Tujuan Pendidikan Islam KAJIAN TEORI

Allah. Sifat tujuan umum ini tetap, berlaku di sepanjang tempat, waktu dan keadaan. Sedangkan tujuan khusus pendidikan Islam di tetepkan berdasarkan keadaan tempat dengan mempertimbangkan keadaan geografi, ekonomi, dan lain –lain yang ada di tempat itu. Tujuan khusus ini dapat di rumuskan berdasarkan ijtihad para ahli di tempat itu ”. 24 pendapat ini ada dua unsur kontan dan unsur fleksibelitas dalam tujuan pendidikan Islam. Pada tujuan pendidikan Islam yang bersifat umum terkandung unsur konstan, tetap berlaku sepanjangn zaman, tempat, dan keadaan, tidak akan mengalami perubahan serta pergantian sepanjang zaman. Sedangkan pada tujuan pendidikan Islam yang bersifat khusus terkandung unsur fleksibelitas. Tujuan khusus ini dapat dirumuskan sesuai dengan keadaan zaman, tempat dan waktu namun tetap tidak bertentangan dengan tujuan yang lebih tinggi yaitu tujuan akhir atau tujuan umum. Uraian mengenai tujuan pendidikan Islam tersebut memperlihatkan dengan jelas keterlibatan fungsional mengenai gambaran ideal dari manusia yang ingin di bentuk oleh kegiatan pendidikan. Perumusan pendidikan Islam itu pada hakikatnya adalah pekerjaan para filosof di bidang pendidikan yang merupakan rumusan filosof tentang manusia yang ideal dengan berdasarkan pada ajaran Islam sebagai sumber acuan utamanya yaitu al- Qur‟an dan al-Hadits. 25 Perlu diingat bahwa pengalaman nyata orang tua sebagai pendidik akan membawanya kepada kesadaran akan nilai – nilai budi pekerti luhur lainnya yang lebih relavan untuk perkembangan anak. Dengan demikian faktor eksperimentasi percobaan yang disertai dengan niat yang tulus dan kejujuran ketika memandang suatu masalah dikatakan sangat penting dalam usaha menemukan dan mengembangkan agenda – agenda pendidikan keagamaan untuk perbaikan moral anak dalam rumah tangga maupun bermasyarakat. Hal itu tidak lain adalah demi 24 Ali Khalil Abu al-Ainain, Falsafah al-Tarbiyah al- Islamiyah fi Qur‟an al-Karim, Mesir: Dar al-Fikr al- „Arabiyah, 1980, h. 153-217 25 Abudinnata, Filsafat Pendidikan Islam 1, ciputat : logos Wacana Ilmu, 1997 h. 58 terciptanya tujuan pendidikan Islam baik secara umum maupun secara khusus. Menurut pandangan Islam manusia itu satu hakikat tetapi mempunyai tiga dimensi wujud, yaitu; wujud jasmani fisik, wujud hewani, dan wujud insani. 26 Dari sisi sebagai jasmani manusia mempunyai rupa dan susunan khusus yang dengannya manusia dapat tumbuh dan berketurunan. Oleh karena itu, pendidikan berpengaruh terhadap kondisi fisik anak, dan tentunya hal ini harus mendapat perhatian dari para pendidik. Para pendidik harus memperhatikan perkembangan fisik anak, dan harus berusaha mendidik mereka menjadi individu yang sehat, kuat dan seimbang. Sementara itu Zakiah Derajat mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah “Menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan dan mengajarkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesamanya ”. 27 Rumusan tujuan pendidikan yang bersifat universal dapat dirujuk pada hasil kongres sedunia tentang pendidikan Islam sebagai berikut. Education should aim at the balanced growth of total personality of man trough the training of man‟s spirit, intellect the rational self, felling and bodly sanse, educational should therefore cater for the growth of man in all its aspects, spiritual, intellectual, imaginative, physical, scientific, linguistic, both individual and collectively, and , motivate all these aspects towrd,goodness and attainment of perfaction. The ultimate aim of education lies in the realization of complete submission to Allah on the level individual, the community and humanity at large. 