dalam proses pengembangan potensi berpikir. Tujuan pendidikan Freire adalah menumbuhkan kesadaran kritis, sedangkan tujuan pendidikan
Muthahhari adalah menumbuhkan kemampuan blerpikir kritis. Karakteristik utama pendidikan Freire adalah konsientisasi, sedangkan karakteristik pendidikan
Muthahhari adalah sosialisasi dan berpikir kritis. Pendidikan Freire diterapkan dengan pola praxis, kemanunggalan antara aksi dan refleksi yang berjalan terus
menerus, sedangkan metode penerapan pendidikan Muthahhari tidak terbatas pada aksi dan refleksi semata tetapi mencakup muhasabah, muraqabah dan amal.
Persamaan antara pemikiran Paulo Freire dengan Murtadha Muthahhari yaitu fitrah, humanisme dan pembebasan dalam pendidikan.
”
24
Berdasarkan pada pemikiran tersebut diatas, penulis skripsi akan meneliti lebih dalam lagi mengenai
“Konsep Manusia Dan Implemenatsinya dalam Perumusan Tujuan Pendidikan Menurut
Murtadha Muthahhari”.