Konsep Manusia KAJIAN TEORI
Diilhami oleh kaum rasional Descartes yang menyatakan bahwa kelebihan manusia dari binatang adalah tabiat rasionalnya, kemampuan
menilai dan memilih, ditunjang oleh kaum Neo Freudian Frankl, Adler, Jung yang menekankan aspek kesadaran manusia
–daya kemauan dan daya nalarnya; digerakan oleh kaum eksistensialis Sartre, Buber,
Tillich yang menyatakan bahwa manusia berbeda dari binatang karena ia mampu menyadari bahwa ia bertanggung jawab terhadap tindakan
– tindakan yang dilakukannya, maka psikologi humanistic melihat
manusia memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari pada binatang. Ia bukan saja digerakan oleh dorongan biologis saja, tetapi juga oleh
kebutuhan untuk mengembangkan dirinya sampai bentuk yang ideal –
untuk memenuhi dirinya Self actualization. Manusia ialah makhluk
yang unik: rasional, bertanggung jawab, dan memiliki kecerdasan.
52
Analisa secara filosofis mengatakan bahwa hakikat kodrat martabat manusia adalah merupakan kesatuan integral segi-segi atau potensi-
potensi essensial :
53
Manusia sebagai makhluk pribadi individual being Manusia sebagai makhluk sosial sosial being
Manusia sebagai manusia susila moral being Manusia sebagai makhluk bertuhan.
Ada teori mengatakan bahwa manusia mengetahui sesuatu melalui fitrahnya. Benda-banda yang ia ketahui dengan cara ini, tentu saja
dengan cara sedikit. Dengan kata lain, prinsip berpikir pada semua manusia bersifat fitrah, sedangkan cabangnya bersifat
muktasabah. Yang dimaksud dengan prinsip berfikir disini bukan prinsip berfikirnya
Platon, yang mengatakan bahwa di alam lain manusia telah mengetahui segala sesuatu, namun kemudian lupa. Tetapi, yang dimaksud adalah
bahwa didunia ini manusia diingatkan pada prinsip-prinsip tersebut. Hanya saja, untuk mengetahuinya, ia memerlukan guru, memerlukan
52
Murthadha Muthahhari, Perspektif Al-
Qur‟an Tentang Manusia Dan Agama, Bandung: Mizan, 1992, h. 29
53
Zuhairini,dkk, Filsafat Pendidikan Islam, h. 188
system yang membedakan besar dan kecil, perlu membuat analogi, menempuh
pengalaman, dan
sebagainya. Artinya,
bangunan intelektualitas manusia dijadikan sedemikian rupa, sehingga dengan
menyodorkan beberapa hal saja cukuplah baginya untuk mengetahui hal itu tanpa harus ada dalil dan bukti. Dan juga bukan karena ia telah
mengetahui hal itu sebelumnya.
54
Hakikat manusia sesungguhnya di samping kedua unsur pokok tersebut adalah terletak pada fungsi eksistensialnya dalam hidup ini.
Seberapa jauh manusia itu dapat berbuat dalam hidup ini, baik berbuat untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Sebagaimana dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa “sebaik-baik manusia adalah yang mau berbuat untuk dirinya dan berguna bagi
orang lain”.
55
Suatu naluri yang memiliki hubungan erat dengan penciptaan manusia itu senidri, dan yang majukan sejarhnya adalah nalurinya itu.