28 26 Ibrahim Amini, Asupan Ilahi, h.98 27 Zakiyah Derajat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara 1992 h. 30 28 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis Dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bina Aksara, 1991 h. 40 Pendapat tersebut diatas menunjukan bahwa pendidikan harus di tunjukan untuk menciptakan keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh, dengan cara melatih jiwa, akal, pikiran, perasaan, dan fisik manuisa.dengan demikian, pendidikan harus mengupayakan tumbuhnya seluruh potensi manusia, baik yang bersifat spiritual, intelektual daya khayal, fisik, ilmu pengetahuan, maupun bahasa, baik secara perorangan maupun kelompok, dan mendorong tumbuhnya seluruh aspek tersebut agar mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan terletak pada terlaksananya pengabdian yang penuh kepada Allah, baik pada tingkat perseorangan, kelompok maupun kemanusiaan dalam arti yang seluas-luasnya. Tujuan pendidikan Islam yang bersifat universal ini dirumuskan dari berbagai pendapat para pakar pendidikan, seperti Al-Attas, Athiyah al- Abrasi, Munir Mursi, Ahmad D. Marimba. Al-Attas misalnya, menghendaki tujuan pendidikan Islam yaitu “Manuisa yang baik”, sedangkan Athiyah al-Abrasyi menghendaki tujuan akhir pendidikan Islam yaitu “Manusia yang berakhlak mulia”, 29 Munir Mursih menghendaki tujuan pendidikan Islam yaitu “Manusia sempurna ”, 30 Ahmad D Marimba berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam adalah “Terbentuknya orang yang berkepribadian muslim”. 31 Tujuan pendidikan yang universal tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 32 Pertama, mengandung prinsip universal syumuliah antara aspek akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah, keseimbangan dan kesederhanaan tawazun dan iqtisyadiyah antara aspek pribadi, 29 Muhammad Athiyah al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. terj. Bustami A. Gani dan Djohar Bahry Jakarta: Bulan bintang, 1974, h. 15 30 Muhammad Munir Mursi, at-Tarbiyah al-Islamiyah Usuluha wa Tatawwuruha fi Bilad al-Arabiyah, Qahhirah: Alam al-Kutub, 1997, h. 18 31 Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al- Ma‟rif, 1989, h. 39 32 Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana Prenada Group, 2012, h . 63 komunitas dan kebudayaan, kejelasan tabayyun, terhadap aspek kejiwaan manusia qalb, akal, dan hawa nafsudan hokum setiap masalah kesesuaian atau tidak bertentangan antara berbagai unsur dan cara pelaksanaannya, realism dan dapat dilaksanakan, tidak berlebih- lebihan, praktis, realistic, sesuai dengan fitrah dan kondisi sosioekonomi, sosiopolitik, dan sosiokultural yang ada sesuai dengan perubahanyang diinginkan, baik pada aspek rohaniah dan nafsaniyah, serta perubahan kondisi psikologis, sosiologis, pengetahuan, konsep pikiran, kemahiran, nilai-nilai, sikap perserta didik untuk mencapai dinamisasi kesempurnaan kependidikan, menjaga perbedaan individu, secara prinsip, dinamis dalam menerima perubahan dan perkembangan yang terjadi pada pelaku pendidikan serta lingkungan dimana pendidikan itu dilaksanakan. Kedua, mengandung keinginan untuk mewujudkan manusia yang sempurna, insane Kamil yang di dalamnya memiliki wawasan kafah agar mampu menjelaskan tugas-tugas kehambaan, kekhalifaan, dan pewaris Nabi. Tujuan pendidikan Islam Murtadha Muthahhari terdapat pada tujuan pendidikam Islam yang universal. Yang mana didalam bukunya Murthadha Muthahhari, Manusia Sempurna , menjelaskan “Pengenalan manusia sempurna ini tidak hanya berguna secara teoritis ”. Pengetahuan ini juga harus kita gunakan untuk mengikuti jalan Islam guna menjadi Muslim yang sebenarnya dan menjadikan masyarakat sungguh-sungguh Islami. Dengan begitu, jalan tersebut menjadi terang dan hasilnya jelas. 33

C. Fungsi Pendidikan Islam

Pada hakikatnya pendidikan Islam adalah suatu proses yang berlangsung secara kontiniu dan berkesinambungan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang perlu diemban oleh pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. 33 Murthadha Muthahhari, Manusia Sempurna, Jakarta : Lentera, 1994, h. 1 Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang secara dinamis, mulai dari kandungan hingga akhir hayat. 34 Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal. Sementara fungsinya adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan berjalan dengan lancar. 35 Untuk menjamin terlaksnanya tugas pendidikan Islam secara baik, hendaknya terlebih dahulu dipersiapkan situasi kondisi pendidikan yang bernuansa elastic, dinamis, dan kondusif, yang memungkinkan bagi pencapaian tugas tersebut. Hal ini berarti bahwa pendidikan Islam dituntut untuk dapat menjalankan fungsinya, baik secara structural maupun institusional. 36 Alat untuk memelihara, memperluas, dan menghubungkan tingkat- tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial serta ide-ide masyarakat dan nasional. Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi, dan perkembangan. Pada garis besarnya, upaya ini dilakukan melalui potensi ilmu pengetahuan dan skill yang dimiliki, serta melatih tenaga-tenaga manusian peserta didik yang produkti dalam menemukan perimbangan perubahan sosial dan ekonomi yang demikian dinamis. 37 Kondisi fisikal Indonesia dengan sumber alam yang melimpah ruah, iklim tropic yang mendukung kesuburan tanah, serta kondisi geo- ekonomi dan geo-politik yang strategis, sangat wajar untuk mengklaim kelemahan ekonomi rakyatnya, akibat kurangnya investasi sumber daya 34 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Ciputat Press, 2005, h. 32 35 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: BIna Aksara, 1987, h. 33-34 36 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Filsafat Pendidikan Islam, h. 33 37 Ramayulius, Metodelogi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1990, h. 19-20 manusia. 38 Dalam konteks ini, pendidikan Islam tidak saja menyiapkan tenaga terdidik untuk kepentingan ekonomi dan politik, tetapi justru membina “totalitas manusia” yang mampu membangun dunia dengan segala dimensinya, sesuai dengan komitmen imannya terhadap Allah SWT. Membina manusia dengan segala aspek psikologinya, antara lain menyangkut dimensi keimanan, ketaqwaan, rasa tannggung jawab, sikap musyawarah dan kebersamaan antara manusia, keahlian dan keterampilan kualitatif dalam melaksanakan tugas kepemimpinan, perencanaan pelaksanaan, serta pembangunan sarana fisik bagi kehidupan ekonomi, sosial, politik, pertahanan, pendidikan, dan dimensi hidup lainya. Atas dasar itu, rekayasa pendidikan Islam di Indonesia secara fungsional, hendaknya dapat diarahkan pada program - program strategi dengan pendekatan – pendekatan: 39 1. Makro Universal Penjabaran program yang terhimpun dalam kurikulum. Untuk memantapkan proses internalisasi nilai universal dalam diri peserta didik. Program ini merupakan konsekuensi komitmen imannya terhadap Allah, yang dimanifestasikan dalam ketaatan beribadah dan menjalankan instruksiNya, serta kewajiban berbuat baik terhadap makhluk Allah. 2. Messo Sosial Suatu program pendidikan dengan kurikulum yang mengandung berbagai informasi dan kompetensi sebagai peserta didik dalam membangun umat dan bangsanya, sekaligus membina rasa tanggung jawab terhadap Negara dan lingkunganya. Dan pendekatan ini 38 Abd Halim Soebahar, Wawasan Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002, h. 25 39 Ibid, h 26 mengupayakan terbentuknya konstruksi sosial yang dinamis melalui program pendidikan. 3. Ekso Kultural Suatu program pendidikan yang berupaya membudayakan nilai – nilai Islami melalui analisa sinkronik dan perbandingan diakronik, mengenai deskripsi sifat, peraan, akibat, serta prognosa berbagi kemungkina. Program ini juga member petunjuk dan kompetensi bagi peserta didik untuk menyerap nilai –nilai kontemporer yang menunjang nilai –nilai sakral, dalam rangka proses symbiosa- kulturalis bagi Pembina akhlak budaya berfikir, merasa, bersikap dan berbuat bangsa Indonesia yang tinggi dan dinamis. Pembudayaan enculturation akhlak Islami, memerlukan pembinaan ide dan konsep, pula prilaku dan eko-teknik, serta produk budaya yang parallel dengan konsep dasar Islam Al- Qur‟an dan As- Sunnah, baik yang bersifat psikologik maupun pisik-material melalui jalur pendidikan. 