Aktivitasnya merupakan akibat dari naluri itu. Dan kesempurnaan dirinya juga karena adanya naluri itu juga. Islam mengatakan,
“aktivitas manusia dilahirkan dari nalurinya.” Tetapi kaum materialis mengatakan
“Naluri manusia dilahirkan dari aktivitasnya.” Islam dengan tegas
menyatakan bahwa kita memiliki dua bentuk manusia: ada manusia yang fitrah di mana setiap orang sejak awal penciptaanya disertai dengan
sederetan potensi meraih nilai-nilai yang tinggi dan luhur. Kemudian ketika seseorang manusia dilahirkan di dunia, ia telah memiliki potensi
untuk menjadi seseorang yang bermoral, memiliki potensi untuk menjadi seseorang yang agamis, memiliki potensi menyukai keindahan,
memiliki potensi untuk hidup bebas dan merdeka. Manusia secara potensial, dalam dirinya telah terdapat nilai-nilai yang tinggi dan luhur
dan dalam hal ini persis sebatang tumbuhan yang agar dapat tumbuh
54
Murthadha Muthahhari, Bedah Tuntas Fitrah, Jakarta: Citra, 2011, h. 30-31
55
A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, Yogyakarta : UIN Mlang Press,
2008, h. 65
serta berkembang perlu diberi cahaya, air dan lain sebagainya. inilah “manusia fitrah”
56
Dengan pengetahuan dan pendidikannya itu, manusia menjadi makhluk yang berkebudayaan, dan dan berperadaban. Dengan kegiatan
pendidikan dan pembelajaran, manusia mendapatkan ilmu pengetahuan yang sarat dengan nilai kebenaran baik universal, abstrak, teoritis,
maupun praktis. Nilai kebenaran ini selanjutnya mendorong terbentuknya sikap dan prilaku yang arif dan berkeadilan. Sikap yang
demikian itu selanjutnya menjadi modal bagi manusia untuk membangun kebudayaan dan peradaban. Kebudayan baik yang bersifat
material maupun yang beersifat spiritual, adalah upaya manusia untuk mengubah dan membangun hubungan berimbang baik secara horizon
maupun vertical.
57
Manusia adalah makhluk hidup, dan kehidupannya tidaklah dapat dipisahkan dari hidup berkelompok. Sadar atau tidak sadar, manusia dari
semenjak lahir sudah membutuhkan kelompok atau orang lain. Kehidupan sosial itu haurs dipandang sebagai suatu tabiat kejiwaan yang
lebih tinggi dan lebih sesuai yang telah tumbuh dari satuan biologi.
58
Dengan demikian, hakikat pendidikan adalah mengaktualisasikan segenap potensi manusia, atau memanuisakan manusia, yaitu
mengaktualisasikan segenap potensi yang dimiliki manusia tersebut sehingga menjadi nampak sebagai identitas, kepribadian dan karakter
dirinya. Hal ini sejalan dengan ungkapan yang sering dikatakan “ia sudah jadi orang”. Artinya bahwa ia telah berhasil mengaktualisasikan
segenap potensi yang dimilikinya, sehingga ia menjadi orang yang berpendidikan tinggi, menguasai teknologi dan keterampilan, senantiasa
bersyukur kepada Allah, memiliki kepedulian terhadap lingkungan alam
56
Murthadha Muthahhari, Mengenal Epistimologi, Sebuah Pembuktian Terhadap
Rapuhnya Pemikiran Asing dan Kokohnya Pemikiran Islam, Jakarta: Lentera, 2008 , h. 360
57
Supalan Suhartoni, Filsafat Pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2007, h.
53-56
58
P.J Bouman, Sosiologi Pengertian dan Masalah, Jakarta: Kanisius, 1971, h. 31
dan lingkungan sosialnya, serta menjalankan peran dan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi. Dengan cara demikian ia menjadi orang
yang memiliki semuanya, dan sejahtera hidupnya.
59
Manusia sebagai
makhluk sosial
yang berbahasa,
boleh menggunakan bahasa sebagai media berfikir dan berhubungan. Manusia
mampu mencipta istilah dan menanamkan sesuatu untuk dikenal. Ia mampu berfikir wajar. Ia dapat menjadikan alam sekitarnya sebagai
objek renungan, pengamatan dan karena tempat menimbulkan perubahan yang diingini. Manusia bisa mempelajari ilmu pengetahuan,
kemahiran dan kecendrungan baru. Manusia bias beriman pada yang ghaib, membedakan antara baik dan buruk dan menahan nafsu
syahwatnya yang liar.
60
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, bahwa manusia bukan hanya berusaha mempelajari hal-hal di luar dirinya tetapi juga
berusaha untuk mempelajari dan memahami dirinya sendiri, manusia sendiri, sebab di antara hal-hal yang ada di lingkungannya
manusialah yang paling misterius, yang paling kompleks dan sukar dipahami.
61