4. Mikro Individual Suatu program pendidikan yang membina kecakapan seseorang sebagai tenaga professional, yang mampu mengamalkan ilmu, teori dan informasi yang diperoleh, sekligus terlatih dalam memecahkan problema yang dihadapi. Program ini merupakan konkretisasi peningkatan status, peranan, dan kualitas hidup individual, seperti tertera pada tujuan instruksional khusus suatu sillabus Feisal, 1979:11-12 40 Keempat fungsi pendekatan dan program diatas menunjukan keluasan peranan dan bidang garapan pendidikan Islam di Indonesia. Dilihat dari sudut pendidikan Nasioanal Indonesia yang berfungsi “untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu 40 Abd Halim Soebahar, Wawasan Baru Pendidikan Islam, h. 27 kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan Nasional” UU No. 2 1989 Bab II Pasal 3, maka fungsi pendidikan Islam merupakan prototype yang lengkap dari fungsi pendidikan Nasional Indonesia yang pantas untuk diaktualisasikan. 41

G. Konsep Manusia

Dalam al-Quran, secara terminologi manusia dipandangkan dengan kata al-Ihsan, al-Nas dan Basyar, yang menurut Jamali ketiganya menunjukkan pada substansi makna yang sama yakni unsur pensifatan yang inheren dalam diri makhluk yang tertinggi. Kata al-Ihsan memiliki makna melihat, mengetahui dan minta izin. Kata al-Nas menunjukkan hubungan antara manusia, mengetahui, berfikir, dan memahami. Demikian pula kata Insan dari asalnya nasiyah yang artinya lupa dan jika dilihat dari kata dasarnya yaitu al-Uns yang berarti jinak. Kata Basyar dipakai untuk menyebutkan semua makhluk baik laki-laki maupun perempuan, baik plural, maupun jamak kolektif. Kata Basyar dalam Al-Quran seluruhnya menunjukkan pengertian pada bani Adam yang dapat makan, minum, berjalan dan bertemu dipasar- pasar sebagaimana yang lain. Dengan ketiga kata tersebut, Al-Quran menjelaskan manusia secara multidimensi, dimana kata al-insan al-Nas memberikan konteks ideal, fitrah, dan potensial, atau dapat juga disimpulkan dengan manusia sebagai makhluk rasional, makhluk pembentuk kebudayaan. Sedangkan kata Basyar menunjukkan pada manusia sebagai diri yang berjiwa dan berbadan kasar jasmaniah, manusia yang berkebutuhan fisik, religious dan sosial. 42 Manusia, dalam pandangan Islam, selalu dikaitkan dengan suatu kisah tersendiri. Di dalamnya, manusia tidak semata-mata digambarkan sebagai hewan tingkat tinggi yang berkuku, pipih, berjalan dengan dua 41 Ibid, h. 29 42 Jamali, dkk, Membedah Nalar Pendidikan Islam, Jakarta : Pustaka Rihlah, 2005, hal 122-123 kaki, dan pandai bicara, lebih dari itu, menurut Al- Qur‟an, manusia lebih luhur dan gaib dari apa yang dapat didefinisikan oleh kata-kata tersebut. Dalam Al- Qur‟an, manusia berulang kali diangkat derajatnya, berulang-kali pula direndahkan. Mereka dinobatkan jauh mengungguli alam surga, bumi, dan bahkan para malaikat, tetapi pada saat yang sama, mereka bisa tak lebih berarti dibandingkan dengan setan terkutuk dan binatang jahanam sekalipun. Manusia dihargai sebagai makhluk yang mampu menaklukan alam, namun bisa juga merosot menjadi “yang paling rendah dari segala yang rendah”. Oleh karena itu, makhluk manusia sendirilah yang harus menetapkan sikap dan menentukan nasib akhir mereka sendiri. 43 Penghormatan dan penghargaan Islam terhadap orang-orang yang berilmu itu terbuktii dalam Al- qur‟an surat Al-Mujadalah ayat 11 yang berbunyi: 44     “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat….Q.S. Al-Mujadalah 11. Menurut Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Mishbah mengatakan, “Ilmu yang dimaksud oleh ayat di atas bukan saja ilmu agama, tetapi ilmu apapun yang bermanfaat ”. Ini menunjukan bahwa ilmu dalam pandangan al- Qur‟an bukan hanya ilmu agama. Disisi lain itu juga menunjukan bahwa ilmu haruslah menghasilkan rasa takut dan kagum kepada Allah,yang pada gilirannya mendorong yang berilmu untukmengamalkan ilmunya serta memanfaatkannya untuk kepentingan makhluk. 45 43 Murthadha muthahhari, Perspektif Al- Qur‟an Tentang Manusia Dan Agama, Bandung: Mizan, 1992, h. 117 44 Zuhairini,dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, h. 167 45 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Jakarta : Lentera Hati, 2002, h. 80